Anda di halaman 1dari 21

Tugas Psikiatri Wiley (2005) Clinical Child Psychiatry p.

360-369

BAB 20. GANGGUAN BELAJAR DAN KOMUNIKASI

Pendahuluan Keputusan Asosiasi Psikiatrik Amerika pada tahun 1987 untuk mengubah kriteria diagnostik tunggal menjadi kriteria diagnostik multiaksial memberi kesempatan kepada dokter untuk melakukan pendekatan holistik untuk menentukan penyakit pasien [1]. Perubahan khusus ini merupakan hal penting untuk memahami sifat gangguan kejiwaan pada masa kanak-kanak. Penyakit pada anak tidak mengandung serangkaian perilaku yang khas yang dapat dengan mudah kita cocokan dengan area yang telah dirancang. Malahan perilaku anakanak sering disalahartikan dan salah didiagnosis berdasarkan sistem yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku-perilaku yang tidak khas. Sebagai contoh, anak yang lambat mengembangkan keterampilan bahasa mungkin diklasifikasikan sebagai keterbelakangan mental, tetapi dengan investigasi lebih lanjut, mungkin ditemukan trauma yang mengakibatkan mutisme elektif. Bab ini mendiskusikan aspek pembelajaran diagnosis klinis maupun dampak gangguan komunikasi pada kemampuan anak untuk berfungsi efektif dalam lingkungannya. Gangguan pembelajaran pada Axis I ini berhubungan dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diukur dengan tes pencapaian individu. Anak diidentifikasi memiliki gangguan dalam bidang akademik jika pencapaian akademiknya tidak sesuai dengan standar untuk anak pada usia kronologis

tersebut, diukur dengan kemampuan kognitif, dan pendidikan yang tersedia sesuai dengan usia. Istilah ketidakmampuan belajar telah digunakan dalam bidang pendidikan sejak tahun 1970-an. Ketidakmampuan belajar muncul sebagai bagian dari kriteria klinis dalam sistem Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) pada tahun 1987. Banyak kontroversi mengenai definisi dan diagnosis dalam gangguan pembelajaran pada anak. Dalam bidang pendidikan, konsep mengenai ketidakmampuan belajar telah melalui beberapa fase definisi sebagai berikut [2,3]: Fase fondasi meliputi penelitian dasar dalam area fungsi dan disfungsi otak yang berujung pada definisi ketidakmampuan belajar berdasarkan cacat neurologis. Fase transisi berfokus pada aspek pengolahan informasi dari gangguan tersebut. Ketidakmampuan belajar berhubungan dengan gangguan-gangguan perseptual, hal ini membawa pada banyak teori hubungan antara berbagai sistem sensorik auditorik, visual, taktil, dan kinetik. Jika sistem sensoris tidak berhubungan dengan efektif satu dengan yang lain, maka ketidakmampuan belajar. Fase integrasi anak-anak yang memiliki gangguan-gangguan belajar membutuhkan layanan pembelajaran khusus untuk mencapai kesuksesan yang lebih baik di sekolah. Juga terbukti anak-anak yang memiliki gangguangangguan belajar tidak memerlukan layanan-layanan pembelajaran khusus karena mereka tidak mengalami keterbelakangan mental atau terdapat cacat pada perilaku. Perundang-undangan yang berlaku untuk memperbaiki masalah ini (Akta Anak dengan Ketidakmampuan Belajar Secara Khusus tahun 1969) memulai pembentukan program-program edukasi untuk anak-anak yang memiliki ketidakmampuan belajar [4]. Dengan pilihan-pilihan program di berbagai tempat, kontroversikontroversi lain muncul sehubungan dengan definisi, identifikasi, dan diagnosis yang baik mengenai ketidakmampuan belajar. Istilah ketidakmampuan belajar menjadi diagnosis terkait semua masalah untuk setiap anak yang memiliki kesulitan-kesulitan akademis. Kontroversi juga berpusat pada metode-metode

yang menentukan apakah masalah belajar pada anak berkaitan dengan gangguangangguan, disfungsi, atau pengaruh perilaku, emosional, atau lingkungan. Hal-hal yang berhubungan termasuk tingkat kepercayaan dan validitas pengukuran dugaan maupun pelatihan profesional yang dibutuhkan untuk menentukan apakah seseorang memiliki disabilitas. Akta Pendidikan untuk Orang-orang Cacat tahun 1975 berlaku untuk memberikan garis besar secara federal dalam mengklarifikasi hal yang tidak konsisten dan hal yang menjadi kontroversi berdasarkan hukum [5]. Hukum ini menjelaskan berbagai ketidakmampuan, menjelaskan tujuan mengapa programprogram ini dikembangkan, dan menentukan faktor-faktor yang dapat menunjang program-program itu. Pada tahun 1990, Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) dibuat untuk memperbaiki undang-undang pada tahun 1972 [6]. Seluruh bahasa dalam undang-undang terdahulu diperbaiki untuk merefleksikan tujuan yang asli dan mengembangkan penggunaan dari istilah ketidakmampuan. Istilah cacat tidak digunakan lagi dalam undang-undang yang baru. Hal ini merupakan langkah penting untuk orang-orang yang memiliki ketidakmampuan: mereka diakui sebagai individu-individu dengan banyak kebutuhan lebih baik daripada orang-orang yang ditempatkan kedalam kategori-kategori yang dikembangkan dalam nama program edukasi yang tersedia. Pada tahun 2004, Improving Education Results for Children with Disabilities Act yang membentuk kembali IDEA pada tahun 1997, menonjolkan pertanggungjawaban tidak hanya untuk yang teridentifikasi sebagai yang memiliki ketidakmampuan, dengan memasukkan mereka kedalam sistem-sistem pertanggungjawaban pada setiap masukan, tetapi juga bagi mereka yang mengajar di lingkungan-lingkungan untuk kebutuhan-kebutuhan khusus, menggunakan standar-standar dari guru-guru yang berkualitas tinggi [7]. Di Amerika Serikat, definisi federal dari ketidakmampuan belajar (Tabel 20.1) sejajar dengan kategorikategori diagnostik klinis dari DSM IV (Box A). Masing-masing keadaan menggunakan definisi federal yang harus mengembangkan definisi-definisi khusus yang konsisten dan tersedia untuk menentukan layanan-layanan dan intervensi-intervensi edukasi dalam sistem sekolah umum. Pendirian program-

