Anda di halaman 1dari 18

LEUKORE

Harry K Gondo
SMF/ Bagian Obstetri & Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

PENDAHULUAN
Leukore merupakan manifestasi yang umum dari gangguan sistem genital. Hal ini
dapat terjadi pada setiap umur dan menyerang hampir sebagian wanita pada waktu-waktu
tertentu. Penyebabnya bervariasi mulai dari hipersekresi substansi yang melebihi kadar
normal sampai dengan keganasan, tetapi penyebab paling banyak dari leukore tersebut adalah
karena infeksi traktus genitalia bagian bawah.1
Sekresi vagina normal berasal dari beberapa komponen antara lain sekresi dari
kelenjar minyak, kelenjar keringat, kelenjar Bartholin dan Skene, transudasi dari dinding
vagina, sel vagina dan serviks yang terkelupas, mukus serviks, cairan tuba dan endometrium,
serta dari mikroorganisme dan produk yang dihasilkannya. 2 Tipe dan jumlah dari sel-sel yang
mengalami pengelupasan, mukus serviks dan cairan dari saluran genital bagian atas berasal
dari proses biokimia yang dipengaruhi oleh level hormonal dalam tubuh. 2 Tingkat keasaman
atau pH vagina adalah asam dimana hal ini menghindarkannya dari serangan infeksi.
Lingkungan asam ini dipertahankan oleh aktivitas bakteri yang normal terdapat di vagina. 2,3,6,8
Vagina yang sehat memproduksi cairan sekresi untuk membersihkan dan mengatur kondisi di
lingkungannya sama halnya dengan air liur yang diproduksi oleh kelenjar ludah untuk
membersihkan dan mengatur lingkungan di dalam mulut. 3 Segala intervensi yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada sekresi vagina akan menyebakan rentannya
lingkungan di sekitarnya untuk terkena infeksi.1,2,3
Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah suatu cairan yang
dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah dalam jumlah yang berlebihan. 11,15
Hal ini hampir dialami oleh setiap wanita dan dapat muncul pada semua umur dari anak-anak
sampai dewasa.1,3,11 Leukorea bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang
menunjukkan keadaan fisiologis atau patologis.3,6,8,11 Leukorea fisiologis terdiri atas cairan
yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dan leukosit yang
jarang, sedangkan pada leukorea yang patologis terdapat banyak leukosit.11

Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. 1,2,3,6,11 Cairan yang
dihasilkan biasanya banyak mengandung leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan
sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum
uteri dapat menyebabkan leukorea patologik. Leukorea juga dapat ditemukan pada adneksitis
dan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk
sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.11,12 Kandidiasis
vulvovaginal, bakterial vaginosis, vaginitis trikomonas, serviksitis dan penyakit radang
panggul (PRP) yang disebabkan oleh N. gonorrhea dan C. Trachomatis adalah beberapa
infeksi yang sering terjadi pada wanita.2,3,4,11
Kandidiasis vulvovaginal merupakan infeksi yang sering menyebabkan leukore pada
wanita, dimana ditemukan pada 75% wanita dalam masa reproduksi dan sebanyak 40-50%
mengalami episode yang berulang.6 Bakterial vaginosis (BV) adalah salah satu penyakit yang
sering didiagnosa pada wanita yang mempunyai keluhan pada sistem genitalianya. Sebanyak
50% kasus BV bersifat asimtomatik. Penyakit ini berhubungan dengan perilaku yang suka
berganti-ganti pasangan. Kekambuhan dari BV setelah mendapat pengobatan adalah sering
terjadi dan ini berhubungan dengan peningkatan perilaku higienis seperti pencucian vagina
yang tidak tepat dimana hal ini akan mengganggu komposisi flora normal pada vagina.5,6,9
Vaginitis trikomonas lebih jarang terjadi pada negara maju, namun mencapai level
yang tinggi sekitar 10-20% diderita oleh wanita dari kalangan miskin di negara yang sedang
berkembang. Vaginitis trikomonas merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual dan telah dilaporkan oleh WHO sebagai non-viral Sexual
Transmitted Infection yang memiliki angka prevalen terbesar yang diperkirakan mencapai
172 miliar kasus baru per tahunnya.6
Neisseria gonorrhoeae (NG) dan Chlamydia trachomatis (CT) adalah dua organisme
yang sering menyebabkan infeksi pada traktus genitalia dan mempunyai dampak yang sangat
besar dalam bidang kesehatan terutama pada bayi dan wanita di negara yang berkembang.
Infeksi ini juga diketahui dapat memfasilitasi penularan dari virus HIV melalui hubungan
seksual.14 Kedua mikroorganisme diatas hanya menginfeksi epitelium silindris yang terdapat
pada serviks sehingga bertanggung jawab terhadap terjadinya endoservisitis yang
mukopurulen.2 Penyakit radang panggul (PRP) paling sering disebabkan oleh N. gonorrhoeae
dan C. Trachomatis yang merupakan mikroorganisme yang dapat menularkan penyakit
melalui hubungan seksual. Mikroorganisme tersebut berkolonisasi pada endoserviks lalu naik
menuju endometrium dan saluran tuba melalui mekanisme yang kita kenal dengan ascending
infection.2

Definisi Leukore
Leukore adalah semua cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa
darah.8,11,15 Leukore dapat merupakan hal yang fisiologis ataupun patologis. Yang fisiologis
biasanya tampak jernih, putih agak berkabut, dan atau tampak kuning pada saat kering di
pakaian. Perubahan dari sekresi vagina yang normal dapat muncul pada beberapa keadaan,
seperti pada siklus menstruasi, stress emosional, status nutrisi, kehamilan, penggunaan obatobatan termasuk pil KB, dan perangsangan seksual.3
Segala perubahan dalam warna dan jumlah dari sekresi vagina mungkin merupakan
suatu tanda dari infeksi vagina. Infeksi vagina merupakan suatu yang umum terjadi.
Kebanyakan wanita akan mengalami beberapa bentuk dari infeksi vagina pada perjalanan
hidup mereka.1,3,6 Beberapa hal yang perlu dicurigai adanya infeksi vagina yaitu
ditemukannya gejala dan tanda seperti sekresi vagina yang disertai rasa gatal, kemerahan dan
pembengkakan, rasa terbakar pada kulit sekitar kemaluan pada saat kencing, sekresi vagina
yang putih dan kental (seperti keju), sekresi vagina yang berwarna keabuan-abuan, kuning
ataupun hijau disertai dengan bau yang menyengat.3,7,8
Etiologi Leukore
Seperti yang disebutkan diatas, leukore dapat bersifat fisiologis atau patologis. 3,6,8,11
Flora vagina normal (lactobacilli) berkolonisasi pada epitelium vagina dan mempunyai peran
dalam pencegahan terhadap infeksi.6 Hal tersebut juga memelihara tingkat keasaman atau pH
dari vagina yaitu antara 3,8-4,4. Kualitas dan kuantitas dari sekresi vagina dapat berubahubah sepanjang waktu dimana setiap wanita mempunyai perasaan normal tersendiri yang
dapat diadaptasi dan diterima olehnya.6 Leukore fisiologis dapat ditemukan pada:8,11,15
1. Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari akibat pengaruh estrogen dari
plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2. Waktu di sekitar menarche akibat pengaruh dari estrogen.
3. Wanita dewasa pada saat ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus yang
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
4. Waktu di sekitar ovulasi akibat dari sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi
lebih encer.
Penyebab tersering leukore yang patologik adalah infeksi walaupun keganasan dapat
juga menyebabkan terjadinya leukore pada wanita. Berikut beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya leukore patologis antara lain:

a. Benda asing
Tampon, kapas, tisu toilet, alat-alat kontrasepsi, dan pesarium yang biasanya diletakkan di
dalam vagina dapat menyebakan timbulnya leukore. Pada orang dewasa, benda-benda
yang cukup besar seperti alat-alat untuk membersihkan vagina, alat masturbasi dan alatalat seks yang lain dapat tertinggal dalam vagina dan menyebabkan timbulnya leukore.
b. Infeksi bakteri
Semua bakteri patogen yang umumnya menyebabkan terjadinya vaginitis akan
menyebabkan timbulnya leukore. Diagnosis yang spesifik hanya dapat dibuat dengan
melakukan pemeriksaan inspekulo pada vagina dan melakukan pengecatan serta kultur
pada sekresi yang dihasilkannya.
c. Infeksi virus
Virus kadang dapat menginfeksi vulva, vagina dan serviks. Yang paling banyak
menyebabkan terjadinya infeksi adalah herpes simpleks tipe 2. Virus ini tidak
menyebabkan terjadinya leukore yang spesifik, namun lesi-lesi herpetik dapat muncul.
d. Candidiasis
Candidiasis merupakan infeksi jamur yang sering menyerang vulva dan vagina. Biasanya
muncul pada penderita diabetes melitus dan selama kehamilan. Sebenarnya Candida
albikan yang merupakan penyebab tersering dari candidiasis merupakan flora normal
dalam vagina. Oleh karena sesuatu hal yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam
vagina khususnya tingkat keasaman, maka flora normal tersebut akan tumbuh secara
berlebihan.
e. Vaginitis Trikomonas
Vaginitis trikomonas adalah penyebab tersering leukore pada wanita dan merupakan
penyakit venereal yang sesungguhnya. Serviks, uretra, dan kandung kencing dapat
terkena melalui infeksi sekunder. Penyebabnya yaitu Trikomonas vaginalis dapat
dideteksi pada pasangan pria dari wanita yang terkena infeksi karena organisme ini dapat
bertahan di dalam prepusium, uretra, atau pada kandung kencing dan kelenjar prostat.
f. Servisitis
Penyakit pada serviks (erosi atau infeksi) biasanya akan menghasilkan sekresi yang
mukoid atau mukopurulen. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada pH dari vagina
dan menciptakan suatu lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dari bakteri
patogen yang dapat menyebabkan infeksi pada dinding vagina, introitus vagina serta
vulva.

g. Atropik (senil) vulvovaginitis


Ditandai dengan penurunan produksi estrogen dan kegagalan organ target untuk berespon
terhadap estrogen mengakibatkan penipisan dan rasa nyeri pada mukosa vagina. Gejala
yang biasanya muncul adalah perasaan kering pada vagina, gatal-gatal, dan dispareunia.
Pengobatan dengan menggunakan estrogen sistemik atau topikal efektif mengurangi
keluhan tersebut diatas.
h. Gangguan endokrin
Gangguan endokrin dalam berbagai tipe sering mengakibatkan terjadinya leukore dari
yang sedikit sampai terjadi hipersekresi dari kelenjar serviks. Hipersekresi ini diakibatkan
oleh karena peningkatan efek estrogen pada kelenjar serviks. Banyaknya kasus leukore
pada wanita hamil adalah karena peningkatan faktor endokrin dan hiperemia yang
berhubungan dengan kehamilan.
i. Penyebab yang lain
Helmintis khususnya Oxyuris biasanya menyebabkan leukore pada anak-anak. Vaginitis
yang berhubungan dengan Entamoba histolitika dapat mengakibatkan leukore dan iritasi
pada vagina.
Patofisiologi Leukore
Mukus serviks yang diproduksi sebagai respon terhadap stimulasi estrogen adalah
merupakan cairan vagina yang normal. Mukosa vagina normal tidak mengandung kelenjar
dan hal tersebut bukan merupakan sekresi yang sesungguhnya. Meskipun demikian, estrogen
memelihara kelembaban vagina dan epitel berlapis pipih untuk menghasilkan sel-sel yang
terdeskuamasi walaupun dalam keadaan tidak adanya serviks dan uterus.1
Stimulasi progesteron setelah aktivasi dari estrogen meningkatkan glikogen yang
terdiri dari sel-sel yang terkelupas. Tingkat keasaman vagina dipertahankan terutama oleh
kadar dari estrogen dan adanya laktobasili (bakteri Doderleins) dimana menggunakan
glikogen dalam metabolismenya. Segala perubahan yang mempengaruhi hubungan dari
mekanisme tersebut diatas dapat menyebabkan terjadinya leukore.1
Ketika kadar estrogen dan progesteron tinggi, traktus genitalia tidak mudah terkena
infeksi. Selama masa anak-anak dan menopause, kadar dari kedua hormon ini sangat rendah
atau bahkan tidak ada dan vulva serta permukaan vagina yang tipis lebih rentan terhadap
infeksi.1
Hiperestrogenisme yang muncul pada saat terjadi kehamilan menyebabkan produksi
dari mukus serviks meningkat. Peningkatan produksi mukus serviks normal muncul pada

bayi baru lahir, selama kehamilan, dan stimulasi seksual atau emosional. Sedangkan secara
patologis ditemukan pada siklus menstruasi yang anovulatoar, tumor pada ovarium, dan
setelah terapi estrogen yang berlebihan.1
Deplesi dari kadar estrogen akibat dari proses penuaan, ovariektomi, atau radiasi pada
pelvis menyebabkan atropi dari traktus genitalia, penurunan produksi mukus, dan cairan
vagina menjadi lebih bersifat basa. Hal ini akan menyebabkan proteksi biologis dari sistem
genitalia menjadi terganggu sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang berlebihan dari flora
vagina normal atau infeksi organisme patogen yang mana akan menyebabkan terjadinya
leukore.1
Diagnosis Leukore
Leukore bukanlah suatu penyakit namun hanya berupa gejala dari suatu keadaan atau
penyakit tertentu.1,8,15 Seperti halnya penyakit yang lain, diperlukan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan mungkin pemeriksaan tambahan untuk dapat menegakkan suatu
diagnosis. Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada wanita dengan keluhan leukore atau
keputihan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel : Anamnesis Pada Pasien Dengan Keluhan Leukore
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada wanita dengan keluhan leukore
Leukore:
Gejala yang menyertai:
Onset
Rasa gatal
Durasi
Pembengkakan
Jumlah
Dysuria
Warna
Perdarahan diantara menstruasi atau
setelah berhubungan intim
Konsistensi

Nyeri perut bagian bawah


Bau
Nyeri pada pelvik
Episode tertentu
Dyspareunia
Harus dibedakan apakah merupakan leukore yang fisiologis atau patologis. Seperti
yang disebutkan diatas, bahwa leukore patologis lebih sering disebabkan oleh infeksi traktus
genitalia seperti kandidiasis vulvovaginal, vaginitis trikomonas, bakterial vaginosis, servisitis
oleh N. gonorrhea dan C. trachomatis, serta penyakit radang panggul (PRP).2,3,6

Kandidiasis Vulvovaginal
Kandidiasis bertanggung jawab terhadap hampir 25-30% kasus vaginitis. 4 Candida
albicans yang berperan untuk 85% hingga 90% infeksi jamur (ragi) di vagina. Spesies lain
dari candida seperti C. glabrata dan C. tropicalis dapat menimbulkan gejala vulvovaginal dan
cenderung resisten terhadap terapi.2 Kandidiasis tidak hanya merupakan penyakit menular
seksuals, namun jamur juga merupakan flora normal dari vagina. Gejala vulvovaginal hanya
muncul jika terjadi overgrowth dari organisme ini.4 Beberapa faktor predisposisi
berkembangnya kandidiasis pada wanita antara lain: penggunaan antibiotik dan
kortikosteroid jangka panjang, diabetes, penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, dan
keadaan imunodefisiensi.2,4
Melalui suatu mekanisme yang disebut resistensi kolonisasi, laktobasilus mencegah
pertumbuhan berlebihan jamur oportunistik.2 Penggunaan antibiotika mengganggu

flora

normal vagina dan menurunkan konsentrasi laktobasilus serta flora normal yang lain
sehingga memungkinkan pertumbuhan berlebihan dari jamur. Kehamilan dan diabetes
keduanya dikaitkan dengan penurunan kualitas imunitas yang diperantarai sel, yang
menyebabkan tingginya insiden kandidiasis.2,4
Gejala kandidiasis terdiri atas pruritus vulva dengan leukore yang khas menyerupai
gumpalan keju.2,3,4,15 Mungkin juga ditemukan kemerahan pada vagina, dispareunia, rasa
terbakar pada vulva dan iritasi. Disuria eksterna (disuria splash) dapat terjadi ketika epitel
vulva dan vestibulum yang meradang terpapar oleh urine. Hasil pemeriksaan menunjukkan
adanya eritema dan edema pada labia dan kulit vulva. Mungkin pula didapatkan adanya lesi
perifer berbentuk pustulopapular. Vagina dapat mengalami eritema dan lengket dengan cairan
vagina yang berwarna putih. Serviks tampak normal dan pH vagina pasien dibawah 4,5 atau
normal serta tes bau adalah negatif.2,3,4,15 Elemen-elemen jamur, baik dalam bentuk ragi
atapun mycelium, didapatkan pada 80% kasus.
Hasil pemeriksaan sekret vagina dalam salin umumnya normal meski mungkin
didapatkan sedikit peningkatan jumlah sel radang pada kasus-kasus yang parah. Tes
sederhana yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan KOH
untuk melihat adanya hypa, pseudohypa yang spesifik untuk infeksi jamur.2 Kultur jamur
direkomendasikan untuk penderita dengan gejala yang menetap setelah memperoleh
pengobatan, pemeriksaan dengan KOH didapatkan hasil negatif, atau pada penderita dengan
infeksi yang berulang yang tidak berespon dengan pengobatan.2,4

Vaginitis Trikomonas
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh protozoa
Trichomonas vaginalis yang bertanggung jawab terhadap hampir 25% kasus vaginitis. 4 Pasien
biasanya datang dengan keluhan keluar cairan dari vagina yang berwarna dan berbau
busuk.2,4,15 Kadang disertai rasa nyeri pada vagina dan nyeri pada saat kencing. Pada kasus
akut terlihat sekret vagina yang berwarna kuning atau hijau keabuan dan berbusa. 2,4 Kadangkadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi
berwarna

merah

dengan

titik-titik

perdarahan

dan

dikenal

sebagai

strawberry

appearance/cervix.2,4
Diagnosis kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis, karena T. vaginalis
dalam saluran urogenital tidak selalu menimbulkan keluhan. 4 Disamping itu uretritis dan
vaginitis dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, oleh karena itu perlu pemeriksaan
laboratorium untuk diagnosis etiologik untuk menentukan penyebabnya. Untuk mendiagnosis
trikomoniasis dapat dipakai beberapa cara , misalnya pemeriksaan mikroskopik sediaan
basah, pembiakan, direct fluorescent antibody (DFA), atau DNA probe. Sampel dapat diambil
dari sekret uretra, vagina, serviks, atau fornik posterior. Sediaan basah dicampur dengan
garam faal dan dapat dilihat pergerakan aktif parasit berflagela.2,4,11,15
Pembiakan atau kultur merupakan gold standard untuk mendiagnosis trikomoniasis,
tetapi kultur membutuhkan biaya yang mahal dan membuang waktu dan jarang diperlukan
dalam praktik klinik.2,4 Dari pemeriksaan didapatkan pH vagina yang lebih besar dari 4,5. Pap
smear kadang diperlukan untuk memastikan diagnosis. Diagnosis untuk keperluan
pengobatan biasanya cukup dengan pemeriksaan sediaan basah, sediaan hapus dan
pemeriksaan lain untuk menyingkirkan penyebab lain atau dapat pula dilakukan pembiakan
jika perlu.
Secara ringkas, diagnosis vaginitis trikomonas dapat ditegakan jika ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Vaginitis trikhomonas dikaitkan dengan adanya cairan vagina yang profus, purulen
dan berbau busuk yang dapat disertai dengan pruritus vulva.
2. Sekresi vagina dapat keluar dari vagina
3. Pada pasien dengan konsentrasi organisme yang tinggi, dapat ditemukan suatu bercak
eritema vagina dan colpitis macularis ( serviks strawberry) .
4. pH sekret vagina umumnya lebih tinggi dari 4,5

5. Secara

mikroskopis

pemeriksaan

sekret vagina

memperlihatkan

pergerakan

trikhomanas dan peningkatan jumlah leukosit.


6. Sel clue dapat nampak karena adanya hubungan dengan BV.

Gambar 1. Trichomonas vaginalis.

Gambar 2. Sekret vagina seropurulen berwarna


kekuning-kuningan dan berbusa pada
trikomoniasis.

Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis (BV) bertangung jawab terhadap hampir 45% kasus vaginitis. 4
Bakterial vaginosis (BV) pada masa-masa yang lalu merupakan istilah yang ditujukan untuk
vaginitis non-spesifik atau vaginitis Gardnella.2 Merupakan kelainan dari flora normal vagina
yang menyebabkan hilangnya laktobasilus penghasil hidrogen peroksida dan menyebabkan
pertumbuhan bakteri yang didominasi oleh bakteri anaerob.2,4,9 Tidak diketahui pemicu apa
saja yang dapat mengganggu flora normal vagina. Diduga bahwa alkalinasi vagina berulang,
seperti pada perilaku seksual yang sering serta penggunaan pembasuh vagina. Apabila
laktobasilus yang memproduksi hidrogen peroksida ini tidak ada, maka membuat vagina
kembali normal adalah sulit, dan BV rekuren sering terjadi. Berbeda dengan kandidiasis dan
trikomoniasis, BV pada kehamilan dihubungkan dengan beberapa komplikasi maternal yang
serius seperti persalinan preterm, premature rupture of membranes (PROM), korioamnionitis,
dan endometritis puerperial.4
Walaupun bukan merupakan penyakit menular seksual yang penting, namun bakterial
vaginosis berhubungan dengan aktivitas seksual dan ditemukan kebanyakan pada wanita
dengan perilaku seksual yang aktif.5 Hal ini juga biasa dijumpai dengan infeksi menular
seksual yang lain seperti T. vaginalis, N. gonorrhea, dan C. Trachomatis. Dan juga
dihubungkan dengan pemakaian kontrasepsi intrauterin.5

Pasien biasanya mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang berbau tidak enak
(amis). Duh tubuh berwarna putih keabuan dengan tes amin positif setelah dicampur dengan
KOH 10 % dan pH vagina yang lebih besar dari 4,5. 2,4,5 Dari pemeriksaan sediaan basah atau
hapus Gram didapatkan Clue cells dengan PMN yang sedikit meningkat.1,2,4,5,11,15
Gambar : Bagan Diagnosis Penyebab dari Leukore/Infeksi Vagina
- Menilai pH vagina
- Menilai warna dan sifat dari cairan vagina

pH<4.5

- Cairan putih dan


sedikit
- Tidak ada erytema
pada vulva dan
vagina
- Tidak ada priritus

pH>4.5

- Putih, cairan
seperti susu
- Vagina dan vulva
erytema
- Pruritus
- KOH ditemukan
adanya hipa dan
tunas ragi

Leukore pada
kehamilan

Moniliasis

- Kuning kehijauan
dan berbuih
- Pada preparat basah
ditemukan
organisme berflgel
dan bergerak

Trichominiasis

- Sedikit Homogen
abu-abu
- Amine test (+)
- Sediaan basah
ditemukaan clue
sel

Bacterial vaginosis

Jadi Diagnosis vaginosis bakteri dapat dibuat jika ditemukan:2,4


1. Bau vagina yang amis (seperti bau ikan), yang umumnya tercium saat koitus dan
terdapat pula leukore.
2. Sekret vagina berwarna abu-abu dan dengan tipis melapisi dinding vagina.
3. pH sekret lebih dari 4,5 (umumnya 4,7 hingga 5,7)
4. Hasil mikroskopis sekret vagina memperlihatkan peningkatan jumlah sel clue dan
leukosit tidak tampak. Pada kasus BV berat, lebih dari 20% sel epitel adalah sel clue.
5. Penambahan KOH dalam sekret (tes Bau ) akan menimbulkan bau amis (seperti ikan),
bau seperti amin.

Servisitis
Serviks terdiri dari dua tipe sel epitel yang berbeda : epitel squamosa dan epitel
silindris. Penyebab radang serviks ini tergantung dari epitel yang terkena. Epitel ektoservikal
dapat mengalami peradangan oleh mikroorganisme yang sama dengan yang menyebabkan
vaginitis. Pada dasarnya, epitel skuamosa ektoserviks merupakan perluasan dan kelanjutan
dari epitel vagina. Virus HSV, trikhomonas dan candida dapat menyebabkan keradangan
ektoserviks. Sebaliknya, N. gonorrhoeae dan C. trachomatis hanya menginfeksi epitel
silindris dan menyebabkan endoservisitis mukopurulen (MPC).2,4
Diagnosis MPC dibuat berdasarkan adanya hasil pemeriksaan sekret endoserviks
yang purulen, umumnya berwarna kuning dan hijau dan disebut mukopus. 2 Pada
pemeriksaan mikroskopis pada mukopus dengan pengecatan Gram, bila didapatkan
diplokokus intraseluler Gram negatif mengasumsikan diagnosis dari endoservisitis
gonokokal. Bila ditemukan hasil yang negatif kemungkinan servisitis disebabkan oleh
khlamidia.
Penyakit Radang Panggul (PRP)
Penyakit radang panggul (PRP) disebabkan oleh mikroorganisme yang berkoloni di
endoserviks dan menjalar ke atas ke endometrium dan tuba fallopi. PRP merupakan diagnosis
klinis untuk pasien yang menderita infeksi dan inflamasi traktus genetalia atas. Peradangan
dapat menempati daerah manapun di sepanjang saluran termasuk endometritis, salpingitis dan
peritonitis.2 PRP umumnya disebabkan oleh mikroorganisme penyakit menular seksual
seperti N. gonorrhoeae dan C. trachomatis.2
Secara tradisional, diagnosis PRP dibuat berdasarkan trias tanda dan gejala, yaitu
nyeri panggul, nyeri adneksa dan pergerakan serviks, serta adanya demam. 2,11,15 Saat ini telah
diketahui bahwa terdapat variasi luas gejala dan tanda pada wanita penderita PRP yang
membuat diagnosis PRP menjadi sulit. Banyak wanita yang menderita PRP menampilkan
gejala yang ringan, yang tidak sesuai untuk PRP. Akibatnya, keterlambatan diagnosis dan
terapi dapat menyebabkan skuele peradangan pada saluran reproduksi bagian atas.

Terapi Leukore

Seperti yang telah disebutkan diatas, leukore bukanlah suatu penyakit namun hanya
merupakan gejala dari suatu keadaan atau penyakit tertentu. 1,8,15 Sehingga terapi yang
diberikan haruslah pada penyebab dari leukore itu sendiri. Leukore fisiologis tentu saja tidak
memperoleh pengobatan yang spesifik karena merupakan hal yang alamiah terjadi. Mungkin
hanya dibutuhkan penjelasan kepada penderita agar merasa lebih tenang. Namun jika jumlah
leukore bertambah banyak, warna dan konsistensinya berubah, berbau, dan menimbulkan
keluhan berupa gatal, rasa panas dan nyeri saat kencing, penderita diharapkan segera mencari
pengobatan.
Leukore patologis sering disebabkan oleh karena terjadi infeksi traktus genitalia.
Pengobatan ditujukan kepada penyebab spesifik dari infeksi tersebut. Selain terhadap
penderita, pengobatan juga diberikan kepada pasangan seksualnya untuk menghindari
fenomena pingpong. Terapi berdasarkan gejala-gejala yang dikeluhkan penderita dapat
dilakukan tanpa dukungan dari pemeriksaan laboratorium.6 Hal ini dapat dilakukan pada
tempat pelayanan kesehatan yang tidak dilengkapi oleh fasilitas laboratorium seperti di
puskesmas khususnya daerah yang terpencil. Pada tabel 2.2 dapat dilihat langkah-langkah
dalam memberikan pengobatan kepada penderita dengan keluhan leukore.12
Pada pusat pelayanan yang lebih tinggi, pengobatan spesifik dapat diberikan kepada
penyebab dari infeksi. Kultur dan pemeriksaan sensitivitas sebaiknya dikerjakan untuk lebih
memastikan diagnosis dan obat yang masih sensitiv terhadap organisme penyebab. Sambil
menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas dapat diberikan pengobatan dengan obat atau
antibiotika yang berspektrum luas.
Kandidiasis Vulvovaginal
Tujuan pengobatan pada kandidiasis adalah mengurangi overgrowth dari jamur dan
mengembalikan vagina pada kondisi yang seimbang. 2,3 Pemakaian agen-agen azole topikal
merupakan terapi yang paling sering digunakan untuk VVC dan lebih efektif dibanding
nistatin. Terapi dengan agen azole menyebabkan berkurangnya gejala dan hasil kultur
menjadi negatif pada 80% hingga 90% pasien dengan terapi komplit, gejala umumnya
membutuhkan waktu 2 hingga 3 hari untuk berkurang.2 Untuk kandidiasis yang tidak
terkomplikasi dapat diberikan mikonazole, terkonazole, klotrimazole, dan butokonazole
selama 3-7 hari biasanya efektif.4
Pengobatan terhadap kandidiasis yang menetap atau berulang lebih bermasalah. Pada
penderita yang cenderung seperti ini, sebaiknya disarankan untuk melakukan tindakan

pencegahan seperti memakai celana dalam dari bahan katun, memperhatikan higienis
genitalia, dan lain-lain.4 Flukonazole oral dapat diberikan sebanyak 150 mg dosis tunggal.2,4
Penderita dengan gejala yang berat dapat diberikan dosis tambahan 150 mg setelah 72
jam dari dosis yang pertama.2 Obat alternatif yang dapat diberikan untuk kasus yang berulang
adalah klotrimazole dalam bentuk supositoria vagina sebanyak 500 mg tiap minggu. 4 Asam
borak sebaiknya tidak diberikan kepada wanita hamil karena berefek teratogenik. 4 Terapi
tambahan seperti steroid topikal yaitu hidrokortison kream 1% dapat diberikan untuk
mengurangi gejala iritasi eksternal.2 Pasangan seksual biasanya tidak diberikan pengobatan
kecuali mereka mengeluh gatal atau iritasi pada area genitalnya. Pengobatan terhadap
pasangan pria dapat menggunakan kream fungisidal pada area penis yang terinfeksi.3
Vaginitis Trikomonas
Terapi yang baik ialah dengan menggunakan metronodazole (Flagyl). Metronidazole
yang diberikan per oral dapat diserap dengan baik dalam traktus digestivus dan mempunyai
toksisitas yang rendah.11 Efikasi pengobatan mencapi 95% jika pasien mengeluh dan
pasangan seksual diobati juga.4 Resistensi dengan metronodazole jarang terjadi, dan resistensi
relatif biasanya timbul pada pemakaian obat dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang
lama.4
Metronidazole dapat diberikan dalam tiga regimen dosis oral yaitu: dosis tunggal 2
gram,250 mg tiga kali sehari selama 7 hari, dan 500 mg dua kali sehari selama 7 hari. 2,4,11
Dilarang mengkonsumsi alkohol saat minum metronidazole sampai dengan 48 jam
sesudahnya, karena metronidazole bersifat intoleran terhadap alkohol sehingga dapat
menimbulkan mual dan muntah pada penderita (disulfiram-like reaction).1,2,3 Pasangan
seksual harus diobati juga untuk menghindari infeksi berulang walaupun tidak menunjukkan
gejala klinis.3,11
Bakterial Vaginosis
Idealnya, terapi BV menghambat bakteri anaerob tanpa menghambat laktobasilus
vagina.2 Metronidazole, jenis antibiotika yang memiliki aktivitas yang sangat baik melawan
bakteri anaerob namun memiliki aktivitas yang buruk terhadap laktobasilus, merupakan
terapi pilihan untuk BV.2 Diberikan dosis 500mg dua kali sehari selama 7 hari. 2,5 Penderita
dilarang mengkonsumsi alkohol saat minum obat sampai dengan 48 jam untuk menghindari
efek mual dan muntah yang dapat timbul. 1,2,3 Klindamisin 300 mg dua kali sehari selama 7
hari dapat juga diberikan dan tinidazole 500 mg dua kali sehari selama 5 hari. 2,5

