Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK BIORESIN

Oleh:

Nazula Rahmawati Azizah Nafi Milatina

(10304241021) (10304241026)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI SUBSIDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

BIORESIN

A. Tujuan: 1. Membuat awetan kering dalam media pengawet resin (bioplastik).

B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Amplas uco berbagai ukuran b. Gabus c. Gelas bekas aqua d. Gurind atau kikir e. Jarum pentul f. Pengaduk Resin (lidi, tusuk gigi, batan gelas) g. Kapas h. Wadah cetakan 2. Bahan a. Aseton b. Compound c. Katalis d. Plastik label klasifikasi e. Spesimen objek f. San poly

C. Langkah Kerja 1. Penyiapan Spesimen a. Mematikan Spesimen Terdapat beberapa prosedur untuk mendapatkan spesimen mati yang lemah dan mudah di atur. Pada praktikum ini, prosedur yang digunakan ialah dengan menggunakan chloroform, berikut rinciannya: Menyiapkan spesimen yang akan dimatikan dalam sebuah wadah.

Menuangkan chloroform secukupnya pada buntalan kapas.

Memasukkan buntalan kapas yang mengandung chloroform dalam wadah tempat spesimen berada.

Menunggu dan memastikan spesimen mati.

b. Mengatur Posisi Spesimen Menyiapkan gabus dan jarum pentul secukupnya.

Mengambil spesimen yang telah mati dan meletakkannya pada kotak gabus. Mengatur posisi tubuh spesimen, termasuk posisi kaki dan sayap.

Menahan posisi tersebut dengan menggunakan jarum pentul yang ditusukkan pada gabus.

c. Mengeringkan Spesimen Setelah memposisikan spesimen pada kotak gabus, kemudian kotak gabus dengan spesimen tersebut dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan.

Mengecek kekeringan spesimen dan mengeluarkannya setelah benar-benar kering.

2. Pembuatan Cetakan Menyiapkan wadah dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran spesimen yang telah dikeringkan.

Menuangkan secukupnya resin (untuk membuat lapisan pertama, sekitar 0,5 cm dari volum wadah) ke gelas aqua.

Menambahkan aseton ke dalam gelas aqua berisi resin hingga resin tidak terlalu liat (lebih encer).

Menambahkan katalis pada campuran resin dan aseton tersebut untuk formula cepat.

Mengaduk pelan-pelan campuran resin, aseton, dan katalis hingga merata, diusahakan tidak menimbulkan gelembung. Sebaliknya, pengadukan diharapkan dapat mengurangi gelembung yang ada.

Menuangkan campuran tersebut ke dalam wadah yang sudah dipersiapkan.

Menunggu hingga lapisan pertama tersebut kering. Untuk mengetesnya dilakukan dengan menusuk permukaannya dengan tusuk gigi atau lidi.

Meletakkan spesimen yang sudah dikeringkan di atas permukaan lapisan pertama yang telah kering secara hati-hati sesuai rencana. Selain spesimen, juga diletakkan label mengenai klasifikasi hewan tersebut. Penempatan label harus dilakukan hatihati seperti menutup coverglass pada preparat mikroskop.

Membuat campuran resin-aseton-katalis lagi sebagai lapisan pengikat. Campuran pengikat ini bisa dalam bentuk formula sedang bila objek yang diblok merupakan spesimen kering atau kecil, atau formula lambat bila spesimen yang diblok merupakan spesimen besar atau hasil pengeringan.

Menunggu lapisan pengikat kering, sementara itu dilakukan pembuatan lapisan penutup. Banyaknya lapisan penutup ini disesuaikan agar menutupi seluruh lapisan atas (seluruh bagian tubuh hewan tertutupi). Campuran resin-aseton-katalis menggunakan formula cepat atau lambat. Untuk ketebalan objek kurang dari 0,5 cm menggunakan formula cepat, tapi apabila ketebalan objek lebih dari 0,5 cm menggunakan formula lambat. Untuk spesimen yang lebih besar dapat menggunakan lapisan penutup beberapa kali. Hal ini dilakukan untuk menghindari blok menjadi pecah karena permukaan atas terlalu cepat kering atau panas yang

berlebihan.

Menunggu

lapisan

terakhir

hingga

benar-benar

kering,

baru

kemudian

mengambilnya dari wadah cetakan secara hati-hati.

