Anda di halaman 1dari 40

Nilai-Nilai

Budaya Organisasi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Tim Penyusun Budaya Organisasi


Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Halaman 1

DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY ...................................................................

B. PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI DJPBN......................

A. DEFINISI BUDAYA ORGANISASI..............................................


C. PENYUSUNAN BUDAYA ORGANISASI...................................

C.1. MODEL BUDAYA ORGANISASI


DARI QUINN, ROBERT E. (2004)......................................

C.2. PEROLEHAN DATA.................................................................

4
7
7

C.3. PETA KUADRAN ORIENTASI BUDAYA............................ 10


C.4. PETA DO MORE DO LESS.................................................. 13

C.5. RUMUSAN DEFINISI DAN INDIKATOR PERILAKU


BUDAYA ORGANISASI............................................................ 17

D. STRATEGI KOMUNIKASI DAN INTERNALISASI................ 19


APPENDIX.............................................................................................. 21
APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK RESPONDEN............... 22
APP.2. DO MORE DO LESS............................................................ 23
APP.3. CORE VALUES...................................................................... 24

Halaman 2

EXECUTIVE SUMMARY

udaya organisasi didefinisikan sebagai serangkaian


nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai jiwa dan
ciri pembeda suatu organisasi, dibakukan dan tercermin
dalam perilaku tiap-tiap anggota serta gerak-laku
organisasi. Dengan demikian, budaya organisasi DJPBN
idealnya dapat diimplementasikan sebagai:
Standar sikap dan perilaku pegawai DJPBN
: bagaimana seharusnya pegawai DJPBN
bersikap dan berperilaku.
Identitas/karakter pegawai DJPBN: ciri
khusus/jati diri pegawai DJPBN yang
membedakan
dan
mengunggulkan
pegawai DJPBN dibanding anggota
organisasi/instansi lain.
DJPBN memerlukan suatu budaya organisasi yang
terdefinisikan secara baku, diuraikan secara jelas dan
diterapkan secara konsisten, karena:

nilai yang harus


dimiliki untuk
menjadi pengelola
keuangan negara
yang handal adalah
memiliki kemampuan
yang mumpuni
dan juga memiliki
sikap amanah
dalam menjalankan
tanggung jawabnya

Tantangan
perubahan
lingkungan
ekonomi, politik dan sosial budaya
masyarakat Indonesia, terutama yang
berkaitan dengan pola relasi instansi
pemerintah selaku pelayan publik dengan
masyarakat
selaku
stakeholders-nya
(perubahan eksternal).
Dinamika internal keorganisasian seperti
restrukturisasi dan reorganisasi, adanya
proses regenerasi, serta perubahan
paradigma dan pola tindak pegawai
sebagai dampak perubahan eksternal.
Tuntutanpeningkatan
kinerja
selaku
instansi publik untuk mengimbangi

Halaman 3

dinamika eksternal dan meningkatkan


kredibilitas organisasi, termasuk dalam
hal efisiensi dan efektifitas organisasi.
Baik/buruk atau kuat/lemahnya kultur
suatu organisasi dapat menjadi faktor
yang menentukan eksistensi organisasi di
masa depan.
Metode penyusunan budaya organisasi berdasarkan model
budaya organisasi dari Quinn (2004). Dari hasil survey
budaya organisasi yang dilakukan dan mempertimbangkan
visi dan misi DJPBN dan perkembangan organisasi kedepan
(dalam hal ini SPAN diperhitungkan sebagai salah satu
perubahan besar) maka diperoleh satu share value DJPBN
yakni : mampu dan amanah, artinya bahwa nilai yang
harus dimiliki untuk menjadi pengelola keuangan negara
yang handal adalah memiliki kemampuan yang mumpuni
dan juga memiliki sikap amanah dalam menjalankan
tanggung jawabnya.
Sedangkan 5 nilai value yang diperoleh adalah : Inovatif,
Kemitraan, Akuntabel, Konsisten dan Profesional. Kelima
nilai tersebut juga telah dilengkapi dengan indikator
perilaku masing-masing.
Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah penyusunan
strategi komunikasi untuk sosialisasi dan upaya
internalisasi budaya organisasi tersebut.

Halaman 4

A. DEFINISI BUDAYA ORGANISASI

ari sejumlah definisi teoretik budaya organisasi


( organizational culture/corporate culture ), dapat
ditarik kesimpulan bahwa definisi budaya organisasi pada
intinya menjelaskan dan mencakup sejumlah hal berikut:
Nilai-nilai bersama dan utama dalam
organisasi ( Values )

Asumsi-asumsi bersama yang absah dan


valid sebagai cara berpikir ( mindset Schein, 1992), informal rules systems
bagaimana seharusnya individu berpikir
dan bertindak (Deal dan Kennedy, 1982),
nilai-nilai spesifik suatu organisasi
yang bernilai keunggulan (Eldridge dan
Crombie, 1974)

Serangkaian nilainilai yang disepakati


bersama sebagai jiwa
dan ciri pembeda
suatu organisasi,
dibakukan dan Jiwa organisasi
tercermin dalam
Rules systems yang mendasari cara pikir
perilaku tiap-tiap
dan cara tindak (Deal dan Kennedy, 1982),
anggota serta gerakjati diri/karakter organisasi (Eldridge dan
laku organisasi
Crombie, 1974),

Terwujud
organisasi

dalam

perilaku

anggota

Cara tindak anggota organisasi (Schein,


1992; Deal dan Kennedy, 1982)

Atas dasar sejumlah hal di atas, budaya organisasi


didefinisikan sebagai:
Serangkaian nilai-nilai yang disepakati
bersama sebagai jiwa dan ciri pembeda
suatu organisasi, dibakukan dan tercermin
dalam perilaku tiap-tiap anggota serta
gerak-laku organisasi

Halaman 5

Selanjutnya, dengan mengacu pada pendapat Quinn


(2004), secara praktikal budaya organisasi diterjemahkan
dalam sejumlah sisi keorganisasian meliputi:
Praktek-praktek keorganisasian
( organizational practices )
Eksistensi dan tampilan organisasi
( the way things are )
Cara bertindak
( how we do things around here )
Dengan demikian, budaya organisasi DJPBN idealnya
dapat diimplementasikan sebagai:
1. Standar sikap dan perilaku pegawai
DJPBN: bagaimana seharusnya pegawai
DJPBN bersikap dan berperilaku
2. Identitas/karakter pegawai DJPBN: ciri
khusus/jati diri pegawai DJPBN yang
membedakan
dan
mengunggulkan
pegawai DJPBN dibanding anggota
organisasi/instansi lain.
Budaya organisasi yang mencakup seluruh organisasi
sesungguhnya berakar pada diri individu setiap anggota
organisasi. Tiap individu (pegawai) pasti memiliki
keyakinan akan hal-hal tertentu yang diyakininya
benar ( beliefs ), yang bila selanjutnya terkonfirmasi
dalam kehidupannya sehari-hari akan menjadi nilainilai individu yang dipedomaninya sebagai baik untuk
dilakukan ( values ). Jika kumpulan nilai-nilai dari individuindividu ini bergabung dan berpadu menjadi keyakinan

Halaman 6

Keyakinan akan
sesuatu hal (beliefs)

akumulasi

aksentuasi
Nilai-nilai (values)
individual

Keyakinan bersama
(shared/common values)
formulasi & internalisasi

Budaya organisasi
(org. Culture)

Perilaku (behavior)

Gb.1. PROSES PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI

bersama ( common values ), selanjutnya terformulasi dan


terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari organisasi,
maka terbentuklah budaya organisasi. Lebih penting lagi,
budaya organisasi tersebut bila benar terbentuk melalui
proses di atas dapat dikatakan mewujud secara baik
apabila teraktualisasikan dalam perilaku anggota-anggota
organisasi tersebut sehari-harinyamenjadi ( behavior ) dan
menjadi pola kebiasaan ( habit ).
Pada intinya, budaya organisasi DJPBN nantinya akan
berfokus pada dua tema utama, yaitu nilai-nilai utama
serta indikator perilaku dari tiap-tiap nilai utama budaya
organisasi DJPBN.

Halaman 7

B. PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI


DJPBN

ejumlah hal dapat disebut menjadi alasan mengapa


DJPBN memerlukan budaya organisasi yang
terdefinisikan secara baku, diuraikan secara jelas dan
diterapkan secara konsisten, di antaranya adalah:
Tantangan
perubahan
lingkungan
ekonomi, politik dan sosial budaya
masyarakat Indonesia, terutama yang
berkaitan dengan pola relasi instansi
pemerintah selaku pelayan publik dengan
masyarakat
selaku
stakeholders-nya
(perubahan eksternal).
Dinamika internal keorganisasian seperti
restrukturisasi dan reorganisasi, adanya
proses regenerasi, serta perubahan
paradigma dan pola tindak pegawai
sebagai dampak perubahan eksternal.
Tuntutan peningkatan kinerja selaku
instansi publik untuk mengimbangi
dinamika eksternal dan meningkatkan
kredibilitas organisasi, termasuk dalam
hal efisiensi dan efektifitas organisasi.
Baik/buruk atau kuat/lemahnya kultur
suatu organisasi dapat menjadi faktor
yang menentukan eksistensi organisasi di
masa depan.

Halaman 8

Semua hal di atas butuh karakter organisasi yang mampu


memberi kekuatan bagi DJPBN selaku organisasi sehingga
mampu mengantisipasinya secara baik. Lebih spesifik
lagi, sejumlah alasan di atas memperoleh aksentuasi pada
konteks DJPBN saat ini yang sedang mengakrabi dua tema
besar, yakni:
Reformasi birokrasi, dengan fokus
utama adalah peningkatan efisiensi dan
efektifitas serta kredibilitas DJPBN dalam
memperbaiki kualitas kepemerintahan
( governance ) di bidang pengelolaan
keuangan negara.
Implementasi SPAN pada tahun 2012,
SPAN merupakan program bersama antara
DJPBN dan DJA. Tujuan SPAN adalah
menerapkan suatu sistem pengelolaan
keuangan
yang
terintegrasi
dan
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan
keuangan Negara. Dampak perubaahn
yang timbul akibat diterapkannya SPAN
juga cukup besar terhadap proses bisnis,
sistem IT dan juga dari sisi keorganisasian
dan SDM.

Halaman 9

C. PENYUSUNAN BUDAYA ORGANISASI


DJPBN

esuai latar belakang, eksplorasi teoretik, pendefinisian


budaya organisasi DJPBN, dan masukan ( advice ) dari
konsultan, atas dasar pertimbangan kelayakan, relevansi
dan feasibilitas penerapannya, dipilih metode penyusunan
budaya organisasi berdasar model budaya organisasi dari
Quinn (2004).

C.1. MODEL BUDAYA ORGANISASI DARI QUINN,


ROBERT E. (2004)
Quinn menyatakan bahwa pada dasarnya seluruh
organisasi baik sektor swasta maupun publik memiliki
empat orientasi budaya. Ke-empat budaya organisasi
tersebut bersifat dinamis, dimana pasti ada sejumlah
orientasi budaya tertentu yang dominan, dan orientasi
budaya selebihnya akan menjadi subordinat, dan pola
dominan-subordinat ini dapat berubah sesuai kondisi
organisasi tertentu.
Keempat budaya tersebut adalah:
1. The Clan Culture
Anggota-anggota organisasi dengan
orientasi Clan cenderung menginginkan
tempat kerja sebagai tempat yang
menyenangkan,
penuh
kedekatan
personal dan kehangatan. Pola relasi yang
terbentuk adalah paternalistik, mentoring,
serta
mengutamakan
kebersamaan,
loyalitas dan komitmen bersama.
2. The Adhocracy
Orientasi budaya ini mencerminkan
dinamisme dan kreatifitas yang besar. Ide,

Halaman 10

inovasi dan keberanian mengambil resiko


merupakan hal-hal yang dipentingkan
oleh anggota organisasi semacam ini,
didorong oleh progresifitas mereka yang
selalu berorientasi ke masa depan dan
mendambakan pertumbuhan yang terusmenerus.
3. The Market
Pada orientasi market, pelayanan dan
kepuasan pelanggan menjadi acuan
bagi organisasi. Dengan berorientasi
pada pelayanan, organisasi (tentu saja
beserta anggotanya) sangat peduli pada
pencapaian sasaran, kualitas hasil kerja
( product ), serta pencapaian prestasi
kerja. Kesemua hal ini pada akhirnya
mencerminkan bahwa kekuatan organisasi
(daya saing) menurut orientasi budaya ini
akan ditentukan pada kualitas layanan
yang diberikannya.
4. The Hierarchy
Pada orientasi hierarchy, formalitas,
struktur organisasi, prosedur kerja serta
mekanisme/sistem
pengorganisasian
merupakan hal terpenting. Koordinasi,
efisiensi dan kelancaran gerak-roda
organisasi menjadi acuan yang diupayakan
dicapai melalui disiplin, ketaatan serta
menuntut anggota organisasi untuk
mementingkan pengembangan kualitas
dirinya.
Quinn menggambarkan keempat orientasi budaya
tersebut dalam satu diagram yang mencakup empat
kwadran sebagaimana terlihat berikut ini:

Halaman 11

The Clan

Fleksibilitas & keleluasaan

The Adhocracy
meningkatkan
orientasi

mengurangi
orientasi
Kondisi saat ini (current)
Berfokus internal
& integrasi

Berfokus eksternal
& diferensiasi
Kondisi yg diinginkan (preferred)

The Market
The Hierarchy

Stabilitas dan pengendalian

Gb.2. MODEL BUDAYA ORGANISASI - QUINN (2004)

Sesuai definisi masing-masing orientasi budaya, pada


sumbu vertikal, budaya Adhocracy dan Clan mencerminkan
fleksibilitas dan keleluasaan (independensi individual),
dan sebaliknya, Market dan Hierarchy mencerminkan
stabilitas dan pengendalian (dependensi, pada pelanggan
dan sistem yang berlaku). Pada sumbu horisontal, budaya
Adhocracy dan Market mencerminkan fokus pada aspek
eksternal organisasi (lingkungan dan pelanggan), dan
sebaliknya, Clan dan Hierarchy mencerminkan fokus
internal (pegawai dan sistem yang berlaku).
Pergeseran atau perubahan orientasi (biasanya berupa
meningkatnya orientasi budaya tertentu dari kondisi
saat ini ke arah kondisi yang diinginkan) akan membawa
konsekuensi berkurangnya orientasi pada orientasi
budaya lain terutama yang berlawanan berdasar sumbu
vertikal maupun horisontal.

Halaman 12

C.2. PEROLEHAN DATA

Perumusan model budaya organisasi dari Quinn ini


dilakukan dengan kombinasi analitis kualitatif dan
kuantitatif berdasar data yang terkumpul melalui survei
data primer (responden). Survey dilakukan dengan dua
metode, yakni pengisian kuesioner secara online dan
wawancara. Survey online dilaksanakan pada hari kerja
mulai tanggal 28 Desember 2009 hingga 20 Januari 2010
melaluli website intranet Ditjen Perbendaharaan dengan
responden sebesar 22% dari total pegawai Ditjen PBN atau
sejumlah 2148 responden (1471 orang pelaksana, 448
orang eselon 4, 199 orang eselon 3, 29 orang eselon 2, dan
1 orang eselon 1) yang merupakan sampel representative
dari tiap unit.
Dalam hal responden, terdapat 4 (empat) kriteria
demografik yang diterapkan, yakni:
berdasarkan umur (>50 tahun, 36 50
(tahun), dan <=35 tahun)
pendidikan (<=SMA, D1 D3, D4 S1, dan
S2 S3)
jenjang eselon (Eselon I, II, III, IV dan
Pelaksana)
tipe kantor (Kantor Pusat, Kanwil dan
KPPN)
Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner bermetode
skoring, yang menghasilkan skor-skor tiap orientasi
budaya, berupa peta kwadran orientasi budaya yang
menjadi masukan berupa:
Ranking budaya tertinggi dan terendah
untuk tiap kelompok responden
Pola/komposisi orientasi budaya pada
saat ini dan yang diinginkan ke depan
menurut tiap kelompok responden

Halaman 13

Besar peningkatan/penurunan budaya


untuk setiap orientasi budaya
Jika disinkronisasi dan dipadukan, peta kwadran dari
seluruh kelompok responden akan menghasilkan pola
acuan yang dapat dijadikan rekomendasi mengenai
orientasi budaya apa yang diinginkan menjadi dominan
serta orientasi budaya mana saja yang meningkat dan
turun. Masukan data ini akan dipadukan dengan peta do
more do less (dijelaskan pada uraian selanjutnya) untuk
mencari nilai-nilai apa, pada kuadran orientasi budaya
mana, yang akan diangkat menjadi nilai-nilai budaya
organisasi.
Data kualitatif diperoleh dari survei isian kuesioner terbuka
(menjadi satu kesatuan dengan kuesioner kuantitatif )
serta wawancara terhadap sampel responden pejabat
di level manajemen puncak sampai dengan menengah,
terutama tentang hal-hal apa pada organisasi ini yang
sudah baik (perlu dipertahankan) atau justru masih kurang
baik (perlu ditingkatkan), hal-hal apa yang dapat menjadi
potensi/kekuatan organisasi/perlu dikembangkan, atau
justru menjadi kelemahan/masalah/harus dihilangkan.
Hal-hal ini selanjutnya melalui ekstraksi berjenjang akan
menjadi cikal-bakal nilai-nilai utama budaya organisasi.
Dua kriteria yaitu tipe kantor (pusat, wilayah dan KPPN)
serta jenjang jabatan (eselon I s.d. pelaksana) menjadi
kriteria yang paling relevan untuk mengelompokkan
responden berdasar demografis dan bobot asupan data.
Tipe kantor sangat menggambarkan pola interaksional
dan kondisi lingkungan sehari-hari dari tugas dan
pekerjaan DJPBN berdasar struktur dan tupoksi masingmasing unit. Sedangkan jenjang jabatan sangat relevan
menggambarkan perbedaan dalam hal keluasan wawasan,
proyeksi ke depan, kedalaman analisis kebijakan dan

Halaman 14

bobot otoritas, yang kesemuanya sangat mewarnai


dan menentukan signifikansi budaya organisasi yang
terumuskan.
Secara ringkas, sistematika perumusan budaya organisasi
dapat dilihat pada skema berikut ini:

Survei Kuantitatif
(Kuesioner on-line)

Survei Kualitatif
(Wawancara terstruktur)

Mapping kuadran
Budaya organisasi - Quinn

Mapping
Do more/do less

Aspek-aspek yg signifikan dan


krusial untuk dicermati
BUDAYA ORGANISASI DJPBN
Orientasi tipe budaya utama
Rumusan nilai-nilai (values) utama
Rumusan indikator perilaku
Strategi pengkomunikasian & implementasi
Gb.3. SISTEMATIKA PERUMUSAN BUDAYA ORGANISASI

Halaman 15

C.3. PETA KUADRAN ORIENTASI BUDAYA

Dari keseluruhan kelompok responden berdasar tipe


kantor dan jenjang jabatan, untuk peta kwadran orientasi
budaya ternyata secara umum menunjukkan hasil yang
relatif serupa dalam hal:
1. Hierarchy atau Market merupakan
orientasi budaya yang dianggap dominan
saat ini, disusul oleh Clan dan Adhocracy
yang dianggap paling kecil orientasinya.
2. Ke depan, ada kecenderungan Market atau
Adhocracy diharapkan menjadi orientasi
budaya yang dominan, disusul Clan dan
terakhir Hierarchy
3. Adhocracy merupakan orientasi budaya
yang diharapkan meningkat secara relatif
tajam (signifikan), Market juga meningkat
tetapi relatif tidak terlalu besar (moderat),
Clan cenderung turun moderat, sedangkan
Hierarchy diharapkan berkurang secara
signifikan.
Pola ini relatif dapat diterima menjadi acuan setidaknya
karena dua hal penting sebagai berikut :
Konsisten dan sesuai secara filosofis
dengan model budaya organisasi Quinn,
dimana peningkatan pada orientasi
eksternal (Market, Adhocracy) akan
membawa penurunan pada orientasi
internal (Clan, Adhocracy). Demikian
juga, peningkatan orientasi fleksibilitas
(Adhocracy) diiringi penurunan orientasi
stabilitas pada Hierarchy. Kebalikannya
juga terjadi pada Market dan Clan.
Cenderung serupa pada hampir seluruh
kelompok responden, baik pada kategori
tipe kantor maupun jenjang jabatan.

Halaman 16

Atas dasar hal tersebut, pola orientasi budaya yang


diajukan/ direkomendasikan adalah:
Adhocracy dan Market menjadi orientasi
budaya yang dominan
Adhocracy meningkat secara relatif tajam
(signifikan), Market juga meningkat tetapi
relatif tidak terlalu besar (moderat), Clan
turun relatif tajam (signifikan), sedangkan
Hierarchy berkurang secara moderat.
Pola ini akan menjadi acuan untuk menjaga keselarasan

REKOMENDASI
The Clan

The Adhocracy

The Market
The Hierarchy
Gb.4. REKOMENDASI BUDAYA ORGANISASI DJPBN

nilai-nilai yang diperoleh pada pemetaan do more do


less agar tetap sejalan dengan cerminan apa-apa yang
diharapkan pegawai melalui peta kwadran orientasi
budaya ini.

Halaman 17

Catatan atas hasil mapping kwadran orientasi budaya:


Jika dicermati, ada sejumlah temuan menarik dari hasil
peta kwadran orientasi budaya organisasi.
1. Orientasi budaya yang secara umum
menurut pegawai DJPBN saat ini
dirasa dominan adalah pada hierarchy
dan market, sedangkan yang rendah
orientasinya adalah clan dan adhocracy.
Hal ini menyiratkan adanya persepsi para
pegawai bahwa sepertinya organisasi
relatif lebih berfokus pada kepentingan
eksternal (market) dan pemenuhan
sistem (hierarchy), dibandingkan kepada
aspek-aspek personalitas (clan) dan ruang
gerak pegawai (adhocracy). Suasana
keorganisasian yang muncul adalah
bahwa sistem kerja DJPBN saat ini dirasa
cenderung kental dengan keterikatan/
keterbebanan
(dependency)
dan
ketegangan (strictness). Ini sesuai dengan
peta kwadran dari Quinn (2004) yang
meletakkan market dan hierarchy pada
area stabilitas dan pengendalian.
2. Analisa di atas diperkuat pula dengan
orientasi budaya yang diinginkan di masa
datang, yaitu peningkatan adhocracy
dan penurunan hierarchy. Dalam hal
ini ada indikasi bahwa para pegawai
menginginkan suasana keorganisasian
dan sistem yang lebih memberi ruanggerak, bernuansa lebih loose dan
lebih mengarah pada personalitas.
Khususnya pada adhocracy, tidak semata
mengindikasikan keinginan keleluasaan,

Halaman 18

peningkatan orientasi budaya ini yang


besar dapat dilihat sebagai indikasi
keinginan untuk maju yang besar, dan
ini sesungguhnya dapat disikapi sebagai
suatu potensi yang cukup positif.
3. Di sisi lain, orientasi market yang
diinginkan tetap meningkat (walaupun
relatif kecil) dan penurunan hierarchy
yang relatif kecil mengindikasikan
bahwa para pegawai DJPBN sebenarnya
menyadari bahwa pelayanan publik tetap
harus menjadi nafas organisasi dan
menentukan eksistensi DJPBN sendiri.
Juga, bahwa orientasi pada hirarki-sistem
sesungguhnya merupakan kaidah yang
tidak bisa (dan tidak boleh) ditinggalkan
selaku bagian dari birokrasi, apalagi untuk
mewujudkan tata-kepemerintahan yang
baik (good governance).
4. Sedangkan untuk clan, jika di masa
lalu (terutama pada fase transisireorganisasi yang cukup panjang dan
kompleks) orientasi dirasa sangat penting
menjalankan fungsi perekat elemen
organisasi (sehingga mendapat penilaian
sebagai orientasi yang cukup tinggi pada
saat ini), ke depan, orientasi diharapkan
berkurang dengan relatif drastis. Di sini
sepertinya tersirat pula pemahaman para
pegawai DJPBN bahwa sejumlah problem
keorganisasian (seperti KKN dan rendahnya
kompetensi) justru berpotensi muncul
dari kekeluargaan yang melampaui batas
dan berkonotasi negatif pada kuadran
orientasi budaya ini.

Halaman 19

C.4. PETA DO MORE DO LESS

Pada penyusunan peta do more do less, data


wawancara dan isian terbuka pada kuesioner
setelah terkumpul menjalani sejumlah prosedur
sebagai berikut:
Kompilasi
secara
tematis,
pernyataan-pernyataan
dengan
tema yang sama dijadikan satu
pernyataan rangkuman, disertai
penyortiran pernyataan-pernyataan
yang tidak jelas atau tidak relevan
supaya tidak mengurangi kualitas
data dan analisa
Pemeringkatan berdasar intensitas
kemunculan
dari
tema-tema
kompilasi
Klasifikasi dan pengelompokkan
tema-tema kompilasi ke dalam
kwadran-kwadran peta orientasi
budaya yang relevan, antara isi dan
makna tiap-tiap tema kompilasi
dengan definisi tiap-tiap orientasi
budaya yang bersangkutan
Setelah dilakukan, peta do more do less akan
menggambarkan :
Pada kwadran orientasi budaya
yang akan ditingkatkan (Adhocracy
dan Market): aspek-aspek apa yang
harus ditingkatkan agar membawa
pengaruh positif, dan aspek-aspek
apa yang jangan sampai dilakukan
/terjadi yang dapat menghambat
peningkatan dimaksud.

Halaman 20

Pada kwadran orientasi budaya


yang akan dikurangi orientasinya
(Clan dan Hierarchy) : aspekaspek apa yang harus dihilangkan/
dikurangi secara signifikan agar
ke depan tidak menghambat dan
merugikan organisasi, serta aspekaspek apa yang harus ditingkatkan
untuk memperbaiki kondisi yang
ada saat ini.
Hasil pemetaan do more-do les s menunjukkan
sejumlah tema sebagai berikut:
CLAN
Do More:
1. Meningkatkan integritas pegawai
sebagai pengelola keuangan
Negara yang professional
2. Dukungan kondisi lingkungan
kerja yang optimal (appropriate
environmental support : saranaprasarana, kenyamanan dan
kerapihan)
3. Kepemimpinan yang menginspirasi
dan memotivasi
4. Menciptakan esprit du corps
Do less:
1. Mengurangi hambatan komunikasi
dan kerjasama antar pegawai
2. Mengurangi ketidakmerataan
kompetensi (kesenjangan
kompetensi)

Halaman 21

3. Mengurangi gaya kepemimpinan


yang kaku dan kurang berani
mengambil keputusan
4. Mengurangi pelaksanaan
organisasi yang kurang adil
dan tidak transparan terhadap
pegawai.
MARKET
Do more:
1. Memberikan layanan spesifik yang
menjamin kepastian, kejelasan,
dan transparansi
2. Menciptakan feedback system
yang dapat mengakomodasi
keluhan stakeholder dan cara
penanganannya
3. Optimalisasi pemanfaatan
teknologi informasi untuk
kepuasan stakeholder
4. Pembinaan SDM stakeholder
untuk mendukung pelayanan
berorientasi pelanggan dan
peningkatan pemahaman atas
pekerjaan (pengelolaan keuangan
negara)
ADHOCRACY
Do more:
1. Mendorong kreativitas dan inovasi
mulai dari level pimpinan hingga
pelaksana dalam menghadapi
dinamika tugas

Halaman 22

2. Mendorong pegawai untuk terus


mengembangkan diri ( continuous
improvement )
3. Membentuk pola pikir yang
proaktif
4. Menciptakan budaya saling
berbagi pengetahuan dan
pemahaman
5. Meningkatkan kemampuan
manajerial konseptual dan analisa
HIERARCHY
Do More:
1. menciptakan sistem yang baik
melalui peningkatan kualitas
sistem (Pengelolaan SDM,
Prosedur Kerja, Kelembagaan
Kewenangan, Monitoring dan
Evaluasi)
2. Meningkatkan kepatuhan
(compliance) dan pemahaman
atas sistem kerja yang berlaku
3. Penyamaan persepsi antar semua
stakeholder
4. Mengarahkan sistem pada
efisiensi, bukan fleksibilitas
Daftar do more-do less di atas selanjutnya
dicek, dikelompokkan kembali, dan diekstraksi
menjadi nilai-nilai ( values ) yang terkandung
pada tiap orientasi budaya dengan sesuai isi dan
makna pernyataan-pernyataan dalam peta do
more-do less , sebagai berikut :

Halaman 23

CLAN
Komunikasi :
Adanya penyampaian informasi
dan pendapat yg terbuka,
bebas dari bias, menghargai
pendapat orang lain, serta
membina hubungan interpersonal
yang sehat, mewarnai gaya
kepemimpinan yang memotivasi.
Kerjasama :
Kesadaran akan keberadaan
diri sebagai bagian organisasi
sehingga mau berkontribusi
maksimal bagi kepentingan
organisasi, yang juga bernuansa
dedikasi, komitmen, dan jiwa
corsa.
Self development :
Kemauan untuk meningkatkan dan
mengembangkan keterampilan,
pengetauan, dan sikap positif,
sebagai prasyarat pewujudan
kompetensi guna mencapai
profesionalisme.
Fairness :
Sikap mengutamakan
keterbukaan, konsistensi
perlakuan, serta menjunjung
tinggi penunaian hak dan
kewajiban pada tempatnya.

