Anda di halaman 1dari 4

HAMBATAN PENILAIAN KINERJA

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai dengan fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian unjuk kerja yang baik ini terdapat beberapa tantangan, yaitu: 1. Kesalahan Penilai 2. Ketidaksiapan penilai 3. Ketidakefektifan praktek dan kebijakan organisasi 4. Formulir penilaian yang tidak baik A. Kesalahan Penilai Proses penilaian tentu saja dilakukan oleh manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan-kesalahan, yang dapat diakibatkan keterbatasan manusia dalam melihat sesuatu. Para ahli mengemukakan beberapa kecenderungan kesalahan penilaian yang harus diperhatikan, yaitu: Hallo Effect Yaitu penyimpangan yang terjadi karena pendapat pribadi/subyektif penilai mempengaruhi penilaian untuk kerja. Pendapat tersebut umumnya dipengruhi oleh ciri-ciri pegawai (biasanya tunggal) yang mengesankan seseorang sangat disukai atau tidak disukai oleh penilai, misalnya seorang pegawai yang cantik mempengaruhi penilaian seseorang. The Error of Central Tendency Yaitu penilai tidak senang memberikan penilaian jelek atau baik kepada pegawai, sehingga cenderung menilai secara rata-rata. The Leniency and Strictness Biases Yaitu penilai terlalu lunak atau terlalu keras. Terlalu lunak mengakibatkan penilai cenderung memberikan nilai terlalu tinggi, dan terlalu keras mengakibatkan penilai memberikan nilai terlalu rendah sehingga tidak mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang sesungguhnya. Personal Prejudice Yaitu penilaian didasarkan atau dipengaruhi oleh prasangka-prasangka yang tidak baik terhadap suatu kelompok masyarakat, misalnya suku atau jenis kelamin dari kelompok mana pegawai berasal. The Recency Effect Yaitu penilai mendasarkan penilaiannya pada perilaku-perilaku kerja yang paling akhir terjadi.

B. Ketidaksiapan Penilai Penilai mungkin tidak disiapkan untuk melakukan penilaian. Ini dapat mengakibatkan: 1. penilai kurang percaya diri 2. keterbatasan pengetahuan mengenai pekerjan 3. kurangnya waktu untuk melakukan penilaian Kurang percaya diri dapat terjadi karena penilai tidak memahami elemen-elemen system penilaian, yang dapat diakibatkan keterbatasan pengetahuan mengenai pekerjaan dan juga pegawai yang sedang dinilai, ditambah lagi dengan waktu yang tersediauntuk melakukan penilaian, yang dapat terjadi karena kesibukan para penilai (biasanya manajer) dalam pekerjaan sehari-hari. C. Ketidakefektifan Praktek dan Kebijakan Organisasi Dalam hal ini adalah: 1. tidak adanya reward penilai 2. norms supporting leniency 3. lack of appropriate accountability Penilaian bukanlah pekerjaan yang mudah dimana pekerjaan tersebut membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak, sehingga dengan tidak adanya ganjaran baik yang bersifat positif maupun negative (berupa sanksi atau lainnya), para penilai melakukan secukupnya berdasarkan apa atau sisa waktu yang dimilikinya. Norms supporting leniency meliputi kebiasaan yang terjadi, bahwa penilaian yang jelek terhadap bawahan berarti menunjukkan kelemahan atasan dalam membina bawahan. Sehingga, ada kecenderungan atasan melakukan penilaian yang baik pada bawahan. Kurangnya rasa tanggung jawab dari atasan terhadap organisasi mengakibatkan munculnya ketidakpedulian akan unjuk kerja pegawai, yang akan mengakibatkan penilaian tidak dilakukan dengan baik. Ini muncul akibat kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung. D. Formulir Penilaian yang Tidak Baik Metode-metode penilaian biasanya menggunakan formulir penilaian, dan sering kali formulir tersebut : 1. tidak jelas 2. tidak mencakup aspek utama dari unjuk kerja 3. kompleks atau rumit E. Beberapa Cara Mengatasi Hambatan 1. Memberikan latihan kepada penilai 2. Melibatkan penilai dalam penentuan formulir penilaian 3. Menekankan pada manajer akan pentingnya penilaian unjuk kerja 4. Memberikan penghargaan kepada manajer penilai 5. Memilih penilai yang tepat

METODE PENILAIAN KINERJA


Secara praktis banyak metode penilaian yang dilakukan, yang tentu berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Keseluruhan metode tersebut secara garis besar dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu: 1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu 2. Penilaian yang berorientasi pada masa depan Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengembangan pegawai. Beberapa metode penilaian ini terdiri dari: 1. Ratting scale 2. Checklist 3. Critical incident technique 4. Skala penilaian berjangkarkan perilaku 5. Observasi dan tes unjuk kerja 6. Metode perbandingan kelompok Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akan potensi seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metodemetode penilaian ini terdiri dari: 1. Penilaian diri sendiri 2. Manajemen by objective 3. Penilaian secara psikologis 4. Assessment centre 1. Rating Scale Rating scale adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari sangat memuaskan, memuaskan, cukup, sampai kurang memuaskan, pada standar-standar unjuk kerja seperti inisiatif, taggung jawab, hasil kerja secara umum, dan lain-lain. Penilaian dilakukan oleh seorang penilai yang biasanya atasan langsung, yang dilakukan secara subjektif. Kemudian untuk memudahkan pengelompokan pegawai yang baik atau buruk, skala tersebut diberi bobot misalnya amat baik bobotnya 5, baik 4, sedang 3, cukup 2, dan kurang 1. 2. Checklist Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah pegawai sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar unjuk kerja misalnya pegawai hadir dan pulang tepat waktu, pegawai bersedia jika diminta untuk lembur, pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai disini adalah atasan langsung. Hampir sama dengan metode rating scale, setiap standar penilaian dapat diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingan standar tersebut. Penilaian umumnya dilakukan secara subjektif.

3. Critical Incident Technique Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ke tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut.

Anda mungkin juga menyukai