3. Pembentukan, Penghalusan, dan Finishing Blok resin yang sudah kering dapat diperoleh dengan cara membuka wadah. Hasil yang diperoleh mungkin belum mencapai bentuk yang diharapkan karena permukaannya kasar atau bentuknya tidak beraturan. Tahap selanjutnya adalah membentuk blok resin sesuai dengan keinginan. Dapat dilakukan dengan bantuan alat seperti kikir, gurinda, dan amplas dengan langkah-langkah sebagai beriku: a. Pembentukan Meratakan permukaan kasar dan membentuk blok yang tepat menggunakan gurinda atau amplas kasar (no. 80, 120, 180). b. Penghalusan Menghaluskan permukaan dan membuat blok menjadi transparan dengan cara menggosoknya dengan amplas no. 400, 800, dan 1000. c. Finishing Menghaluskan kembali blok yang sudah kering dan menjadikannya lebih tranparan dengan amplas no. 1500.

Mennggosok permukaan blok dengan kain berbahan halus seperti kain kaos yang telah diberi compound, sanpoli, atau kit.

D. Hasil dan Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan pembuatan awetan kering dengan bahan dasar resin atau juga disebut sebagai bioplastik. Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran (Satino, 2011:3). Cara ini dapat mengatasi hambatan kesulitan dalam menghadirkan spesimen yang disebabkan oleh lokasi yang jauh atau sulit dijangkau dan waktu kelimpahan yang tidak tepat.

Resin merupakan senyawa organik hasil metabolism sekunder, tersusun atas rantai karbon. Senyawa ini akan mengalami polimerasi dalam kondisi yang tepat. Ikatan silang antar rantai karbon menghasilkan blok transparan yang padat. Sifat inilah yang kemudian dimanfaatkan dalam pembuatan media pembelajaran. Spesimen yang digunakan oleh praktikan pada pembuatan bioplastik ini adalah Valanga nigricormis atau belalang kayu. Klasifikasi hewan tersebut adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda : Insecta : Orthoptera : Acrididae : Valangan : Valanga nigricormis

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan blok bioplastik ini adalah mematikan spesimen yang akan diawetkan. Cara yang digunakan ialah dengan menggunakan kloroform. Kloroform merupakan senyawa hidrokarbon yang berbahaya (Jeanne Mager Stellman, 1998:104242). Pertama, belalang ditempatkan dalam wadah kecil, setelah itu, praktikan menuangkan kloroform secukupnya pada buntalan kapas. Buntalan kapas yang mengandung kloroform tersebut kemudian dimasukkan dalam wadah tempat belalang berada. Ukuran wadah yang kecil akan mempermudah proses pematian spesimen karena dengan begitu kontak spesimen dengan kloroform menjadi lebih intens. Setelah spesimen diam tak bergerak, praktikan harus memastikan dulu apakah spesimen tersebut benar-benar mati. Setelah spesimen dipastikan benar-benar mati, langkah selanjutnya adalah mengatur posisi spesimen sesuai yang dikehendaki. Tahap ini sebaiknya dilakukan tidak lama setelah spesimen tersebut dimatikan. Sebab, setelah mati, tubuh spesimen akan semakin kaku. Apabila tubuh spesimen sudah kaku, tentu pengaturan posisi berpotensi merusak tubuh spesimen itu sendiri. Pengaturan posisi dimaksudkan untuk membentuk posisi tubuh spesimen seperti membuka-menutupnya sayap, letak kaki-kaki, dan lain sebagainya. Pada praktikum ini, praktikan membuka sayap belalang dengan maksud agar blok bioplastik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengamati sayap belalang dengan lebih baik. Pengaturan posisi sendiri