Metronidazole dan klindamisin dapat diberikan melalui vagina. Metronodazole gel 75%
dapat diberikan selama 5 hari dan klindamisin kream 2% selama 7 hari. 2,5 Banyak klinisi
lebih memilih terapi intravagina karena rendahnya efek samping sistemik seperti misalnya
gejala gastrointestinal ringan hingga sedang dan adanya rasa yang tidak enak.2 Terapi
terhadap pasangan seksual tidak menunjukkan adanya perbaikan respon terapi dan karenanya
tidak direkomendasikan.2,3,4
Servisitis
Terapi endoservisitis mukopurulen (MPC) terdiri dari regimen antibiotik yang
direkomendasikan untuk terapi infeksi traktus genetalia yang tidak terkomplikasi oleh infeksi
chlamidia dan gonorrhea. Pada tabel 2.3 dapat dilihat regimen antibiotika untuk infeksi
klamidia dan gonorrhea.2
Tabel : Regimen Terapi untuk Infeksi Gonokokus dan Klamidia
Endoservisitis Neisseria Gonorrhoeae
Cefixime, 400 mg peroral (dosis tunggal) atau
Ceftriaxone, 125 mg intramuskular (dosis tunggal) atau
Ciprofloxacin, 500 mg peroral (dosis tunggal)* atau
Ofloxacin, 400 mg peroral (dosis tunggal)* atau levofloxacin 250 mg peroral dalam dosis
tunggal (Quinolon tidak dipergunakan untuk infeksi yang didapat di Asia atau Pasifik,
termasuk Hawai)
Endoservisitis Chlamydia trachomatis
Azithromycin, 1 g peroral (dosis tunggal), atau
Doxycycline, 100 mg peroral dua kali sehari 7 hari atau
Ofloxacin, 300 mg peroral dua kali sehari 7 hari ataulevofloxacin 500 mg peroral selama 7
hari.
Eritromisin basa, 500 mg peroral, 4 kali sehari selama 7 hari atau
Eritromisin ethilsuksinat 800 mg peroral 4 kali sehari selama 7 hari.
Diambil dari Centers for Disease Control and Prevention. Pedoman terapi PMS. Washington DC: Centers for
Disease Control and Prevention. 2002, dengan izin.

Penyakit Radang Panggul (PRP)


Regimen terapi PRP harus dapat memberikan perlindungan spektrum luas empiris
dari berbagai patogen termasuk N. gonorrhoeae, C. trachomatis, bakteri fakultatif gram
negatif, bakteri anaerob dan streptokokkus.2 Terapi yang direkomendasikan untuk terapi PRP
disusun dalam tabel 2.4.2 Dianjurkan pasien dirawat di Rumah Sakit, terutama bila diagnosis
masih belum jelas, terdapat dugaan abses pelvis, dengan klinis penyakit yang berat ataupun
kepatuhan terhadap regimen yang diberikan masih kita ragukan.

Tabel : Pedoman CDC untuk Terapi Penyakit Radang Panggul


TERAPI PASIEN RAWAT JALAN
REGIMEN A
- Ofloxacin, 400 mg p.o, 2 kali sehari selama 14 hari atau
- Levofloxacin, 500 mg p.o, satu kali sehari selama 14 hari
Dengan ataupun tanpa :
Metronidazole, 500 mg, p.o, 2 kali sehari selama 14 hari
REGIMEN B
- Cefotixin, 29, i.m, plus probenecid 1 9,p.o.,bersamaan atau
- Ceftriaxone, 250 mg, i.m. atau
- Dosis sefalosporin yang ekuivalen
Plus :
Doxycycline 100 mg ,, 2 kali sehari, p.o. selama 14 hari
TERAPI PASIEN RAWAT INAP
REGIMEN A
- Cefotixin 29, i.v.setiap 6 jam atau
- Cefotetan 29, i.v. setiap 12 jam
Plus :
Gentamycin, dosis awal i.v. atau i.m. (2 mg / kg BB) diikuti dosis pemeliharaan (1,5
mg / kg BB) setiap 8 jam.
Diambil dari Centers for Disease Control and Prevention. Pedoman terapi PMS. Washington DC: Centers for
Disease Control and Prevention. 2002, dengan izin.

Tabel :

Protokol Untuk Manajemen Leukore Dimana Fasilitas Laboratorium Dasar


Tidak Tersedia

Langkah 1:

Pemeriksaan spekulum
Klasifikasikan sekresi vagina
Klasifikasikan sekresi serviks apakah mukopurulen atau tidak
pH dari sekresi vagina dan tes amin +/-

Langkah 2:
Jika sekresi like curd berikan pengobatan untuk kandidiasis
Langkah 3:
Sekresi homogen dan

Sekresi homogen dan pH<4,5 atau

pH>4,5

sekresi tidak homogen dan

Sekresi tidak homogen dan


pH<4,5

pH>4,5
Tes amin
Tes amin (+)
Berikan pengobatan untuk bakterial

Tes amin (-)


Tidak memberikan pengobatan

vaginosis/trikomoniasis
Jika gejala menetap atau kambuh, kaji kembali diagnosa, berikan pengobatan sesuai dengan diagnosis yang
baru, dan beri pengobatan juga terhadap pasangan seksualnya.
Langkah 4:
Pada wanita umur <35 tahun, jika terlihat mukopus serviks, rencanakan tes definitif untuk gonorea
dan klamidia dan follow up yang sesuai secepatnya
Pada wanita umur 35 tahun perlu investigasi lebih lanjut dan pengobatan terhadap gonorea dan
klamidia berdasarkan riwayat dan pemeriksaan yang sesuai.
Pada wanita semua umur, jika ada riwayat koitus dengan pasangan yang dikonfirmasi menderita
infeksi oleh gonorea atau klamidia lakukan tes definitif dan pengobatan secepatnya.

