Anda di halaman 1dari 6

H. SYAMSUL RAKAN CHANIAGO,SH.MH.

HAKIM AD HOC TIPIKOR MAHKAMAH AGUNG R.I.


JL. MEDAN MERDEKA UTARA No. 9 13 J A K A R T A 10010 PO BOX 1020

Jak
a r t a, 15 J u n I 2011.
Hal :

Penjelasan Tentang Hakim ad Hoc Tipikor


Sebagai Pejabat Negara atau Bukan Pejabat Negara
Lap: 1 (Satu) Berkas (Legal Opinion)

Kepada

Yth.:

Bpk. : Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi
Di
J a k a r t a.
Dengan hormat;
Sehubungan dengan surat Bapak Menteri yang di tujukan
kepada Ketua Mahkamah Agung R.I. pada tanggal, 25 Juni 2010
No.B/1427/M.PAN-RB/6/2010 Prihal seperti pada pokok surat
tersebut di atas, maka dengan ini perkenankan kami H.
Syamsul Rakan Chaniago, SH. MH. Hakim Ad Hoc Tipikor pada
MA-RI dan mewakili Hakim Ad hoc Tipikor tingkat Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi menyampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bahwa dalam surat Bapak Menteri tersebut, Bapak
berpendapat bahwa Hakim Ad Hoc Tipikor bukan sebagai
Pejabat Negara dengan dasar bahwa UU No. 46 Tahun
2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan UU
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tidak
secara tegas atau eksplisit menyatakan bahwa Hakim Ad
Hoc Tipikor sebagai Pejabat Negara.
2. Bahwa dalam surat Bapak Menteri tersebut menunjuk
pasal 11 ayat (1) UU No. 43 tahun 1999 tentang pokok1

pokok kepegawaian antara


Pejabat Negara terdiri atas:
a.
b.
c.
d.

lain

menyatakan

bahwa

Presiden dan Wakil Presiden


Ketua, wakil Ketua, dan Anggota MPR
Ketua, wakil Ketua, dan Anggota DPR
Ketua, wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung R.I, serta Ketua, wakil Ketua, dan
Hakim pada Semua Badan Peradilan.

3. Bahwa Berdasarkan angka 2 huruf d sepanjang kalimat


prasa dan Hakim pada Semua Badan Peradilan
adalah Pejabat Negara. Oleh karena itu meskipun UU
No.46 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman tidak
menyebut secara tegas eksplisit bahwa Hakim Ad Hoc
termasuk Ad Hoc Tipikor sebagai Pejabat Negara, akan
tetapi berdasarkan :
a. Penafsiran hukum intensif Hakim Ad Hoc termasuk Ad
Hoc Tipikor adalah Pejabat Negara , Karena Hakim Ad
Hoc Tipikor adalah Hakim menurut UU Tipikor yang di
beri wewenang untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara (kasus) korupsi, (UU No. 46 tahun
2009 Pasal 6 jo pasal 10 tentang Pengadilan Tipikor).
b. Dalam BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (1) : Hakim
adalah hakim Karir dan Hakim Ad Hoc, dan ayat (3) :
Hakim ad hoc adalah seseorang yang di angkat
berdasarkan persyaratan yang di tentukan dalam
Undang-Undang ini sebagai hakim tindak pidana korupsi.
c. Ketentuan pasal 2 UU No. 46 tahun 2009 tentang
Pengadilan Tipikor, menyatakan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi merupakan Pengadilan Khusus yang
berada di Lingkungan Badan Peradilan Umum, jadi
merupakan Badan Peradilan Pelaksana Kekuasaan
Kehakiman di bawah MA-RI. Dengan demikian
berdasarkan pasal 11 ayat (1) UU Pokok Kepegawaian
tersebut sepanjang prasa Hakim pada semua Badan
Peradilan termasuk Hakim Ad Hoc adalah Pejabat
Negara yang berada dalam Lingkungan Badan Peradilan
Umum di bawah MA-RI.

