Anda di halaman 1dari 14

TERATOMA SACROCOCCGEAL

dr. Edwin Basyar SpB SpBA

Sub Bagian Bedah Anak


FK UNDIP / RSDK
Desember 2009

TERATOMA SACROCOCCYGEAL

Pendahuluan
Teratoma yang berasal dari bahasa Yunani (terato berarti " monster" dan onkoma
yang berarti "pembekakan atau massa") merupakan neoplasma solid yang relatif
umum didapatkan pada anak anak. Teratoma sacrococcygeal merupakan tumor yang
umum pada bayi baru lahir dan biasanya muncul sebagai anomali tunggal. 1
Frekuensi
Di Amerika Serikat teratoma sacrococcygeal didapatkan pada 1 dari 30.000-70.000
kelahiran hidup. Perbandingan perempuan:laki-laki adalah 4:1. Keseluruhan kejadian
tumor ganas sel germinal adalah sekitar 3% dari semua keganasan masa kanak-kanak,
atau sekitar 3 kasus per satu juta penduduk per tahun. Frekuensi dari semua tumor sel
germinal telah meningkat selama beberapa dekade terakhir. Tidak didapatkan
predileksi geografis yang signifikan.
Mortalitas / Morbiditas
Tingkat mortalitas dari teratoma tergantung pada umur gestasi dan ukuran serta
lokasi dari tumor. Survival bayi prematur kurang dari 30 minggu kehamilan dengan
teratoma sacrococcygeal hanya 7%, sedangkan survival bayi lebih tua dari 30 minggu
kehamilan adalah 75%.
Heerema-McKenney

dkk.

telah

melakukan

observasi

terhadap

prognostik faktor yang valid dan untuk memprediksi perjalanan


penyakit setelah kelahiran adalah stadium tumor, stadium klinis
dan resektabilitas bedah saat didiagnosis.
Ras
Tidak didapatkan adanya kecenderungan rasial untuk tumor ini yang diketahui.
Sex

Teratoma sacrococcygeal predominan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan


dengan perbandingan 4:1.
Usia
Teratoma sacrococcygeal adalah kongenital. Bayi dengan komponen eksternal yang
signifikan diidentifikasi pada saat lahir. Tumor tanpa komponen eksternal (Altman
tipe 4) seringkali terdiagnosis kemudian. Jika tumor direseksi sebelum pasien berusia
2 bulan, 7-10% adalah ganas. Setelah usia tersebut, resiko keganasan meningkat
sampai dengan lebih dari 50% pada usia satu tahun.

Patofisiologi dan Embriologi


Beberapa teori tentang asal tumor ini telah diajukan. Bukti terbaik menunjukkan
bahwa sebagian besar disebabkan oleh diferensiasi abnormal dari sel germinativum
fetus yang muncul dari fetal yolk sac. Migrasi normal dari sel germinativum ini dapat
menyebabkan tumor gonad, sedangkan migrasi yang abnormal menghasilkan tumor
extragonadal. Teratoma timbul dari primordial germ cell. Sel-sel ini berkembang
diantara endodermal sell dari yolk sac dekat allantois dan bermigrasi ke gonadal
ridges selama minggu ke-4 dan 5 gestasi. Beberapa sel dapat keluar dari target tujuan
dan menyebabkan timbul teratoma dimanapun mulai dari otak hingga ke area
coccygeal, umumnya pada garis midline.
Teori lain dari teratoma timbul dari sisa lapisan primitif atau nodus primitif. Selama
perkembangan minggu ke-3 gestasi, sel-sel midline bagian ujung caudal embrio
berubah secara cepat dan ini disebut proses gastrulasi sel, yang timbul dari ketiga
lapisan germ embrio. Akhir minggu ketiga, lapisan primitif memendek dan
menghilang. Teori ini menerangkan bahwa umumnya teratoma terjadi di
sacrococcygeal.
Saat ini lebih cenderung untuk memasukkan teratoma kedalam germ cell tumor
(dysgerminoma), embrional karsinoma, yolk sac karsinoma, choriokarsinoma,
gonadoblastoma dan mixed germ cell tumor. Gonadal dan extragonadal teratoma
berbeda, perbedaanya tergantung tempat dari tumbuhnya tumor. Secara genetik,

teratoma masih belum dapat di mengerti. Sering pada germ cell tumor,
memperlihatkan pemendekan dari lengan kromosom 12 atau i ( 12p)