dilakukan menggunakan kotak gabus dan jarum pentul. Caranya, spesimen diletakkan pada kotak gabus, kemudian kaki dan sayap belalang diposisikan sedemikian rupa. Posisi ini kemudian ditahan dengan jarum pentul yang ditusukkan pada kotak gabus. Langkah selanjutnya ialah mengeringkan spesimen. Pengawetan dengan bioplastik seperti pada praktikum ini pada dasarnya merupakan jenis pengawetan kering. Salah satu langkah penting dalam metode pengawetan kering adalah pengeringan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organisme perusak/penghancur tidak bekerja (Satino, 2011:1). Sehingga, setelah belalang diatur posisinya sedemikian rupa, praktikan memasukkannya ke dalam oven untuk dikeringkan. Setelah melalui tahap ini, nantinya tubuh belalang juga akan menjadi kaku sehingga ketika mulai diawetkan dalam resin, posisi tubuhnya tetap. Pemanasan dalam oven pada praktikum ini dilakukan selama tiga hari. Pada hari ketiga tersebut, belalang yang sudah kering kemudian dikeluarkan dari oven. Langkah selanjutnya adalah pembuatan cetakan. Sebelumnya praktikan harus menyediakan wadah untuk cetakan dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran tubuh spesimen. Selain wadah, praktikan juga menyiapkan keterangan klasifikasi spesimen terkait. Setelah wadah, spesimen, dan label klasifikasi siap, praktikan kemudian membuat lapisan pertama dengan volum sekitar 0,5 cm dari volum wadah. Pertama-tama, praktikan menuangkan resin dalam gelas aqua. Volum yang dituangkan sekitar setengah gelas aqua. Resin yang dituangkan ini kemudian ditambahkan aseton hingga tidak terlalu liat (lebih encer). Aseton sendiri merupakan pelarut organik polar sehingga dapat mengencerkan resin (Muhamad Tang dan Veinardi Suendo, 2011:1). Selain keenceran, jumlah aseton yang diberikan akan berpengaruh terhadap warna blok yang dihasilkan. Sebab, resin memiliki warna kuning dan aseton yang bening akan membuat warna tersebut memudar seiring penambahannya. Langkah selanjutnya, adalah penambahan katalis pada campuran resin-aseton tersebut. Katalis berfungsi untuk mempercepat proses polimerasi. Dalam kondisi normal, polimerasi akan menghasilkan blok padat dalam kurun waktu yang relatif lama. Karena reaksi polimerasi ini merupakan reaksi eksoterm, maka jumlah katalis yang diberikan juga akan mempengaruhi panas yang dihasilkan. Dalam artian, semakin banyak katalis yang diberikan, maka semakin cepat dan panas pula polimerasi yang terjadi. Pada praktikum ini, praktikan memasukkan katalis kurang lebih 17 tetes. Mengenai jumlah katalis yang tepat, pada dasarnya tidak ada

rumus yang baku untuk proses ini. Satino (2011:3-4) menjelaskan bahwa penentuan jumlah katalis dilakukan dengan proses eksperimen karena setiap pabrik mengeluarkan resin yang berbeda. Untuk itu maka hendaknya melakukan eksperimen untuk menenukan kecepatan proses. Dari hasil eksperimen akan dihasilkan perbandingan (formula) resin katalis untuk reaksi cepat, reaksi sedang, dan reaksi lambat. Caranya adalah membuat campuran dalam jumlah sedikit dan memeriksa hasilnya. Setelah semuanya dimasukkan dalam gelas aqua, selanjutnya praktikan mengaduk-aduk campuran resin-aseton-katalis tersebut hingga merata. Pengadukan harus dilakukan hati-hati agar tidak menimbulkan gelembung. Sebaliknya, pengadukan yang dilakukan diusahakan dapat mengurangi gelembung yang ada. Selanjutnya, setelah semua tercampur rata, campuran resin, aseton, dan katalis tadi dituangkan dalam wadah cetakan sebagai lapisan pertama. Lapisan pertama ini dibiarkan hingga benar-benar kering. Praktikan harus mengetes kekeringannya dengan menusuk permukaannya dengan lidi atau tusuk gigi. Pada praktikum ini lapisan pertama blok mengering setelah kurang lebih 3 jam. Langkah berikutnya, adalah peletakan label klasifikasi dan spesimen pada permukaan lapisan pertama ini. Penempatan label harus dilakukan hatihati seperti menutup coverglass pada preparat mikroskop. Kemudian, praktikan membuat campuran resin-aseton-katalis lagi sebagai lapisan pengikat. Campuran pengikat ini bisa dalam bentuk formula sedang bila objek yang diblok merupakan spesimen kering atau kecil, atau formula lambat bila spesimen yang diblok merupakan spesimen besar atau hasil pengeringan. Langkah berikutnya adalah pembuatan lapisan penutup. Banyaknya lapisan penutup ini disesuaikan agar menutupi seluruh lapisan atas (seluruh bagian tubuh hewan tertutupi). Campuran resin-aseton-katalis menggunakan formula cepat atau lambat. Untuk ketebalan objek kurang dari 0,5 cm menggunakan formula cepat, tapi apabila ketebalan objek lebih dari 0,5 cm menggunakan formula lambat. Untuk spesimen yang lebih besar dapat menggunakan lapisan penutup beberapa kali. Hal ini dilakukan untuk menghindari blok menjadi pecah karena permukaan atas terlalu cepat kering atau panas yang berlebihan. Pada praktikum ini total jumlah lapisan adalah 4. Ketika semua lapisan telah mengering dan blok dikeluarkan, maka kemudian dilakukan tahap pembentukan, penghalusan, dan finishing. Pada praktikm ini, praktikan hanya

melakukan penghalusan dan finishing. Tahap penghalusan blok dilakukan dengan menggunakan amplas. Penghalusan terutama dilakukan pada bagian tepi karena pada bagian tersebut kasar. Langkah ini juga bertujuan untuk membuat blok lebih tranasparan. Penghalusan ini menggunakan amplas no. 400, 800, dan 1000. Tahap terakhir adalah finishing. Tahap ini bertujuan untuk menghaluskan dan membuat blok leboh transparan. Pada tahap ini dilakukan penggosokan dengan amplas yang lebih halus (no. 1500). Setelah itu agar blok mengkilap, maka digosok dengan kain berbahan halus (kaos) yang ditetesi bahan pengkilap untuk membersihkan motor atau mobil, seperti coumpond dan sanpoly. Berikut ini blok yang dihasilkan:

Gambar 1.0 blok resin yang dihasilkan

Dapat dilihat pada gambar di atas, masih terdapat beberapa gelembung terutama pada bagian bawah sayap belalang dan label klasifikasi. Hal itu terjadi karena udara yang terjebak pada resin, keterangan klasifikasi, dan tubuh belalang. Untuk mengatasi hal ini, penuangan lapisan dan peletakan keterangan klasifikasi sebaiknya dilakukan sehati-hati mungkin. Solusi lain, adalah melakukan pemanasan. Dalam keadaan panas tersebut, gelembung udara akan keluar. Masalah kedua adalah kesalahan penentuan bagian atas dan bawah blok. Bagian yang ditentukan sebagai bagian atas blok tidak rata sehingga mengganggu tampilan label dan belalang. Untuk mengatasinya, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam menentukan bagian atas dan belakang blok.

Gambar 1.1 Permukaan yang tidak rata pada bagian atas blok

Masalah ketiga adalah terjadinya retakan pada blok yang dihasilkan. Retakan ini pada awalnya tidak ada. Akan tetapi setelah berselang sekitar 4 minggu dari awal pembuatan, tibatiba blok menjadi retak. Penyebab retakan ini diduga disebabkan penambahan katalis yang terlalu banyak. Satino (2011:4) menyebutkan bahwa pembentukan blok resin yang terlalu cepat dapat mengakibatkan pengeluaran panas yang tinggi. Terlalu panas yang disebabkan terlalu banyak katalis dapat menyebabkan spesimen mengalami pemanasan, bahkan matang. Lebih lanjut menjadi retak atau pecah. Untuk mengurangi pemanasan yang berlebihan dapat dilakukan dengan menurunkan suhu ruangan atau panas yang dihasilkan ditransfer ke air denga cara direndam.

E. Kesimpulan Pada praktikum ini telah dilakukan pembuatan awetan kering dalam media pengawet resin (bioplastik). Terdapat tahap-tahap yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah blok bioresin, yakni: pematian spesimen, pengaturan posisi spesimen, pengeringan spesimen, pembuatan cetakan, penghalusan blok, dan finishing. Setiap langkah tersebut harus dilakukan dengan cermat, akurat, dan hati-hati sebab akan berdampak terhadap produk yang dihasilkan. Pada praktikum ini, blok yang dihasilkan praktikan memiliki beberapa masalah. Pertama, adanya gelembung pada blok. Hal itu terjadi karena udara yang terjebak pada resin, keterangan klasifikasi, dan tubuh belalang. Untuk mengatasi hal ini, penuangan lapisan dan peletakan keterangan klasifikasi sebaiknya dilakukan sehati-hati mungkin. Solusi lain, adalah melakukan pemanasan. Dalam keadaan panas tersebut, gelembung udara akan keluar.

Masalah kedua adalah kesalahan penentuan bagian atas dan bawah blok. Bagian yang ditentukan sebagai bagian atas blok tidak rata sehingga mengganggu tampilan label dan belalang. Untuk mengatasinya, sebaiknya praktikan lebih cermat dalam menentukan bagian atas dan belakang blok. Masalah ketiga adalah terjadinya retakan pada blok yang dihasilkan. Penyebab retakan ini diduga disebabkan penambahan katalis yang terlalu banyak. Terlalu panas yang disebabkan terlalu banyak katalis dapat menyebabkan keretakan. Untuk mengurangi pemanasan yang berlebihan dapat dilakukan dengan menurunkan suhu ruangan atau panas yang dihasilkan ditransfer ke air denga cara direndam.

Daftar Pustaka Satino. 2011. Penyediaan Spesimen Awetan Sebagai Media Embelajaran Biologi. Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Pelatihan%20Media%20Bioplastik%20 Untuk%20Guru.pdf pada tanggal 1 Januari 2013 pukul 08.00 WIB. Stellman, Jeanne Mager. 1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety: Guides, Indexes, Directory. Geneva: International Labour Organization. Supriatno, Bambang. ____. Bioresin. Yogyakarta: UNY Tang, Muhamad dan Suendo, Veinardi Suendo. 2011. Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terhadap Tegangan Permukaan Larutan Sabun. In: Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011 (SNIPS 2011) 22-23 Juni 2011, Bandung, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai