Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mineral penting bagi kesehatan kita. Tubuh menggunakan lebih dari 70
mineral untuk berfungsi secara maksimal. Salah satu mineral yang diperlukan oleh
tubuh adalah selenium. Selenium dewasa ini makin marak pemanfaatanya
dalam dunia industri dan obat-obatan. Hal ini disebabkan makin banyak
ditemukan manfaatnya yang sangat besar bagi manusia, diantaranya sebagai
antioksidan,

anti

kanker, fungsi

imunitas

atau

kekebalan

tubuh hingga

pencegahan terjadinya penyakit degeneratif.


Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak
mempengaruhi kualitas hidup serta produktifitas seseorang. Penyakit- penyakit
degeneratif tersebut antara lain penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) termasuk hipertensi, diabetes mellitus dan kanker (Brunner & Suddarth,
2002).
Salah satu penyakit degeneratif yang banyak terjadi dan yang mempunyai
tingkat mortilitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan
produktifitas seseorang salah satunya adalah penyakit hipertensi. Yang dimaksud
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13 50 tahun dan tekanan darah
mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan
pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan
keadaan tersebut. (WHO, 2001).

BAB 2
ISI
2.1 Selenium
Selenium merupakan unsur yang banyak terdapat dalam batuan dan tanah
dalam bentuk kristal heksagonal yang berwarna abu-abu kehitaman. Di alam
selenium terdapat dalam campuran logam misal tembaga, timbal dan nikel,
selain itu juga dalam bentuk sulfidanya. Selenium dalam tanah dapat larut
dalam air tanah, oleh karena itu selenium dapat masuk dalam rantai makanan,
dan hal ini meyebabkan secara tidak langsung manusia mengkonsumsinya.
Selenium juga dapat dalam bentuk uapnya yang tidak berwarna.
Efek biologis dari Se awalnya hanya dipertimbangkan dari segi
toksisitasnya saja. Sebagai mikroelemen, Se berperan dalam pertumbuhan,
mengontrol metabolisme hormon tiroid dan testosteron (Rayman, 2002), sebagai
antioksidan Se mereduksi senyawa peroksida, sehingga menurunkan radikal bebas
dalam tubuh dan menghambat timbul dan berkembangnya kanker (Linder, 1992;
Stolz et al., 2002)
Selenium (Se) merupakan mineral penting yang diperlukan dalam tubuh
karena unsur ini mempunyai fungsi yang penting dalam berbagai reaksi biokimia.
Diantaranya sebagai kofaktor enzim glutation peroksidase yang mengkatalisis
pengambilan hidrogen perioksida atau sebagai antioksidan bersama dengan
vitamin E dalam sistem biologi (Darmono, 1995). Kebutuhan Se rata-rata orang
dewasa 50-200 g sehari, sementara yang direkomendasikan 55 g per hari
(Anonim, 2003).

2.1.1 Sumber Selenium


Selenium selain diperoleh dari batuan, juga banyak terdapat dalam
tanaman terutama tanaman yang tumbuh pada tanah yang banyak
mengandung selenium. Selain itu juga selenium dapat diperoleh dari daging
dan seafood, hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut, hewan memakan
tanaman yang mengandung selenium sehingga tubuh hewan tersebut
terkontaminasi oleh selenium. Berikut tabel sumber dari selenium
Food
Brazil nuts, dried, unblanched, 1 ounce
Tuna, light, canned in oil, drained, 3
ounces
Beef, cooked, 3 ounces
Spaghetti w/ meat sauce, frozen entre, 1
serving
Cod, cooked, 3 ounces
Turkey, light meat, roasted, 3 ounces
Beef chuck roast, lean only, roasted, 3
ounces
Chicken Breast, meat only, roasted, 3
ounces
Noodles, enriched, boiled, 1/2 cup
Macaroni, elbow, enriched, boiled, 1/2
cup
Egg, whole, 1 medium
Cottage cheese, low fat 2%, 1/2 cup
Oatmeal, instant, fortified, cooked, 1 cup
Rice, white, enriched, long grain, cooked,
1/2 cup
Rice, brown, long-grained, cooked, 1/2
cup
Bread, enriched, whole wheat,
commercially prepared, 1 slice
Walnuts, black, dried, 1 ounce
Bread, enriched, white, commercially
prepared, 1 slice
Cheddar cheese, 1 ounce

Micrograms (g)
544
63

Percent DV*
780
95

35
34

50
50

32
32
23

45
45
35

20

30

17
15

25
20

14
12
12
12

20
15
15
15

10

15

10

15

5
4

8
6

(http://www.nal.usda.gov/fnic/cgi-bin/nut_search.pl.)

Tabel 2.1 Bahan Makanan Sumber Selenium

Selenium yang terdapat dalam tanah dapat larut dalam air tanah, dan
air tanah tersebut masuk dalam sumur sehingga selenium dapat terkandung
dalam air yang kita minum. Menurut data dari United States Environmental
Protection Agency (EPA), kandungan selenium dalam air minum adalah 0.05
ppm.
2.1.2 Selenium dalam tubuh
Berdasarkan paragraf diatas, telah diutarakan bahwa selenium dalam
tubuh antara lain terdapat dalam glutathione peroxidase. Dalam hal ini protein
(enzim) dan selenium membentuk selenoprotein. Selenoprotein tersebut akan
mencegah kerusakan sel dari radikal bebas yang dapat dihasilkan dalam
metabolisme oksigen. Dan apabila radikal bebas tersebut dibiarkan dapat
mengakibatkan kangker dan penyakit pada hati. Selain itu selenoprotein yang
terbentuk juga bermanfaat dalam regulasi fungsi tiroid (bersama dengan
deiodinase enzymes), sebagai kontrol reaksi redoks dalam sel ( thioredoxin
reductase) dan juga sistem kekebalan tubuh.
Bentuk lain selenium dalam tubuh (metabolisme) adalah dalam
senyawa

organiknya

ataupun

organiknya adalah CySeSeCy


DMSe

senyawa
(seleno

(dimetilselenium), TMSe

anorganiknya.
cistein),

(trimetil

SeMet

selenium).

Contoh

senyawa

(selenometionin),
Contoh

bentuk

anorganiknya adalah selenat, dan selenit.


Telah dikenal empat jenis selenoprotein yaitu selenium-spesifik protein,
protein bergabung dengan selenocistein pada kodon cistein, selenium dengan
selenoprotein dalam metionin, protein berikatan dengan selenide yang tidak
spesifik. Jenis pertama selenium-spesifik protein terdiri atas glutathione

peroxidase, thyroxine reductase, and iodothyronine 5'-deiodinase.


Jenis kedua dan ketiga terdapat dalam proses sintesa protein yaitu ikatan
cistein dan methionin pada tRNA untuk kodon cistein dan metionin. Dan jenis
keempat adalah selenium berikatan dengan protein, dalam jalur metabolisme
selenium, spesi ini merupakan spesi yang mengawali pembentukan dan degradasi
selenium-protein. Contohnya pada pembentukan selenide dari selenite melalui
reduksi glutation dalam sel darah merah. Kemudian selenide ditransportasikan ke
cairan sel, dan berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Dalam hati di
metilasi untuk ekskresi urin.

Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Selenium

2.1.3 Fungsi selenium


Fungsi: selenium merupakan kofaktor regulatori dan katalitik untuk
protein (enzim) yang mengandung selenoistein

Beberapa protein yang mengandung selenoistein: Beberapa protein yang


mengandung selenoistein:
- GSH-peroksidase (GSH-Px): detoksifikasi hidrogen peroksida dan
-

lipid hidroperoksida;
Tioredoksin reduktase (TrxR): reduksi disulfida menjadi gugus SH
(misalnya GSSG menjadi GSH), regulasi faktor transkripsi yang
sensitif terhadap redoks (contohnya NF-KB), pelipatan protein,
biosintesis DNA, regenerasi beberapa antioksidan, termasuk vitamin C

dan ubikuinol.
Iodotironin deiodinase (tiroid): Konversi tiroksin (T4)

triiodotironin (T3) yang aktif secara biologis.


Selenoprotein P: Penimpanan/tarnspor selenium,

menjadi

perlindungan

endotelium (pemecahan spesi nitrogen reaktif , seperti peroksinitrit)


Fungsi protektif antioksidan (GSH-Px, selenoprotein P, TrxR): Proteksi

Eritrosit, membran fosfolipid, PUFA, dan organel sel.


Imunokompetensi (seluler, humoral): proliferasilimfosit, produksi sitokin,
sintesis gammainterferon, aktivitas sel T dan sel NK yang sitotoksik,

produksi antibodi.
Aktivitas antikarsinogenik: Kerja antiproliferatik dan proapoptotik pada
sel

tumor,

inaktivasi

segmen

genonkogenik,

aktivitas

antivirus,

antioksidatif, antimutagenik, potensiasi imunokompetensi humoral dan

seluler.
Metabolisme hormon tiroid: aktivasi tirosin (T4) menjadi triiodium (T3)

(deiodinase)-defisiensi selenium dapat memperburuk efek defidiensi iodin.


Metabolisme inflamasi: penghambatan faktor transkripsi yang sensitif

terhadap

redoks

(misalnya

NF-KB)

dan

prostaglandin/leukotrien

proinflamatori, sitokin regulasi.


Proliferasi dan diferensiasi sel (TrxR: interaksi dengan faktor transkripsi
sensitif-redoks)
Sinergi dengan vitamin E, detoksifikasi (misalnya kadmium, merkuri)
Pemanfaatan selenium dalam obat-obatan kian marak, antara lain dari hasil

penelitian membuktikan bahwa selenium mampu mengurangi resiko kangker


prostat. Mengurangi resiko penyakit jantung dan kangker, proteksi terhadap
hyperoxaluria, melindungi sel dari efek sinar UV, mengurangi penyebaran virus
HIV, penanganan penyakit kardiovaskular, arterial sclerosis, kemoterapi.,
melindungi jantung dari inflamasi yang disebabkan oleh adanya NO.
Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan sangat membutuhkan selenium.
Hal ini disebabkan fungsi selenium sebagai aktivator hormon tyroid. Sebelum
tyroid bekerja, hormon tersebut harus diaktifkan terlebih dahulu dan ini
membutuhkan enzim khusus, dan dari hasil penelitian menunjukan bahwa enzim
tersebut termasuk dalam selenoprotein. Walaupun selenium memberikan efek
pada tiroid dalam hati dan ginjal, namun efek tersebut tidak muncul pada hormon
dalam otak.
2.1.4 Peningkatan Resiko Defisiensi Selenium
1. Peningkatan kebutuhan: wanita hamil dan menyusui, diet vegetarian,
pasien berpenyakit kronis.
2. Gangguan (contohnya gangguan

absorbsi):

AIDS/HIV, ARDS,

pankreatitis akut, penyakit tiroid autoimun, peyakit radang usus, inflamasi,


hepatitis,

kanker, limfedema,

infark

miokardium,

fibrosis

sistik,

fenilketonuria, trauma ganda, reumatisme, sepsis/SIRS, luka bakar, gagal


ginjal (dialisis).
3. Diet/ gaya hidup: vegetarian, nutrisu parenteral total.
4. Peningkatan stress oksidatif: olahraga berat, merokok, pajanan terhadap

toksin/ logam berat (dioksin, NOx/Hg, Pb, Cd).


2.1.5 Tanda dan Gejala Defisiensi
1. Umum: kerentanan terhadap infeksi terhadap infeksi, kelelahan, depresi.
2. Darah: Hemolisis, peningkatan sintesis methemoglobin, penurunan
aktivitas GSH-Px.
3. Fertilitas: Subfertilitas.
4. Hormon: Disfungsi tiroid (penurunan T3).
5. Sistem imun: imunodepresi, peningkatan kerentanan terhadap alergi
(perubahan Th1/Th2).
6. Jaringan otot: Miopati, kelelahan, astenia.
7. Kanker: Dapat meningkatkan insiden dan mortalitas (terutama prostat,
kolon).
8. Penyakit

keshan:

nekrosis

(kardiomiopati).
9. Penyakit kashin-back:

miokardial/

degenerasi

kartilago

kerusakan

reperfusi

artikular

antarsendi

(osteoartritis).
Pengobatan dengan dosis tinggi (> 300g selenium/ hari) selama jangka
panjang hanya jika disertai dengan pemantauan klinis.
Pemberian: Natrium selenit sebelum makan (1-2 jam sebelum makan).
Ragi selenium (mengandung Se dalam bentuk selenometionin=bentuk depot)
dengan makanan. Tidak seperti selenomethionin (bentuk organik), bentuk
anorganik selenit dan selenat secara la ngsung tersedia secara hayati, tetapi tidak
secara signifikan bergabung kedalam protein tubuh.
Suplemen selenium
Selenomethionin suatu bentuk organik selenium yang tersedia secara
alami didalam makanan, sekitar 90% diabsorpsi. Sebagai selenometionin yang
dikonsumsi tidak secara spesifik bergabung kedalam protein tubuh dalam
menggantikan metionin dan bertindak sebagai bentuk depot selenium.
Natrium selenat hampir seluruhnya terabsorbsi, tetapi dalam jumlah yang
banyak diekskresi dalam urin sebelum senyawa tersebut dapat bergabung kedalam
selenoprotein. Natrium selenit hanya sekitrar 50% diabsorbsi. Tetapi lebih baik
ditahan daripada selenat saat diabsorbsi.

Ragi selenium. Suatu sumber selenometionin, digunakan untuk uji


pencegahan kanker pada manusia dan cocok untuk suplementasi selenium
nutrisional dalam jangka panjang. Sebagai komplementer terapi kanker, bentuk
organik natrium selenit biasanya lebih dipilih dari pada selenometionin karena
bagian dari selenometionin yang terdigesti tidak secara spesifik. Tergabung
kedalam protein tubuh sehingga dalat terakumulasi didalam tubuh. Selain itu,
selenium yang berasal dari natrium selenit secara langsung tersedia untuk
biosintesis selenoprotein dan adapat dikendalikan lebih baik secara terapeutik.
2.1.6 Dampak negatif keberadaan selenium dalam tubuh manusia
Dari sekian banyak manfaat selenium bagi tubuh manusia, namun dari
hasil penelitian menemukan bahwa selenium memberikan dampak negatif pula.
Apabila dalam tubuh telah melebihi batas ambang selenium (5g/Kg berat badan)
maka selenium justru akan menjadi racun bagi tubuh. Beberapa efek yang dapat
ditimbulkan yaitu mual-mual, muntah, dan diare. Kondisi kronis keracunan
selenium dikenal dengan selenosis, tanda-tanda yang muncul adalah rambut
rontok, kuku rapuh, abnormal sistem syaraf (memberikan sensasi yang ekstrim).
Dalam kondisi uapnya selenium atau selenium dioksida di udara dapat
mengganggu sistem pernapasan, iritasi, bronkhitis, sesak napas, batuk-batuk. Dari
penelitian menunjukan bahwa belum ditemukan efek kangker pada manusia yang
disebabkan oleh selenium, namun hal ini terjadi pada binatang. EFA menyebutkan
bahwa ada kemungkinan selenium dapat mengakibatkan kangker.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kita
membutuhkan selenium yang berfungsi dalam metabolisme tubuh. Kebutuhan
tubuh kita atas selenium adalah 50 200 g/hari untuk orang dewasa. Namun

apabila telah melebihi ambang batas dalam tubuh (5g/Kg berat badan) selenium
justru akan bersifat racun bagi tubuh kita. Hingga saat ini belum bisa dipastikan
mekanisme keracunan selenium dalam tubuh, namun pernah diusulkan bahwa
mekanisme yang terjadi adalah pelepasan sulfur dari persenyawaan sulfidanya,
dan hal ini dapat membahayakan protein.

BAB 3
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyya,

Riri,

2014,

Selenium,

viwed

on

Desember

2014,

<www.scribd.com/Riri%20Fauziyya>
Pramono, Edi, 2014, Selenium Dalam Tubuh Kita, viewed on 3 Desember 2014,
<old.analytical.chem.itb.ac.id/.../8/.../Selenium_dalam_tubuh_kita.pdf>

Anda mungkin juga menyukai