Anda di halaman 1dari 46

I.

SKENARIO D BLOK 27
Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena

mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak
tinggi dan batuk pilek.
Pemeriksaan fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak
semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif
simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan
peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik
nafas. Berat badan 12kg, panjang badan 86cm, temperatur 37,6oC di axilla.
Paru: Respiratory rate 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan, retraksi suprasternal dan sela iga (+). Auskultasi:
vesikuler, ronkhi (-)
Jantung: tidak ada kelainan HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis
kuat.
Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.

I.

KLARIFIKASI ISTILAH
Capillary refill time : Tes yang dilakukan secara cepat pada daerah dasar
kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
Nafas cuping hidung: Mengembang dan mengempisnya hidung sebagai
upaya untuk meningkatkan jumlah udara inspirasi
Mengorok

: Snoring; suara bising yang disebabkan oleh aliran

udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang


hidung dan mulut karena tertutup oleh lidah atau akibat kegagalan otototot dilator saluran pernafasan.
Retraksi supra sternal: Usaha kompensasi untuk meningkatkan volume
dada dengan melibatkan otot-otot tambahan pada dada sehingga terjadi
tarikan pada otot-otot supra sternal.
Suara nafas vesikuler: Suara nafas normal dimana suara inspirasi lebih
keras dan panjang daripada suara ekspirasi.

Ronkhi

: Suara nafas tambahan yang dihasilkan oleh karena

aliran udara melalui saluran nafas yang berisi sekret atau eksudat atau
akibat saluran nafas yang menyempit atau oleh edema saluran nafas.

II.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita
panas tidak tinggi dan batuk pilek.
2. Pemeriksaan fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa,
anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas
bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas
terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara
mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan 12kg, panjang
badan 86cm, temperatur 37,6oC di axilla.
3. Paru: Respiratory rate 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan
dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela
iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)
4. Jantung: tidak ada kelainan HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi
radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2
detik.

III.

ANALISIS MASALAH
1.

Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada anak?


Jawab: Jawaban di sintesis

2.

Apa etiologi kesulitan bernafas pada anak (secara umum dan pada
kasus)?
Jawab: Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :
-

Kelainan pada jalan nafas

Kelainan pada jantung

Kelainan pada paru-paru

Kelainan lain seperti neuromuscular, psikogenik, metabolic,


medikasi, nyeri yang parah

Penyebab kesulitan bernafas pada anak yang umum adalah :

3.

Asma

- Pneumonia

Bronkiolitis

- Croup

Epiglotitis

- Aspirasi benda asing

Myocarditis

Apa hubungan panas tidak tinggi dan batuk pilek pada dua hari
sebelumnya dengan kesulitan bernafas yang dialami Awi?
Jawab: Kesulitan bernapas yang di alami oleh awi merupakan
manifestasi klinis berat dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis).
Panas tidak tinggi dan batuk pileh merupakan gejala awal dari
penyakit croup. Penyakit croup paling banyak disebabkan oleh virus,
dan di tandai dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek
merupakan kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan
dan menyebabkan peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk
guna mengeluarkan sekresi mukus yang berlebihan. Gejala penyakit
croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek dan demam tidak
tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.

4.

Jelaskan klasifikasi/fase dari gawat nafas (distress, failure, arrest)!


Jawab: Respiratory distress, respiratory failure, dan respiratory arrest
merupakan

masalah

pernapasan

yang

berkelanjutan

yang

menyebabkan hipoksia pada anak. Klasifikasinya, yaitu:


a.

Respiratory Distress: ditandai dengan respon anak terhadap pertukaran


udara yang tidak adekuat di paru-paru yang dihasilkan oleh setiap
kondisi yang menyebabkan ancaman pada oksigenasi dan ventilasi.
Tanda respiratory distress: Respiratory rate meningkat, peningkatan
usaha

untuk

bernafas,

retraksi

supraclavicular,

suprasternal,

intercostal, atau subcostal, menggunakan otot bantu pernapasan (otot

aksesorius) termasuk diantaranya adalah nafas cuping hidung, dan


pernapasannya mungkin akan menghasilkan suara yang berisik
(grunting, wheezing, stridor).
Obstruksi jalan nafas akan berlangsung lebih cepat pada anak-anak
karena ukuran saluran pernapasan mereka yang lebih kecil dan
elastisitas relatif dari jaringan pendukung. Ketika seorang anak
dengan respiratory distress dan peningkatan kerja pernapasan
berkembang / penampilannya menjadi berubah (lebih tenang/kurang
gelisah/mengantuk) dan respiratory rate nya menjadi normal atau
melambat, perlu dipertimbangkan bahwa pasien mulai mengalami
respiratory failure. Perubahan ini disebabkan oleh hipoksia dan atau
hiperkarbia.
b.

Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan


kompensasi secara cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi
menjadi tidak adekuat dan anak jatuh dalam keadaan hipoksia.
Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan setelah
periode peningkatan pernapasan yang lama.
Tanda respiratory failure: penampilan yang abnormal (awalnya
agitasi, lesu dan penurunan tingkat kesadaran, pucat dan sianosis
sebagai tanda progresifitas gagal nafas) RR dan usaha nafas awalnya
meningkat, namun akan menurun ketika kondisi anak semakin
bertambah berat. Sering dikaitkan dengan tanda yang jelas berupa
bradikardi.
Suatu gambaran yang abnormal (agitasi yang berat atau letargi) atau
sianosis pada anak dengan peningkatan usaha nafas dapat
mengindikasikan kemungkinan gagal nafas.

c.

Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang


efektif pada anak. Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling
sering dari cardiac arrest.

Kesimpulan : pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory


Distress yang karena kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat,

dan tanda-tanda respiratory distress lainnya, yang kemungkinan sedang


masuk ke tahap respiratory failure karena adanya tanda sianosis.

Perbedaan tatalaksana pada kasus distress nafas dan gagal nafas:

Distress Nafas
Posisi yang nyaman
Suplemen oksigen/ suction
sesuai kebutuhan
Terapi spesifik sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi

5.