Teratoma dapat berisi elemen kulit, jaringan syaraf, gigi, lemak, kartilago, dan
mukosa intestinal, seringkali terdapat normal ganglion sel. Tumor kadang-kadang
berisi suatu organ seperti usus halus, extrimitas, denyut jantung, keadaan ini disebut
fetiform teratomas.
Sering benign teratoma mengandung sel-sel matur tetapi 20 25% juga mengandung
sel-sel immatur, sering juga mengandung neuroepithelium. Jaringan immatur sangat
dipertimbangkan sebagai jaringan normal dan tidak pengaruhi prognosis teratoma
neonatal. Faktanya, maturasi spontan dilaporkan setelah eksisi parsial dari giant
sacrococcygeal teratoma pada fetus minggu ke 23 dan 27 gestasi.
Teratoma dapat juga berkembang dari suatu fokus malignansi atau murni malignansi
germ cell tumor yang ditemukan pada tempat-tempat tipikal tratoma seperti di
mediastinum atau sacrococcygeal. Onset tumor, daya rusak malignansi tumor dan
perubahan komponen benigna teratoma sulit untuk dijelaskan. Seringkali komponen
maligna teratoma adalah yolk sac tumor yang disebut juga endodermal sinus tumor.
Teratoma matur dapat timbul kembali setelah operasi dalam beberapa bulan atau
tahun sehingga perlu dilakukan follow up ketat terhadap pasien.

Teratoma biasanya ditemukan pada garis tengah atau gonad. Frekuensi dari lokasi
yang paling umum adalah sebagai berikut 4 :

Sacrococcygeal - 57%

Gonadal - 29%

Mediastinal - 7%

Retroperitoneal 4%

Servikal 3%

Intrakranial 3 %

Menurut definisi, teratoma termasuk komponen yang berasal dari 3 lapisan embrionik:
ektoderm, endoderm, dan mesoderm. Jaringan ini asing bagi lokasi di mana mereka
ditemukan. Teratoma dapat diklasifikasikan sebagai matur atau immatur berdasarkan
terdapatnya unsur neuroectodermal immatur dalam tumor.
Risiko kekambuhan juga tampaknya berkaitan dengan tingkat immaturitas.
Kekambuhan pada teratoma matur yang direseksi total kurang dari 10%; sementara
pada teratoma immatur, kekambuhan dapat mencapai 33%. Kemungkinan kambuh
tergantung pada lokasi tumor serta kebersihan dari reseksi.
Percobaan di Jerman menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan pada teratoma
immatur bisa berkurang menjadi 9,5% dengan kemoterapi. 2 Teratoma sacrococcygeal
lebih mungkin untuk rekuren dibandingkan pada ovarium atau lokasi lain.

Klinis
Sejarah
Presentasi klinis tumor ini tergantung pada lokasi tumor. Teratoma sacrococcygeal
dapat didiagnosis prenatal secara tidak sengaja saat dilakukan pemeriksaaan USG
pada : bayi yang besar untuk usia, bayi prematur, atau pada bayi dengan fetal hydrops.
Janin hydrops merupakan

tanda yang tak menyenangkan oleh karena

biasanya

disebabkan oleh aliran darah tinggi melalui tumor disertai placentomegali dan gagal
jantung. Teratoma yang lebih besar dari 5 cm kemungkinan besar akan menyebabkan
distokia dan kemungkinan pecah; sehingga seksio sesaria merupakan pilihan yang
harus dilakukan. Teraroma sacrococcygeal yang tidak terdiagnosa sebelum lahir dapat
ditemukan pada saat kelahiran, dalam beberapa minggu pertama setelah lahir, atau
ditemukan terlambat.
Gambar 1. Teratoma sacrococcygeal Altman I.

Penyebab
Epidemiologi dari tumor menunjukkan bahwa penyakit ini meningkat secara
frekuensi. Sementara teratoma sacrococcygeal, tidak ada penyebab yang diketahui,
berbeda dengan tipe sel germinal ovarium, faktor familial berperan dimana gen-gen
tertentu mungkin diturunkan, dan menjadi predisposisi mereka untuk keganasan sel
germinal.

Pemeriksaan Radiologis
X-foto thoraks

dapat digunakan saat diagnosis untuk mendeteksi metastasis.

Diagnosis sering didapatkan pada prenatal dengan USG yang rutin dilakukan pada
trimester II. Meningkatnya jumlah teratoma terdeteksi antenatal dengan pemeriksaan
USG prenatal. Sering teratoma tidak menyebabkan efek merugikan selama kehidupan
fetus atau fetal. USG ulang untuk ukuran tumor penting dilakukan, karena fetus harus
dilahirkan secara cesar jika tumor > 5 cm atau lebih besar dari diameter fetal setelah
gestasi 32 minggu.
Polihidramnion dengan tumor yang besar penyebab terjadinya prematur. Tumor
dengan pembesaran lebih dari diameter biparietal atau pembesaranya yang cepat
berhubungan dengan prognosis yang buruk.

Gambar 2. USG fetus intrauterine dengan teratoma sacrocoocygeal Altman I.

