Anda di halaman 1dari 14

MENEJEMEN OPERASI PADA EPIDURAL HEMATOM AKUT

REKOMENDASI

Indikasi pembedahan Epidural hematom (EDH) yang lebih dari 30 cm3 sebaiknya dievakuasi dengan pembedahan tanpa melihat skor Glasgow Coma Scale (GCS). EDH kurang dari 30 cm3 dan ketebalannya kurang dari 15 mm dan dengan midline shift (MLS) kurang dari 5 mm pada pasien dengan skor GCS lebih dari 8 tanpa defisit fokal, dapat ditangani tanpa prosedur operasi dengan CT-Scan dan observasi dengan pendekatan neurologi pada bagian bedah saraf. Waktu Sangat direkomendasikan pasien dengan EDH akut dalam keadaan koma ( skor GCS < 9) dengan pupil anisokor segera ditangani dengan operasi secepat mungkin. Metode Ada kurangnya data untuk mendukung satu metode penanganan bedah. Meskipun begitu, kraniotomi menyedikan tindakan lebih lengkap pada hematom.
KATA KUNCI: koma, CT-Scan parameter, Kraniotomi, Epidural, Luka kepala, Hematom, Teknik pembedahan, Waktu pembedahan, Luka traumatis otak.

Pendahuluan Insidensi Sejak dikenalkannya CT-Scan sebagai pilihan dari ilmu radiologi untuk menditeksi lesi intrakranial pada trauma, insiden dari pembedahan dan non pembedahan pada EDH diantara pasien traumatic brain injury (TBI) telah dilaporkan berkisar antara

2,7% sampai 4% (8,11,25,41). Diantara pasien yang koma, sampai dengan 9% mengalami EDH yang membutuhkan kraniotomi (10, 35). Puncak insiden dari EDH adalah pada dekade ke-2, dan usia rata-rata dari pasien dengan EDH diantara 20-30 tahun (3, 8, 13, 16-18, 20, 22, 26, 29, 32, 37, 39). EDH jarang terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 50 sampai 60 tahun. Pada pasien pediatrik, usia rata-rata pasien dengan EDH diantara 6 dan 10 tahun (21, 34), dan EDH lebih jarang terjadi pada anak yang sangat muda dan neonatus (27, 30). Patogenesis Lalu lintas berhubungan dengan kecelakaan, jatuh dan penyerangan, masingmasing sebesar 53% (kisaran, 30-73%), 30% ( berkisar, 7-52%), dan 8% (berkisar, 119%) dari semua kasus EDH (3, 8, 20, 22, 26, 27, 36, 40). Pada pasien pediatrik, jatuh adalah penyebab utama daru EDH sebesar 49% dari kasus (berkisar, 25-59%) dan yang berhubungan kecelakaan lalu lintas sebesar 34% (berkisar, 25-41%) dari semua kasus EDH (21, 25-27, 30, 34). EDH mengakibatkan luka dari arteri meningeal media, vena meningeal media, vena diploik atau venous sinuses. Sejak dahulu, pernarahan dari arteri meningeal media telah dipertimbangkan sebagai sumber utama dari EDH. Dari laporan terkini pada kasus EDH pada 102 pasien pediatrik dan 387 pasien dewasa, pendarahan arteri telah diidentifikasi sebagai sumber dari EDH pada 36% pasien dewasa dan hanya 18% pada pasien anak-anak (27). Pada 31% pasien pediatrik, sumber pendarahan tidak dapat diindetifikasi dan pendarahan vena dihitung kira-kira 32% dari kasus EDH pada kedua kelompok usia. Lokasi Pada seri pembedahan, lokasi EDH lebih sering diregio temporoparietal dan regio temporal dibandingkan dengan lokasi lain. (3, 6, 25,27, 29, 32). Pada 2 sampai 5% pasien, EDH bilateral ditemukan (11, 18, 40), dan lesi terlihat sedikit lebih besar disisi sebelah kanan EDH dibanding lesi sisi sebelah kiri. (6, 40).