4. Bahwa berdasarkan angka 2, 3, 4 tersebut di atas,


maka dengan ini kami mohon kepada Bapak Menteri
untuk mempertimbangkan kembali surat penjelasan
tentang Hakim Ad Hoc Tipikor bukan Pejabat Negara,
karena akibat pendirian dan pendapat Bapak Menteri
dalam surat tersebut yang menyatakan Hakim Ad Hoc
Tipikor bukan Pejabat Negara, telah menimbulkan
keresahan bagi kami para Hakim Ad Hoc Tipikor di
seluruh Indonesia; dan dalam praktek hubungan dan
perlakuan antar sesama Hakim yang memeriksa dan
mengadili serta memutus perkara Tindak Pidana
Korupsi, terdapat dan berakibat terjadi diskriminasi
dalam perlakuan, pelayanan, dan perolehan fasilitas,
dibandingkan dengan Hakim Karir, sedangkan Pasal 21
ayat (2) UU No. : 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi tidak membenarkan/melarang
membedakan perlakuan, pelayanan, dan perolehan hak
keuangan dan administratif antara Hakim Karir dengan
Hakim Ad Hoc Tipikor.
5. Bahwa berdasarkan fakta yang dirasakan, dialami
dalam praktek dan kenyataan, kami Hakim Ad Hoc
Tipikor dalam setiap Majelis Permusyawaratan Hakim di
Mahkamah Agung dalam memutus perkara di sebutkan
sebagai Hakim Agung di akhir setiap putusan Majelis
Hakim pada Mahkamah Agung sebagaimana contoh
terlampir, dan Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri,
Hakim Tinggi pada tingkat Pengadilan Tinggi; dan
apabila Hakim Ad Hoc Tipikor tidak disebutkan sebagai
Hakim Agung pada MA dengan demikian pula pada
Hakim Ad Hoc Tipikor pada tingkat Pengadilan Negeri
dan tingkat Pengadilan Tinggi, maka dapat berimplikasi
hukum yang serius terhadap keabsahan kekuatan
hukum mengikat suatu putusan pada peradilan dalam
semua tingkatnya yaitu batalnya putusan quod non.
6. Bahwa perlu pula kami tambahkan bahwa masalah ini
sangat serius dalam tatanan dan proses penegakan
hukum khususnya dalam kebijakan pemberantasan
tindak pidana korupsi sebagai program andalan
Presiden R.I. Bapak DR. Soesilo Bambang Yudhoyono;
karena akan berimplikasi hukum sangat luas, selain
3

dapat mengancam ketidakabsahan ataupun legalitas


putusan hakim terutama kepada terpidana atau pelaku
tindak pidana korupsi yang perkaranya telah diputus
oleh Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Tipikor Tingkat
Pertama, Tingkat Banding, dan pada Mahkamah Agung,
juga mengancam hilangnya idealisme, semangat, dan
ketangguhan para hakim Ad Hoc dalam mengemban
tugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
Tipikor.
7. Bahwa selain itu juga berdasarkan surat Direktur
Jendral Perbendaharaan Kementrian Keuangan RI No: S3974/MK.05/2011 tanggal 18 April 2011, yang di
tujukan kepada Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan
tembusan kepada Menteri Keuangan RI dan Direktur
Sistem Perbendaharaan, telah berdampak langsung
terhadap kami Hakim Ad Hoc Tipikor yaitu terhitung
sejak pembayaran uang tunjangan kehormatan bulan
Mei (di bayar per tanggal 1 Juni 2011) oleh bagian
keuangan MA-RI telah di potong PPh sebesar 15 % x
Tunjangan Kehormatan (Rp 22.000.000,- untuk Hakim
Ad Hoc Tipikor Tingkat Kasasi/PK MA-RI) dan juga untuk
Hakim Ad Hoc Tipikor Tingkat Pengadilan Negeri dan
Tingkat Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia.
8. Bahwa selain dan disamping itu, Hakim Ad Hoc Tipikor
juga terancam tidak akan memperoleh hak berupa gaji
ke-13, remunerasi, fasilitas transportasi, perumahan,
pengamanan sebagaimana yang telah di atur dan
ditetapkan dalam Perpres No. 86 Tahun 2010 Pasal 4 :
Selama menjabat hakim pada Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi diberikan fasilitas perumahan, transportasi, dan
keamanan yang di atur lebih lanjut dengan Keputusan
Sekretaris Mahkamah Agung setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
9. Bahwa surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi tanggal, 25 Juni 2010
tersebut dimuka juga terkesan telah menyampingkan
maksud dan tujuan dari Inpres No. : 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana
4

Korupsi dan tekad, sikap, serta kebijakan Presiden RI


Bapak DR. Susilo Bambang Yudhoyono dalam
memberantas Korupsi, yaitu akan memimpin langsung
dan berada di garis depan memberantas korupsi di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Oleh karena itu Presiden RI dengan segera menerbitkan
UU No. : 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi yang tidak membedakan perlakuan
antara Hakim Karier dengan Hakim Ad Hoc dalam
perolehan hak, kewajiban, dan tanggung jawab.
Bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan tersebut di
atas, maka dengan ini dimohon kepada Bapak Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
mempertimbangkan, dan mencabut kembali surat penjelasan
yang menyatakan bahwa Hakim Ad Hoc Tipikor bukan
Pejabat Negara, dan berkenan berpendapat bahwa Hakim
Ad Hoc Tipikor adalah Pejabat Negara, hal ini penting guna
adanya kepastian hukum mengenai kedudukan, hak keuangan,
transportasi, keamanan, dan pengenaan (PPh atas tunjangan
kehormatan/pajak) terhadap Hakim Ad Hoc Tipikor pada semua
tingkat Peradilan Umum dilingkungan Mahkamah Agung R.I.
Demikian kami sampaikan dan atas perhatian sungguhsungguh serta kerjasama yang baik dari Bapak Menteri, terlebih
dahulu kami sampaikan terima kasih.
Hormat Saya;

H. Syamsul Rakan
Chaniago,SH.MH.
Tembusan Yth. :
1. Bapak DR. Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden R.I.
di Jakarta;
2. Bapak Ketua DPR R.I di Jakarta;
3. Bapak MENKO PULHUKAM di Jakarta;
5

4. Bapak Ketua Mahkamah Agung R.I. di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai