kompleks besi fenantrolin, yaitu pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal
karena dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan misalnya Fe(OH)2.
Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks
sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi dapat memberikan warna yang dapat dianalisis
dengan metode spektrofotometri dengan memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun dalam
keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.
(Fe2+), orto-phenantrolin akan membentuk suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai
struktur:
surat
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Pada percobaan kali ini, dilakukan analisis penentuan kadar besi Fe(II) dalam sampel
air dengan teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan tepatnya
adalah spektrofotometri cahaya tampak, karena logam besi mempunyai panjang gelombang
lebih dari 400nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi dalam sampel
tidak terdeteksi.
Syarat analisis menggunakan visibel adalah cuplikan yang dianalisis bersifat stabil
membentuk kompleks dan larutan berwarna. Oleh karena itu, dalam pennetuan kadar besi
dalam air, perlu ditambahakan hidroksilamin-HCl 5% untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+.
Besi dalam keadaan Fe2+ akan lebih stabil dibandingkan besi Fe3+. Dalam keadaan dasar,
larutan besi tidak berwarna sehingga perlu ditambhankan larutan orto-fenantrolin agar
membentuk kompleks larutan berwarna.
Reaksi antara besi dengan orto-fenantrolin merupakan reaksi kesetimbangan dan
berlangsung pada pH 6 sampai 8. Karena alasan tersebut, pH larutan hrus dijaga tetap dengan
cara menmbahkan garam natrium asetat. Penambahan larutan natrium asetat seharusnya
dilakukan sebelum penambahan orto-fenantrolin. Namun pada prakteknya telah dilakukan
kesalahan didalam percobaan yaitu membahkan natrium asetat setelah penambahan ortofenantrolin sehingga kemungkinan terdapat endapan Fe(OH)2 atau endapan fosfat. Endapan
ini membuat cahaya yang diterima, dihamburkan oleh larutan sehingga absorbansinya kecil.
Kemungkinan yang lain yaitu kesalahan dalam menandabataskan dan memipet larutan
sampel.
Dalam penentuan kadar fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri visibel perlu
dibuat larutan standar. Tujuannya adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang nantinya akan
digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.
Sebelumnya dilakukan pematchingan kuvet dengan larutan CoCl2 berwarna merah
muda. Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa
campuran larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquades.
Larutan kompleks yang terbentuk berwarna orange.
Langkah selanjutnya adalah penentuan panjang gelombang maksimum. Rentang
panjang gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari percobaan, pada panjang gelombang
yang berbeda zat sampel menyerap cahaya dengan absorbansi yang berbeda pula. Semakin
besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya, namun pada
keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun dengan bertambahnya panjang
gelombang. Jika dilihat dari data percobaan, pada panjang gelombang 400 nm molekul-
molekul dalam larutan standar hanya mampu memperoleh absorbansi sebesar 0,125 atau
hanya 12,5% cahaya yang diserap pada panjang gelombang tersebut. Nilai absorbansi ini
terus meningkat hingga pada panjang gelombang 520 nm dengan absorbansi 0,453 atau 45,3
% cahaya diserap. Kemudian absorbansi kembali menurun dengan meningkatnya panjang
gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul
menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa
larutan standar tersebut menyerap cahay secara naksimal terjadi pada panjang gelombang 520
nm.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pengukuran deret standar pada panjang
gelombang maksimum 520 nm. Sesuai hukum Lambert beer, A = b c, dimana absorbansi
sebanding dengan konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan, maka absorbansi
yang diperoleh juga akan semakin besar. Dari data absorbansi deret standar ini dibuat kurva
kalibrasi dengan persamaan garis y = 0,207x (persamaan garis y = ax karena melalui titik
(0,0)).
Selanjutnya dilakukaan pengukuran absorbansi sampel. Dari percobaan, diperoleh
absorbansi sampel yaitu 0,119. Dari data ini diketahui bahwa konsentrasi sampel sebesar
0,572 ppm dengan persen kesalahan 43,03%. Kesalahan ini terjadi karena penambahan
natrium asetat setelah orto-fenantrolin, sehingga pembentukan kompleks tidak maksimal
dikarenakan larutan tidak terjaga pH nya. Hal ini membuat larutan tersebut bisa bersifat asam
atau basa, sehingga absorbansi larutan juga ikut terpengaruh.
Dari pengukuran deret larutan standar diperoleh data konsentrasi dan %
transmitansi. Nilai %transmitansi, kemudian dikonversikan dalam nilai absorbansi yaitu A= log T. Dari data tersebut dibuat kurva kalibrasi yaitu plot kedalam grafik hubungan antara
konsentrasi dan transmitansi sehingga grafik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Dari grafik tersebut diperoleh nilai persamaan garis y = 0.207x. Persamaan garis tersebut
digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sample air sumur. Secara analisis kualitatif
dan data yang diperoleh, data absorbansi sample air sample dibanding dengan larutan deret
standar. Jika ada salah satu deret larutan standar mempunyai nilai absorbansi yang sama
dengan nilai absorbansi sample air sumur, maka kemungkinan konsentrasi sample tersebut
mengandung kadar besi yang sama dengan konsentrasi salah satu larutan deret standard
tersebut.
Untuk memastikan hasil analisis kualitatif tersebut, maka dilakukan analisis kuantitatif,
dengan menggunakan persamaan garis y = 0.207x. Melalui perhitungan, diperoleh hasil
bahwa konsentrasi besi dalam sample air sumur yang dianalisis adalah 0,57488 ppm.
D. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sampel air
sumur yang dianalisa memiliki konsentrasi sebesar 0,57488 ppm.
Daftar pustaka
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bamdung:Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Tim kimia analitik instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung :
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Lampiran
1. Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku Fe(II) 100 mL air dari garam Fe (NH4OH)2SO4
Diketahui:
Mm Fe = 56 g/mol
Mm (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O = 392 g/mol
Konsentrasi = 100 ppm
V = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
Massa (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O?
Jawab:
mg Fe = 10 mg = 0,01 g
maka garam yg ditimbang adalah:
c.
d.
e.
Untuk menentukan V1 yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
pengenceran, yaitu :
M1 x V1 = M2 x V2, maka V1 =( M2 x V2)/M1
Data pengamatan
400
410
420
430
440
450
460
470
480
490
500
A
0.125
0.163
0.213
0.251
0.271
0.304
0.325
0.357
0.392
0.411
0.42
510
520
530
540
550
560
570
580
590
600
absorbansi
1,00857
0,090
1,51286
0,187
2,01714
0,453
2,52143
0,565
3,02571
0,679
A
0.445
0.453
0.432
0.372
0.27
0.173
0.107
0.068
0.05
0.039