Halaman 24

MARKET
Customer Focus :
Memberikan pelayanan kepada
stakeholder secara optimal,
berkesinambungan yang
mencerminkan kepastian dan
transparansi dengan pemanfaatan
teknologi informasi
Responsiveness :
Mampu memenuhi ekspektasi
stakeholder atas permasalahan
yang dihadapinya melalui sistem
informasi yang efektif
ADHOCRACY
Inovatif :
Kreatif dalam mencari/
menciptakan cara baru dalam
mencapai tujuan organisasi secara
lebih efektif dan efisien.
Adaptasi :
Kemampuan menyesuaikan diri
didasari oleh respons positif
terhadap perubahan, dengan
berorientasi pada kemajuan/
prbaikan berkesinambungan.
Mencakup pula sikap mau berbagi
pengetahuan, wawasan dan
pemahaman.
Proaktif :
Bersikap aktif untuk
mengantisipasi permasalahan
maupun kesempatan, termasuk
kepedulian terhadap masa depan
organisasi.

Halaman 25

HIERARCHY
Konsisten :
Keteguhan yang dibangun atas
dasar pemahaman dalam mematuhi
sistem yang handal.
Kesepuluh nilai inilah yang menjadi cikal-bakal
nilai-nilai utama budaya organisasi DJPBN.
Untuk menjaga agar budaya organisasi yang
tersusun nantinya tidak terlepas dari konteks
keorganisasian yang berlangsung, cikal-bakal
ini dicek silang pula dengan sejumlah sumber
( sources ) nilai-nilai budaya yang ada dan
berkaitan dengan DJPBN, yaitu :
Visi DJPBN : profesional,
transparan dan akuntabel sebagai
pengelola keuangan negara.
Konteks implementasi SPAN pada
tahun 2012 : penerapan sistem
pengelolaan keuangan negara
yang sistematik, terintegrasi dan
akuntabel.
Tentunya, peta kwadran orientasi
budaya organisasi dengan
adhocracy dan market sebagai
orientasi budaya utama.

Halaman 26

Berikut adalah pembentukan sejumlah nilai-nilai


dari peta orientasi budaya, visi DJPBN, konteks
SPAN, dan peta do more-do less .
Mapping Do More Do Less
ADHOCRACY
1. Inovatif
2. Kemampuan
beradaptasi
3. Proaktif

5 VALUES UTAMA

HIERARCHY
4. Konsistensi

KEMITRAAN

INOVATIF

MARKET
5. Responsiveness
6. Customer Focus
CLAN :
7. Komunikasi
8. Kerjasama
9. Fairness
10. Pengembangan diri

KONSISTEN
AKUNTABEL
PROFESIONAL

VALUES PRIORITAS
DARI MAP OB
Adhocracy
Market

SUMBER EKSTERNAL
VALUES
VISI DJPBN
Profesional
Transparan
Akuntabel
KONTEKS SPAN
Sistematik
Terintegrasi
Akuntabilitas

Gb.5. PERUMUSAN NILAI-NILAI UTAMA

Ternyata ada pula nilai-nilai pada peta do


more-do less yang terkomodir dalam dua
nilai utama. Contohnya adalah konsistensi,
yang selain memang berasal dari orientasi
budaya
hierarchy,
juga
relevan
dan
mengandung unsur yang dikandung nilai utama
akuntabilitas
(karena
menjalankan
sistem
dengan konsisten, mengandung juga arti siap
mempertanggungjawabkannya).
Ada pula nilai-nilai yg menyeberang antar orientasi
budaya karena lebih relevan. Contohnya adalah
fairness. Karena yang muncul dari orientasi
budaya clan adalah nilai-nilai profesional, maka
fairness lebih relevan masuk ke dalam nilai
utama Konsisten yang berasal dari orientasi
budaya hierarchy.

Halaman 27

C.5. RUMUSAN DEFINISI DAN INDIKATOR PERILAKU


BUDAYA ORGANISASI

Selanjutnya, lima nilai utama yang telah terbentuk


(inovasi, kemitraan, konsisten, akuntabel dan
profesional) dirumuskan definisinya dengan
mengakomodasi cakupan makna dari sepuluh
nilai-nilai dari seluruh orientasi budaya pada
peta do more-do less . Rumusan definisi dari
kelima nilai utama itu adalah:
1. Inovatif :
Mampu
beradaptasi
terhadap
perubahan yang dinamis, dan kreatif
dalam menciptakan cara-cara baru
yang lebih efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Kemitraan :
Menjadikan
para
pihak
yang
berkepentingan sebagai mitra kerja
dengan memberikan pelayanan
yang prima berdasarkan pola
kesetaraan.
3. Konsisten
Memiliki sikap konsisten melalui
pemahaman yang kuat dalam
mematuhi sistem yang handal.
4. Akuntabel
Mempertanggungjawabkan
hasil
kerja secara andal dan terbuka.
5. Profesional
Mampu melaksanakan tugas dengan
penuh keyakinan, tanggung jawab,
menjunjung tinggi kejujuran serta
membangun komunikasi dan kerja
sama yang solid.

Halaman 28

Terakhir, sebagai acuan aktualisasi nilai-nilai


utama budaya organisasi DJPBN dalam aktivitas
sehari-hari, disusun pula rumusan indikator
perilaku dari tiap-tiap nilai utama. Indikatorindikator ini pada dasarnya merupakan cerminan
perilaku-perilaku apa dari pegawai yang mewakili
dan menggambarkan nilai-nilai utama tertentu
secara kasat mata, dapat diamati, dan dinilai
oleh orang lain di sekitarnya.
Indikator-indikator perilaku untuk tiap-tiap
nilai utama diperoleh dan dirumuskan melalui
eksplorasi ulang terhadap pengelompokkan
nilai-nilai pada peta "do more do less" dan
daftar sepuluh cikal-bakal nilai-nilai utama (lihat
skema perumusan budaya organisasi DJPBN),
yang disesuaikan dengan cakupan definisi nilainilai utama yg ditetapkan. Indikator-indikator
tersebut adalah:
Inovatif
Mampu beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadi di
lingkungan kerja
Proaktif dalam mengatasi
permasalahan dan mengantisipasi
perubahan yang terjadi
Kreatif dalam menciptakan caracara baru yang lebih efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan
organisasi

Halaman 29

Kemitraan
Memberikan layanan yang cepat,
tepat, jelas, pasti dan santun
(pelayanan prima)
Memahami kepentingan mitra
kerja dan berupaya memenuhinya
secara memuaskan
Membantu mitra kerja dalam
mengembangkan diri untuk
memenuhi tuntutan tugas
Konsisten
Memastikan sistem yang
dihasilkan berkualitas dan handal
Memahami secara benar aturan,
pedoman dan sistem yang berlaku
Mematuhi dan mentaati aturan
dan sistem yang berlaku dalam
menjalankan tugas
Akuntabel
Bekerja secara cermat dan
tepat untuk menghasilkan
pertanggungjawaban yang andal
Siap memberikan
pertanggungjawaban secara
terbuka kepada para pihak yang
berkepentingan
Profesional
Bekerja sungguh-sungguh dengan
didasari oleh motivasi positif
Berkomunikasi dengan santun dan
mudah dipahami

Halaman 30

Bekerjasama dengan itikad baik


untuk mencapai tujuan organisasi
Senantiasa mengembangkan
keterampilan, pengetahuan dan
sikap positif
Melaksanakan tugas yang diemban
dengan penuh tanggung jawab
Selaras antara perkataan dan
perbuatan
Yang terpenting adalah bahwa secara umum,
kelima nilai utama budaya organisasi DJPBN ini
sepertinya relevan dan relatif dapat diterapkan
pada (setidaknya) hampir seluruh unit kerja,
bidang tugas, serta level jabatan pada DJPBN.
Tentunya, dengan penyesuaian seperlunya
sesuai karakteristik dan kondisi spesifik unit
kerja, bidang tugas, dan level jabatan yang
bersangkutan.

Halaman 31

D. STRATEGI KOMUNIKASI
DAN INTERNALISASI

etelah
dirumuskan,
nilai-nilai
budaya
organisasi DJPBN harus disampaikan kepada
seluruh pegawai secara efektif agar dapat
mewujud pada perilaku/habit DJPBN seharihari. Tahapan pengkomunikasian terdiri dari
3 tahapan mengacu pada tingkat penerimaan
( level of acceptancy ) pegawai meliputi tahapantahapan berikut :
1. Membuat pegawai mengetahui
adanya budaya organisasi DJPBN
(membangun awareness ) melalui
publikasi/promosi.
2. Membuat pegawai memahami
esensi (arti, nilai-nilai utama
dan perilaku) budaya organisasi
DJPBN (membangun pemahaman/
knowledge ) melalui sosialisasi dan
edukasi.
3. Membuat pegawai menjalankan
dan berperilaku sesuai nilainilai budaya organisasi DJPBN
(membentuk perilaku/ habit )
melalui strategi internalisasi.
Sejauh ini, telah diinventarisir sejumlah alternatif
strategi yang dapat ditempuh untuk menjalankan
ketiga tahapan pengkomunikasian di atas dengan
memanfaatkan pula media komunikasi (cetak
dan audio-visual, jaringan internet/komputer),
atribut-atribut dan events /kegiatan/program
kerja keorganisasian, diantaranya:

Halaman 32

Publikasi/promosi
Penyebaran banner/poster/leaflet/
brosur/sticker/buku saku bertema
Nilai-nilai Utama Budaya Organisasi
(NUBO) DJPBN
Penyisipan lembaran NUBO-DJPBN
pada buku agenda, kalender atau
block-note
Pencantuman NUBO DJPBN pada
nametag, Pin, seragam dan ATK
Pencantuman NUBO sebagai atribut
pada e-mail, surat dinas/ dokumen
kedinasan lainnya
Liputan NUBO-DJPBN pada majalah
Treasury Indonesia dan Buletin
Kabar SPAN
Publikasi pada website DJPBN
Local
Announce
dan
gerakan
pemasangan screensaver bertema
NUBO
Publikasi melalui pesan singkat :
pop-up message dan SMS
Penyampaian NUBO dalam setiap
events kedinasan (rapat, pelatihan,
dll.)
Official Launching NUBO-DJPBN
Sosialisasi/edukasi
Rubrikasi
NUBO-DJPBN
pada
majalah Treasuri Indonesia dan
Buletin Kabar SPAN
Pengadaan dan pencetakan modul
NUBO-DJPBN

Halaman 33

Rubrikasi NUBO-DJPBN
content website DJPBN

sebagai

Pembuatan video mengenai NUBODJPBN


yang
diperankan
oleh
pegawai sebagai model.
Penyusunan kurikulum pelatihan
NUBO-DJPBN untuk pembentukan
dan penguatan NUBO
Pelatihan,
mengenai
DJPBN

workshop,
seminar
implementasi NUBO-

Internalisasi
Pelatihan,
mengenai
DJPBN

workshop,
seminar
implementasi NUBO-

Sesi briefing Keeping Core Values


Alive oleh pimpinan dan tim kerja
NUBO-DJPBN
Penyusunan daftar aktivitas standar
bulanan untuk penguatan tiap-tiap
nilai utama
Menyusun link nilai-nilai dan
indikator perilaku budaya organisasi
dengan elemen dan sistem penilaian
kinerja

Halaman 34

APPENDIX

APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK RESPONDEN


APP.2. DO MORE DO LESS
APP.3. CORE VALUES

Halaman 35

APP.1. PATTERN PER-KELOMPOK

Kantor Pusat
H
M
C
M
A
C
>
>>
<

A
H
<<

Kanwil
H
M
M
A
>
>>

C
C
<

A
H
<<

KPPN
H
M
M
A
<<
>>

C
C
>>

A
H
<

ES. I
C
H
=

H
A
>>

M
M
>

A
C
<<

ES. II
H
M
>

M
A
>

C
C
<

A
H
<

ES. III
M
H
M
A
>
>>

C
C
<

A
H
<<

ES. IV
M
H
M
A
>
>>

C
C
<

A
H
<<

PELAKSANA
H
M
C
C
M
H
>>
<<
<<

A
A
>>

PATTERN UMUM
H
M
C
M
A
C
>
>>
<

A
H
<<

PATTERN UMUM
The Clan

The Adhocracy

The Market
The Hierarchy

Halaman 36

APP.2. DO MORE DO LESS

CLAN
Do More :
1. Meningkatkan integritas pegawai
sebagai pengelola keuangan negara yang
professional
2. Appropriate environment supporting
(sarpras, kenyamanan dan kerapian)
3. Inspiring dan motivational leader
4. Menciptakan esprit du corps
Do Less :
1. Mengurangi hambatan komunikasi dan
kerjasama antar pegawai
2. Mengurangi ketidakmerataan
kompetensi (kesenjangan kompetensi)
3. Mengurangi gaya kepemimpinan yang
kaku dan kurang berani mengambil
keputusan
4. Mengurangi pelaksanaan organisasi
yang kurang adil dan tidak transparan
terhadap pegawai.

MARKET
Do More :
1. Memberikan layanan spesifik yang
menjamin kepastian, kejelasan, dan
transparansi
2. Menciptakan feedback system yang
dapat mengakomodasi keluhan
stakeholder dan cara penanganannya
3. Optimalisasi pemanfaatan IT untuk
kepuasan stakeholder
4. Pembinaan SDM Eksternal untuk
menjamin paradigma yang mendukung
customer orientation dan peningkatan
pemahaman atas pekerjaan (pengelolaan
keuangan negara)

Halaman 37

ADHOCRACY
Do More:
1. Mendorong kreativitas dan inovasi mulai
dari level pimpinan hingga pelaksana
dalam menghadapi dinamika tugas
2. Mendorong pegawai untuk memiliki
sikap continuous improvement
3. Membentuk pola pikir yang pro-active
4. Menciptakan budaya sharing
knowledge
5. Meningkatkan kemampuan manajerial
konseptual dan analisa

HIERARCHY
Do More:
1. Good System (meningkatkan kualitas
sistem (Pengelolaan SDM,Prosedur Kerja,
Kelembagaan Kewenangan, Monitoring
dan Evaluasi)
2. Meningkatkan Kepatuhan/compliance
(Pemahaman)
3. Standarisasi Persepsi (Penyamaan
persepsi antar semua stakeholder)
4. Mengarahkan system pada efisiensi,
bukan fleksibilitas

Halaman 38

APP.3. CORE VALUES

CLAN
Communication :
Adanya penyampaian informasi dan
pendapat yg terbuka, bebas dari bias,
menghargai pendapat orang lain, serta
membina hubungan interpersonal yang
sehat.
-> leadership style, inspiring and motivational
leader

Teamwork :
Kesadaran akan keberadaan diri sebagai
bagian organisasi
sehingga
mau
berkontribusi maksimal bagi kepentingan
organisasi.
->kerjasama, dedikasi, komitmen, esprit du corps

Self development:
kemauan untuk meningkatkan dan
mengembangkan
keterampilan,
pengetahuan, dan sikap positif.
-> kompetensi, profesionalisme
Fairness :
sikap mengutamakan keterbukaan,
konsistensi perlakuan, serta menjunjung
tinggi penunaian hak dan kewajiban
pada tempatnya
-> internal : integritas internal, penyediaan

MARKET
Customer Focus :
Memberikan
pelayanan
kepada
stakeholder
secara
optimal,
berkesinambungan yang mencerminkan
kepastian dan transparansi dengan
pemanfaatan IT

Halaman 39

Responsiveness :
Mampu memenuhi ekspektasi stakeholder
atas permasalahan yang dihadapinya
melalui sistem informasi yang efektif
ADHOCRACY
Readiness to Change :
Kesiapan untuk menerima perubahan
secara positif
Innovative :
Kreatif dalam mencari/menciptakan cara
baru dalam mencapai tujuan organisasi
secara lebih efektif dan efisien
Continuous Improvement :
Perbaikan
secara
bertahap
dan
berkelanjutan dalam proses kerja untuk
mencapai output dengan kualitas yang
lebih baik
Pro-active :
Bersikap aktif untuk menyelesaikan
ataupun
mencegah
terjadinya
permasalahan
Sharing Knowledge :
Saling berbagi pengetahuan dan keahlian
baik antar sesama pegawai atau antar
atasan dan bawahan
Strategic Thinking :
Cara berfikir atau cara pandang terhadap
keberlanjutan atau masa depan organisasi,
atau berfikir secara jangka panjang dan
strategis termasuk permasalahan dan
kesempatan yang mungkin terjadi di masa
depan.
HIERARCHY
Consistent :
Keteguhan yang dibangun atas dasar
pemahaman dalam mematuhi sistem yang
handal

Halaman 40

Anda mungkin juga menyukai