program itu dihubungkan dengan interpretasi dan implementasi akurat dari IDEA. Bila menentukan diagnosis akurat unutk anak-anak, penting untuk para dokter untuk menyadari undang-undang untuk keadaan khusus dimana mereka bekerja. Hal ini bisa menciptakan kebingungan bila orang tua atau wali diberitahukan jika anak mereka memiliki ketidakmampuan hanya dengan diinformasikan oleh personel pendidikan jika anak mereka tidak memenuhi kriteria yang sesuai untuk menerima layanan-layanan dalam ketentuan sekolah (lihat Tabel 20.1 untuk definisi IDEA tentang ketidakmampuan belajar secara khusus). Kategori Diagnostik Dari sudut pandang klinis, definisi pembelajaran tentang ketidakmampuan secara khusus diterjemahkan kedalam kategori-kategori diagnostik DSM IV sebagai berikut [8]: Gangguan matematika 315.1 Gangguan membaca 315.00 Gangguan dari ekspresi tertulis 315.2

Tabel 20.1 Pembelajaran Khusus tentang Ketidakmampuan. Gangguan dalam satu atau lebih proses-proses psikologis dasar termasuk mengerti atau menggunakan bahasa, secara tertulis atau yang dibicarakan, yang mungkin merupakan manifestasi diri dalam kemampuan tidak sempurna untuk mendengar, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, atau membuat kalkulasi-kalkulasi matematika. Hal ini meliputi kondisi-kondisi seperti ketidakmampuan persepsi, cedera otak, disfungsi otak minimal, disleksia, dan perkembangan aphesia. Hal ini tidak diterapkan pada anak-anak yang memiliki masalah-masalah pembelajaran, atau ketidakmampuan motorik, keterlambatan mental, gangguan emosional, atau kerugian pada lingkungan, budaya, atau ekonomis.

Harus ada bukti terdokumentasi sebagai berikut: 1) Pertentangan keras antara kemampuan dan pencapaian yang tidak dapat diperbaiki tanpa edukasi khusus dan atau layanan-layanan yang berhubungan. 2) Penentuan bahwa perbedaan bukan merupakan hasil utama dari kelemahan visual, pendengaran, atau motorik; keterlambatan mental; gangguan emosional; atau kerugian pada lingkungan, budaya, atau ekonomis. 3) Hubungan perilaku yang diobservasi dari fungsi akademik anak. Diambil dari Individuals with Disabilities Education Act of 1990. Public Law 91230, Title 20, U.S. Code Section 1401(a)15; 1997 Bila mencocokan kode pada gangguan-gangguan ini, penting untuk diperhatikan pada Axis III setiap definisi pada kelemahan sensorik atau kondisi-kondisi medis yang berhubungan, seperti gangguan neurologis. Untuk menentukan adanya gangguan akademis, hasil-hasil tes pencapaian individu harus dibandingkan dengan kecakapan yang diharapkan dari individu tersebut. Hasil tes tersebut mengukur keakuratan dan pemahaman dalam membaca, kemampuan matematika dan berhitung, dan keterampilan-keterampilan secara tertulis. Penampilan anak yang disimpulkan melalui perolehan tes tersebut dapat digunakan untuk mengetahui apakah kualitasnya dibawah apa yang sudah diharapkan untuk kecakapan pada individu, yang diukur dengan tes standar pada individu, usia kronologis, dan pendidikan yang sesuai dengan usia. Perbedaan antara tingkat akademik yang diharapkan dari anak dan perbuatan akademik yang sebenarnya mungkin dapat berakibat dalam pencapaian keterampilanketerampilan akademik atau kehidupan sehari-hari [9]. Pembatasan dibawah didefinisikan sebagai dua deviasi standar dibawah tingkat perbuatan yang diharapkan.

KOTAK

A.

KRITERIA

DIAGNOSTIK

DSM

IV

UNTUK

315.1

GANGGUAN MATEMATIK, 315.00 GANGGUAN MEMBACA; DAN 315.2 GANGGUAN EKSPRESI TERTULIS A. Kemampuan berhitung, kemmampuan membaca, dan keterampilan menulis, yang diukur melalui tes-tes standard, berada dibawah usia kronologis yang diharapkan, kecakapan yang diukur, dan edukasi yang sesuai dengan usia. B. Gangguan dalam kriteria A mencampuri pencapaian akademis atau kegiatankegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kemampuan matematik, keterampilan-keterampilan membaca, atau komposisi teks secara tertulis (misalnya menulis kalimat-kalimat dengan gramatika yang benar dan mengorganisir paragraph-paragraf). C. Jika terdapat defisit pada sensor, kesulitan-kesulitan dalam kemampuan matematik, kemampuan membaca, atau keterampilan-keterampilan menulis lebih daripada yang biasanya diasosiasikan dengan itu. Catatan pada kode: Jika terdapat kondisi medis umum (misalnya neurologikal) atau deficit pada sensor, dikodekan sesuai kondisi dengan Axis III. Dicetak ulang dengan izin dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition. Copyright 1994 American Psychiatric Association. 15 poin mewakili satu deviasi standar dalam skor hasil bagi. Dengan IQ 115, anak akan dapat dipilih untuk layanan-layanan edukasi khusus. Jika dia memperoleh skor standar 85 atau dibawah dari ukuran pencapaian akademik. Penting bagi dokter untuk mengerti criteria khusus dulu untuk mendiagnosa gangguan dalam belajar. Anak yang memiliki gangguan pada belajar mungkin akan menimbulkan perilaku seperti kesedihan, sakit hati, kemarahan, dan tidak memiliki motivasi, terutama kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tugas-tugas sekolah. Gangguan ini tidak berarti anak tidak bias berbuat baik secara akademis, itu berarti anak tidak melakukan sampai tingkat akademis yang diharapkan. Kekurangan pencapaian adalah bukti pertama dalam pendidikan; karena itu jika tidak ada masalah perkembangan yang diasosiasikan, ketidakmampuan dalam

belajar tidak boleh diidentifikasikan sampai anak mencapai usia sekolah dan memasuki area pendidikan. Gangguan ini dapat memanifestasikan anak sebagai salah satu bentuk keengganan untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah, ketidakperhatian dalam pergi ke sekolah, dan mungkin penolakan untuk pergi ke sekolah. Beraksi dengan perilaku yang berlawanan mungkin juga merupakan bukti. Anak dengan ketidakmampuan belajar secara khusus menyadari sekolah itu sulit dan merasa terluka karena dia tidak dapat bersaing di kelas. Anak-anak demikian mudah untuk dijauhi sebagai subyek usaha-usaha guru untuk membantu mereka dengan instruksi oleh individu, atau program-program khusus. Meski intervensi-intervensi ini sesuai secara akademis untuk anak, mereka dapat membawa kepada kesulitan-kesulitan emosional dan perilaku yang berhubungan dengan rasa frustasi dari gangguan dan konsekuensi social karena tidak kompeten seperti anak-anak seusianya. Gangguan pada proses belajar juga menyertai gangguan yang lain, seperti gangguan hiperaktif dan kekurangan perhatian (ADHD), gangguan yang bertentangan dengan oposisi (ODD), gangguan perbuatan, dan depresi. Hal ini akan mempersulit proses diagnosa dan perencanaan pada perlakuan. Anak-anak yang memiliki ADHD sering memiliki gangguan pembelajaran yang diasosiasikan, meski mempelajari gangguan dan gangguan akan kekurangan perhatian dapat tibul dengan sendirinya. Kecuali pada tugas-tugas yang tersulit, perbuatan akademik anak-anak dengan ketidakmampuan belajar pada anak ADHD dan tidak boleh berbeda dengan anak-anak yang hanya memiliki ketidakmampuan belajar [10]. Anak-anak yang memiliki diagnosa yang berhubungan dengan perilaku merobek-robek seperti gangguan perbuatan atau ODD mungkin juga memiliki masalah-masalah belajar yang telah diasosiasikan. Harus dapat diidentifikasikan dan diimplementasikan strategi-strategi perlakuan bagi anak untuk mulai mengubah perilaku dan dapat berintegrasi dengan lebih efektif dalam lingkungannya [11,12] Depresi dimasa kanak-kanak sering ada pada anak-anak yang memiliki ketidakmampuan belajar. Seringkali dimanifestasikan sebagai kekurangan

