Selenium Dan Penyakit Degeneratif
Selenium Dan Penyakit Degeneratif
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mineral penting bagi kesehatan kita. Tubuh menggunakan lebih dari 70
mineral untuk berfungsi secara maksimal. Salah satu mineral yang diperlukan oleh
tubuh adalah selenium. Selenium dewasa ini makin marak pemanfaatanya
dalam dunia industri dan obat-obatan. Hal ini disebabkan makin banyak
ditemukan manfaatnya yang sangat besar bagi manusia, diantaranya sebagai
antioksidan,
anti
kanker, fungsi
imunitas
atau
kekebalan
tubuh hingga
BAB 2
ISI
2.1 Selenium
Selenium merupakan unsur yang banyak terdapat dalam batuan dan tanah
dalam bentuk kristal heksagonal yang berwarna abu-abu kehitaman. Di alam
selenium terdapat dalam campuran logam misal tembaga, timbal dan nikel,
selain itu juga dalam bentuk sulfidanya. Selenium dalam tanah dapat larut
dalam air tanah, oleh karena itu selenium dapat masuk dalam rantai makanan,
dan hal ini meyebabkan secara tidak langsung manusia mengkonsumsinya.
Selenium juga dapat dalam bentuk uapnya yang tidak berwarna.
Efek biologis dari Se awalnya hanya dipertimbangkan dari segi
toksisitasnya saja. Sebagai mikroelemen, Se berperan dalam pertumbuhan,
mengontrol metabolisme hormon tiroid dan testosteron (Rayman, 2002), sebagai
antioksidan Se mereduksi senyawa peroksida, sehingga menurunkan radikal bebas
dalam tubuh dan menghambat timbul dan berkembangnya kanker (Linder, 1992;
Stolz et al., 2002)
Selenium (Se) merupakan mineral penting yang diperlukan dalam tubuh
karena unsur ini mempunyai fungsi yang penting dalam berbagai reaksi biokimia.
Diantaranya sebagai kofaktor enzim glutation peroksidase yang mengkatalisis
pengambilan hidrogen perioksida atau sebagai antioksidan bersama dengan
vitamin E dalam sistem biologi (Darmono, 1995). Kebutuhan Se rata-rata orang
dewasa 50-200 g sehari, sementara yang direkomendasikan 55 g per hari
(Anonim, 2003).
Micrograms (g)
544
63
Percent DV*
780
95
35
34
50
50
32
32
23
45
45
35
20
30
17
15
25
20
14
12
12
12
20
15
15
15
10
15
10
15
5
4
8
6
(http://www.nal.usda.gov/fnic/cgi-bin/nut_search.pl.)
Selenium yang terdapat dalam tanah dapat larut dalam air tanah, dan
air tanah tersebut masuk dalam sumur sehingga selenium dapat terkandung
dalam air yang kita minum. Menurut data dari United States Environmental
Protection Agency (EPA), kandungan selenium dalam air minum adalah 0.05
ppm.
2.1.2 Selenium dalam tubuh
Berdasarkan paragraf diatas, telah diutarakan bahwa selenium dalam
tubuh antara lain terdapat dalam glutathione peroxidase. Dalam hal ini protein
(enzim) dan selenium membentuk selenoprotein. Selenoprotein tersebut akan
mencegah kerusakan sel dari radikal bebas yang dapat dihasilkan dalam
metabolisme oksigen. Dan apabila radikal bebas tersebut dibiarkan dapat
mengakibatkan kangker dan penyakit pada hati. Selain itu selenoprotein yang
terbentuk juga bermanfaat dalam regulasi fungsi tiroid (bersama dengan
deiodinase enzymes), sebagai kontrol reaksi redoks dalam sel ( thioredoxin
reductase) dan juga sistem kekebalan tubuh.
Bentuk lain selenium dalam tubuh (metabolisme) adalah dalam
senyawa
organiknya
ataupun
senyawa
(seleno
(dimetilselenium), TMSe
anorganiknya.
cistein),
(trimetil
SeMet
selenium).
Contoh
senyawa
(selenometionin),
Contoh
bentuk
lipid hidroperoksida;
Tioredoksin reduktase (TrxR): reduksi disulfida menjadi gugus SH
(misalnya GSSG menjadi GSH), regulasi faktor transkripsi yang
sensitif terhadap redoks (contohnya NF-KB), pelipatan protein,
biosintesis DNA, regenerasi beberapa antioksidan, termasuk vitamin C
dan ubikuinol.
Iodotironin deiodinase (tiroid): Konversi tiroksin (T4)
menjadi
perlindungan
produksi antibodi.
Aktivitas antikarsinogenik: Kerja antiproliferatik dan proapoptotik pada
sel
tumor,
inaktivasi
segmen
genonkogenik,
aktivitas
antivirus,
seluler.
Metabolisme hormon tiroid: aktivasi tirosin (T4) menjadi triiodium (T3)
terhadap
redoks
(misalnya
NF-KB)
dan
prostaglandin/leukotrien
absorbsi):
AIDS/HIV, ARDS,
kanker, limfedema,
infark
miokardium,
fibrosis
sistik,
keshan:
nekrosis
(kardiomiopati).
9. Penyakit kashin-back:
miokardial/
degenerasi
kartilago
kerusakan
reperfusi
artikular
antarsendi
(osteoartritis).
Pengobatan dengan dosis tinggi (> 300g selenium/ hari) selama jangka
panjang hanya jika disertai dengan pemantauan klinis.
Pemberian: Natrium selenit sebelum makan (1-2 jam sebelum makan).
Ragi selenium (mengandung Se dalam bentuk selenometionin=bentuk depot)
dengan makanan. Tidak seperti selenomethionin (bentuk organik), bentuk
anorganik selenit dan selenat secara la ngsung tersedia secara hayati, tetapi tidak
secara signifikan bergabung kedalam protein tubuh.
Suplemen selenium
Selenomethionin suatu bentuk organik selenium yang tersedia secara
alami didalam makanan, sekitar 90% diabsorpsi. Sebagai selenometionin yang
dikonsumsi tidak secara spesifik bergabung kedalam protein tubuh dalam
menggantikan metionin dan bertindak sebagai bentuk depot selenium.
Natrium selenat hampir seluruhnya terabsorbsi, tetapi dalam jumlah yang
banyak diekskresi dalam urin sebelum senyawa tersebut dapat bergabung kedalam
selenoprotein. Natrium selenit hanya sekitrar 50% diabsorbsi. Tetapi lebih baik
ditahan daripada selenat saat diabsorbsi.
apabila telah melebihi ambang batas dalam tubuh (5g/Kg berat badan) selenium
justru akan bersifat racun bagi tubuh kita. Hingga saat ini belum bisa dipastikan
mekanisme keracunan selenium dalam tubuh, namun pernah diusulkan bahwa
mekanisme yang terjadi adalah pelepasan sulfur dari persenyawaan sulfidanya,
dan hal ini dapat membahayakan protein.
BAB 3
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Fauziyya,
Riri,
2014,
Selenium,
viwed
on
Desember
2014,
<www.scribd.com/Riri%20Fauziyya>
Pramono, Edi, 2014, Selenium Dalam Tubuh Kita, viewed on 3 Desember 2014,
<old.analytical.chem.itb.ac.id/.../8/.../Selenium_dalam_tubuh_kita.pdf>