Bagaimana

interpretasi

dan

Gagal Nafas
Posisikan kepala dan buka jalan
napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda
asing jika diperlukan
Advance airway sesuai
kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi

mekanisme

abnormal

dari

hasil

pemeriksaan fisik?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Fisik

Interpretasi

Anak digendong ibu, gelisah, Tidak ada penurunan kesadaran.


edema laring udara tidak bisa masuk

menangis terus

Sewaktu hendak diperiksa, anak difusi menurun hipoksia jaringan


semakin gelisah, anak terus gelisah
memberontak,
ekstremitas

keempat
bergerak

aktif

simetris.
Bibir dan sekitarnya tampak edema laring udara tidak bisa masuk
biru

difusi menurun hipoksia jaringan


hipoksia sentral

Nafas terlihat cepat


peningkatan usaha nafas

dengan Peningkatan usaha nafas dan stridor


inspirasi.
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi
(edema subglotis, inflamasi mukosa,

eksudat

fibrin)

hipoksia

menstimulus pusat respirasi terjadi


peningkatan

usaha

bernafas

untuk

memenuhi kebutuhan oksigen.


Terdengar

suara

mengorok Infeksi (virus atau bakteri) inflamasi,

setiap kali anak menarik nafas

eritem dan edem di laring & trakea


sehingga mengganggu gerakan plica
vocalis Saat aliran udara ini melewati
plica vocalis dan arytenoepiglottic folds,
akan menggetarkan struktur tersebut
sehingga akan terdengar stridor. Awalnya
stridor bernada rendah (low pitched),
keras dan terdengar saat inspirasi tetapi
bila obstruksi semakin berat stridor akan
terdengar lebih lemah, bernada tinggi
(high pitched) dan terdengar juga saat
ekspirasi.

Berat badan 12kg

Normal

Panjang badan 86cm


Temperatur 37,6oC di axilla

36-37 oC

Terjadi peningkatan suhu


tubuh
demam

(subfebris)
tidak

terlalu

tinggi ciri khas infeksi


virus.
Respiratory rate 48x/menit

24-40
kali/menit

Nafas cuping hidung (+)

(-)

Terjadi

peningkatan

respiratory

rate

yang

ditandai dengan adanya


nafas cuping hidung, ini
merupakan
untuk

kompensasi
memenuhi

kebutuhan oksigen.

Gerakan dinding dada simetris Normal


kiri dan kanan
Retraksi supra sternal dan sela Abnormal.
iga (+)

Pada

kasus

ini,

terjadi

obstruksi saluran nafas akibat inflamasi


yang menyebabkan edema pada laring,
sehingga setelah terjadi obstruksi jalan
nafas

mengakibatan

Tubuh

berusaha

terjadi

hypoxia.

mengkompensasi

keadaan ini dengan melibatkan otot-otot


tambahan pernafasan sehingga terjadi lah
retraksi suprasternal dan intercostals.
Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)

Normal

Jantung: tidak ada kelainan

Normal

HR 135x/menit

90-150x/

Normal

menit
Nadi

brachialis

kuat,

nadi Normal

radialis kuat
Kulit berwarna merah muda, Mulai terjadi penurunan O2 ke kulit.
hangat
Capillary refill time 2 detik

Normal, belum terjadi syok, karena pada


saat syok capillary refill time lebih dari 2
detik.

6.

Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang


pada kasus?
Jawab: Pada kasus ini dijelaskan bahwa pasien megalami kesulitan
bernafas dengan riwayat batuk pilek dan panas tidak tinggi 2 hari
sebelumnya, dan terdengar suara mengorok (stridor) setiap kali anak
menarik nafas. Untuk menentukan diagnosis nya perlu dilakukan
pemisahan dengan jenis stridor akut lainnya, yaitu :

Pada kasus ini, kemungkinan besar anak mengalami viral croup. Viral croup
merupakan penyebab yang paling sering dari stridor akut. Sebagian besar
penegakkan diagnosis cukup dilakukan dengan pemeriksaan klinis pada pasien.
Selain itu, sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup
beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan
penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis (lihat di sintesis).
Initial Triage:
-

Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang


dan dahulu pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik)
dan kontak dengan orang sakit.

Periksa

status

imunisasi:

Haemophilus

influenza

tipe

(HiB),

pneumokokkus, tetanus. Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau


bacterial croup.
-

Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk


dan onset dan

durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup

(rhinorrhea, sakit tenggorokan, demam ringan dan batuk) dan penetuan


adanya obstruksi pada saluran nafas atas. (suara serak (hoarseness), batuk
yang mengaung (barking cough), stridor yang terdengar) dan keterlibatan
subglottic (aphonia)

Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat,


stenosis subglottic kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal
webs, penyempitan choanal atau atresia, micrognathia, macroglossia

Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan


dosis)

Clinical Assesement:
Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
progresivitas dari croup dari yang non-invasive hingga yang ekstensive.
Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score
setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk
dalam severe croup.

Pemeriksaan laboratorium dan radiology:


Pemeriksaan diagnostik hanya dindikasikan apabila pemeriksaan klinis
masih diragukan. Diagnosa croup dapat ditegakkan hanya dengan diagnosis klinis
dan biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan diagnostik.
Beberapa pilihan pemeriksaan diagnostic tersebut, diantaranya:
1. Complete Blood Count (CBC)
Dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi super bacterial
2. Arterial Blood Gas
Apabila suspek/impending gagal nafas.
3. Chest radiograph
-

Dilakukan pada kasus yang atipikal

Kalsik steeple sign menunjukkan adanya penyempitan pada space


subglottis.

patchy infiltrat akan terlihat pada laryngotracheal-bronkhitis atau


pneumonitis.
4. Lateral neck soft tissue radiograph

Hanya dilakukan pada kasus atipikal

Epiglotitis: Klasik thumb sign menunjukkan adanya edema pada


epiglottitis

7.

Abses retropharyngeal : adanya pelebaran pada space prevertebral

Apa diagnosis banding dan diagnosis kerja kasus?


Jawab: Diagnosis banding yang paling sering pada penyakit croup
adalah epiglottitis, aspirasi benda asing dan angioedema. Pada
epiglottitis terdapat demam tinggi, tidak adanya batuk croupy,
terdapat posisi tripoding dan pada insfeksi rongga mulut terdapat
epiglottis yang berwarna merah. Sedangkan pada penyakit croup
demamnya tidak tinggi kecuali yang disebabkan oleh bakteri, pada
pemeriksaan rongga mulut epiglotis tidak merah, pasien merasa lebih
nyaman jika posisi supinasi sedangkan pada epiglottitis pasien merasa
tidak nyaman pada posisi supinasi.

10

Pada aspirasi benda asing, gejala muncul secara mendadak dan


terdapat riwayat tersedak. Sedangkan pada penyakit croup tidak
terdapat riwayat tersedak. Pada angioedema terdapat pembengkakan
di daerah leher dan muka, biasanya disebabkan oleh reaksi alergi.
Diagnosis Kerja:
Awi, anak laki-laki berusia 2 tahun, mengalami distress pernafasan
akibat infeksi croup berat.
Awi berusia 2 tahun mengalami obstruksi saluran napas atas akibat
penyakit croup yang disebabkan oleh infeksi virus parainfluenza tipe
1.

8.

Apa etiologi pada kasus?


Jawab: Croup, Infeksi saluran nafas atas, di bawah vocal cord. Paling
sering disebabkan oleh Parainfluenza virus 1, 2, dan 3 , penyebab lain
Adenovirus, RSV, dan influenza virus.

9.

Apa epidemiologi dan faktor risiko pada kasus?


Jawab: Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan
puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi
pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka
prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2.
Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur
pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti
indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi
penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup
merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang
berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun
dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran
pernapasan atas.
Faktor Risiko:
1) Berat badan lahir rendah (BBLR)

11

2) Faktor usia: anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah


terserang croup dikarenakan imunisasi yang belum sempurna
dan saluran pernafasan yang relatif sempit.
3) Anak dengan defisiensi vitamin A yang dapat menghambat
pertumbuhan balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan
epitel saluran pernafasan.
4) Faktor gizi: malnutrisi
5) Faktor pendidikan ibu rendah
6) Status sosioekonomi rendah
7) Polusi udara

10.

Apa manifestasi klinis pada kasus?


Jawab:
Croup:
Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak
begitu tinggi selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan dan
batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang menjadi batung nyaring,
suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistemik yang menyertai seperti
demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor,
inspiratorik yang berat, retrkasi, dan anak tamak gelisah, dan akan
bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam
pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu
satu minggi. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa
nyaman jika duduk di tempat tidur atau gendong.

11.

Bagaimana patofisiologi kasus?


Jawab: Pada kasus ini kemungkinan besar anak mengalami infeksi
oleh virus. Pada kasus Croup penyebab yang paling sering adalah
Parainfluenza virus. Virus menyebabkan infeksi akut croup melalui
inhalasi langsung dari batuk dan atau bersin atau melalui tangan yang
terkontaminasi setelah kontak dengan fomite, bagian tubuh yang
terkontaminasi tersebut selanjutnya menyentuh mukosa dari mata,

12

hidung, dan atau mulut. Jalur masuk utama dari infeksi ini adalah
hidung dan nasofaring. Infeksi akan menyebar dan akhirnya akan
melibatkan laring dan trakea. Meskipun saluran pernapasan bawah
dapat terlibat, namun beberapa praktisi berpendapat bahwa infeksi
pada saluran pernapasan bawah menujukkan bahwa telah terjadi
infeksi bakteri sekunder.
Infeksi pada saluran pernapasan atas ini kemudian akan
menyebakan terjadinya terjadinya suatu proses inflamasi. Proses
inflamasi

diperlukan

sebagai

pertahanan

pejamu

terhadap

mikroorganisme yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang


membutuhkan komponen selular untuk memberihkan debris lokasi
cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Pada tempat infeksi,
makrofag yang menemukan mikroba akan melepas sitokin (TNF dan
IL-1) yang akan mengaktifkan sel endothel sekitar venul untuk
memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan
dalam pengguliran neutrophil di endothel. Integrin berperan dalam
adhesi neutrophil, kemokin mengaktifkan neutrophil dan merangsang
migrasi melalui endothel ke tempat infeksi. Monosit darah dan sel T
yang diaktifkan menggunakan mekanisme yang sama untuk
bermigrasi ke tempat infeksi. Sel endothel merupakan pembatas antara
darah dan rongga ekstravaskuler. Pada keadaan normal, hanya
sebagian kecil molekul yang melewati dinding vascular (transudate).
Bila terjadi inflamasi, sel endothel akan mengkerut sehingga molekulmolekul besar dapat melewati dinding vaskular. Dimana, setelah
timbul respon inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi
lainnya akan bekerja pada endothel, dan neutrophil merupakan sel
pertama yang berikatan dengan endothel pada inflamasi dan bergerkan
keluar vascular.

Cairan yang mengandung banyak sel inflamasi

disebut eksudat inflamasi yang menimbulkan terjadinya edema.


Inflamasi dan edema pada daerah subglotis laring dan trakea,
khususnya yang dekat dengan kartilago krikoid, merupakan tempat
yang paling sering dijumpai. Secara histologi, area yang terlibat akan

13

mengalami edema, dengan infiltasi selular yang lokasinya pada lamina


propria, submukosa, dan adventitia. Infiltrat ini akan berisi limfosit,
histiosit, sel plasma, dan neutrophil. Virus parainfluenza akan
mengaktivasi sekresi klorida dan menghambat absorpsi sodium
melalui epithelium trakea yang berkontribusi terhadap edema pada
saluran nafas. Daerah anatomis yang terkena dampak adalah bagian
yang paling sempit dari saluran nafas anak yaitu laring, sehingga,
edema ini secara signifikan akan mengurangi diameter saluran nafas,
membatasi

aliran

udara.

Penyempitan

ini

kemudian

akan

menyebabkan batuk yang barky, turbulensi aliran udara dan stridor,


dan retraksi dinding dada. Penurunan mobilitas dari vocal cords akibat
edema memicu terjadinya suara serak.
Stridor merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada
pasien dengan croup. Onset akut dari suara peringatan abnormal ini
cukup untuk orang tua membawa anak mereka mengunjungi rumah
sakit. Stridor merupakan suara yang terdengar parau, bernada tinggi,
suara musical terdengar pada saat inspirasi yang terjadi akibat aliran
udara turbulen melalui obstruksi parsial pada saluran pernapasan atas.
Obstruksi parsial saluran nafas ini dapat terjadi di supraglottis, glottis,
subglottis, dan atau trachea. Selama inspirasi, daerah saluran nafas
yang mudah collaps (ex; area supraglotis) akan tertutup karena
tekanan negatif intraluminal pada saat inspirasi. Area yang sama ini
akan dipaksa membuka selama fase ekspirasi.
Berdasarkan waktu dari siklus pernapasan, stridor dapat
terdengar

pada

saat

inspirasi,

ekspirasi,

atau

keduanya

(biphasic).Stridor pada saat inspirasi menunjukkan adanya obstruksi


laring, sementara stridor pada saat ekspirasi menunjukkan adanya
obstruksi pada trakheobronkhial. Stridor biphasic menunjukkan
adanya anomaly pada subglottis maupun glottis. Onset akut dari
stridor merupakan ciri utama dari croup bagaimanapun juga masih
mungkin terdengar stridor ekspirasi dengan suara yang rendah.

14

udara

Droplet

Kontak langsung

Infeksi Virus

Inflamasi, spasme pada epithelium larynx


(region subglotis) dan trachea

Dysfungsi dari vocal cord dan


obstruksi subglotis

Jaringan
kekurangan
suplai darah

Peningkatan usaha nafas

Nafas cuping
hidung

Retraksi supra
sternal dan
sela iga

Tachypneu
(45x/menit)
HR 135x/menit

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi virus


Imunitas non
spesifik

Respon inflamasi

Makrofag dan
produksi sitokin
(IL-1, IL-6, TNF-)

Memicu hypotalamus
mengeluarkan fosfolipase
(fosfolipid as.arakidonat)

Merangsang sel B
berproliferasi

Terbentuk IgE yang diikat oleh


mastosit dan basophil

Mediator inflamasi
histamine, eosinophil,
tripase, kinin

Secret mucus menjadi


lebih banyak

Merangsang sel
mukosa penghasil
mukus

Set point di
hypothalamus
Mengeluarkan
prostaglandin

Merangsang
reseptor batuk
untuk
mengeluarkan
mucus

Demam

Batuk

Pilek

Bagaimana Pediatric Assessment Triangle (PAT)?


15

12. Bagaimana Pediatric Assessment Triangle (PAT)?


Jawab: Penilaian awal pediatrik dimulai dengan kesan umum melalui
observasi yang disebut sebagai Pediatric Assessment Triangle (PAT).
Teknk penilaian ini dilakukan tanpa memegang anak. Dengan melihat
dan mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan kegawatan anak.
Tiga komponen PAT adalah:
o Penampilan anak/Appearance
o Upaya napas/Work of Breathing
o Sirkulasi/Circulation
1. Penampilan anak
Merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan
oksigenasi otak.

Penampilan anak dapat dinilai

dengan berbagai skala. Metode tides meliputi penilaian :


Tonus (T=tone)
Interaksi (I = interactiveness)
Konsolabilitas (C = consolability)
Cara melihat (L = look/gaze)
Berbicara atau menangis (S = speech/cry)
Karakteristik

Hal yang dinilai

Tone

Apakah anak dapat bergerak Dapat bergerak dengan


aktif
atau
menolak spontan
pemeriksaan

dengan

Normal

kuat? Dapat duduk atau berdiri

Apakah tonus ototnya baik atau (tergantung usia)


lumpuh?
Interactiveness

Bagaimana

kesadarannya? Dapat berinteraksi dengan


suara orang disekitar

Apakah

mempengaruhinya?

Apakah Dapat mengambil mainan

dia

dengan

mau

bermain

mainan atau alat pemeriksaan?


Apa anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan pengasuh
atau pemeriksa?

16

Consolability

Apakah

anak

ditenangkan

oleh

dapat Berhenti menangis ketika


pengasuh dipegang oleh ibunya

atau pemeriksa? Atau anak Memiliki

respon

yang

menangis terus atau terlihat berbeda ketika dipegang


agitas

sekalipun

dilakukan oleh pemeriksa

pendekatan yang lembut?


Apakah

Look/gaze

memfokuskan Terdapat

kontak

mata

penglihatan pada muka atau dengan pemeriksa


pandangan kosong?
Apakah anak berbicara atau Suara tangisan yang kuat

Speech/cry

menangis dengan kuat atau Dapat mengucapkan katalemah atau parau?


kata
atau
kalimat
(tergantung usia

2. Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak dalam mengatasi gangguan
oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah:
Karakteristik
Suara

napas

Hal yang dinilai


yang

normal/Abnormal

tidak Mengorok, stridor, parau, merintih, mengi


breath

sound
Posisi

tubuh

yang

tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring

normal/Abnormal positioning
Retraksi/Retraction

Supraklavikula, interkosta, substernal, head


bobbing

Cuping hidung/Flaring

Napas cuping hidung

3. Sirkulasi
Sirkulasi mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ
vital. Hal yang dinilai:

17

Karakteristik

Hal yang dinilai

Pucat/Pallor

Kulit atau mukosa tampak kurang merah


karena kurangnya aliran darah ke daerah
tersebut

Mottling

Kulit bercak kebiruan akibat vasokonstriksi

Sianosis

Kulit dan mukosa tampak biru

Interpretasi kelainan dari 3 komponen PAT diterangkan pada tabel berikut.

Dari evaluasi gawat


darurat pada anak dengan
menggunakan
kasus

PAT,

ini

ditemukan

abnormalitas
napas/work
dimana

pada

pada
of

Awi

upaya

breathing,
mengorok,

terdapat retraksi suprasternal,


dan napas cuping hidung.
Kemungkinan Awi mengalami distress pernapasan.
Selanjutnya dilakukan primary survey yakni evaluasi ABCD:
Primary Survey
1. Airway

Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara?

Stridor : indikasi sumbatan parsial.

Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.

18

2. Breathing

Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring,


retractions, wheezing, grunting, stridor)

Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk


proses inflamasi dan epinefrin adrenelin rasemik untuk
mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi
sehingga mengurangi edem.

3. Circulation

Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung.


Capillary refill time, pulse quality.

4. Disability

Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain,


Unresponsive)

13.

GCS

Postur

Pupil

Apa tatalaksana pada kasus?


Jawab: Seperti dengan semua pasien, ABC (Airway, Breathing,
Circulation)

harus

diprioritaskan.

Pasien

dengan

tanda-tanda

kegagalan pernapasan harus diintubasi dengan endotraceal tube 0,5-1


mm lebih kecil dari ukuran yang diharapkan. Oksigen harus diberikan
untuk mempertahankan saturasi 92% sampai 94%. Anak harus tetang
untuk mengurangi gangguan pernapasan.
Andalan

farmakoterapi

dalam

pengelolaan

croup

adalah

kortikosteroid dan epinefrin nebulasi. Deksametason merupakan


kortikosteroid pilihan utama. Dalam ulasan Cochrane baru-baru ini,
deksametason terbukti mengurangi gejala, mengurangi lama rawatan,
dan menurunkan angka kunjungan kembali penderita croup.
Deksametason diberikan sebagai dosis tunggal 0,6 mg / kg per oral /
IM / IV (oral lebih disukai, meskipun parenteral rute telah terbukti
sama-sama efektif) sampai maksimal 10 mg. Ada beberapa studi yang

19

menunjukkan dosis rendah deksametason (0,15-0,3 mg / kg) mungkin


sama efektif.
Budesonide inhalasi dapat digunakan jika tersedia (2 mg melalui
nebulizer) dan telah terbukti sama efektifnya dengan deksametason,
meskipun

ketersediaan,

biaya,

dan

kenyamanan

membuat

deksametason pilihan yang lebih menarik.


Epinefrin nebulasi digunakan pada croup sedang sampai berat. LEpinefrin diberikan 5 mL dalam 1: 1000 larutan (epinefrin rasemat
diberikan 0,5 mL dari larutan 2,25% dalam 2,5 mL normal saline)
diberikan melalui nebulizer setiap 15 menit. Meskipun komplikasi
jantung yang serius dari pengobatan epinephrine sangat jarang, tetapi
anak yang diberikan terapi epinefrin tetap harus monitoring jantung
terus menerus.
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang
berat, yang tidak responsif dengan terapi lain dan merupakan terapi
alternatif selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas.
Indikasi melakukan intubasi adalah hiperkarbia dan ancaman gagal
napas. Intubasi dilakukan hingga edema laring teratasi.
Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan karena helium
bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitaas dan viskositas
rendah.

Sehingga

membantu

mengurangi

obstruksi

dengan

meningkatkan aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratori.


Jika dikombinasikan dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan
meningkat.
Antibiotik diberikan pada pasien laringotrakeobronkitis atau
laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Diberikan
terapi empiris sampai hasil kultur keluar. Pilihan utama adalah
sefalosporin generasi ke dua atau ke tiga.

14.

Apa komplikasi pada kasus? 4


Jawab: Komplikasi jarang terjadi. Kurang dari 5% anak yang
didiagnosis croup memerlukan perawatan di rumah sakit, dan kurang

20

dari 2%-nya memerlukan intubasi. Kematian terjadi pada 0,5% anak


yang diintubasi.
Superinfeksi bakteri dapat menyebabkan pneumonia atau bacterial
tracheitis. Infeksi yang mengancam jiwa yang dapat timbul setelah
infeksi saluran pernapasan akut akibat virus.

15.

Bagaimana pencegahan kasus?


Jawab: Croup adalah penyakit menular. Hindari kontak dengan orang
lain yang sedang pilek atau batuk.

Biasakan

anak mencuci tangan mereka untuk mengurangi

kemungkinan penyebaran infeksi.

Berikan pengobatan yang tepat dengan gejala infeksi


pernapasan.

16.

Beri anak minum yang cukup

Hindari paparan iritasi pernapasan seperti asap.

Apa prognosis untuk kasus?


Jawab: Meskipun sebagian besar anak-anak dengan croup membaik
setelah 48 jam, namun ada beberapa kasus yang membutuhkan waktu
lebih lama untuk penyembuhan. Penatalaksanaan di rumah sakit untuk
pengebotan yang lebih intensif ditemukan pada beberapa kasus
dengan jumlah yang sedikit. Hanya sekitar 1-2% akan menjadi cukup
parah sehingga membutuhkan tabung pernapasan dengan ventilasi
mekanis atau perawatan intensif pediatrik.
Prognosis : Ad vitam : Dubia at Bonam.
Ad functionam : Dubia at Bonam.

17.

Apa SKDI pada kasus?


Jawab:
4. Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan
tuntas.

21

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan


penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

3B. Gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

IV.

HIPOTESIS
Awi, anak laki-laki 2 tahun, mengalami distress pernafasan et causa
obstruksi saluran nafas atas.

V.

SINTESIS
A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI PADA ANAK

Saluran penghantar udara


yang membawa udara ke dalam
paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus.
Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia.

Hidung
Ketika masuk rongga hidung
udara

disaring,

dihangarkan,

dan dilembabkan. Ketiga proses


ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel
thorax bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh
lapisan mukus yang dieksresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel

22

debu yang kasar disaring oleh ranbum-rambut yang terdapat di hidung, dan
partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.

Faring
Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan
mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh
darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.

Larynx
Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot otot, dan pita suara. Cartilago
thyroidea adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang
biasanya dikenal sebagai jakun. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea
yang mana terhubung dengan cartilago thyroidea oleh sebuah jaringan ikat,
membrane cricotyroidea.

Trachea
Trachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5
cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok
balok rawan hialin berbentuk huruf U yang mempertahankan trachea tetap
terbuka. Trachea berasal dari leher di bawah cartilage cricoidea larynx setinggi
corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat dalam thorax
setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan membelah
menjadi bronchus kanan dan kiri

Bronchus
Bronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis
kanan lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus
principalis kiri. Bronchus kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk
ke hillus paru paru kanan, bronchus principalis mempercabangkan bronchus
lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronchus
lobaris medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus principalis kiri lebih
sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis
kanan dan panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta
dan di depan esophagus. Waktu masuk ke hillus paru paru kiri, ia bercabang
menjadi bronchus lobaris superior dan inferior.

23

Struktur anatomi sistem pernafasan anak, terutama pada anak dibawah usia
5 tahun masih mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan
sistem pernafasan pada anak terutama terjadi di pulmo (paru-paru) dan chest wall
(dinding dada).

Gambar 1. Tahapan perkembangan sistem respirasi mulai dari lahir hingga


dewasa
Pada paru-paru, proses alveolisasi yang sudah terjadi

masih terus

berlangsung. Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi
sekitar 300 juta pada usia 8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus
dengan luas permukaan alveoli dari sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2
pada umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan alveoli akan menjadi sekitar
75m2.
Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lamberts canal masih
belum berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini
menyebabkan atelektasis cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding
pada orang dewasa.

24

Gambar 1. Perkembangan ventilasi kolateral pada anak


Dinding dada pada anak dan dewasa memiliki perbedaan struktur yang
nyata. Pada anak, tulang-tulang costae memiliki orientasi yang horizonal,
sementara pada dewasa, orientasi tulang costae-nya cenderung melenceng kearah
bawah. Selain itu pada anak masih terjadi proses osifikasi dan kalsifikasi tulangtulang dinding dada dan perkembangan dari otot-otot pernafasan. Dinding dada
anak yang belum sempurna terutama pada bayi berimplikasi pada compliance
yang berlebihan pada dinding dada anak, sehingga kerja pernafasan anak lebih
berat dibanding dewasa pada volume tidal yang sama. Selain itu pada distress
pernafasan, sebagian energi yang dihasilkan dari kontraksi diafragmatik terbuang
percuma secara signifikan melalui distorsi kerangka iga.

Gambar 2. Perbandingan dinding dada anak dan dewasa

25

Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti
yang digambarkan pada Gambar 3 dan 4. Posisi laring pada anak terletak sejajar
dengan sela vertebrae C3-4, lebih tinggi dibanding laring dewasa yang terletak
sejajar dengan sela vertebrae C4-5. Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga
mulut anak lebih besar dibanding pada dewasa. Bagian saluran nafas atas
tersempit pada anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan dengan dewasa
seperti pada Gambar 4.

Jalan nafas
Jalan nafas bayi dan anak sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan
paling dramatis terlihat pada waktu bayi dan mungkin berkurang dimasa anak
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Jalan nafas anak usia 8 tahun
secara karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah
dalam hal ukuran diameter karena saluran nafas anak jelas lebih kecil. Selain lebih
sempit, jalan nafas mulai dari rongga hidung mudah sekali tersumbat oleh sekret,
edema, darah, bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang menyebabkan
peninggian usaha nafas (work of breathing).
Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas
berbanding lurus dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang
jalan nafas, viskositas udara ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan
26

mereduksi aliran udara laminar. Perubahan ukuran diameter jalan nafas paling
berpengaruh sehingga adanya edema jaringan saja akan menyebabkan
pengurangan secara nyata kaliber jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk
terowongan seperti corong dengan ujung yang menyempit/funnel-shape, berbeda
dengan dewasa yang berbentuk silinder. Bagian paling sempit pada jalan nafas
bayi dan anak terletak pada area dibawah level pita suara dan tulang rawan krikoid,
sedangkan pada dewasa setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang
menjadi dasar penggunaan tube trakeal tanpa balon pengembang (uncuffed
tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan anak. Jalan nafas subglotis bayi dan
anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose connective tissue) yang dapat
dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan edema (terutama pada
infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara dramatis akan
mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa
endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang
atau cuff .

Otot pernafasan
Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena
pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga
menyebabkan posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga
kurang mengembang sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma
merupakan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga
mudah terjadi kegagalan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak,
sehingga mudah terjadi kegagalan pernafasan apabila fungsi diafragma terganggu
oleh berbagai sebab diantaranya proses pembedahan,distensi abdomen, atau
hiperinflasi paru.

Parenkim paru
Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli
memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil
elastisitasnya. Pada hari pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi
kolaps. Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli

27

ini akan bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama
defisiensi surfaktan yang menyebabkan kurangnya kemampuan alveoli untuk
mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan agar alveoli tidak
mengempis. Konsekuensinya akan terjadi penurunan elastisitas rekoilnya, paru
menjadi kolaps dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia
3 tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan
hiperkapnia akibat obstruksi jalan nafas.

B. FISIOLOGI RESPIRASI PADA ANAK


Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar
tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap
yaitu :
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.
2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan
dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut
pernapasan seluler.

Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan


Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra
pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa,
tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi
dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra

28

pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks


akibat kontraksi otot-otot inspirasi.
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan
intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak
keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume
rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya
elastis jaringan paru.
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada
proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai
dengan + 3 mmHg (Alsagaff, 2002).
Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang
mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme
pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat
mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka
sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paruparu.

Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan


Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan
utama berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).
1. Batuk
Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran
pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan
sebagainya. Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa
saluran pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso,
2000).
2. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada
saat inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya
penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/ bronkus/ trakea/
larings. Sebab lain adalah karena berkurangnya volume paru yang masih

29

berfungsi baik, juga berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru
terhambat (Danusantoso, 2000).
3. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga
mengenai pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus
memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah,
dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain
bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff,
2002).
4. Nyeri Dada
Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum
dan dinding toraks (Danusantoso, 2000).
Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral
dan dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada
samping dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi
menunjukkan adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit
dibedakan dengan nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri
juga terjadi akibat fraktur (Rab,1996).

Perbedaan fisiologi respirasi pada anak dan orang dewasa adalah sebagai
berikut.
1. Pada bayi dan anak lebih dominan pergerakan dinding abdomen karena
otot intracosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal, compliance rendah
sehinggasusah mengembangkan dinding dada
2. perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- letak costa yang horisontaltidak memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa,
sehingga pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada
memperdalamkan nafasnya
3. 50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan
terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25% dan bayi prematur
hanya 10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan
diafragma

30

4. tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen


yang lebih tinggi. Sehingga sedikit peningkatan kebutuhan akan
menyebabkan hypoxia. Hypoxia pada bayi menyebabkan bradycardia
(kurang dari 100X/mnt) daripada tachycardia, seperti pada orang dewasa
5. bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah
dependent seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama.
Perbedaan ini bisa akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi
dengan kelainan paru unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan
memposisikan paru yang baik pada bagian atas
6. pada bayi kecil dead space lebih dari kapasitas fungsional residual.
Didaerah dependent mungkin terjadi penutupan saluran nafas bahkan
selama bernafas normal

C. DISTRESS PERNAPASAN
Distress pernapasan merupakan suatu keadaan sistem respirasi
melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun
dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.
Etiologi
Perubahan
Volume
Fisiologis
Tidal
Hipoksemia,

asidemia, demam,
peningkatan
metabolism
Penyakit restriktif

Frekuensi
Pernapasan
Sedikit
-

Penyakit obstruktif Normal


jalan nafas atas

Penyakit obstruktif Normal


jalan nafas bawah
atau

Bervariasi

Penyakit
neuromuscular
Gangguan

Normal

Temuan Lain

Mendengkur, pernapasan
paksa pada inspirasi
Inspirasi
memanjang,
pernapasan paksa pada
inspirasi
Ekspirasi
memanjang,
pernapasan paksa pada
ekspirasi dan sering pada
inspirasi
Mungkin
ada
tanda
kelemahan otot lain
Tanpa tanda distress

31

atau

pengendalian

Diagnosis
No
1
2

3
4

Penilaian
Status
mental
Tonus
otot/
posisi
tubuh
Gerakan
dada
Upaya
napas

Warna
kulit

Tindakan

Distress Nafas
Sadar, agitasi,
melawan
Normal, posisi
tripod

Gagal Nafas
Henti Nafas
Agitasi hebat atau Tidak responsif
kurang responsive
Normal
atau Atonia
hipotonia

Ada

Ada

Tidak ada

Meningkat

Sangat meningkat Tidak ada


diselingi periode
apnea
Kemerahan atau Pucat, berbercak Sianosis
pucat
(mottled)
atau
sianosis
Pendekatan
segera, bekerja
dengan tingkat
sedang,
bantu
anak
dalam
posisi nyaman,
beri O2 tanpa
menyebabkan
agitasi,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya.

Gerak cepat, buka


saluran
nafas,
hisap
lendir,
berikan
O2,
segera
berikan
bantuan ventilasi
tekanan
positif
bila pasien tidak
membaik,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya

Segera
buka
saluran nafas, hisap
lendir, berikan O2,
segera
berikan
bantuan ventilasi
tekanan
positif,
nilai
ulang
ada/kembalinya
nafas
spontan,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya

D. KEGAWATDARURATAN NAFAS PADA ANAK


Terdapat

beberapa

kegawatdaruratan

nafas,

yang

terbagi

menjadi

kegawatdaruratan pada gangguan pernafasan atas dan gangguan pernafasan


bawah.

32

1. Gangguan pernafasan atas


-

croup

epiglotitis

aspirasi benda asing

2. Gangguan pernafasan bawah


-

status asmatikus

bronkiolitis

pneumonia

Tatalaksana Umum
Evaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi
ditujukan untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan
identifikasi serta tatalaksana etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi
penyebab gawat nafas, tatalaksana agresif harus segera dilakukan untuk
memulihkan oksigenasi dan ventilasi. Jalan nafas harus dipastikan adekuat. Jalan
nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) harus
dioptimalkan dan dipertahankan.
1. Berikan Oksigen
Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku
orang tuanya saat pemberian O2
Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.
Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang
tidak responsif atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak
responsif terhadap oksigen.
1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.

Manuver head tilt, chin lift

33

Manuver Jaw Thrust


2) Suction untuk membersihkan jalan napas dari darah, muntahan atau sekret.
3) Ventilasi dengan pediatric bag- valve-mask device and oksigen 100%.
-

Pasang NGT untuk menghindari distensi lambung, muntah dan aspirasi


jika BVM ventilasi berkepanjangan diperlukan.

Pemasangan NGT pada anak


-

Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan
endotrakeal intubasi jika respon klinis tidak cepat terlihat.

Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi
obat dilakukan.

Bagging pada anak


34

Terdapat perbedaan tatalaksana awal anak dalam keadaan distres napas


dan gagal napas.

Distress Nafas
Posisi yang nyaman
Suplemen oksigen/ suction
sesuai kebutuhan
Terapi spesifik sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi

Gagal Nafas
Posisikan kepala dan buka jalan
napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda
asing jika diperlukan
Advance airway sesuai
kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi

Penyebab yang mendasari juga harus ditentukan dan ditatalaksana.


Anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik

dapat

memberikan

petunjuk

yang

memungkinkan untuk menentukan lokalisasi gangguan dengan cepat.

E. INFEKSI CROUP
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen
yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom
croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan
atau tanpa adanya obstruksi jalan napas2.
Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya
dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan
pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal.
Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya
secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab

Klasifikasi
Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)
Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala
obstruksi saluran pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia 6 tahun.

35

Stridor (+), Batuk (sepanjang waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari,
Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh asma (-).
B. Spasmodic Croup
Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala
prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan,
biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar
kemudian kembali normal.

Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat


keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori:
1.

Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang


muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak
beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan teradapat retraksi dada ringan.

2.

Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,


Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas,
retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan
yaitu gawat napas (repiratory distress).

3.

Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul,


Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang
istirahat, akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan
kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, juga
terdapat gangguan pernapasan.

4.

Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif


(kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan
kesadaran (letargi), dan kelesuan.

Patofisiologi
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi
langsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar
terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis,
laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari
nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi

36

2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding
mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran
pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan
mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm
akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan
75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan
mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat menyebabkan
gejala sesak napas.
Airway karena

turbulensi

udara

menyebabkan

peradangan

yang

menyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi
(selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis
mengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan advensisia.
Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan
stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam
kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi
gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara
serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan
membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas
yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia
bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang
berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan

37

terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa
nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.

Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat
diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya
adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang
digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk
lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi.
Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan
skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 .

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong


karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor
saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan
dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai
dinding dada indrawing.

Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan


pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi
menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit


ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).

38

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk


Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini
Ciri
0
1
2
3
4
5
Retraksi
Tidak
Ringan
Moderat
Parah
Dinding
ada
dada
Tidak
Dengan
Diam
Stridor
ada
agitasi
Tidak
Dengan
Diam
Sianosis
ada
agitasi
Tingkat
Normal
Bingung
kesadaran
Menurun
Udara
Normal Penurunan
tajam
masuk
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis
tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan
anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan
diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CTScan.
Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara /
steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang
ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral.
Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher.
Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen
subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik
pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen
subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang
menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

39

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

40

Gambaran Sindrom Croup foto lateral


Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas
adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar.
Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan
oleh adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan
hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan
gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya
penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini
hanya dijumpai pada 50% kasus saja.
Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai
diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran
napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
1.

Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compangcamping.

2.

Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.

3.

Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang


menonjol.
Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab

obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya
stridor sejak usia di bawah 6 bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya
massa.

41

Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media,
dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan
tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang
perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.

Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.

42

Tatalaksana
CROUP
Diagnosis banding
Aspirasi benda asing
Abnormalitas kongenital
Epiglotitis

Obstruksi jalan napas yang


mengancam jiwa
Sianosis
Penurunan kesadaran

TIDAK

O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi


adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang
yang berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

YA

Croup derajat ringan


Batuk menggonggong
Tanpa retraksi dada
Tanpa sianosis

Croup derajat sedang


Stridor saat istirahat
Terdapat retraksi
dinding dada minimal
Mampu berinteraksi

Edukasi orang tua


Pertimbangkan
kortikosteroid dosis
tunggal (oral)
Periksa kemampuan
orang tua dan
kemampuan dalam
menyediakan transport

Kortikosteroid
deksametason 0,15-0,30
mg/kg atau Prednison 1-2
mg/kg (oral) atau
nebulisasi Budesonide 2
mg jika kortikosteroid oral
tidak berpengaruh

DIPULANGKAN

OBSERVASI > 4 JAM

Croup derajat berat


Stridor menetap saat
istirahat
Trakeal tug dan
retraksi dinding dada
terlihat jelas
Apatis dan gelisah
Pulsus paradoksus
Minimal handling
O2 4 lpm dan nebulisasi
adrenalin dan
kortikosteroid sistemik
(dosis sama dengan
croup derajat sedang)
Intubasi
RAWAT RS

Membaik
Dipulangkan bila tidak
ada stridor saat istirahat
Edukasi orang tua pasien
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian
kortikosteroid oral/12 jam
Edukasi ortu pasien
Sediakan penjelasan
tertulis untuk dokter umum
yang akan follow up

Perbaikan

Sebagian

Tidakmembaik
Evaluasiulang
Rawat
Hubungikonsulen
Evaluasi diagnosis
Nebulisasi adrenalin (dosis
sama) dan kortikosteroid
sistemik (dosis sama)
Persiapkan pelayanan untuk
tindakan darurat
Pertimbangkan intubasi43
Evaluasi diagnosis

VI. KERANGKA KONSEP


Awi, anak laki-laki usia 2
tahun

Infeksi virus

Pengeluaran sitokin
proinflamasi (IL6 dan
IFN)

Inflamasi

Edema subglotis,
inflamasi mukosa

Peningkatan set point


di hipotalamus

Penyempitan jalan
nafas

Demam tidak terlalu


tinggi

Peningkatan
resistensi jalan
nafas

Hipoksia

Kulit
berwarna
merah
muda

Sianosis

Batuk dan pilek

Agitasi

Kompensasi:
Peningkatan RR
Retraksi (+)
Nasal flaring

Turbulensi
udara saat
masuk
(menggetarkan
plica vocalis)

Stridor
inspirasi

VII. KESIMPULAN
Awi, anak laki-laki usia 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat
penyakit croup derajat berat.

44

DAFTAR PUSTAKA

American Academic of Pediatric. 2005. Pediatric Education for Prehospital


Professionals (PEPP). Canada: Jones dan Barlett Publishers
Bratawijaya, karnen G dan Rengganis, Iris. 2010. Imunologi Dasar edisi ke-IX.
Jakarta: Balai Penerbit,FKUI
British Columbia Ambulance Service Guidelines. 2013. Category (Pediatric)
"Pediatric Respiratory Distress, Respiratory Failure, & Respiratory Arrest".
Diakses dari: http://bctg.bcas.ca/Category/Introduction/124
Children Hospital Colorado. 2011. Croup Clinical Care Guidelines: Age 6 months
to
3
Years.
Diakses
dari:
http://www.childrenscolorado.org/File%20Library/ConditionsPrograms/Breathing/Croup-Clincal-Care-Guidelines.pdf
Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.
Badan Penerbit IDAI: 2008. p 320-328.
Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO,DEPKES dan
IDAI. 2009. p 104-105
Defendi,
Germain
L.
2014.
Croup.
Diakses
http://emedicine.medscape.com/article/962972-overview

dari:

Dieckmenn, R. & Brownstein, D. 2010. The Pediatric Assessment Triangle.


Pediatric Emergency Care. 26 (4): 312-315.
Dominic A dan Henry A Kilham Fitzgerald, 2003, Croup: Assesment and
Evidence-Based Management. Medical Journal The Australia. MJA 2003;
179 (7) : 372-377
Hardiono d. pusponegoro dkk. Standar Pelayanan Medis Anak Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia: 2004.
Harjono, Rima M, dr dkk. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: 1996
Orenstein DM: Acute inflammatory upper airway obstruction In: Behrman RE,
Kliegman RM, Jensen HB (eds). Nelson Textbook of Paediatrics 16th ed.
Philadelphia, W.B. Saunders, 2000; 1275 - 9. 12.
Roosevelt GE. Inflamasi akut obstruksi jalan napas atas (batuk, Epiglottitis,
laringitis, dan trakeitis bakteri). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, BF Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics.18 ed. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier; 2007: chap 382
45

Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III,
Buku satu, RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61
Wardiyah, H. Dkk. 2014. Referat: Kegawatdaruratan Respirasi pada Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Zoorob, R., Sidani, M. & Murray, J. 2011. Croup: An Overview. American
Family Physician. 83(9):1067-1073.

46

Anda mungkin juga menyukai