motivasi, rasa yang menyerap ketidakbahagiaan, dan keapatisan umum terhadap sekolah. Ketidakmampuan Belajar secara Khusus Membaca Untuk menentukan apakah gangguan membaca itu, para dokter harus memiliki pengertian umum dari proses membaca itu sendiri. Membaca adalah perangkat rumit dari perilaku-perilaku yang disusun dari banyak keterampilan khusus dan tugas audio visual yang melibatkan dan memperoleh arti dari symbol-simbol (huruf-huruf dan kata-kata) [9]. Hal itu melibatkan dua proses dasar. Proses pertama mengerti hubungan antara fonem (unit dasar bunyi) atau nomina dan grafem (simbol tulisan) dan menerjemahkan sibol-simbol tertulis kata per kata kedalam bahasa lisan. Proses ini memudahkan individu untuk memecah kode dan mengucapkan kata-kata dengan benar. Proses kedua, pengertian, melibatkan pengertian tentang arti katakata dalam konteks dengan kata-kata lain dan dalam suatu isolasi. Membaca adalah integrasi dua proses kedalam aplikasi keterampilan-keterampilan ini. Keterampilan-keterampilan membaca penting artinya dalam kesuksesan dalam lingkungan pendidikan. Kesulitan-kesulitan dalam membaca adalah suatu penyebab utama dari kegagalan di sekolah dan sangat mempengaruhi konsep diri dan perasaan kompetisi dalam diri anak. Cara terbaik untuk memeriksa anak dengan adanya kesulitan-kesulitan membaca adalah memintanya untuk membaca. Pertama, harus dilakukan observasi pada reaksi anak pada tugas tersebut. Jika anak dengan gembira mendekati buku-buku anak-anak dan mulai memilih buku-buku kesukaannya, kesempatannya adalah mebaca bukanlah suata pekerjaan rumah. Jika anak terlihat menentang atau enggan, hal ini harus diperhatikan untuk pertimbangan yang lebih lanjut. Kedua, dengarkan bagaimana jika anak membaca. Jika anak terlihat berjuang mengucapkan setiap kata atau ragu-ragu dan memerlukan bantuan, masukan untuk keterampilan-keterampilan secara khusus harus dibenarkan. Jika terdapat salah pengucapan, penggantian kata-kata, dan penyisihan kata-kata yang

tidak terdapat di halaman tercetak, hal ini adalah merupakan indikator-indikator adanya masalah-masalah dalam membaca. Anak-anak yang usianya lebih tua sering dengan mudahnya membuka kesulitan-kesulitan akademis dalam wawancara dengan dokter. Untuk menentukan apakah membaca harus ditetapkan lebih lanjut, mungkin akan membantu jika menanyakan kepada anak-anak apakah mereka suka membaca, buku apa suka mereka baca, atau mengingat buku favorit mereka. Sistem edukasi lebih dulu mendeteksi masalah-masalah dalam membaca, karena itu orang tua harus meminta data-data sekolah yang disediakan untuk para dokter. Orang tua menyimpan kartu-kartu laporan dan hasil-hasil pencapaian oleh kelompok sekolah yang dapat dibagi. Jika anak menunjukkan adanya sejarah kesulitan-kesulitan di sekolah, hasil-hasil penetapan psikoedukasi terdahulu sering disediakan oleh psikolog di sekolah. Matematika Ini merupakan proses berdasarkan struktur logis. Melibatkan perkembangan keterampilan yang terjadi dengan cara hirarki dari kemampuan untuk melakukan penyaringan obyek dengan ukuran, yang serupa dengan obyek-obyek, memperhitungkan, dan mengerti fraksi-fraksi, desimal-desimal, dan persentasipersentasi. Ketidakmampuan dalam matematika dan melibatkan ketidakmampuan pertama dalam mengkonstruksi hubungan-hubungan sederhana, dan bergerak menuju tugas yang lebih rumit. Khusus dalam matematika, tingkat-tingkat keterampilan yang lebih rendah penting untuk mempelajari keterampilanketerampilan matematika yang lebih tinggi [9]. Cara paling efektif mengenali ketidakmampuan dalam matematika adalah dengan memeriksa data-data edukasi atau melakukan wawancara atau melakukan penaksiran dalam matematika. Bahasa Tertulis Hal ini membutuhkan penggunaan berbagai macamm kegiatan kognitif. Pertama, menggambarkan ide-ide, integrasi ide-ide ke pemikikran logis, dan mengekspresikannya kedalam bentuk tulisan. Hal ini meminta lebih banyak dari

aspek-aspek mekanik ejaan, tanda baca, kapitalisasi, tata bahasa, penggunaan kata, penulisan yang bagus, mebuat garis besar serta keterampilan-keterampilan organisasi. Juga diperlukan proses psikologi, jika terdapat kekacauan belajar dalam area yang khusus ini. Untuk menentukannya, penaksiran harus berfokus pada pengajarn mekanik dalam edukasi, seperti struktur ejaan dan kalimat. Memeriksa tulisan aktual seseorang adalah ukuran pemeriksaan paling efektif. Menulis jurnal digunakan sebagai teknik yang efektif dalam terapi. Memeriksa mekasnisme tulisan dan konten tulisan dapat mengindikasikan penaksiran untuk adanya gangguan dibenarkan. Mempelajari Gangguan Belajar yang Tidak Ditentukan Sebelumnya DSMIV menyediakan kategori yang mengidentifikasi untuk mempelajari gangguan-gangguan yang tidak memenuhi kriteria pada kategori-kategori khusus. Diagnosa ini dapat digunakan jika terdapat ketidakmampuan dalam tiga area dan mencampurkan fungsi akademik pada individu. Diagnosa ini digunakan bahkan jika perlakuan pada tes-tes standar tidak berada pada tingkat yang diharapkan untuk usi kronologi yang diberikan, tingkat intelektual, dan edukasi yang sesuai dengan usia. Membuatnya dapat membantu dokter untuk mengindikasi klien sebagai pelajar yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus yang harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan perlakuan. Gangguan-gangguan pada Komunikasi Penaksiran dan diagnosa pada gangguan-gangguan komunikasi tidak dikenal oleh banyak dokter. Gangguan-gangguan ini dapat diidentifikasikan oleh dokter-dokter keluarga, dokter-dokter anak atau personel di sekolahan jika anak menunjukkan perkembangan yang lambat dalam ekspresi atau penerimaan bahasa. Bagaimana anak mengembangkan bahasa lisan penting bagi kesehatan emosionalnya dan dapat mempengaruhi keberadaannya dalam perlakuan gangguan psikiatrik. Gangguan-gangguan tersebut sering dihubungkan dengan gangguan-gangguan edukasi tambahan. Bila anak dengan gangguan ini menunjukkan gangguan psikiatrik biasa diawasi oleh dokter-dokter kesehatan

