Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Teratoma adalah tumor germ cell umumnya terdiri dari beberapa jenis sel
yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan kuman.nomenklatur tidak
konsisten sering membingungkan dari berbagai subtipe teratoma. Kata ini
berasal dari teras Yunani, yang berarti rakasa, yang diciptakan Virchow dalam
edisi pertama buku tentang tumor diterbitkan di tahun 1863. teratoma berkisar
dari jinak, baik dibedakan (matang) lesi kistik kepada mereka yang padat dan
ganas ( belum matang). Selain itu, mungkin teratoma monodermal dan sangat
khusus. Jarang, dalam beberapa teratoma dewasa unsur-unsur tertentu
(komponen yang paling sering skuamosa) dapat mengalami transformasi
ganas.
Tumor sel germinal Sacrococcygeal adalah tumor sekunder dengan
disorganisasi dari beberapa sel saraf primitif totipoten selama embriogenesis.
Berbagai kuman tumor jinak dan ganas sel dapat terjadi, tergantung pada
tingkat diferensiasi sel-sel ini. Teratoma dan teratokarsinoma hasil dari
diferensiasi sel totipoten sepanjang jalur embrio. Sel-sel induk juga bisa
berkembang di sepanjang jalur ekstraembrionik dan menghasilkan tumor
kantung kuning telur (yaitu, tumor sinus endodermal) atau karsinoma.
Karsinoma embrional hasil dari sel-sel totipoten terdiferensiasi.
Teratoma Sacrococcygeal adalah keganasan presacral yang paling umum
pada anak-anak dan tumor padat paling umum pada neonatus. Prevalensi
bentuk jinak dari teratoma sacrococcygeal adalah sekitar satu dalam 35,00040,000 kelahiran. Enam puluh persen dari semua teratoma sacrococcygeal
adalah

dalam

bentuk

jinak.

Tumor

sel

lain

germinomatous

dan

nongerminomatous dari daerah presacral sangat jarang. Teratoma non-sistem


saraf pusat Sebagian besar (60%) berasal dari wilayah sacrococcygeal, diikuti
oleh indung telur dan testis (30%), mediastinum (5%), dan retroperitoneum
(4%).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

1.Epidemiologi.
Teratoma Sakrokoksigeus adalah tumor jarang. Insiden teratoma
sakrokoksigeus 1 dari 5.000 sampai 40.000 kelahiran hidup dan paling sering
ditemukan pada wanita dengan Rasio 3:1 sampai 4:1 pernah dilaporkan.
Sakrokoksigeus adalah bagian yang sering terdapat teratoma pada neonatus
(46-65%) Lokasi selanjutnya yang paling sering adalah : gonad (10-35 %),
mediastinal (10-12 %),retroperitoneal (3-5%), cervical (3-6%), Presakral (3-5
%), system saraf pusat (2-4 %). Tumor ini paling sering ditemuan pada bayi
dan anak anak, tetapi dilaporkan telah ditemukan ada orang dewasa. Ada
kecenderungan diantara populasi pediatrik mengarah ke transformasi maligna
pada teratoma sakrokoksigeus dengan peningkatan umur. Tetapi pada pasien
dewasa tumor benigna yang paling sering.
2. Anatomi.
Sacrum terdiri dari lima vertebra yang menyatu. Aspek anterior dan leteral
sacrum masing-masing disebut massa sentral dan lateral. Bagian anterior
atasnya disebut dengan promontorium sakralis. Empat foramina sakralis
anterior di setiap sisi mengantarkan empat rami primer sakralis anterior
teratas. Di Posterior, pedikel dan lamina menyatu membentuk kanalis sakralis
yang merupakan terusan dari kanalis vetebralis. Di inferior, kanalis ini
berakhir sebagai hiatus sakralis. Kornu sakralis membatasi hiatus di inferior
tiap sisi. Rongga subarachnoid berakhir setinggi S2. Sacrum miring ke depan
membentuk angulus lumbosakralis dengan vertebra lumbalis.
Koksigis berartikulasi dengan sacrum di superior. Tulang ini terbentuk
antara tiga dan lima vertebra rudimenter yang menyatu.

3. Etiopatogenesis.

Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat


menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan
perkembangan fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau
hensens node. Hensens node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang
merupakan pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula terletak di
bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu pertama
kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor
(coccyx).
Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang paling
sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas
ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke
rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansens node
mungkin

menyebabkan

munculnya

teratoma

sakrokoksigeus.

Sel

pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan


berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah
sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa
perkembangan.
4. Klasifikasi
Tumor ini diklasifikasikan berdasarkan Altman Classification of Surgical
Section of the American Academy of Pediatrics kedalam 4 tipe yaitu :
a. Tipe I - tumor terutama di bagian luar mengarah dari daerah
sakrokoksigeus dan muncul dengan distorsi bokong.
b. Tipe II tumor terutama diluar , tetapi ada bagian yang luas didalam
pelvis.
c. Tipe III tumor terutama didalam pelvis dengan sedikit pada bagian luar,
benjolan pada bokong.
d. Tipe IV tumor deluruhnya didalam tanpa ada dibagian luar atau bagian
bokong.

Sebagian besar teratoma terdapat daerah baik yang padat dan kistik,
walaupun teratoma padat secara lengkap terjadi. Cairan kista dapat sereus,
mukoid, darah, dan lapisan kista sering terdiri dari epitel skuamous serta
sebasea dan gigi. Terutama tumor kistik lebih mungkin benigna dan insiden
malignansi meningkat pada sejumlah jaringan padat. Teratoma benigna
biasanya berkapsul, dan adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan
memberi kesan adanya kanker.
Pemeriksaan mikroskopik pada teratoma biasanya menunjukkan variasi
jaringan lebih dari satu lapisan germinal. Pentingnya memiliki keseragaman
dalam klasifikasi histologi teratoma agar evaluasi prognosis yang sesuai dan
kelangsungan hidup serta dapat membandingkan hasil dari laporan bertahap
dari institut yang berbeda.
Teratoma diklasifikasikan kedalam tiga kategori histopatologi :

1. Teratoma benigna : Terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya


jaringan dewasa
2. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna
seutuhnya, dengan atau tanpa jaringan matur.
3. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan
matur dan /atau embrionik.
5. Diagnosis
a. Gambaran klinis dan Patofisiologi
Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang
menonjol antara coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit
normal yang intak. Beberapa pasien, seluruh atau sebagian benjolan
terletak pada permukaan retrorektal atau retroperitoneum. Pada bayi
dan anak-anak, Tumor muncul sebagai massa pada daerah sakropelvis
yang menekan kandung kemih dan rectum. Seringnya gejala obstruksi
pada traktus urinarius yang disebabkan oleh kompresi ureter dan
urethra terhadap pubis atau kompresi ureter terhadap pinggiran pelvis
dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang mungkin
tidak cukup dikenali.
Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau
kelemahan pada kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi
maligna dari tumor. Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika
tumornya besar, dapat menyebabkan distosia, kesulitan melahirkan dan
perdarahan atau laserasi tumor.
b. Pemeriksaan fisik
Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan
benjolan sacrum yang besar setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi
pada

kelahiran. Anamnesis

didapatkan

adanya

nyeri

rectum,

konstipasi, dan adanya sebuah benjolan.


c. Pemeriksaan penunjang.
Beberapa teratoma mengandung elemen yolk salk, dimana
mengeluarkan

alfafetoprotein.

Deteksi AFP dapat

membantu

memperjelas diagnosis dan sering digunakan sebagai marker untuk


rekurensi atau efektifitas pengobatan, tapi metode yang jarang pada
5

diagnosis awal. Pada satu tahap, AFP meningkat pada 31 dari 32


teratoma maligna. AFP juga ditemukan meningkat pada cairan amnion
jika infan menderita teratoma
6. Radiologis
a. Konvensional.
Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos
pada sacral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor

Figure 1. Mature (benign) sacrococcygeal teratoma in an 11-day-old


girl with a perineal mass. (a) Frontal pelvic radiograph reveals
ischiopubic separation due to a presacral mass. (b) Axial unenhanced
CT scan through the upper portion of the lesion shows attenuation
similar to that of water, a finding indicative of a predominant cystic
component. (Reprinted, with permission, from reference 6.)
b. USG.
Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir
dengan pemeriksaan ultrasonografi fetal. Laporan bertahap diagnosis
antenatal pada teratoma sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian
besar fetus yang didiagnosa teratoma sakrokoksigeus kemungkinan
meninggal sebelum kelahiran. Diagnosis prenatal penting karena tumor
ini mungkin cukup besar untuk menyebabkan distosia dan ruptur dari
tumor dengan perdarahan masif dapat terjadi selama kehamilan.
Ultrasonografi berguna untuk menentukan sifat lesi (padat atau kistik,
adanya komponen intraabdominal dan keterlibatan hati)

c. CT Scan.

Figure 2. Mature (benign) sacrococcygeal teratoma in an 11-dayold girl with a perineal mass. (a) Frontal pelvic radiograph reveals
ischiopubic separation due to a presacral mass. (b) Axial
unenhanced CT scan through the upper portion of the lesion shows
attenuation similar to that of water, a finding indicative of a
predominant cystic component. (Reprinted, with permission, from
reference 6.)

Figure 3. Benign sacrococcygeal teratoma in an infant boy. Axial


unenhanced CT scan at the level of the coccyx shows a presacral
mass with multilocular cystic (C) and solid (S) components. The
rectosigmoid (R) segment of the colon is displaced anteriorly.

Figure 4. Recurrent sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl.


Axial T1-weighted (repetition time msec/echo time msec, 600/17)
spin-echo MR image (a) and axial T2-weighted (5500/132) fatsaturated turbo spin-echo image (b) show two well-defined round
cystic masses with predominantly intermediate signal intensity in a
and high signal intensity in b. High-signal-intensity areas in a
represent fat. The rectum (R) was displaced anterolaterally. The
coccyx previously was removed.

Figure 5. Recurrent sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl.


Axial T1-weighted (repetition time msec/echo time msec, 600/17)
spin-echo MR image (a) and axial T2-weighted (5500/132) fatsaturated turbo spin-echo image (b) show two well-defined round
cystic masses with predominantly intermediate signal intensity in a
and high signal intensity in b. High-signal-intensity areas in a
represent fat. The rectum (R) was displaced anterolaterally. The
coccyx previously was removed.

Figure 6. Malignant sacrococcygeal teratoma with an


abdominopelvic component in an 18-month-old girl. Sagittal MR
images show a midline region of fat with high signal intensity on

the T1-weighted image (arrows in a) and intermediate to low signal


intensity on the T2-weighted fat-saturated image (b). Also visible
are involvement of the distal sacrum and coccyx (arrowheads in b),
anterior displacement of the vagina and uterus (arrows in b), and
superior and anterior displacement of the bladder (B).

Figure 7. Malignant sacrococcygeal teratoma with an


abdominopelvic component in an 18-month-old girl. Sagittal MR
images show a midline region of fat with high signal intensity on
the T1-weighted image (arrows in a) and intermediate to low signal
intensity on the T2-weighted fat-saturated image (b). Also visible
are involvement of the distal sacrum and coccyx (arrowheads in b),
anterior displacement of the vagina and uterus (arrows in b), and
superior and anterior displacement of the bladder (B).

Figure 8. Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl.


(a, b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and
axial T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image
(b) at the level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular
cystic mass with multiple septa that has displaced the rectum (R),
uterus (U), and bladder (B) anteriorly. The images also show a
subcutaneous left inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1weighted fat-saturated image obtained with intravenous contrast
material shows contrast enhancement of the septa and rim of the
cystic mass and the left inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter
was diagnosed as metastatic adenopathy.

Figure 9. Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl.


(a, b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and
axial T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image
(b) at the level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular
cystic mass with multiple septa that has displaced the rectum (R),
uterus (U), and bladder (B) anteriorly. The images also show a
subcutaneous left inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1weighted fat-saturated image obtained with intravenous contrast
material shows contrast enhancement of the septa and rim of the
cystic mass and the left inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter
was diagnosed as metastatic adenopathy.

10

Figure 10. Malignant sacrococcygeal teratoma in a 2-year-old girl. (a,


b) Axial unenhanced T1-weighted (540/12) MR image (a) and axial
T2-weighted (4333/99) fat-saturated turbo spin-echo image (b) at the
level of the pelvis demonstrate a well-defined lobular cystic mass with
multiple septa that has displaced the rectum (R), uterus (U), and
bladder (B) anteriorly. The images also show a subcutaneous left
inguinal soft-tissue mass (arrow). (c) Axial T1-weighted fat-saturated
image obtained with intravenous contrast material shows contrast
enhancement of the septa and rim of the cystic mass and the left
inguinal soft-tissue mass (arrow). The latter was diagnosed as
metastatic adenopathy.
d. MRI.
MRI cukup dapat membedakan lemak densitas dari cairan lain dan
darah, serta

berguna untuk diagnosis teratoma ovarium, dengan

akurasi 99%. Baik CT Scan lateral dan magnetic resonance imaging


(MRI) akan menunjukkan perluasan intrapelvis dan intraspinal dari lesi
sacral dengan jelas.
e. Echocardiografi.
Echocardiography dapat digunakan untuk menggambarkan efek
fisiologis dari massa mediastinum, seperti tamponade atau stenosis
pulmonal, dan dapat digunakan untuk membantu tindakan biopsi jarum
f. Nuklir.
g. Angiografi.
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding teratoma sakrokoksigeus adalah meningocele dan
berbagai tumor jaringan lunak. Penting untuk membedakan lipomeningocele
dari teratoma. Secara klinis, lipomeningocele lebih tinggi di belakang dan
terletak di atas kanal spinal. Roentgenoram menunjukkan adanya spina bifida.
Disisi lain, Teratoma terletak dibawah belahan intergluteal dan meluas ke
anterior sampai sacrum lebih masuk ke kanal. Presakral meningocele lebih
lembut, dan lebih fluktuasi dari pada teratoma. CT scan akan memudahkan
dalam membedakan meningocele presakral dari teratoma.
8. Penatalaksanaan.
Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat
dimulai pada daerah posterior melalui insisi chevron dan sagital. Lesi tipe III
dan IV harus insisi tambahan transversal pada perut bagian bawah. Hal
penting pada prosedur termasuk pengangkatan lengkap pada tumor intak,
ligasi arteri sakral tengah, dan eksisi tulang ekor ( coccyx ) bersama tumor.
11

Jika tumor secara histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau


mengandung jaringan embrionik tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap
adekuat. Jika lesi benigna (97 %), tidak diindikasikan terapi lanjutan. Untuk
Tumor yang agresif dan terdapat jaringan malignan seutuhnya, pembedahan
eksisi sendiri tidak adekuat dan pasien harus mendapatkan kemoterapi dan
atau radioterapi. Pasien dengan rekurensi kanker dan tidak dapat dieksisi
diberikan terapi VAC (vinkristin, dactinomycin, cyclophosphamide) ditambah
radiasi lokal. Pasien ini harus dievaluasi setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama
dengan pemeriksaan rectal dan jumlah AFP. Pasien yang diperkirakan
rekurensi harus dievalusi dengan pemeriksan radiologi yang sesuai,
Ultrasonografi dan atau CT.
Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam pertama, sejak usus tidak
dikoloni pada 24 jam pertama setelah kelahiran., mengurangi resiko infeksi
pada daerah yang terkontaminasi feses selama reseksi. Perioperatif antibiotic
diberikan segera sebelum pembedahan dan dilanjutkan 24-48 jam setelah
operasi.
9. Komplikasi.
Komplikasi maternal pada kelahiran dapat termasuk seksio sesarea atau
kelahiran pervaginam dengan mekanisme distosia. Komplikasi yang
berpeluang terjadi dalam uterus termasuk polihidramnion dan perdarahan
tumor yang menyebabkan anemia dan nonimun hidrops fetalis. Komplikasi
akibat pengaruh benjolan pada teratoma sakrokoksigeus yang besar termasuk
pembesaran pinggul, obstruksi saluran cerna, obstruksi urinarius, hidronefrosis
dan hidrop fetalis. Komplikasi berikutnya dari pengaruh benjolan atau
pembedahan

dapat

termasuk

neurogenik

bladder,

bentuk

lain

dari

inkontinensia urin, inkontinensia fekal, dan masalah kronik lain yang


menyebabkan kerusakan yang mengorbankan saraf dan otot dalam pelvis.
Komplikasi akibat tidak diangkatnya coccyx dapat termasuk rekurensi dan
metastase kanker.
10. Prognosis.
Prognosis teratoma sakrokoksigeus dapat membaik dipengaruhi oleh
deteksi prenatal, rencana penanganan intrapartum, dan cepat dilakukan
pembedahan reseksi. Prognosis pada neonatus berdasarkan klasifikasi

12

teratoma oleh the American Academy of Pediatrics Surgical Section dengan


adanya perluasan tumor, sedangkan prognosis fetus didasarkan pada ukuran
tumor, laju pertumbuhan tumor dan ada tidaknya plasentomegali dan hidrops
fetalis.
Walaupun sebagian besar tumor ini secara histologi benigna, tumor ini
dihubungkan dengan mortalitas dan morbilitas karena pengaruh sekunder dari
teratoma sakrokoksigeus seperti premature, distosia dan trauma kelahiran,
perdarahan tumor dan kegagalan sekunder output yang tinggi.
Adanya tumor yang berukuran besar baik ada atau tidak adanya kalsifikasi
dalam tumor tidak begitu penting apakah lesi benigna atau maligna. Secara
histologi tumor benigna, prognosisnya sangat baik setelah pembedahan eksisi
yang adekuat. Prognosis buruk jika tumor mengandung jaringan maligna.
Resiko maligna tergantung pada bagian dan luasanya tumor serta umur pada
saat didiagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Cetakan pertama.
EGC
2. Dorland. 2000. Kamus kedokteran. Edisi 29. EGC
3. Wim De Jong. 2004. Ilmu bedah. Edisi kedua. Jakarta. EGC
4. Murat Kocaoglu, Donald P. Frush. Pediatric Presacral Masses. Diakses
dari

http://radiographics.rsna.org/content/26/3/833.full

pada

tanggal

23Desember 2010 pukul 17.45


5. Chad A Hamilton, Margarett C Ellison, Teratoma, Cystic. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview pada tanggal 24
Desember 2010 pukul 19.00

13

6. Pringgoutomo S. HimawanS. Tjarta. Buku ajar Patologi I (umum). Ed 1.


Jakarta: Sagung Seto. 2006
7. Teratoma. From Wikipedia, the free encyclopedia. [cited on Desember,gth
ZOO71 Available from : U l www.emedicine.comlmed~ic 3449.htm
8. Maasilta PK, Salrninen USE, Taskinen El. Malignant Teratoma of the
Lung. Acta Oncologica 1999;38:113-5.
9. Malignant

teratoma

From

google

[cited

on

Desember

2010

file:///G:/teratoma%20adit/Malignant%20teratoma%20%20MedlinePlus
%20Medical%20Encyclopedia.htm

14

Anda mungkin juga menyukai