SKENARIO D BLOK 27
Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak
tinggi dan batuk pilek.
Pemeriksaan fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak
semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif
simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan
peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik
nafas. Berat badan 12kg, panjang badan 86cm, temperatur 37,6oC di axilla.
Paru: Respiratory rate 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan, retraksi suprasternal dan sela iga (+). Auskultasi:
vesikuler, ronkhi (-)
Jantung: tidak ada kelainan HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis
kuat.
Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
I.
KLARIFIKASI ISTILAH
Capillary refill time : Tes yang dilakukan secara cepat pada daerah dasar
kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
Nafas cuping hidung: Mengembang dan mengempisnya hidung sebagai
upaya untuk meningkatkan jumlah udara inspirasi
Mengorok
Ronkhi
aliran udara melalui saluran nafas yang berisi sekret atau eksudat atau
akibat saluran nafas yang menyempit atau oleh edema saluran nafas.
II.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita
panas tidak tinggi dan batuk pilek.
2. Pemeriksaan fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa,
anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas
bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas
terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara
mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan 12kg, panjang
badan 86cm, temperatur 37,6oC di axilla.
3. Paru: Respiratory rate 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan
dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela
iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)
4. Jantung: tidak ada kelainan HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi
radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2
detik.
III.
ANALISIS MASALAH
1.
2.
Apa etiologi kesulitan bernafas pada anak (secara umum dan pada
kasus)?
Jawab: Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :
-
3.
Asma
- Pneumonia
Bronkiolitis
- Croup
Epiglotitis
Myocarditis
Apa hubungan panas tidak tinggi dan batuk pilek pada dua hari
sebelumnya dengan kesulitan bernafas yang dialami Awi?
Jawab: Kesulitan bernapas yang di alami oleh awi merupakan
manifestasi klinis berat dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis).
Panas tidak tinggi dan batuk pileh merupakan gejala awal dari
penyakit croup. Penyakit croup paling banyak disebabkan oleh virus,
dan di tandai dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek
merupakan kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan
dan menyebabkan peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk
guna mengeluarkan sekresi mukus yang berlebihan. Gejala penyakit
croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek dan demam tidak
tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.
4.
masalah
pernapasan
yang
berkelanjutan
yang
untuk
bernafas,
retraksi
supraclavicular,
suprasternal,
c.
Distress Nafas
Posisi yang nyaman
Suplemen oksigen/ suction
sesuai kebutuhan
Terapi spesifik sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi
5.
Bagaimana
interpretasi
dan
Gagal Nafas
Posisikan kepala dan buka jalan
napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda
asing jika diperlukan
Advance airway sesuai
kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi
mekanisme
abnormal
dari
hasil
pemeriksaan fisik?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Fisik
Interpretasi
menangis terus
keempat
bergerak
aktif
simetris.
Bibir dan sekitarnya tampak edema laring udara tidak bisa masuk
biru
eksudat
fibrin)
hipoksia
usaha
bernafas
untuk
suara
Normal
36-37 oC
(subfebris)
tidak
terlalu
24-40
kali/menit
(-)
Terjadi
peningkatan
respiratory
rate
yang
kompensasi
memenuhi
kebutuhan oksigen.
Pada
kasus
ini,
terjadi
mengakibatan
Tubuh
berusaha
terjadi
hypoxia.
mengkompensasi
Normal
Normal
HR 135x/menit
90-150x/
Normal
menit
Nadi
brachialis
kuat,
nadi Normal
radialis kuat
Kulit berwarna merah muda, Mulai terjadi penurunan O2 ke kulit.
hangat
Capillary refill time 2 detik
6.
Pada kasus ini, kemungkinan besar anak mengalami viral croup. Viral croup
merupakan penyebab yang paling sering dari stridor akut. Sebagian besar
penegakkan diagnosis cukup dilakukan dengan pemeriksaan klinis pada pasien.
Selain itu, sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup
beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan
penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis (lihat di sintesis).
Initial Triage:
-
Periksa
status
imunisasi:
Haemophilus
influenza
tipe
(HiB),
Clinical Assesement:
Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
progresivitas dari croup dari yang non-invasive hingga yang ekstensive.
Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score
setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.
Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk
dalam severe croup.
7.
10
8.
9.
11
10.
11.
12
hidung, dan atau mulut. Jalur masuk utama dari infeksi ini adalah
hidung dan nasofaring. Infeksi akan menyebar dan akhirnya akan
melibatkan laring dan trakea. Meskipun saluran pernapasan bawah
dapat terlibat, namun beberapa praktisi berpendapat bahwa infeksi
pada saluran pernapasan bawah menujukkan bahwa telah terjadi
infeksi bakteri sekunder.
Infeksi pada saluran pernapasan atas ini kemudian akan
menyebakan terjadinya terjadinya suatu proses inflamasi. Proses
inflamasi
diperlukan
sebagai
pertahanan
pejamu
terhadap
13
aliran
udara.
Penyempitan
ini
kemudian
akan
pada
saat
inspirasi,
ekspirasi,
atau
keduanya
14
udara
Droplet
Kontak langsung
Infeksi Virus
Jaringan
kekurangan
suplai darah
Nafas cuping
hidung
Retraksi supra
sternal dan
sela iga
Tachypneu
(45x/menit)
HR 135x/menit
Respon inflamasi
Makrofag dan
produksi sitokin
(IL-1, IL-6, TNF-)
Memicu hypotalamus
mengeluarkan fosfolipase
(fosfolipid as.arakidonat)
Merangsang sel B
berproliferasi
Mediator inflamasi
histamine, eosinophil,
tripase, kinin
Merangsang sel
mukosa penghasil
mukus
Set point di
hypothalamus
Mengeluarkan
prostaglandin
Merangsang
reseptor batuk
untuk
mengeluarkan
mucus
Demam
Batuk
Pilek
Tone
dengan
Normal
Bagaimana
Apakah
mempengaruhinya?
dia
dengan
mau
bermain
16
Consolability
Apakah
anak
ditenangkan
oleh
respon
yang
sekalipun
Look/gaze
memfokuskan Terdapat
kontak
mata
Speech/cry
2. Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak dalam mengatasi gangguan
oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah:
Karakteristik
Suara
napas
normal/Abnormal
sound
Posisi
tubuh
yang
normal/Abnormal positioning
Retraksi/Retraction
Cuping hidung/Flaring
3. Sirkulasi
Sirkulasi mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ
vital. Hal yang dinilai:
17
Karakteristik
Pucat/Pallor
Mottling
Sianosis
PAT,
ini
ditemukan
abnormalitas
napas/work
dimana
pada
pada
of
Awi
upaya
breathing,
mengorok,
18
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability
13.
GCS
Postur
Pupil
harus
diprioritaskan.
Pasien
dengan
tanda-tanda
farmakoterapi
dalam
pengelolaan
croup
adalah
19
ketersediaan,
biaya,
dan
kenyamanan
membuat
Sehingga
membantu
mengurangi
obstruksi
dengan
14.
20
15.
Biasakan
16.
17.
21
IV.
HIPOTESIS
Awi, anak laki-laki 2 tahun, mengalami distress pernafasan et causa
obstruksi saluran nafas atas.
V.
SINTESIS
A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI PADA ANAK
Hidung
Ketika masuk rongga hidung
udara
disaring,
dihangarkan,
22
debu yang kasar disaring oleh ranbum-rambut yang terdapat di hidung, dan
partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Faring
Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan
mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh
darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.
Larynx
Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot otot, dan pita suara. Cartilago
thyroidea adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang
biasanya dikenal sebagai jakun. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea
yang mana terhubung dengan cartilago thyroidea oleh sebuah jaringan ikat,
membrane cricotyroidea.
Trachea
Trachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5
cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok
balok rawan hialin berbentuk huruf U yang mempertahankan trachea tetap
terbuka. Trachea berasal dari leher di bawah cartilage cricoidea larynx setinggi
corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat dalam thorax
setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan membelah
menjadi bronchus kanan dan kiri
Bronchus
Bronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis
kanan lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus
principalis kiri. Bronchus kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk
ke hillus paru paru kanan, bronchus principalis mempercabangkan bronchus
lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronchus
lobaris medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus principalis kiri lebih
sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis
kanan dan panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta
dan di depan esophagus. Waktu masuk ke hillus paru paru kiri, ia bercabang
menjadi bronchus lobaris superior dan inferior.
23
Struktur anatomi sistem pernafasan anak, terutama pada anak dibawah usia
5 tahun masih mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan
sistem pernafasan pada anak terutama terjadi di pulmo (paru-paru) dan chest wall
(dinding dada).
masih terus
berlangsung. Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi
sekitar 300 juta pada usia 8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus
dengan luas permukaan alveoli dari sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2
pada umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan alveoli akan menjadi sekitar
75m2.
Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lamberts canal masih
belum berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini
menyebabkan atelektasis cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding
pada orang dewasa.
24
25
Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti
yang digambarkan pada Gambar 3 dan 4. Posisi laring pada anak terletak sejajar
dengan sela vertebrae C3-4, lebih tinggi dibanding laring dewasa yang terletak
sejajar dengan sela vertebrae C4-5. Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga
mulut anak lebih besar dibanding pada dewasa. Bagian saluran nafas atas
tersempit pada anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan dengan dewasa
seperti pada Gambar 4.
Jalan nafas
Jalan nafas bayi dan anak sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan
paling dramatis terlihat pada waktu bayi dan mungkin berkurang dimasa anak
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Jalan nafas anak usia 8 tahun
secara karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah
dalam hal ukuran diameter karena saluran nafas anak jelas lebih kecil. Selain lebih
sempit, jalan nafas mulai dari rongga hidung mudah sekali tersumbat oleh sekret,
edema, darah, bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang menyebabkan
peninggian usaha nafas (work of breathing).
Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas
berbanding lurus dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang
jalan nafas, viskositas udara ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan
26
mereduksi aliran udara laminar. Perubahan ukuran diameter jalan nafas paling
berpengaruh sehingga adanya edema jaringan saja akan menyebabkan
pengurangan secara nyata kaliber jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk
terowongan seperti corong dengan ujung yang menyempit/funnel-shape, berbeda
dengan dewasa yang berbentuk silinder. Bagian paling sempit pada jalan nafas
bayi dan anak terletak pada area dibawah level pita suara dan tulang rawan krikoid,
sedangkan pada dewasa setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang
menjadi dasar penggunaan tube trakeal tanpa balon pengembang (uncuffed
tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan anak. Jalan nafas subglotis bayi dan
anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose connective tissue) yang dapat
dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan edema (terutama pada
infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara dramatis akan
mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa
endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang
atau cuff .
Otot pernafasan
Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena
pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga
menyebabkan posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga
kurang mengembang sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma
merupakan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga
mudah terjadi kegagalan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak,
sehingga mudah terjadi kegagalan pernafasan apabila fungsi diafragma terganggu
oleh berbagai sebab diantaranya proses pembedahan,distensi abdomen, atau
hiperinflasi paru.
Parenkim paru
Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli
memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil
elastisitasnya. Pada hari pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi
kolaps. Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli
27
ini akan bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama
defisiensi surfaktan yang menyebabkan kurangnya kemampuan alveoli untuk
mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan agar alveoli tidak
mengempis. Konsekuensinya akan terjadi penurunan elastisitas rekoilnya, paru
menjadi kolaps dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia
3 tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan
hiperkapnia akibat obstruksi jalan nafas.
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra
pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa,
tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi
dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra
28
29
berfungsi baik, juga berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru
terhambat (Danusantoso, 2000).
3. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga
mengenai pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus
memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah,
dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain
bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff,
2002).
4. Nyeri Dada
Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum
dan dinding toraks (Danusantoso, 2000).
Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral
dan dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada
samping dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi
menunjukkan adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit
dibedakan dengan nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri
juga terjadi akibat fraktur (Rab,1996).
Perbedaan fisiologi respirasi pada anak dan orang dewasa adalah sebagai
berikut.
1. Pada bayi dan anak lebih dominan pergerakan dinding abdomen karena
otot intracosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal, compliance rendah
sehinggasusah mengembangkan dinding dada
2. perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- letak costa yang horisontaltidak memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa,
sehingga pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada
memperdalamkan nafasnya
3. 50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan
terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25% dan bayi prematur
hanya 10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan
diafragma
30
C. DISTRESS PERNAPASAN
Distress pernapasan merupakan suatu keadaan sistem respirasi
melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun
dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.
Etiologi
Perubahan
Volume
Fisiologis
Tidal
Hipoksemia,
asidemia, demam,
peningkatan
metabolism
Penyakit restriktif
Frekuensi
Pernapasan
Sedikit
-
Bervariasi
Penyakit
neuromuscular
Gangguan
Normal
Temuan Lain
Mendengkur, pernapasan
paksa pada inspirasi
Inspirasi
memanjang,
pernapasan paksa pada
inspirasi
Ekspirasi
memanjang,
pernapasan paksa pada
ekspirasi dan sering pada
inspirasi
Mungkin
ada
tanda
kelemahan otot lain
Tanpa tanda distress
31
atau
pengendalian
Diagnosis
No
1
2
3
4
Penilaian
Status
mental
Tonus
otot/
posisi
tubuh
Gerakan
dada
Upaya
napas
Warna
kulit
Tindakan
Distress Nafas
Sadar, agitasi,
melawan
Normal, posisi
tripod
Gagal Nafas
Henti Nafas
Agitasi hebat atau Tidak responsif
kurang responsive
Normal
atau Atonia
hipotonia
Ada
Ada
Tidak ada
Meningkat
Segera
buka
saluran nafas, hisap
lendir, berikan O2,
segera
berikan
bantuan ventilasi
tekanan
positif,
nilai
ulang
ada/kembalinya
nafas
spontan,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya
beberapa
kegawatdaruratan
nafas,
yang
terbagi
menjadi
32
croup
epiglotitis
status asmatikus
bronkiolitis
pneumonia
Tatalaksana Umum
Evaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi
ditujukan untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan
identifikasi serta tatalaksana etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi
penyebab gawat nafas, tatalaksana agresif harus segera dilakukan untuk
memulihkan oksigenasi dan ventilasi. Jalan nafas harus dipastikan adekuat. Jalan
nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) harus
dioptimalkan dan dipertahankan.
1. Berikan Oksigen
Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku
orang tuanya saat pemberian O2
Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.
Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang
tidak responsif atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak
responsif terhadap oksigen.
1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.
33
Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan
endotrakeal intubasi jika respon klinis tidak cepat terlihat.
Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi
obat dilakukan.
Distress Nafas
Posisi yang nyaman
Suplemen oksigen/ suction
sesuai kebutuhan
Terapi spesifik sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi
Gagal Nafas
Posisikan kepala dan buka jalan
napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda
asing jika diperlukan
Advance airway sesuai
kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi
dan
pemeriksaan
fisik
dapat
memberikan
petunjuk
yang
E. INFEKSI CROUP
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen
yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom
croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan
atau tanpa adanya obstruksi jalan napas2.
Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya
dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan
pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal.
Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya
secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab
Klasifikasi
Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)
Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala
obstruksi saluran pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia 6 tahun.
35
Stridor (+), Batuk (sepanjang waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari,
Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh asma (-).
B. Spasmodic Croup
Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala
prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan,
biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar
kemudian kembali normal.
2.
3.
4.
Patofisiologi
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi
langsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar
terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis,
laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari
nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi
36
2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding
mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran
pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan
mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm
akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan
75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan
mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat menyebabkan
gejala sesak napas.
Airway karena
turbulensi
udara
menyebabkan
peradangan
yang
menyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi
(selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis
mengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan advensisia.
Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan
stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam
kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi
gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara
serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan
membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas
yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia
bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang
berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan
37
terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa
nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat
diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya
adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang
digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk
lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi.
Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan
skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 .
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan
dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.
Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai
dinding dada indrawing.
38
39
40
2.
3.
obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya
stridor sejak usia di bawah 6 bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya
massa.
41
Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media,
dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan
tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang
perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.
Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.
42
Tatalaksana
CROUP
Diagnosis banding
Aspirasi benda asing
Abnormalitas kongenital
Epiglotitis
TIDAK
YA
Kortikosteroid
deksametason 0,15-0,30
mg/kg atau Prednison 1-2
mg/kg (oral) atau
nebulisasi Budesonide 2
mg jika kortikosteroid oral
tidak berpengaruh
DIPULANGKAN
Membaik
Dipulangkan bila tidak
ada stridor saat istirahat
Edukasi orang tua pasien
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian
kortikosteroid oral/12 jam
Edukasi ortu pasien
Sediakan penjelasan
tertulis untuk dokter umum
yang akan follow up
Perbaikan
Sebagian
Tidakmembaik
Evaluasiulang
Rawat
Hubungikonsulen
Evaluasi diagnosis
Nebulisasi adrenalin (dosis
sama) dan kortikosteroid
sistemik (dosis sama)
Persiapkan pelayanan untuk
tindakan darurat
Pertimbangkan intubasi43
Evaluasi diagnosis
Infeksi virus
Pengeluaran sitokin
proinflamasi (IL6 dan
IFN)
Inflamasi
Edema subglotis,
inflamasi mukosa
Penyempitan jalan
nafas
Peningkatan
resistensi jalan
nafas
Hipoksia
Kulit
berwarna
merah
muda
Sianosis
Agitasi
Kompensasi:
Peningkatan RR
Retraksi (+)
Nasal flaring
Turbulensi
udara saat
masuk
(menggetarkan
plica vocalis)
Stridor
inspirasi
VII. KESIMPULAN
Awi, anak laki-laki usia 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat
penyakit croup derajat berat.
44
DAFTAR PUSTAKA
dari:
Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III,
Buku satu, RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61
Wardiyah, H. Dkk. 2014. Referat: Kegawatdaruratan Respirasi pada Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Zoorob, R., Sidani, M. & Murray, J. 2011. Croup: An Overview. American
Family Physician. 83(9):1067-1073.
46