Persentasi Klinis Pasien dengan EDH, 22 sampai 56% pasien dengan keadaan koma ketika masuk rumah sakit atau tidak lama sebelum operasi dimulai (3, 17, 20, 22, 25, 32). Secara klasik dideskripsikan lucid interval, contoh pasien dengan awalnya dengan keadaan tidak sadar, kemudian sadar dan untuk kedua kalinya tidak sadar, telah diamati dengan total 456 dari 963 pasien (47%) menjalini operasi dengan EDH pada tujuh studi (3, 8, 18, 22, 28, 31, 39). Antara 12 dan 42% dari pasien yang masih sadar sepanjang waktu diantara trauma dan operasi (3, 8, 17, 22). Abnormalitas pupil yang diamati sekitar 18 dan 44% pasien, dan sampai dengan 27% (3-27%) pasien mengalami intak neurologis. Gejal lainnya termasuk defisit fokal, seperti hemiparese, decebrasi dan kejang. Kejang awal dicatat pada 8% pada pasien pediatrik dengan EDH (21). Mortalitas Mortalitas pasien pada semua kelompok usia dan skor GCS yang menjalani operasi untuk menyelamatkan dari EDH kira-kira 10% (berkisar, 7-12,5%) (7, 8, 14, 17, 18, 20, 22, 28, 31, 32). Mortalitas dapat dibandingkan dengan kasus pediatrik kira-kira 5% (25, 30). Faktor Penentu dari Hasil pada Pasien yang Menjalani Operasi pengangkatan EDH GCS, usia, abnormalitas pupil, berhubungan dengan lesi intrakranial, waktu antara penurunan neurologis dan opersi, dan tekanan intrakranial (TIK) telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang menentukan hasil dari EDH. Usia dan GCS Pengaruh usia terhadap hasil dalam subgroup pasien dengan EDH tidak mudah terdeteksi sebagaimana halnya terhadap pasien dengan TBI keseluruhan. Tiga penelitian menggunakan beberapa analisa regresi menemukan bahwa hasil GCS adalah penentu hasil yang lebih baik dibandingkan usia bagi pasien yang menjalani operasi EDH (20,22,38). Dalam analisa retrospektif, dari 98 pasien yang akan menjalani EDH di segala umur, Van den brink et al. (39) mencari tahu faktor penentu dari hasil saat 6 bulan.

Mereka mengidentifikasi GCS, usia dan diagnosis CT terhadap pendarahan subaraknoid sebagai faktor yang signifikan terhadap hasil. GCS pada saat masuk atau GCS sebelum operasi adalah penentu hasil paling utama bagi pasien yang akan menjalani operasi EDH (3,10,20,22,24,38,39). Dalam 3 penelitian menggunakan analisis multivarian, dalam total jumlah 284 pasien, skor GCS pada saat masuk tergolong sebagai faktor yang paling signifikan dalam menentukan hasil pada saat 6 bulan (20,38,39). Dalam 1 studi terhadap 200 pasien yang akan menjalani operasi kraniotomi, admission dari pre-operasi GCS, keduanya berhubungan dengan hasil fungsional saat 1 tahun (22). Gennarelli et al. (10) mengkaji hubungan antara jenis luka, score GCS on admission dan 3 bulan hasil terhadap 1,107 pasien koma dengan TBI. Tingkat kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan pendarahan subdural dan GCS antara 3 dan 5 (74%). Pasien dengan EDH dan GCS 3 sampai 5 memiliki tingkat kematian sebanyak 36% dan pasien dengan EDH dan GCS 6 sampai 8 hanya memiliki tingkat kematian sebesar 9%.

Pupil Pupil abnormal seperti pupil yang tidak simetris atau menetap. Pupil yang melebar terjadi pada pasien yang menjalani operasi EDH sebanyak 20% hingga 30% dan 62% terjadi pada pasien yang mengalami koma. Dalam satu penilitian menunjukkan bahwa ipsilateral mydriasis tidak berhubungan dengan hasil negative dan dapat dibalik (reversible) ketika bekerja dalam kurun waktu 70 menit setelah pelebaran pupil. Midriasis bilateral berhubungan dengan tingkat kematian yang tinggi

(3,6,8,24,32,39). Midriasis kontralateral hingga hematom juga terkait dengan tingkat kematian yang tinggi (24,32). Van den brink et al. (39) dalam multivarian model mengevaluasi tentang nilai prognostik relatif dari parameter prediktif yang ditemui pada pasien di segala usia dan skor GCS. Abnormalitas pupil secara signifikan terkait dengan hasil negatif. Hasil negatif 30% terlihat dalam respon pupil normal, 35% dalam pupil menetap unilateral dan 50% dalam pupil menetap bilateral. Bricolo dan Pasut (3) memperoleh hasil yang baik , 100% dari pasien dengan anisocoria dan 90% dari pasien dengan anisocoria dan hemiparesis. Satu-satunya pasien dalam seri kasus mereka dengan midriasis bilateral meninggal.

Lesi Terkait Lesi intrakranial terkait ditemukan antara 30% dan 50% pada pasien dewasa dengan operasi pengangkatan EDH (3,8,13,16,20,22,23,27,29,31,32,35). Lesi ini sebagian besar adalah luka memar dan pendarahan intraserebral diikuti oleh subdural hematoma (SDH) dan pembengkakan otak yang meluas (8,16,29,32,35). Insiden lesi terkait lebih sedikit ditemukan pada usia kanak-kanak (25,27,30). SDH dan/atau luka parenkim yang berhubungan dengan EDH mengurangi peluang akan hasil yang baik. Dari 2 penelitian dengan total 315 pasien yang telah menjalani operasi pengangkatan EDH, frekuensi akan luka intrakranial terkait adalah sebanyak 33% (20,22). Pada kedua studi, hubungan yang signifikan ditemukan antara kehadiran lesi lainnya dikarenakan EDH dan hasil negative. Lee et al. (22) mengidentifikasikan lesi otak terkait sebagai salah satu dari empat penentu independen dari hasil negative setelah operasi pembedahan EDH dan hal ini juga telah ditegaskan oleh beberapa peniliti lainnya (8,13,16,23,32). Patah tulang cranial muncul pada 70% dan 95% kasus (15,17,20,25,30,37). Dampak dari fraktur tersebut pada hasil bersifat kontroversial. Kudey et al. (20) memperhatikan hubungan yang signifikan antara fraktur kranial dan hasil negative pada 115 pasien yang menjalani operasi EDH. Lee et al. (32) melaporkan tingkat kematian yang cukup rendah pada pasien dengan fraktur kranial. Luka kranial yang cukup signifikan muncul pada 7% hingga 23% pasien operasi EDH (8,13,17,24,27). Lobato et al. (24) menemukan luka extrakranial pada 20% pasiennya dan tingkat kematian pada pembedahan ini lebih rendah dibandingkan seluruh tingkat kematian (7.6% vs 28%). Tidak ada hasil yang ditemukan pada kasus keterkaitan hipotensi dan hasil dari pasien dengan EDH akut.

TEKANAN INTRA KRANIAL (TIK) Hanya ada satu penelitian yang meneliti tentang tekanan intra kranial post operasi dan hubungan pada hasil 6 bulan setelah terjadi trauma. Lobato et al. (24) memonitor tekanan intra kranial pada 54 (83%) dari 64 pasien dengan status koma setelah

menyingkirkan EDH pasien. Peningkatan TIK (>15 mmHg) ditemukan pada 67% kasus dan TIK lebih dari 35 mmHg secara signifikan berhubungan dengan tingginya mortalitas. PROSES MEDLINE pencarian komputer menggunakan kata kunci dilakukan selama tahun 1975 sampai 2001: trauma cedera otak atau cedera kepala dan epidural atau ekstradural dan hematoma atau hemoragik. Pencarian dipersempit dengan menambahkan kata kunci penanganan operasi atau operasi atau kraniotomi: atau kraniektomi atau kraniostomi atau Burr Holes dan tidak termasuk spinal. Kombinasi pencarian ini menghasilkan 168 artikel. Daftar referensi publikasi ini dikaji dan sebagai tambahan 22 artikel dipilih untuk di analisa. Laporan kasus, publikasi dalam buku dan publikasi mengenai cedera penetrasi otak pada EDH spinal dan eksplorasi burr holes tanpa CTScan preoperatif. Artikel yang tidak termasuk jika diagnosis dari EDH tidak berdasarkan CT-Scan, atau jika sub kelompok dari pasien yang tidak melalui CT-Scaan tidak jelas terindentifikasi. Publikasi yang kurang dari 10 pasien atau publikasi yang tidak menyertakan informasi mengenai hasil akan tidak dimasukan. Dari 190 artikel ini, 18 telah diseleksi untuk dianalisa. DASAR ILMIAH Indikasi Operasi Keputusan untuk dilakukan operasi pada EDH akut berdasarkan dari skor GCS, pemeriksaaan pupil, komorbiditas, CT-Scan, usia, terlambatnya keputusan, TIK pasien. Penurunan neurologis selama ini juga sebagai faktor yang berpengaruh dalam memutuskan dilakukannya operasi. Pasien trauma yang berada di UGD dengan status mental yang berubah, pupil tidak simetris dan abnormal dari fleksi dan ekstensi adalah beresiko tinggi terjadi SDH dan atau EDH yang menekan otak dan batang otak. Karakteritas CT dan Hasil CT adalah ilmu pencitraan sebagai pilihan untuk mendiagnosis EDH. CT-scan direkomendasikan pada pasien yang beresiko mengalami EDH akut. Ini memungkinkan tidak hanya mendiagnosis dari lesi primer tetapi juga indentifikasi ciri-ciri tambahan

yang mempengaruhi hasil, seperti Mid Line Shift (MLS), trauma pendarahan subaraknoid, hilangnya sisterna basal, ketebalan dari bekuan darah dan volume hematom. Pada 200 pasien yang dilakukan operasi pada EDH, Lee et al. (22) menemukan bahwa volome hematom yang lebih daru 50cm3 secara signifikan berhubungan meningkatnya mortalitas dan fungail hasil yang buruk. Pemulihan fungsi yang tidak menguntungkan telah diamati pada 6,2% dari pasien dengaan volume hematom kurang dari 50 cm3 dan pada 24% pasien dengan volume hematom lebih dari 50 cm3. Densitas campuran dari bekuan darah, mengindikasi pendarahan akut, yang telah diobservasi pada 32% pasien ini dan berkolerasi dengan hasil yang tidak menguntungkan tapi tidak dengan mortalitas. Pasien dengan MLS lebih dari 10 mm menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi dan lebih tidak menguntungkan hasilnya ketika dibanding dengan pergeseran yang lebih sedikit. Parsial atau total hilangnya sisterna basal telah diamati pada 59% pasien ini dan berkolerasi dengan mortalitas dan fungsi hasil. Multivariasi analisa mengidentifikasi hanya volume homatom sebagai prediktor indenpenden dari hasil yang buruk. Berbeda dengan diatas, pada 98 pasien dengan EDH yang akan melalui operasi, van den Brink et al (39) menemunkan bahwa status dari basal sisterna, MLS dan volume hematom tidak berhubungan dengan hasil. Penulis hanya mengidentifikasi adanya trauma pendarahan subaraknoid secara signifakan berhubungan dengan hasil yang buruk. Pasien dengan hasil yang baik memiliki volume hematom dari 56 yang buruk, volume hematom 77 30 cm3 dan dengan hasil 63 cm3 tapi perbedaan ini tidak signifikan.

Rivas et al.(32) menemukan volume hematom dan severity dari MLS berkaitan pada preoperatif koma pada pasien dengan EDH. Pada pasien koma, volume hematom lebih dari 150 cm3 dan MLS lebih dari 12 mm berkaintan dengan meningkatnya mortalitas. Densitas campuran pada bekuan darah teleh diobservasi 62% dari pasien ini dan berhubungan hasil yang buruk. Lokasi lesi tidak mempengaruhi hasil. Seelig et al.(36) tidak menemukan hubungan antara lokasi dari bekuan darah, MLS dan hasil dari 51 pasien dengan koma yang akan melalui operasi karena EDH. Pada kesimpulan, kebanyakan penulis tidak dapat mendeteksi hubungan antara lokasi bekuan darah dan hasil. Meskipun begitu, seperti volume hematom, MLS densitas

campuran dari bekuan darah dan trauma pendarahan subaraknoid berhubungan dengan hasil tetapi dibutuhkan penelitian yang lebih banyak lagi untuk menklarifikasi isu ini. Operasi dan penanganan non-operasi Calon pasien, tidak adanya uji coba teracak untuk membandingkan terapi pembedahan dengan penanganan non-bedah .beberapa studi membandingkan pasien yang ditangani secara pembedahan ataupun non-bedah dan digunakan analsis regresi logistik dan model analalis multivariasi untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penanganan (36,37). Beberapa investigasi melihat pada beberapa pasien yang terapi awalnya dengan non-operatif dan menganalisis faktor-faktor yang berkaitan lebih lanjut, keterlambatan operasi (2,7,19,37). Tidak ada studi pada penanganan non-operasi yang keadaan pasien koma dengan EDH. Faktor-faktor apa saja yang mengarah ke operasi? Beberpa studi berikut membandingkan karakteristik antara pasien yang akan ditangani baik secara pembedahan atau ditangani non-bedah. Nilai dari analisis ini meragukan karena dokumen hanya digunakan sebagai kriteria untuk memilih pasien untuk operasi. Servedei et al. (36) melakukan studi prospektif yang termasuk 158 pasien berturut-turut dengan skor GCS 14 dan 15 dengan EDH yang dimasukkan pada tiga unit bedah saraf. Protokol penanganan tidak dtentukan dirumah sakit ini. Seratus enam belas pasien yang telah menjalani operasi dan 42 pasien penatalaksanaannya non-operasi. 93% dari pasien dengan MLS lebih dari 5 mm dan 91% dari pasien dengan ketebalan hematomnya lebih dari 15 mm yang telah menjalani operasi. Analsis regresi logistik mengidentifikasi ketebalan hematom dan MLS sebagai faktor yang berkaitan dengan operasi. Lokasi dan adanya lesi yang terkait tidak mencapai signifikan. Hasil-nya baik pada semua pasien. Hasil yang sama diperoleh pada 33 pasien pediatrik, 20 yang ditangani secara pembedahan (1). Kedua kelompok tidak berbeda pada usia, GCS dan Hasil. Multivariasi analsis regresi logistik mengungkapkan bahwa MLS, ketebalan hematom, dan volume, maupun lokasi bekuan darah didaerah temporal berkaitan dengan operasi.volume hematom dan MLS ialah 41cm3 dan 8 cm3 serta 4 mm dan 0,5 mm, untuk masing-masing kelompok operasi dan kelompok non-operasi.

Peninjauan ulang dari 30 pasien yang telah ditangani dengan kraniotomi dan 18 pasien yang ditangani non-operasi mengungkapkan bahwa tatalaksana pasien dengan operasi memiliki skor GCS yang lebih rendah, yang lebih mungkin terjadinya abnormalitas pada pupil dan hemiparesis dan memiliki lebih banyak bekuan darah dan lebih terjadi pergeseran MLS (12). Hematom yang berlokasi di temporal dan hadirnya dan lokasi dari fraktur ialah tidak berkaitan untuk operasi. Faktor Penentu Operasi yang Tertunda Bezircioglu et al. (2) melakukan studi prospektif pada tatalaksana non-operatif dari 80 pasien dengan EDH dan skor GCS lebih dari 8, volume EDH kurang dari 30 ml, ketebalan hematom kurang dari 2 cm dan tanpa adanya defisit neurologis ditangani secara non-operatif. 5 pasien yang mengalami pemburukan dan telah dilakukan kraniotomi. Satu dari pasien ini meninggal dan pasien lainnya memiliki hasil yang baik. Lokasi temporal dari hematom merupakan faktor satu-satunya yang signifikan yang berkaitan dengan operasi tertunda, yang diobservasi pada 5 pasien yang dioperasi tetapi hanya pada 24% dari 75 pasien yang ditangani tanpa melalui operasi. Pada studi dari 74 pasien yang awalnya EDH tanpa gejala dengan tatalaksana nonoperatif, 14 pasien yang operasinya sengaja ditunda karena pemburukan neurologis atau peningkatan ukuran dari hematom (5). Penulis menemukan bahwa volume hematom lebih dari 30 cm3, ketebalan hematom lebih dari 15 mm dan MLS lebih dari 5 mm secara signifikan pasien lebih sering membutuhkan operasi. Volume hematom lebih dari 30 cm3, ketebalan EDH lebih dari 15 mm, dan MLS lebih dari 5 mm, masing-masing telah diamati pada 5%, 27% dan 28% pada pasien dengan penatalaksanaan tanpa operasi dan 57%, 71% dan 79% pada pasien yang dioperasi. Penulis menggunakan metode ellipsoid atau ABC/2 untuk memperkirakan volume dari EDH (lihat Appendix I). Lokasi hematom, fraktur tulang dan waktu untuk memulai CT-Scan tidak berhubungan dengan Hasil. Pada studi kecil pada 22 pasien, 7 yang membutuhkan operasi, interval waktunya kurang dari 6 jam setelah cedera pada CT-Scan pertama dan fraktur kranial yang melintasi pembuluh darah mayor secara signifikan berkaitan untuk operasi.

Studi yang menjelaskan keberhasilan penatalaksanaan non-operasi. Bullock et al. (4) menangani 12 dari 123 pasien EDH dengan non-operasi. Semua pasien tersebut sadar (GCS 12-15) dengan volume hematom antara 12 sampai 38 cm3 (median, 26,8 cm3) dan MLS kurang dari 10 mm pada CT-Scan awal. Tidak ada hematom pada regio temporal. Hasil yang baik terjadi pada semua pasien. Cucciniello melaporkan pada 57 pasien dengan EDH yang ditangani non-operasi (9). GSC awal ialah antara 10 dan 15. Lima hematom pada regio temporal. Ketebalan maksimal dari hematom berkisar antara 6 dan 12 mm. Hanya satu pasienya yang memiliki MLS. Pemulihan yang baik terjadi pada semua pasien. Ketepatan Waktu Operasi Waktu antara Cedera dan Operasi Ketepatan waktu operasi memiliki efek pada hasil dari EDH yang berkaitan dengan sub-kelompok pada pasien yang memiliki EDH yang menyebabkan kompresi dari struktur otak, seiringnya waktu, dapat menyebabkan hasil yang buruk. Sub-kelompok ini biasanya dikategorikan seperti memiliki abnormalitas pada pupil dan/ atau skor GCS kurang dari 9 (koma). Umumnya, studi dari EDH mengungkapkan bahwa hanya 21 sampai 34% dari pasien yang dibawa kerumah sakit dengan skor GCS kurang dari 8 atau 9 (3, 20, 22, 25). Studi tidak menemukan hubungan antara ketepatan waktu operasi dan hasil jika semua skor GCS pasien dimasukkan. Pada 200 pasien dengan EDH yang dievakuasi secara pembedahan, Lee et sl. (22) gagal menampilkan hubungan yang signifikan antara operasi dalam waktu 4 jam setelah trauma atau operasi dalam waktu 2 jam dari masuk rumah sakit dengan Hasil, menggunakan analisis multivariasi. Meskipun begitu, korelasi yang signifikan telah diamati antara durasi dari herniasi otak, seperti yang dibuktikan dengan anisokor dan Hasilnya. Jeda waktu antara onset dari abnormalitas pupil dan operasi berkaitan dengan Hasil. Cohen et al. (6) memperlajadi 21 pasien dengan EDH dan skor GCS kurang dari 9 yang telah menjalani operasi. Sepuluh dari pasien tersebut terserang anisokor setelah dimasukkan. Lima pasien dengan anisokor selama lebih dari 70 menit sebelum evakuasi operasi dengan EDH meninggal dunia. Pasien dengan anisokor yang tidak lebh dari 70 menit memiliki hasil yang baik.

Haselsberger et al. (13) mempelajari 60 pasien dengan EDH dan 34 pasien terserang koma sebelum dioperasi. Mereka menemukan pasien yang ditangani dalam waktu 2 jam setelah hilangnya kesadaran memperlihatkan tingkat mortalitasnya 17% dan pemulihan yang baik pada 67%, dibanding dengan tingkat mortalitas 56% dan hasil yang baik pada 13% pada pasien yang dioperasi setelah 2 jam. Sakas et al. (33) menemukan bahwa semua pasian, baik SDH atau EDH dengan dilatasi pupil dan menetap selama lebih dari 6 jam ialah meninggal. Transfer Pasien dan Ketepatan Waktu Operasi Pertanyaannya apakah pasien dengan EDH akut seharusnya ditangani pada rumah sakit terdekat atau ditransfer ke pusat khusus trauma telah menjadi perdebatan tetapi kurangnya dokumentasi dari penelitian. Masalah ketepan waktu ini penting dan signifikan pada kelompok pasein yang memburuk. Masalah lainnya adalah evakuasi dengan operasi dari EDH oleh non-ahli bedah saraf selanjutnya ditransfer ke pusat bedah saraf. Sangat jelas, studi ini tidak dikontrol sehubungan dengan efisiensi operasi dan tipe dari pasien termasuk kedua lengan. Diatas waktu operasi, kelompok dari pasien koma dan dengan abnormalitas pupil dapat diharapkan mendapat hal terburuk pada interval yang lebih lama untuk mengevakuasi pasien dari EDH. Dengan demikian, kerena penundaan, transfer pasien akan memiliki jeda waktu yang lebih lama untuk operasi. Wester (40) meneliti 83 pasien dengan EDH akut yang telah menjalani kraniotomi. 28 pasien telah dipindahkan ke rumah sakit lain. Dan 11 pasien ini telah menjalani operasi yang darurat di institusi luar. Pasien yang telah menjalani operasi di institusi luar oleh bukan ahli bedah saraf secara signifikan memiliki hasil yang lebih buruk setelah 3 bulan jika dibandingkan yang secara langsung dimasukkan kerumah sakit pendidikan. Hal ini penyebab utama karena secara teknik kurang memadai pada operasi primer di institusi luar. Penulis menginterpretasikan ini sebagai strategi pendukung untuk secara langsung mentransfer pasien ke pusat trauma yang memadai, tepapi mereka tidak memeriksa variable yang lain, seperti GCS pada saat masuk dan pemeriksaan pupil. Studi yang lain menganalisa 107 pasien yang dioperasi karena EDH (3). Kebanyakan (67%) dari pasien ini telah dipindahkan dari rumah sakit terpencil. Penulis

menyatakan bahwa hanya 6% yang langsung masuk ke rumah sakit memadai mengalami hasil yang buruk, jika dibandingkan dengan 18% pasien yang dipindahkan setelah menjalani CT-Scan di institusi luar. Perbedaan yang gagal untuk mencapai statistik yang signifikan. Poon dan Li (31) meneliti 71 pasien dengan EDH yanng ditangani secara pembedahan terutama di rumah sakit bedah saraf. Dan 33 pasien yang dipindahkan dari institusi luar. Waktu tunda dari pemburukan neurologis pada operasi ialah 0,7 1 jam dan 3,2 0,5 jam untuk masing-masing kelompok yang langsung dan yang tidak langsung ditransfer . Hasil setelah 6 bulan secara signifikan lebih baik pada pasien yang secara langsung dimasukan kerumah sakit bedah saraf dengan penundaan yang minimal dari pemburukan pada pemeriksaan neurologis pada operasi.

SUMMARY Pada pasien dengan EDH akut, ketebalan bekuan, volume hematom dan MLS pada preoperatif CT-Scan berhubungan dengan Hasil. Pada penelitian analisis CT parametr yang mungkin dapat memperkirakan keterlambatan operasi pada pasien yang akan menjalani penatalaksanaan awal tanpa operasi, volume hematom lebih dai 30 cm3, MLS lebih dari 5 mm dan ketebalan bekuan lebih dari 15 mm pada CT-Scan awal yang muncul secara signifikan. Untuk itu, pasien yang tidak koma, tanpa defisit focal neurologis dan dengan EDH akut dengan ketebalan kurang dari 15 mm, MLS kurang dari 5 mm dan volume hematom kurang dari 30 cm3 dapat ditangani secara non-operasi dengan CT-Scan berseris dan pendekatan evaluasi neurologis di sentra bedah saraf. Tidak lanjut pertama pada CT-Scan pada pasien non-operatif harus diperoleh dalam waktu 6-8 jam setelah Trauma Cedera Otak. Lokasi temporal dari EDH berhubungan kegagalan dari penatalaksanaan non-operatif dan diambang batas terendah untuk operasi. Tidak ada studi yang membandingkan tatalaksana operatif maupun non-operatif pada pasien keadaan koma. Literatur mendukung teori bahwa pasien dengan GCS kurang dari 9 dan EDH lebih dari 30 cm3 sebaiknya dilakukan evakuasi pembedahan dari lesi itu. Penggabungan dengan rekomendasi diatas, dikuti oleh semua pasien, terlepas dari GCS, harus dilakukan operasi jika volume EDH melebihi 30 cm3. Pasien dengan EDH kurang dari 30

sebaiknya dipertimbangkan untuk operasi tetapi mungkin berhasil ditangani tanpa operasi pada kasus tertentu. Waktu dari pemburukan neurologis, didefinisikan sebagai onset dari koma, abnormalitas pupil atau pemburukan nuerologis untuk operasi, hal ini lebih penting dari waktu antara trauma dan operasi. Pada pasien-pasien ini, evakuasi pembedahan seharusnya dilakukan secepat mungkin karena setiap satu jam keterlambatan pada operasi berkaitan dengan hasil yang semakin buruk. KUNCI MASALAH UNTUK PENYELIDIKAN MENDATANG Pengaruh dari transfer dengan admisi langsung ke trauma center pada waktu operasi dan Hasil dari EDH Identifikasi dari sub-kelompok yang tidak bermanfaat dari operasi: pasien tua dengan skor GCS rendah, abnormalitas pupil dan berhubungan dengan lesi intraserebri. Teknik pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bejjani G, Donahue D, Rusin J, Broemeling L: Radiological and clinical criteria for management of epidural hematomas in children. Pediatric Neurosurg 25:302-308, 1996. 2. Bezircioglu , Ersahin Y, Demircivi F, Yurt I, Donertas K, Tektas S: Nonoperative treatment of acute extradural hematomas: Analysis of 80 cases. J Trauma 41:696-698, 1996. 3. Bricolo A, Pasut L: Extradural hematoma:toward zero mortality. A prospective study, Neurosurgery 14:8-12, 1984. 4. Bullock R, Smith R, vsn Dellen JR: Nonoperative management of extradural hematoma. Neurosurgery 16:602-606, 1985. 5. Chen T, Wong C, Chang C, Lui T, Cheng W, Tsai M, Lin T: The expectant treatment of asymptomatic supratentorial epidural hematomas. Neurosurgery 32: 176-179, 1993. 6. Cohen J, Montero A, Israel Z: Prognosis and clinical relevance of anisocoria craniotomy latency for epidural hematoma in comatose patients. J Trauma 41: 120-122, 1996. 7. Cook R, Dorsch N, Fearmside M, Chaseling R: Outcome prediction in extradural hematomas. Acta Neurochir (Wien) 95:90-94, 1988. 8. Cordobes F, Labato R, Rivas J, Munoz M, Chillon D, Portillo J, Lamas E: Observation on 82 patients with extradural hematoma. Comparison of result before and after the advent of CT. J Neurosurg 54:179-186, 1981. 9. Cucciniello B, Martellota N, Nigro D, Citro E: Conservative management of extradural haematomas. Acta Neurochir (Wien) 120:47-52, 1993.

Anda mungkin juga menyukai