2.6 Komplikasi Leukore


Leukore adalah merupakan suatu tanda dan gejala dari suatu proses fisiologis atau
akibat infeksi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan pengeluaran sekret dari vagina.
Komplikasi yang terjadi sebenarnya tergantung dari penyebab dari leukore tersebut, sehingga
tergantung dari sifat mikroorganisme. Sedangkan leukore sendiri lebih sering menyebabkan
komplikasi ringan seperti bau tidak enak, iritasi daerah vagina dan perasaan yang tidak
menyenangkan atau kurang merasa nyaman dalam melakukan aktivitas.
Komplikasi yang lebih serius tergantung dari penyebab dari leukore tersebut.
Komplikasi pada trikomoniasis jarang terjadi, jika tidak diobati akan dapat meningkatkan

kemungkinan tertular HIV dan pada wanita penderita HIV dengan trikomoniasis akan
meningkatkan kemungkinan penularan HIV terhadap pasangan seksualnya. Pada wanita yang
sedang hamil dengan trikomoniasis akan beresiko mengalami ketuban pecah dini sehingga
bayi lahir prematur atau dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).
Bayi yang lahir dari ibu yang menderita trikomoniasis akan berisiko tertular
trikomoniasis baik secara kontak langsung atau parasit yang ditelan oleh bayi menyebabkan
feses bayi mengandung parasit dan kemudian mengkontaminasi vagina atau uretra bayi.
Infeksi T. Vaginalis sering menimbulkan servisitis kronik sebagai penyebab mayor terhadap
terjadinya infertilitas
Bakterial vaginosis sering menimbulkan perasaan yang tidak nyaman pada wanita,
sekret yang banyak dan berbau yang meningkat setelah berhubungan seksual. Sering juga
berhubungan dengan komplikasi obsteri dan ginekologi seperti Post-abortion pelvic
imflamatory desease, keguguran pada trimester kedua dan paersalinan preterm.

Sedangkan

jika diakibatkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis sering menimbulkan
bartholinitis, skenitis, servisitis, salfingitis dan peritonoitis.

Sebagian kecil wanita akan

timbul jaringan ikat pada tuba fallofii yang sering menghambat jalannya sel telur atau zygot
untuk nidasi di uterus, dan timbul kehamilan ektopik dengan segala komplikasi yang
ditimbulkannya. Akibat infeksi Neisseria gonorrhoeae pada ibu sering menimbulkan
gonorrheal oftalmia pada jainin saat setelah lahir. Komplikasi yang lain, menimbulkan
penyakit radang panggul yang terus berulang (recurent) sehingga menimbulkan keluhan nyeri
yang kronik, infertilitas, selain kehamilan ektopik seperti yang disebutkan diatas.
Vaginitis candida sering menimbulkan dermatitis pada kulit jika sekret banyak sering
menyebabkan perlukaan.
Prognosis
Dengan pengobatan penyebab yang tepat leukore dapat disembuhkan. Pengobatan
secara simultan pada pasangan seksual akan meningkatkan kesembuhan dan menghindari
reinfeksi. Tidak ada dilaporkan leukore dapat menimbulkan kematian. Dengan diagnosa dan
pengobatan dini maka komplikasi lebih lanjut akan dapat dicegah. Tapi perlu disadari dimana
penyakit ini cenderung berulang dan berhubungan dengan prilaku seksual sehingga
penanganan menjadi lebih komplek.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Collins JH. Disorders of the vulva & vagina. in: Benson RC, editor. Current Obstetric & Gynecology,
Diagnosis and treatment. California: Lange medical publication; 1977. p. 151 155.

2.

Soper DE. Genitourinary Infection and Sexually Transmitted Deseases. in: Jonathan SB, editor. Novaks
Gynecology. Philadelphia: Lippincott William & Wilkens; 2002. p. 453 457.

3.

McKinley Health Ceneter. Vaginal Discharge (Knowing the difference betwen normal discharge and
infections. 2005 Oct 05; Available at http://www.mckinley.uiuc.edu . Accessed September 20, 2005.

4.

Patric D. Infection in pregnancy. in: Frank WL, Patric D, editor. Obstetric & Gynecology, principle and
practice. New york: Mc Graw Hill medical Publising Divition; 1998. p. 90 94.

5.

Greer IA, cameron IT, Magowan B, Robert RN, Walker JJ. Problem-based obstetric and
gynecology.London. Churchill Livingstone; 2003.

6.

Mitchell H. Vaginal Discharge cause, Diagnosis, and treament. 2004 May, 29; Availlable at:
http://www.bmjbooks.com. Accessed September 13, 2005

7.

Vaginal discharge. 2004 May, 29 Avallable at: http://www.emedicine.com/. Accessed September 9,


2005

8.

Novaks E & Novaks ER. Text book of Gynecology. fifth edition. American. The Williams & Wilkins
Company; 1956

9.

Langsford MJ, Dobbs FF, Morisson GMDavid AB,The effect of introduction of a guide line on the
management of vaginal discharge and in particular bacterial vaginosis in primary care. 2000 october,
12. Availlable at http://www.familypractice.com. Accessed September 13, 2005.

10. Management of abnormal vaginal discharge in women. 20002 January,10 availlable at:
http://www.sextransinf.com. Accessed Sepetember 13, 2005
11. Wiknjosastro H. Ilmu Kanbdungan. Edisi kedua. Jakarta. Yayasan Bina Puastaka Sarwono
Prawiroharjo; 1994.
12. Chandeying V. Evaluation of two clinical protocols for the management of women with vaginal
discharge in southern Thailand. 1998 February, 28, Availlable at: http://www.sextransinf.com. Accessed
Sepetember 13, 2005

13. Wishwanath S, Et all. Syndromic management of vaginal discarge among women in a reproductive
health clinic in India. 2004 April, 20, Availlable: http://www.sextransinf.com. Accessed Sepetember
13, 2005.
14. Fonck K, et all. Validity of the vaginal discharge algorithm among Pregnant and non pregnant women
in Nairobi, Kenya. 20004 November, 02. Availlable: http://www.sextransinf.com. Accessed

Sepetember 13, 2005.

Anda mungkin juga menyukai