Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN

UMUR

KEHAMILAN DAN LINGKAR KEPALA

TERHADAP KEJADIAN RUPTUR PERINEUM DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATAMPONE BULAN MEI 2012

OLEH : HASRIANTI NURHIT NIM : BT 10 054 KELAS : III B

AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA WATAMPONE 2013

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kehadiratan Allah SWT yang telah memberikanrahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Umur Kehamilan dan Lingkar Kepala terhadap kejadian Ruptur Perineum di Rumah Sakit Umum Daerah Watampone Bulan Mei 2012 . Tak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, para sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Adapun maksud dari pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi syarat akademi dalam rangka menyelesaikan kuliah Akademi Kebidanan Batari Toja Watampone. Selanjutnya, penulis mengucapakan terima kasih kepada ibu Dosen pembimbing Mata Kuliah serta teman yang senantiasa banyak membantu dalam perkuliahan. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran sebagai masukkan guna kesempurnaan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini . Akhir kata penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi semua pihak. Amin. Watampone, Februari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Beberapa indikator derajat kesehatan penduduk yang mencerminkan derajat masyarakat antara lain adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Kasar (CDR), Status Gizi dan umur harapan hidup. Hal tersebut berkaitan erat dengan pengelaolaan saat persalinan khususnyaagar tidak terjadi Robekan pada perineum hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Untuk kesehatan Ibu bersalin erat kaitannya dengan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu dapat terjadi karena dari faktor ibu dan faktor janin. Ibu yang melahirkan dengan umur kehamilan melebihi dari hari perkiraan lahir dan dengan faktor dari janin maka beresiko dapat terjadi otot pada bagian perineum dapat terjadi robekan. Salah satu pada saat proses persalinan adalah Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan berikutnya. Penyebab ruptur perineum yang secara spontan pada umumnya terjadi pada persalinan dimana : Kepala janin terlalu cepat lahir, Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, Pada persalinan distosia bahu, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum adalah Paritas.

Daerah perineum bersifat elastic, tapi dapat juga ditemukan perineum yang kaku, terutama pada nullipara yang baru mengalami kehamilan pertama (primigravida), Pertolongan/penatalaksanaan persalinan, Melindungi perineum dan menggunakan tarikan untuk melahirkan bahu, serta cara meneran yang salah. Selain itu pada sejumlah penelitian menunjukkan bahwa posisi seorang wanita saat melahirkan terkait dengan kejadian ruptur perineum. Penilaian tentang ruptur prineum dilihat dari umur kehamilan dan diameter biparietal, maka kondisi perineum ibu yang kurang baik perlu diperbaiki keadaan kelenturan ototnya agar dapat dilalui saat persalinan sehingga tidak terjadi ruptur perineum. Hal tersebut dapat dilakukan sebelum bersalin dengan memassase pada bagian perineum untuk mendapatkan keadaan perineum yang elastis sehingga tidak terjadi ruptur perineum. Ruptur perineum sangat dipengaruhi oleh kedua faktor yaitu faktor ibu dan faktor janin, Beberapa upaya untuk menurunkan kejadian Ruptur Perineum antara lain : 1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan di mulai sejak umur kehamilan muda, ibu hamil yang di duga beresiko, terutama faktor yang mengarah pada kondisi tubuh ibu; 2. Pemanfaatan KIE pada ibu hamil antara lain penyuluhan tentang kebutuhan gizi ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim dan manfaat untuk kesehatan ibu, resiko dari paritas yang tinggi, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama

kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik; 3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun); 4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut dalam meningkatkan pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal, 5) 5. Melakukan massase perineum supaya keadaan perineum dapat menjadi elastis sehingga tidak terjadi kekakuan otot. Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk meneliti adakah Hubungan Umur Kehamilan dan Lingkar Kepala terhadap kejadian Ruptur Perineum di Rumah Sakit Umum Daerah Watampone Bulan Mei 2012.

B. Identifikasi Masalah Mendasarkan pada latar belakang masalah, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut. 1. Kecenderungan Ibu bersalin banyak yang mengalami ruptur perineum pada saat proses persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Watampone mengalami sakit kepala dan bengkak pada daerah muka, tangan, dan tungkai. 2. Kecenderungan ibu bersalin belum faham bagaimana cara menghitung umur kehamilan yang tepat.

3.

Kecenderungan ibu bersalin saat masih kehamilan belum faham tentang bagaimana cara untuk melenturkan perineum sehingga tidak terjadi robekan pada perineum saat bersalin. Dari identifikasi diatas, kemungkinan keluhan-keluhan tersebut

disebabkan oleh keadaan kurangnya pemenuhan kebutuhan protein. Oleh karena itu, untuk membuktikan kebenaran diperlukan penelitian lebih lanjut. C. Perumusan Masalah Mendasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana Gambaran Ruptur Perineum Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum DaerahWatampone Bulan Mei -Juni 2011)? 2. Bagaimana Gambaran Umur Kehamilan Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum DaerahWatampone Bulan Mei-Juni 2011)? 3. Bagaimana Gambaran Lingkar Kepala Byayi Baru Lahir Perineum (pada Rumah Sakit Umum DaerahWatampone Bulan Mei- Juni 2011)? 4. Bagaimana Hubungan Umur Kehamilan dan Lingkar Kepala terhadap kejadian Ruptur Perineum (pada Ibu Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Watampone Bulan Mei-Juni 2011)? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti-bukti empiris berkaitan dengan hal-hal berikut. 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan Umur Kehamilan dan Lingkar Kepala terhadap kejadian Ruptur Perineum (pada Ibu Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Watampone Bulan Mei-Juni 2011)? 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui Gambaran Ruptur Perineum Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarnegara Bulan Mei- Juni 2011). b. Mengetahui Gambaran Umur Kehamilan Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarnegara Bulan Mei- Juni 2011). c. Mengetahui Gambaran Lingkar Kepala Byayi Baru Lahir Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarnegara Bulan Mei- Juni 2011). d. Mengetahui Hubungan Umur Kehamilan dan Lingkar Kepala terhadap kejadian Ruptur Perineum (pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarnegara Bulan Mei- Juni 2011).

E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Mengembangkan ilmu kebidanan secara umum dan khususnya pada resiko kejadian Ruptur perineum agar dapat ditekan seminimal mungkin dengan menghitung umur kehamilan dengan tepat. Pemberian KIE pada ibu hamil tentang pentingnya pengetan otot dan pemeriksaan kehamilan secara teratur minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda sehingga ibu hamil faham bagaimana cara membuat elstis otot

perineum agar bermanfaat pada saat proses persalinan sehingga tidak terjadi ruptur perineum. 2. Secara Praktis Temuan ini akan disampaikan kepada: 1. Pasien, untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya

pengeuatan otot perineum yang bermanfaat pada saat proses persalinan sehingga tidak terjadi ruptur perineum. 2. Tenaga kesehatan, khususnya bidan, baik yang di Rumah Sakit maupun yang ada di desa-desa supaya dapat lebih meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kebidanan khususnya pada ibu hamil dan bersalin dengan dengan memberikan KIE tentang menghitung umur kehamilan dan pengukuran lingkar kepala dan pengauatan otot perineum saat kehamilan. 3. Dinas Kesehatan yang terkait, agar dapat lebih aktif dalam rangka menurunkan angka kejadian Ruptur Perineum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Tentang Kehamilan 1. Umur Kehamilan a. Umur Kehamilan Umur kehamilan menurut Wiknjosastro (2002) adalah lamanya kehamilan dimulai dari hasil konsepsi sampai partus, yaitu kira-kira 280 hari (40 hari) dan tidak melebihi 43 minggu. Sejalan dengan hal tersebut, Varney (1997) menjelaskan bahwa umur kehamilan adalah lamanya kehamilan yaitu 280 hari, 40 minggu, 10 bulan. Surasmi (2003) mengklasifikasikan bayi baru lahir berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi menjadi tiga, yaitu preterm infant atau bayi prematur yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu, aterm infant atau bayi cukup bulan yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan 37-42 minggu, dan postterm infant atau bayi lebih bulan yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan 42 minggu lebih. 1) Bayi Preterm Bennett et al., (1999:424) dan Sweet et al., (1997:603) berpendapat bahwa preterm labour is defined as labour occurring before the 37th completed week of pregnancy and judging whether it has started or not is just difficult regardless of the period of gestation. Hal ini menjelaskan bahwa persalinan preterm diartikan

sebagai persalinan yang terjadi sebelum 37 minggu lengkap pada kehamilan.Menurut Cuningham (1997:221) persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan preterm sulit diduga dan dicari penyebabnya, sehingga pengobatannya juga sulit ditetapkan dengan pasti. Salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian perinatal ialah dengan mencegah terjadinya prematuritas. Sampai sekarang pengetahuan mengenai etiologi prematuritas belum cukup

memuaskan. Ada beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan persalinan preterm ini yaitu dihubungkan dengan ibu. Sweet et al., (2000:64) menjelaskan faktor resiko persalinan preterm antara lain karena 1) faktor biologis atau medis antara lain; a) usia ibu kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun, Bennet (1997:734) menjelaskan bahwa usia ibu bukan merupakan faktor utama tetapi dapat meningkatkan angka kejadian bayi prematur, b) Berat badan ibu yang rendah atau kurang dari 50 kg saat konsepsi hal ini sesuai dengan pendapat Varney (1997:462) yang menyebutkan bahwa berat badan ibu yang rendah sebelum hamil merupakan faktor utama terjadinya persalinan prematur, c) Riwayat hipotensi, penyakit ginjal atau diabetus militus, d) Infeksi-infeksi yang umum, khususnya yang disebabkan oleh virus, 2) Riwayat reproduksi yang mencakup riwayat persalinan prematur sebelumnya, riwayat perdarahan dalam

kehamilan, abnormalitas uterus. Seller (1993:745) juga menyebutkan beberapa karakteristik dari bayi prematur, antara lain panjang tubuh kurang dari 49 cm, lingkar kepala kurang lebih 34 cm, tulang tengkorak lembut, sutura dan fontanel relatif lebih luas untuk kepala yang kecil, telinga kecil dan tulang rawan lunak, rambut lembut seperti sutera. Kulit tipis, merah dan halus serta mudah robek, lemak subkutan sedikit dan tulang terlihat jelas, pembuluh darah terlihat jelas dibawah kulit dan mudah pecah, kulit kusut dan

perkembangannya kurang, lanugo banyak, verniks kasiosa tipis, ada benjolan kecil pada payudara, tangan dan kaki sering bengkak. Pada sistem respirasi, thorax kecil dengan tulang iga yang mudah terlihat, pernafasannya dangkal dan irreguler dan mungkin ada periode apnu, cuping hidung kecil dan mudah tertutup, menangis lemah dan melengking, refleks batuk lemah. Beberapa masalah atau kelainankelainan kompleks yang timbul pada bayi prematur karena kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik, salah satunya adalah ketidakmampuan dalam pengaturan suhu tubuh, sehingga akan dengan mudah mengalami stres dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan. Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang

kurang karena lemak coklat yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagai mana mestinya, keadaan ini memudahkan terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir khususnya bayi preterm. 2) Bayi Aterm Sweet et al., (2000:678) menjelaskan tentang bayi aterm yaitu bayi yang lahir cukup bulan atau lebih dari 37 minggu dan dengan berat badan lahir 3,5 kg serta panjang badan kurang lebih 50 cm. Sedangkan untuk karakteristik bayi aterm, yaitu dilihat dari berat badan lahir normal mencapai 3,5 kg dengan panjang badan 50 cm dan sirkum oksipital 34-35 cm. Dilihat dari kulit, bayi aterm mempunyai kulit keriput pada telapak tangan dan kai serta tumit. Terdapat benjolan kecil disekitar puting susu baik pada bayi laki-laki maupun perempuan. Testis pada laki-laki turun pada krotum dengan lengkap, uretra membuka pada ujung penis dan kalup pada glan, pada bayi perempuan labia mayora menutupi labia minora, himen dan klitoris mungkin kelihatan berbeda. 3) Bayi Postterm Sweet et al., (2000:615) menyebutkan bahwa The standard international definition of post term, prolonge or post-dates pregnancy endorsed by the world health organization (WHO,1977) and the international federation of gynecology and obstetric (FIGO, 1982) is 42 completed weeks or more I.e 294 days or more.

Dijelaskan bahwa bayi postterm adalah bayi yang lahir pada umur kehamilan mencapai 42 minggu lengkap (294 hari atau lebih). Hal ini sejalan dengan pendapat Wiknjosastro (2002:771) yang menyebutkan bahwa bayi postterm adalah bayi yang lahir setelah usia kehamilan 42 minggu atau 294 hari. Sedangkan menurut Dubowitz (1993) menjelaskan bahwa bayi postterm adalah bayi yang lahir saat kehamilan lebih dari 294 hari atau 42 minggu lengkap sejak hari pertama haid terakhir. Penyebab dari persalinan postterm menurut Dubowitz (1993) belum diketahui secara pasti, faktor yang ditemukan adalah karena adanya kadar progesteron yang tidak cepat turun walaupun kehamilan cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Diduga juga adanya kortisol yang rendah pada janin, kurangnya air ketuban dan insufiensi plasenta. Selain itu juga dijelaskan bahwa kejadian postterm karena fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intra uterin, sirkulasi utero plasenta berkurang 50%. Tanda-tanda pada bayi postterm dibedakan dalam tiga stadium menurut Dubowitz (1993) yaitu 1) Stadium I yaitu kulit

menunjukan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit yang kering rapuh dan mudah mengelupas, 2) Stadium II yaitu gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit, 3) Stadium III yaitu terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat. Seller (1993:747) menyebutkan tentang karakteristik bayi postterm yaitu a) Berat badan bayi kurang lebih 4 kg, b) tengkorak keras, sutura sempit, fontanel kecil dan kulit kepala pucat, c) Genetalia sudah berkembang, d) Jari, keranga dan ujung-ujung jari sudah berkembang (kuku panjang-panjang), e) Tulang rawan pada telinga keras, f) Kulit kering, kusut dan terkelupas,

g) Verniks kaseosa di badan kurang, rambut lanugo jarang. 2. Diameter Biparietal a. Lingkar Kepala Ukuran lingkar kepala bayi normalnya berkisar 30 sampai 37 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 0-3 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan. Lingkar kepala bayi baru lahir kurang dari 30 cm, atau lebih besar dari 37 cm maka hal tersebut terjadi gangguan pertumbuhan.

3. Ruptur Perineum Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat proses persalinan yang terletak antara vulva dan anus. Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994) Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002). Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipitobregmatika, atau anak dilahiirkan dengan pembedahan vaginal. Luka perineum adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).

Perineum merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antar vulva dan anus (Dorland, 1998). Perineum adalah : bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro,1999). Perineum berperan dalam persalinan karena

merupakan bagian luar dari dasar panggul (Wiknjosastro, 2002). Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Perineum kaku adalah tidak elastisnya lantai falfis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu bawah panggul di sebalah anterior dibatasi oleh simpisis pubis, disebelah posterior oleh OS cogcigis.(Sarwono

2005).Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 2006) Perineum terdiri dari otot-otot dan fascia dari diafragma urogenitalis dan diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terbentang melintasi arkus pubis diatas fascia perinea superfisialis yang terdiri dari dua otot, yakni muskulus koksigeus dan muskulus levator ani terdiri muskulus iliokokssigeus, muskulus pubokokssigeus dan muskulus puborektalis bersama-sama mendukung perineum yang fungsional merupakan sfingter ani dari rectum. Rafe mediana dan muskulus elevator ani diantaranya anus dan vagina diperkuat oleh tendon otot muskulus bulbokavernosus, muskulus perinea transversalis dan sfingter ani eksterna berlekatan satu sama lain yang kemudian membentuk perineal body yang

turut ambil bagian mendukung perineum a. Faktor Predisposisi Ruptur Perineum . 1) Faktor ibu a) Partus presipitatus Adalah persalinan yang terjadi terlalu cepat yakni kurang dari tiga jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut buku acuan asuhan persalinan normal (2007) laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali b) Primigravida Pada primigravida, pemerikan ditemukan tanda-tanda perineum utuh, vulva tertutup, himen pervoratus, vagina sempit dengan rugae. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Mochtar,1998). c) Varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina.\ Friedman dkk dalam dalam buku Seri Skema Diagnosis Dan Penatalaksanaan Obstetri Edisi Kedua menyatakan bahwa varikosa

pada pelvis merupakan salah satu faktor risiko untuk trauma persalinan. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2007) jaringan parut pada jalan lahir akan menghalangi atau menghambat kemajuan persalinan, sehingga episiotomi pada kasus ini dapat

dipertimbangkan. Persalinan operatif pervaginam (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi dan ekstraksi, serta embriotomi). Penyulit persalinan pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi forceps, ekstraksi vakum) merupakan indikasi episiotomi. Kejadian laserasi derajat tiga dan empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan tanpa episiotomi. Episiotomi juga meningkatkan jumlah darah yang hilang dan risiko hematom. (JNPK-KR,2007). Episiotomi tidak melidungi perineum, malahan menyebabkan inkontinensia sfingter anus dengan cara meningkatkan risiko robekan derajat tiga dan empat. (Cunningham, 2005). d) Grandemultipara e) Obesitas f) Malnutrisi g) Pintu panggul yang sempit h) Umur ibu> 35 tahun 2) Faktor janin a) Kepala janin besar dan janin besar

Kepala janin besar dan janin besar dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut Manuaba (1998) kepala janin merupakan bagian yang terpenting dalam persalinan. Kepala janin akan berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat kepala di dasar panggul dan membuka pintu dengan diameter 5-6 cm akan terjadi penipisan perineum, sehingga pada perineum yang kaku mudah terjadi ruptur perineum. b) Presentasi defleksi (puncak kepala, dahi, muka) Salah satu cara mencegah robekan perineum yaitu dengan mengarahkan kepala agar perineum dilalui diameter terkecil saat saat ekspulsi. Diameter kepala terkecil terdapat pada presentasi belakang kepala yaitu sirkumferensia suboksipito bregmatika (32cm). Lingkar kepala yang melalui jalan lahir pada presentasi puncak kepala adalah sirkumferensia sirkumferensia frontooksipitalis submento (34 cm), (32cm), presentasi presentasi muka dahi

bregmatik

sirkumferensia mentooksipitalis (35 cm). c) Letak sungsang dan over coming head d) Pada presentasi bokong atau letak sungsang kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Kepala tidak mengalami mekanisme moulage karena susunan tulang kepala yang rapatdan padat sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit setelah badan lahir. Dengan waktu yang singkat otomatis menimbulkan peregangan yang besar pada perineum sehingga mudah terjadi ruptur perineum.

e) Makrosomia (bayi dengan berat badan > 4000 g). f) Distosia bahu Distosia bahu merupakan salah satu penyulit persalinan pervaginam. Penyulit persalinan pervaginam merupakan indikasi melakukan episiotomi (JNPK-KR, 2007). g) Abnormalitaskongenital Abnormalitas kongenital seperti hidrochepalus merupakan salah satu ruptur perineum(Mochtar, 1998). 3) Faktor penolong persalinan Menurut Wiknjosastro (2007), ruptur spontan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana : a) Kepala janin terlalu cepat lahir b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya c) Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut d) Pada persalinan distosia bahu Sedangkan menurut Henderson (2006), yang termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya ruptur perineum spontan, yaitu : a. Paritas b. Daerah perineum bersifat elastic, tapi dapat juga ditemukan perineum yang kaku, terutama pada nullipara yang baru mengalami kehamilan pertama (primigravida). c. Pertolongan/penatalaksanaan persalinan

d. Melindungi perineum dan menggunakan tarikan untuk melahirkan bahu, serta cara meneran yang salah. Selain itu pada sejumlah penelitian menunjukkan bahwa posisi seorang wanita saat

melahirkan terkait dengan kejadian ruptur perineum. Bahaya dan komplikasi ruptur perineum Menurut Sellers (1993), bahaya dan komplikasi ruptur perineum antara lain : a. Perdarahan Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas kesamping atau naik ke vulva mengenai klitoris. b. Infeksi Karena dekat dengan anus, laserasi perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul jaringan parut. c. Disparenia Jaringan parut yang terbentuk sesudah laserasi perineum dapat menyebabkan nyeri selama berhubungan seksual. 2.2. Klasifikasi Rupture Perineum 1. Ruptur Perineum Spontan Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur. 2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi) Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada

perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina. (Prawirohardjo, 2002) Mendasarkan dari landasan teori bahwa ruptur perineum adalah Rupture adalah luka pada perineum adalah diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan, faktor ibu dan faktor janin, hal tersebut juga disebabkan oleh kondisi perineum yang terjadi pada persalinan dimana : a. Kepala janin terlalu cepat lahir b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut d. Pada persalinan distosia bahu Faktor lain yang termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya ruptur perineum spontan, yaitu : a. Paritas b. Daerah perineum bersifat elastic, tapi dapat juga ditemukan perineum yang kaku, terutama pada nullipara yang baru mengalami kehamilan pertama (primigravida). c. Pertolongan/penatalaksanaan persalinan d. Melindungi perineum dan menggunakan tarikan untuk melahirkan bahu, serta cara meneran yang salah. Selain itu pada sejumlah penelitian menunjukkan bahwa posisi seorang wanita saat melahirkan terkait dengan kejadian ruptur perineum. Ruptur perineum dibagi atas 4 Derajat:

a) Derajat I : robekan hanya pada selaput lendir (mukosa) vagina, komisura posterior dengan atau tanpa mengenai kulit perineum, sekitar 1-1,5 cm. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik. b) Derajat II : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik sesuai prosedur penjahitan luka perineum. c) Derajat III : robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani. d) Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti : Tingkat III a. Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani, tingkat III Robekan > 50% ketebalan sfinter ani, tingkat III, Robekan hingga sfingter ani interna e) Derajat IV : robekan robekan mengenai selaput lendir vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan rektum. Penolong APN tidak dibekali ketrampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan. Dengan hal diatas maka penulis akan menyampaikan kondisi perineum yang normal yang tidak terjadi ruptur, karena kondisi ruptur

dapat disebabkan oleh berbagai hal dan hal tersebut sudah di jelaskan diatas. 2.3. Hasil-hasil Penelitian Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat proses persalinan yang terletak antara vulva dan anus. Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa. Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. Umur kehamilan menurut adalah lamanya kehamilan dimulai dari hasil konsepsi sampai partus, yaitu kira-kira 280 hari (40 hari) dan tidak melebihi 43 minggu. Ukuran lingkar kepala bayi normalnya berkisar 30 sampai 37 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 03 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan. Lingkar kepala bayi baru lahir kurang dari 30 cm, atau lebih besar dari 37 cm maka hal tersebut terjadi gangguan pertumbuhan.