mental agar anak ini dapat menceritakan pada seseorang bagaimana yang dia pikirkan dan rasakan. Setiap perilaku yang ada karena masalah komunikasi ini bisa dianggap dapat diobati dalam layanan-layanan percakapan dan bahasa, ini mengikuti logika bahwa jika anak dapat mengerti dan berkomunikasi dengan bahasa yang lebih efektif, perilaku problematiknya akan dapat berkurang. Gangguan-gangguan komunikasi dikategorikan dalam kesulitan-kesulitan berekspresi dengan bahasa berkaitan dengan penerimaan. Kesulitan-kesulitan berekspresi dengan bahasa dimanisfestasikan sebagai kosakata yang terbatas, kesalahan-kesalahan pada tata bahasa (misalnya, penggunaan tensis yang tidak benar) dan kesalahan-kesalahan sintaks (misalnya, pengucapan kembali kata dan struktur bahasa). Gangguan-gangguan bahasa pada penerimaan adalah ketidakmampuan mengerti arti kata-kata individual, pernyataan-pernyataan secara menyeluruh, atau hubungan kata-kata yang khusus dalam suatu frase (misalnya, hubungan dua kata, kunci-kunci Mama yang berarti kunci-kunci ini milik Mama) [10]. Diagnosa gangguan komunikasi mengikuti tes-tes standar yang mengukur apakah anak berfungsi dibawah standar yang diharapkan untuk usia kronologi yang diberikan dan tingkat fungsi kognitif. Definisi federal pada percakapan atau kelemahan bahasa ditunjukkan dalam tabel 20.2 dan kategori-kategori DSM-IV termasuk gangguan bahasa ekspresif, gangguan campuran ekspresi penerimaan, gangguan fonologi, gagap, dan gangguan komunikasi tidak dengan cara lain secara spesifik (Kotak B dan C). Gangguan fonologi terjadi bila anak tidak memproduksi bunyi-bunyi pada percakapan dan tidak berkembang seiring dengan usianya dan dialeknya. Terbukti dalam lingkungan klinis, bila anak susah untuk mengerti dan enggan untuk mengulang kata atau frase bila diminta. Gangguan ini dievaluasi dan didiagnosa pada tahap awal perkembangan anak, dengan menyadari bahwa anak tidak dapat berbicara dengan normal. Program-program yang memeriksa penundaan penundaan dalam artikulasi termasuk dalam program-program intervensi pembicaraan yang tersedia untuk mengidentifikasi anak-anak melalui IDEA [5].

Tabel 20.2 Gangguan berbicara dan berbahasa Gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan artikulasi, gangguan berbahasa, dan gangguan berbicara memengaruhi pendidikan anak. Dikutip dari Individuals with Disabilities Act; 1990. Public Law 91-230, Title 20, U.S. Code Section 1401(a)15; 1997. KOTAK B. KRITERIA DIAGNOSTIK DSM-IV 315.31 UNTUK 315.31

GANGGUAN

BERBAHASA

EKSPRESIF

GANGGUAN

BERBAHASA CAMPURAN A. Hasil yang diperoleh individu melalui tes pengembangan bahasa ekspresif kurang dari hasil perolehan tes kapasitas intelektual nonverbal. Gangguan berbahasa ekspresif bermanifestasi sebagai gejala keterbatasan kosakata, kesalahan dalam struktur bahasa, atau kesulitan dalam mengingat kata-kata atau mengolah kalimat yang panjang dan kompleks. B. Gejala gangguan berbahasa campuran antara ekspresif dan reseptif termasuk dalam gangguan berbahasa ekspresif yang disertai kesulitan memahami katakata, kalimat, atau kata-kata tertentu. C. Kesulitan dalam berbahasa ekspresif menjadi kendala dalam perolehan prestasi akademik atau komunikasi sosial. D. Kriteria tidak termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif. E. Jika terdapat keterbelakangan mental, gangguan bicara motorik atau sensorik, atau gangguan lingkungan, maka kesulitan berbahasa tersebut bukan termasuk dalam gangguan seperti yang djelaskan di atas. Dicetak ulang dengan izin dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. Copyright 1994 American Psychiatric Association.

KOTAK

C.

KRITERIA

DIAGNOSTIK

DSM-IV

UNTUK

315.39

KEKACAUAN FONOLOGI F. Kegagalan menggunakan bunyi-bunyi pada pembicaraan yang diharapkan berkembang sesuai dengan umur dan dialek (terdapat kesalahan-kesalahan dalam produksi bunyi, penggunaan, representasi, atau organisasi tidak terbatas pada penggantian-penggantian satu bunyi dengan yang lain [penggunaan /b untuk target bunyi /k/] atau penghilangan bunyi seperti konsonan-konsonan akhir). G. Kesulitan-kesulitan produksi bunyi pada pembicaraan yang bercampur dengan pencapaian tempat atau akademik atau dengan komunikasi sosial. H. Jika terdapat keterlambatan mental, defisit pembicaraan motorik atau sensorik, atau perampasan di lingkungan, kesulitan-kesulitan pembicaraan lebih dari yang diasosiasikan dengan masalah-masalah ini (catatan pada kode: jika terdapat defisit pembicaraan motorik-sensorik atau sensor atau dalam kondisi neurologi, kode kondisi pada Axis III). Dicetak ulang dengan izin dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. Copyright 1994 American Psychiatric Association. Gagap adalah suatu bentuk interupsi yang berkembang tidak sesuai dengan kelancaran pada langkah-langkah pembicaraan oleh individual. Dikategorikan sebagai kejadian yang sering dari satu kata atau lebih dari yang berikut: pengulangan bunyi dan silabel, perpanjangan bunyi, seruan-seruan, berhenti sementara dalam kata-kata, berhenti sementara terisi atau tidak terisi dalam suatu pembicaraan (dikenal sebagai menghalangi dengan diam), kata-kata yang diproduksidengan tensi yang berlebihan atau fisik, pengulangan-pengulangan seluruh kata monosilabik (misalnya, bu-bu-bu-ku saya). Gangguan komunikasi yang bukan secara khusus pada cara lain termasuk dalam gangguan suara atau yang lain yang tidak memnuhi kriteria kategorikategori gangguan komunikasi lain (Tabel 20.3).

Ketika dipertimbangkan dalam hubungannya dengan gangguan kejiwaan, aspek penting dari gangguan bahasa adalah bahwa bahasa lisan merupakan perilaku yang memungkinkan individu untuk menghasilkan ide-ide dan untuk mengirimkan ide-ide kepada orang lain dalam komunitas mereka. Ketika gangguan terjadi dalam proses ini dan seseorang tidak dipahami, komponen emosional mengambil terus. Jika seseorang mengalami stressor hidup yang signifikan atau trauma dan karena gangguan bahasa tidak bisa memberitahu orang lain secara akurat atau memproses pengalaman simbolis, akan ada beberapa efek pada struktur psikis nya. Gangguan bahasa membuat sulit untuk mewawancarai individu tidak hanya karena ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi tetapi juga karena kesadaran mereka sendiri tidak mengerti. Ini dapat membantu untuk menggunakan metode alternatif mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan kesehatan mental. Ini bisa mengambil bentuk mewawancarai pengasuh signifikan atau menggunakan persediaan dan daftar periksa seperti Anak Depression Inventory [13], uji Kalimat lengkap [14], dan Perilaku Anak Checklist [15]. Tabel 20.3 Tanda-tanda umum pada semua gangguan komunikasi 1) Perkembangan yang tidak mencukupi dari beberapa aspek komunikasi 2) Absensi (dalam jenis-jenis perkembangan) dari setiap etiologi yang didemonstrasikan dari gangguan fisik, gangguan neurologi, keterlambatan mental secara global, atau perampasan yang parah dari lingkungan 3) Serangan pada masa kanak-kanak 4) Durasi yang panjang 5) Tanda-tanda klinis yang menyamai tingkat-tingkat fungsional dar anak-anak normal yang umurnya lebih muda 6) Penundaan dalam fungsi beradaptasi, terutama di sekolah. 7) Kecenderungan untuk lari di pihak keluarga 8) Pra-disposisi terhadap laki-laki 9) Faktor-faktor etiologi ganda 10) Meningkatnya pengaruh di usia-usia yang lebih muda

11) Diagnosa yang meminta sederet teknik standar 12) Kecenderungan terhadap masalah-masalah yang diasosiasikan secara khusus, seperti kekurangan perhatian, gangguan hiperaktif 13) Berbagai subtipe dan tingkat keparahan Dikutip dari Baker L: Specic communication disorders. In: Garnkel BD, Carlson GA, Weller EB, eds. Psychiatric Disorders in Children and Adolescents. Philadelphia: WB Saunders Co., 1990:258. Diagnosis Komorbiditas Komorbiditas didefinisikan sebagai keberadaan bantuan dua atau lebih diagnosa psikiatrik nyata dalam individu yang sama, merupakan perhatian penting bagi dokter-dokter bila terbukti dalam individu-individu yang memiliki gangguan dalam bahasa [16]. Pengertian komorbiditas antara kategori-kategori diagnosa yang nyata akan membantu dokter-dokter dalam memilih pendekatan perlakuan karena individu-individu yang memiliki gangguan komorbiditas merespon secara berbeda pada pendekatan-pendekatan terapetik secara khusus. Cantwell dan Baker [17] menunjukkan bahwa sekitar setengah dari anakanak yang diidentifikasi dengan pembelajaran atau bahasa gangguan juga dipamerkan karakteristik perilaku lain yang dapat menyebabkan diagnosis psikiatri, dan pada tahun 1988, Camarata dan rekannya melaporkan korelasi langsung antara kesulitan dalam bahasa lisan dan perilaku gangguan [18]. ADHD, misalnya, secara konsisten telah dilaporkan dalam literatur sebagai memiliki tingkat tinggi komorbiditas dengan belajar dan bahasa gangguan. Tingkat tumpang tindih telah diukur setinggi 92% dan serendah 10%, dengan variasi tergantung pada kriteria seleksi, pengambilan sampel, dan instrumen pengukuran serta inkonsistensi dalam kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan kedua ADHD dan gangguan belajar [19,20]. Penelitian telah menunjukkan bahwa anakanak dengan ADHD yang juga berkinerja buruk dalam bidang akademik yang lebih mungkin untuk memerlukan penempatan dalam program pendidikan khusus dan bantuan tambahan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan memenuhi

persyaratan dari kurikulum yang sesuai kelas. Tidak semua anak-anak dengan kesulitan belajar dan bahasa memiliki ADHD. Ada juga hubungan di antara anak-anak belajar atau gangguan bahasa dan gangguan perilaku yang mengganggu. Jika seorang anak tidak efektif di lingkungan sekolah, ia dapat belajar dengan cepat untuk menarik perhatian dari kesulitan belajar dan perilaku nya. Komorbiditas yang ada antara ODD, melakukan gangguan, dan gangguan belajar menyulitkan upaya klinisi untuk membedakan program studi yang paling efektif pengobatan. Bahkan jika gejala perilaku anak diminimalkan melalui intervensi kejiwaan, masalah pendidikan dapat bertahan, dan perilaku anak di sekolah tidak akan terpengaruh oleh hanya satu jenis pengobatan. Untuk mengatasi kebutuhan beberapa anak, mungkin perlu melibatkan banyak aspek lingkungan anak, seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat. Komorbiditas dengan gangguan mood yang lebih rumit. Depresi dilaporkan sebagai faktor risiko tinggi untuk anak-anak dengan diagnosis psikiatri ADHD, ODD, dan gangguan perilaku serta pembelajaran atau bahasa gangguan, sehingga membuat teka-teki diagnostik yang tak terelakkan. Berikut adalah prinsip-prinsip dasar yang membantu dokter-dokter untuk mengumpulkan informasi untuk membuat diagnosa akurat yang memandu perlakuan pada anak-anak dengan gangguan pada proses belajar dan bahasa 1) Informasi sejarah yang terdahulu dan data perkembangan tradisional. Pendekatan dengan mencetak materi, perhatian kepada buku-buku, mendengarkan dan membuat cerita sendiri. Apakah anak gembira pergi ke sekolah atau bermain sekolah-sekolahan dengan anak-anak seusianya atau anggota keluarga yang lain. Bagaimana reaksinya pada pengalaman pertama ke sekolah 2) Sejarah baru-baru ini tentang reaksi anak pada lingkungan pendidikan akan membantu untuk menentukan jika gejala-gejala perilaku anak berhubungan dengan isu-isu belajar. 3) Informasi kolateral dari personel-personel edukasi dan data-data dari sekolah membantu deskripsi pengawas tentang gejala perilaku-perilaku pada anak.

Materi-materi seperti buku kerja [21] yang menyediakan tugas-tugas yang sesuai dengan grup-grup di berbagai usia yang tersedia di toko-toko buku. Melakukan obsevasi pada reaksi anak yang diberi tugas edukasi merupakan strategi informasi dan alat efektif dalam membuat rapor 4) Observasi adalah alat diagnostik paling efektif bagi dokter untuk mengevaluasi anak. Beihler dan Snowman telah menyediakan sumber yang baik untuk ciri-ciri khas yang berhubungan dengan harapan tingkatan umur dan kelas [22] (Tabel20.4). Tujuan penilaian adalah cara yang paling umum untuk menentukan apakah masalah belajar ada. Tabel 20.5 memberikan langkah-langkah penilaian saat ini digunakan yang dapat membantu dalam mendiagnosis masalah belajar. Personil sekolah juga dapat membantu dokter dengan memperoleh data penilaian tertentu melalui kurikulum teknik pengukuran berbasis dan gaya belajar persediaan. Untuk memformulasikan diagnosis akurat untuk anak-anak dengan gangguan-gangguan pada proses belajar, dokter harus menyadari banyak faktor. Berikut adalah aturan-aturan dasar untuk melakukan formulasi apa yang mulamula dokter harus lakukan, merencanakan usaha-usaha diagnostik lebih lanjut dan menentukan prognosis [23]: Gangguan-gangguan karena kondisi medis umum atau gangguan kognitif yang melebihi semua diagnosis lain yang dapat menghasilkan gejala-gejala yang sama; Menggunakan diagnosa seminim mungkin untuk menjelaskan gejala-gejala yang ada; Mempertimbangkan gangguan-gangguan pertama yang paling lama durasinya Sejarah dari keluarga sebagai petunjuj utama Memulai dengan diagnosa yang paling dapat diperlakukan dan memiliki prognosis yang terbaik Tabel 20.4. Mempelajari ciri-ciri khas anak-anak usia sekolah Taman kanak-kanak (usia 5 6 tahun)

Terampil dengan bahasa dan suka menggunakannya Banyak bicara dan suka bicara didepan kelompok Lekat dengan aturan-aturan bahasanya sendiri Kompetisi didorong oleh interaksi, perhatian, kesempatan, mendesak pujaan, dan tanda-tanda kasih sayang

Sekolah Dasar (Tingkat pertama sampai ketiga) Gemar belajar Suka berbicara, kemampuan lebih banyak dalam percakapan daripada menulis Memiliki interpretasi aturan-aturan yang tertulis (mungkin cenderung bertutur cerita) Sekolah Dasar (Tingkat keempat sampai keenam) Perbedaan jenis kelamin menjadi bukti dalam kemampuan kognitif yang khusus Perbedaan-perbedaan dalam gaya (belajar) kognitif yang menjadi semakin terang Sekolah Menengah Atas (Tingkat ketujuh sampai kesembilan) Transisi dari pemikiran operasional ke formal Transisi dari moral-moral paksaan ke kerjasama Pemikiran politik lebih abstrak, liberal, dan menyukai ilmu pengetahuan

Sekolah Menengah Atas (Tingkat kesepuluh sampai keduabelas) Semakin mampu terlibat dalam kegiatan resmi, meski mungkin tidak menggunakan proses yang sesegera mungkin Mungkin terikat dalam perbuatan teori dengan tidak dapat menahan diri Melimpahi diri dengan kesadaran akan kemungkinan-kemungkinan pada kehidupan Mungkin sudah mulai menunjukkan egosentris apda remaja

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini dapat menyediakan fondasi dimana keputusan klinis membuat proses bisa dibangun. Bila anak-anak tumbuh dalam gangguan-gangguan akan menjadi lebih rumit, strategi dasar ini akan berlanjut dalam memandu proses klinis.

Tabel 20.5 Tes Pengukuran yang Paling Sering Digunakan (Diurutkan Sesuai Abjad) Group Administered California Achievement Test, Iowa Test of Basic Skills, Metropolitan Achievement Test, Stanford Achievement Test, Science Research Associates (SRA) Achievement Series Individually Administered Comprehensive Basic Achievement Skills Individual-Screener (BASIS) Kaufman Test of Educational Achievement Weschler Individual Achievement Test-Second Edition (WIAT-II) Woodcock-Johnson Psychoeducational Battery Specic Durrell Analysis of Reading Difculty Third Edition (DARD) Stanford Diagnostic Reading Test, Fourth Edition (SDRT-4) Boehm Test of Basic Concepts, Third Edition (BOEHM-3) Stanford Diagnostic Mathematics Test, Fourth Edition (SDRT-4)

Daftar pustaka 1. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed revised. Washington, DC: American Psychiatric Association,2000. 2. Singh NN, Beale IL, eds.: Learning Disabilities: Nature,Theory, and Treatment. New York: Springer-Verlag, 1992. 3. Swanson HL, Harris KR, Graham S, eds.: Handbook ofLearning Disabilities. New York: Guilford Press, 2003. 4. Children with Specific Learning Disabilities Act of 1969.Public Law 91230. 91st U.S. Congress; 1969. 5. Education for All Handicapped Children Act of 1975.Public Law 94142. 94th U.S. Congress; 1975. 6. Individuals with Disabilities Education Act of 1990. Public Law 91230, Title 20, U.S. Code Section 1401(a)15; 1997. 7. Individuals with Disabilities Education Act of 2004.Public Law, Title, U.S. 8. American Psychiatric Association: Diagnostic andStatistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association, 1997. 9. Lerner JW: Learning Disabilities: Theories, Diagnosis, and Teaching Strategies, 5th ed. Chicago: Houghton Mifflin Company, 1989. 10. Felton RH, Wood FB, Brown IS, et al.: Separate verbal memory and naming deficits in attention deficit disorders and reading disability. Brain Lang 1987; 31(1): 171184. 11. Mercer CD, Mercer AR: Teaching Students with Learning Problems. Columbus, OH: Charles E. Merrill, 1985. 12. Lovinger SL, Brandell ME, Seestedt-Stanford L: Language Learning Disabilities: A New and Practical Approach for Those Who Work with Children and Their Families. New York: Continuum Press; 1991. 13. Kovaks M: Childrens Depression Inventory. University of Pittsburgh, PA: Western Psychiatric Institute and Clinic, 1985.

14. Lanyon BP, Lanyon R: Incomplete Sentences Task: Manual. Chicago: Stoelling, 1980. 15. Achenbach TM: Child Behavior Checklist for Ages 416. San Antonio, TX: The Psychological Corporation, 1981. 16. Bird HR, Gould MS, Staghezza BM: Patterns of diagnostic comorbidity in a community sample of children aged 9 through 16 years. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1993; 32:2. 17. Cantwell DP, Baker L: Psychiatric and Developmental Disorders in Children with Communication Disorders. Washington, DC: American Psychiatric Association, 1991. 18. Camarata SM, Hughes CA, Ruhl KL: Mild/moderate behaviorally disordered students: A population at risk for language disorders. Lang Speech Hear Serv Schools 1988; 19:191200. 19. Biederman J, Newcom J, Spich S: Comorbidity of attention- deficit disorder with conduct, depressive, anxiety and other disorders. Am J Psychiatry 1991; 148(5): 564577. 20. Maser JD, Cloninger CR: Comorbidity of anxiety and mood disorders: Introduction and overview. In: Maser JD, Cloninger CR, eds. Comorbidity of Mood and Anxiety Disorders. Washington, DC: American Psychiatric Press, 1990. 21. The Original Workbook Series. Grand Rapids, MI: School Zone Publishing Co; 1990. 22. Beihler RF, Snowman J: Psychology Applied to Teaching. Sixth Edition. Boston: Houghton Mifflin, 1990. 23. Morrison J: DSM-IV Made Easy: The Clinicians Guide to Diagnosis. New York: Guilford Press, 1995.

Anda mungkin juga menyukai