CT scan abdomen dan pelvis sangat penting untuk staging presentasi dari tumor
abdomen dan pelvis..

Gambar 3. CT scan teratoma sacrococcygeal. Tampak masa tumor berada diluar pelvis sesuai dengan
Altman I.

MRI abdomen dan pelvis dapat menggantikan Ct scan. Jika demikian, maka harus
digunakan secara serial selama evaluasi untuk menjaga konsistensi dalam studi
imejing
Gambar 4. MRI fetus intrauterin. Tampak masa tumor pada sacrococcygeal yang meluas ke dalam
pelvis pada presakral sesuai dengan Altman III.

Klasifikasi
Teratoma scarococcygeal secara morfologis diklasifikasikan berdasarkan ekstensinya
keluar dan kedalam tubuh atas :

Altman tipe I seluruhnya berada diluar tubuh (46%)

Altman tipe II sebagian besar berada diluar tubuh dengan komponen


presakral (35%)

Altman tipe III visibel secara eksternal, namun sebagian besar presakral
(9%)

Altman tipe IV semua terdapat didalam tubuh tidak visibel secara eksternal;
dikenal juga dengan teratoma presacral atau teratoma retrorectal (10%)

Tipe Altman penting secara signifikan dalam konteks pengelolaan dari kehamilan dan
kelahiran, pendekatan bedah, dan komplikasi. Serial monitoring USG dan MRI dari
teratoma sacrococcygeal pada fetus intra uterin telah mendemonstrasikan bahwa tipe
Altman dapat berubah selama dalam kehamilan. Bersama dengan pertumbuhan tumor,
tumor ini akan menonjol diantara organ lain dan perineum menuju permukaan tubuh
dimana tumor akan tampak sebagai tonjolan yang hanya ditutupi oleh kulit.
Terkadang, tonjolan tumor kemudian kembali masuk kedalam peritoneum sesuai
dengan perkembangan janin.

Seperti halnya semua teratoma, teratoma sacrococcygeal memiliki potensi untuk


menjadi keganasan, sehingga memerlukan followup.

Pengelolaan Pembedahan
Secara umum, total reseksi dari keseluruhan tumor adalah tujuan yang ingin dicapai.
Tumor dan struktur berdekatan yang terlibat harus direseksi secara en bloc, jika hal
ini mungkin dan tidak mengakibatkan kecacatan.
Biasanya, pendekatan ahli bedah terhadap tumor ini melalui trans-sakralis posterior.
Coccyx harus direseksi secara en bloc dengan tumor untuk meminimalkan risiko
kekambuhan. Pengendalian dan pemisahan arteri sakralis media di awal prosedur
sangat dianjurkan. Jika sakrum atau dubur diinfiltrasi oleh tumor, reseksi total tidak
dianjurkan pada operasi awal. Memperlakukan tumor ini dengan kemoterapi adalah
wajar, dilanjutkan dengan reseksi setelah respons maksimum diperoleh.
Jika tumor meluas hingga ke pelvis dan abdomen, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan di samping pendekatan posterior.
Gambar 5. Laparoskopi pada teratoma sacrococcygeal untuk membantu membebaskan tumor dari
intraabdomen.

Tumor dapat dimobilisasi dimulai dari distal terus ke pelvis, tergantung pada anatomi.
Sampel harus menyertakan kelenjar getah bening dari retroperitoneum. Pada tumor
dengan komponen panggul yang moderat, laparoskopi dapat membantu penempatan
klip arteri sakralis media dan mobilisasi bagian pelvis dari tumor. Cowles dkk (2006)

melaporkan embolisasi sebelum operasi pada pembuluh utama yang memasok


teratoma besar diikuti oleh ablasi radiofrekuensi dari zona diantara jaringan normal
dan tumor.

11

Kerusakan pada saraf menuju kaki telah dilaporkan dengan ablasi

radiofrekuensi prenatal.

Teknik Operasi pada Teratoma Sacrococcygeal :


Perlekatan teratoma dapat menekan rektum, vagina dan buli ke anterior. Pasien
diposisikan pada meja operasi dengan posisi prone Jackknife dalam general anestesia.

Dilakukan insisi dengan bentuk V terbalik untuk mempermudah melakukan eksisi


terhadap tumor dan untuk memperoleh penutupan yang baik secara kosmetik. Kulit
yang dieksisi tergantung dari bentuk dan ukuran tumor. Dilakukan diseksi tumor dari
otot gluteus maksimus.

Dilakukan transeksi Coccyx dan diangkat bersama dengan tumor, arteri sacralis media
merupakan pembuluh darah utama pada tumor dan segera diligasi setelah transeksi
dari coccyx.

Kelebihan kulit dieksisi untuk mendapatkan penutupan kulit yang baik, oleh karena
tumor melekat pada rektum maka dilakukan diseksi tajam dengan memposisikan jari
pada rektum .

\
Dilakukan penjahitan antara anal spingter dan fasia presakral, jika jahitan telah rapat
maka anal spingter ditarik keatas kearah sacrum untuk membentuk gluteal crease.
Selanjutnya kulit dijahit dengan sebelumnya memasang drain guna drainase cairan
serosanguineus postoperatif.

Jika tumor meluas melalui jaringan tulang pelvis menuju retroperitoneum, maka
kateter uretra harus dipasang untuk memfasilitasi diseksi suprapubik. Insisi transverse
pada abdomen bagian bawah memungkinkan untuk meligasi arteri sacralis media dan
melakukan diseksi tumor dari sacrum dan pelvis yang telah dibebaskan dari
peritoneum.

Evaluasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya The recommended conduct for
SCT is surgery soon after birth, with
complete tumor excision to reduce the risk of malignant transformation if
tumor tissue remains and removal of the coccyx to avoid tumoral relapse.
The recurrence rate of SCT varies from 7.5 to 22%. An important
marker of tumoral relapse after total SCT and coccyx resection is the rising
of serum AFP levels and, in addition to periodic physical exams, it is
necessary to evaluate it regularly for early detection of eventual
recurrences.
Bilik et al. [4] recommend a new evaluation every 36 months for at least
3
years after tumoral excision. In our service AFP was evaluated monthly in
the
first 6 months, every 2 months in the following 6 months, and every 3
months
in the second and third years. This is an intensive and difficult schedule to
follow and does not seem to be necessary, since the scheme proposed by
Bilik
et al. is more reasonable. Our AFP half-life

results showed a slow drop that occurs in the first and second months
following
resection, reaching normal values at 612 months period (average=9
months). In this series, the average follow-up time was 3 years and 4
months
(range 3444 months). At the end of the first year of follow-up, all patients
had normal AFP values. Long-term survival rate was 100%.
Based on these results, we can verify that the AFP levels, evaluating their
progressive decrease after resection, lasted 9 months in average. These
data
support the need for periodic monitoring of AFP levels, but also highlight
the
importance of gradual drop of its values as an indicator of the
completeness
of surgical resection, being an higher value not always a sign of recurrence
of the disease.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brenn BR. Preoperative Evaluation and Testing. In: Surgical Directives :


Pediatric Surgery. Mattei P Ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2003:3-17.
2. Gobel U, Schneider DT, Calaminus G, et al. Multimodal treatment of malignant
sacrococcygeal germ cell tumors: a prospective analysis of 66 patients of the

German cooperative protocols MAKEI 83/86 and 89. J Clin Oncol. Apr
1 2001;19(7):1943-50.
3. Altman RP, Randolph JG, Lilly JR: Sacrococcygeal teratoma: American
Academy of Pediatrics Section Survey, 1973. J Pediatr Surg 1974; 9: 389398.
4. Albanese CT, Sydorak RM, Harrison MR. Pediatric Surgery. Current Surgical
Diagnosis & Treatment. Way LW, Doherty GM Eds. 11th Ed. 2003 :1293-347.
5. Heerema-McKenney A, Harrison MR, Bratton B, Farrell J, Zaloudek C.
Congenital teratoma: aclinicopathologic study of 22 fetal and neonatal tumors.
Am J Surg Pathol. 2005;29:2938.
6. Ashcraft, Pediatric Surgery 3rd edition, WB Saunders Company, 2000, page 905
918, 1012-1014
7. James A. Oneil, Jr and at all, In Principle of Pediatric Surgery, Second Edition,
Mosby An Affiliate of Elsivier, Pensylvania USA 2004, hal 256 264.
8. Moritz M. Zielger and at all, Operative Pediatric Surgery, Volume II,
International Edition, Mc. Graw Hill Companies 2003, hal 1193 1201.
9. Guzetta P.C, et al, Teratoma, Pediatric Surgery, in : Schwartz S.I, et al,
Principles of Surgery, vol.2, 7th edition, McGraw-Hill, USA, 1999, p1749.
10. Albanese C.T, Sydorak R.M, Harrison M.R, Teratoma, Pediatric Surgery, in :
Way L.W, Doherty G.M, Current Surgical Diagnosis & Treatment, 11th edition,
McGraw Hill, USA, 2003, p1346-1347.
11. Cowles RA, Stolar CJ, Kandel JJ, Weintraub JL, Susman J, Spigland NA.
Angiografi dengan embolisasi sebelum operasi dan ablasi sebagai novel
Radiofrequency adjuncts reseksi bedah yang aman besar, pembuluh darah
sacrococcygeal Teratoma. Pediatr Surg Int. Juni 2006; 22 (6 ) :554-6.

Anda mungkin juga menyukai