2.4. Kerangka Teori

1.

2.

3.

Faktor Ibu a. Partus presipitatus b. Primigravida c. Jaringan parut perineum d. Grandemultipara e. Obesitas f. Malnutrisi g. Pintu panggul sempit h. Umur ibu >35 tahun Factor janin a. Kepala janin besar b. Presentasi defleksi c. Letak sungsang d. Makrosomia e. Distosia Bahu f. Abnormalitas congenital Factor penolong persalinan

Ruptur Perineum

BAB III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Umur Ibu

Paritas

RUPTUR pERINEUM

Diameter Kepala Janin

B. Hipotesis 1. Terdapat Hubungan antara Umur Ibu dengan Ruptur Perineum 2. Terdapat hubungan diameter kepala janin dengan rupture perineum 3. Terdapat hubungan antara paritas dengan rupture perineum C. Variabel Penelitian 1. Variable independen Umur ibu, diameter kepala janin, paritas 2. Variable dependen Rupture perineum D. Desain Penelitian Jenis penelitian yaitu menggunakan deskriptif korelatif, dengan pendekatan Cross Sectional, dengan metode pengolahan data sekunder. E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Jadi populasi yang diambil penulis yaitu seluruh ibu yang bersalin di rsud Tenriawaru Tahun 2012. 2. Sampel Adalah seluruh ibu yang bersalin di RSUD Banjarnegara B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Watampone tahun 2012. C. Pengumpulan Data Pengumpulan data memegang peranan penting dalam mendapatkan informasi. Untuk mendapatkan data yang baik sesuai dengan tujuan, maka pengumpulan data hendaknya menggunakan teknik pengumpulan data (Budiarto, 2002). 1. Jenis data Data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari rekam medik RSUD Tenriawaru Watampone 2012. 2. Proses Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan di RSUD Banjarnegara dengan prosedur sebagai berikut: D. Pengolahan Data Pengolahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian. Kegiatan proses pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Editing (pemeriksaan data) Melakukan seleksi dan penyusunan data pasien ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini.

2. Coding (pemberian kode) Coding (pemberian kode) merupakan kegiatan mengklasifikasi data menurut kategorinya masing-masing. 3. Tabulating (penyusunan data) Tabulasi (penyusunan data) adalah kegiatan untuk meringkas data yang diperoleh ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan. Proses tabulasi meliputi, mempersiapkan tabel dengan kolom dan barisnya, menghitung banyaknya frekuensi untuk kategori jawaban, menyusun tabel frekuensi agar tersusun rapi dan mudah dibaca serta dianalisa. E. Analisa Data 1. Univariat Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan tiap variabel penelitian antara variabel dependent dan independent dengan menampilkan gambaran distribusi frekuensi berupa prosentase ibu bersalin yang mengalami malpresentasi ( kelainan letak ) dan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini serta ibu yang bersalin dengan ketuban pecah normal. 2. Brivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui antara variabel dependent dan independent. Analisa data yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Arikunto, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Cuningham,Gary F et.al., 2005. Obstetri William Volume 1. Jakarta : EGC Manuaba, I Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Mochtar R. Sinopsis obstetric , Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC , 1994 Saifuddin, Abdul Bari, 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Simkin Penny, Walley Janet, Keppler Ann.Pregnancy; Childbirth and The Newborn: The Complete Guide.2001.Meadow Brook Press.18318 Minnetonka Blvd.Deephaven,MNUSA 55391. Kehamilan: GIZI Ibu dan Perkembangan Janin di TRIMESTER 1 http://www.ayahbunda.co.id Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametris. Bandung: CV Alfabeta. Varney, Helen. 1997. Varneys Midwivery. London. Boston. Singapore : Jones and Bartlett Publishers. Wiknjosastro, Saifuddin. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga .Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirhardjo

Anda mungkin juga menyukai