Anda di halaman 1dari 14

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.

Dasar sinus
maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa
tulang pembatas.Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi
jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah
dan limfe.1
Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu
sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang
terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri
anaerob.Seringkali perlu dilakukan irigasi sinus maksila.2,3
DEFINISI
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena,
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis
sfenoid.1,2,3
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering
terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari
gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.1,5
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis.Sinusitis maksilaris akut
berlangsung tidak lebih dari tiga minggu.Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi
dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa.Sinusitis berulang terjadi lebih
sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa.

Sinusitis kronis

berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh
hari.1,2,

Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen

Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore:5


a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh
bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding
lateral os maksila.
b. Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi sedemikian rupa
sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang tersisa.
c. Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar antara
sinus dan rongga mulut.
d. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat langsung
menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus dari
lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan
infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana
sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat.Nathaniel
Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi
dari sinus pada tahun 1651, Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan
memisahkannya dengan soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas pembungkus.5,8
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan
kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi terutama oleh
infeksi bakteri gram negatif.Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk
dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung.Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik,
irigasi sinus, dan koreksi gangguan geligi.6
Etiologi sinusitis dentogen adalah: 5,7
a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar
tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya
terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi
mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal.
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan
diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan
gigi.
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran
periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus
maksila.
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat
pengisian saluran akar yang berlebihan.
f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan
folikuler.
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan
obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

Gambar 4: Faktor penyebab terjadinya sinusitis dentogen

Gambar 5: Tampilan abses periodontal dan abses periapikal


2.4 EPIDEMIOLOGI
Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika, lebih dari
30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika menjumpai insiden pada
orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi gigi.7

Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe dentogen


sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal. Becker et al. dari
Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh penyakit pada
akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai
penyebab sinusitis maksila dentogen. Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan
10% kasus sinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi.6
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien
rawat jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden sinusitis dentogen di Departemen THTKL/RSUP H. Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal
yaitu sebanyak 71.43%. Hasil dari penelitian melaporkan bahwa insiden sinusitis dentogen
lebih tinggi pada wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga dan keempat. 3

2.5 PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu
lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel
epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi
zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan
jika jumlahnya berlebihan.5,8,11
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis
yaitu apakah

terjadi obstruksi dari

ostium.

Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan

menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan


epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi siliaini
akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. 5,8
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama
berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:
1.

Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus
maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti

menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah
mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi
karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga
jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa
sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi

ini meluas dan mengenai selaput

periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga


terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang
alveolar menyebabkan

abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus

maksila sehingga memicu inflamasi. 1,5,8


2.

Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma
apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.1,5,8
Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:
Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi, yang

mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan
drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen
menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat,
sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan
fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.11

Gambar 6. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Gambar 7. Perubahan silia pada sinusitis


Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan
saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka
terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif
dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang
baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi
hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering
ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis,Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob
jarang ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista.1,2,3

Gambar 8. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi


Reaksi peradangan

berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran

kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan
eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah
dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan
vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang
terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus.4

2.6

GEJALA KLINIS
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal.Gejala sistemik ialah

demam dan rasa lesu.Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang
berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali
terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena
nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi
dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu
membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat
menghilang

hanya

bila

peningkatan

sumbatan

hidung

sewaktu

berbaring

sudah

ditiadakan.1,2,4,5
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan
di pipidan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir
atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post
nasal drip).1,4
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen
karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe
odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk.Di
samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe
dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.5

Gambar 9. Pus pada meatus medius dan Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis
2.7

DIAGNOSIS
Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi serta

pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan kriteria
American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana
diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor
dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta
temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi
dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis sinusitis
dentogen serta penatalaksanaannya.1,2
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palapsi, transiluminasi, rhinoskopi
anterior dan posterior. Pada inspeksi diperhatikan adalah pembengkakan di pipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan dapat menunjukkan sinusitis maksila
akut. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan
adanya sinusitis maksila. Pada pemeriksaan transiluminasi, manfaatnya terbatas sehingga
sudah sangant jarang dilakukan. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk memeriksa sinus
maksia dan frontal bila tidak tersedia pemeriksaan radiologik. Apabila transiluminasi tampak
gelap di daerah infraorbita, kemungkinan antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal
atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus
maksila, akan tampak terang pada transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak
adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan
naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya
adalah adanya pus di meatus medius. Naso-endoskopi juga dapat mempermudah dan
memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian yang rumit termasuk KOM.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos dan CT scan. Pada foto polos
diambil dalam posisi Waters, PA, dan lateral. Foto polos ini umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena pemeriksaan ini mahal, maka hanya dikerjakan untuk sinusitis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan menggunakan
endoskop (sinuskopi). Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior
atau fossa kanina. Dengan endoskop dapat dilihat kondisi sinus yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irifasi sinus untuk terapi.

CT Scan potongan
coronal

PENATALAKSANAAN
1. Kausatif ; Atasi masalah gigi.
2. Konservatif ; medikamentosa : Antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid, dan
irigasi sinus.
3. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior,
Caldwel-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus
endoskopik fungsional.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan perkembangan pesar dalam
bedah sinus. Teknik bedah ini pertamakali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan
oleh Stammberger dan Kennedy. BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang
menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan
mucociliare clearance. Prinsip BSEF adalah membuka dan membersihkan KOM sehingga
drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami.
KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.

1. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan
maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal,
abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
2. Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa :
1. Osteomielitis dan abses subperiosteal. Paing sering timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral atau fistula pada pipi.
2. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusnya
disembuhkan.

Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang
dilakukan dan komplikasi penyakitnya.Jika, drainase sinus membaik dengan terapi
antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik.5

KESIMPULAN
Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa
sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi.10% kasus sinusitis dengan
sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2 Meskipun sinusitis dentogen
adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta masih kurangnya
konsensus mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen
dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan
granulasi di salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau
limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan
rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa transluminasi,
foto rontgen, CT-Scan dan MRI.

Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung


berbau.Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan obatobatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus serta
operatif.Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, CaldwellLuc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik
fungsional.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai
Penerbit FKUI, 2008; 145-53.
2. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997.
3. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan
Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-63
4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H.
Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 2006. p. 386-92
5. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh
tanggal 9 Februari 2013
6. Itzhak Brook, MD. Acute Sinusitis. Tersedia dari URL
http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htmEdisi April 2012. Diunduh tanggal 9
Februari 2013
7. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short
Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31
8. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen.Diambil dari dentika Dental Journal,
Vol
12,
No
1.
2007.
Hal
:
81
-84.
Tersedia
dari
URL :http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 9
Februari 2013
9. Mehra P, Murad H. Maxillary Sinus Disease of Odontogenic Origin. Otolaryngologic
Clinic of North America. 2004. p. 347-64
10. Henny Kartika. Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal. Tersedia dari
URLhttp://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-pemeriksaan-hidung-dansinus-paranasal/. Diunduh tanggal 9 Februari 2013
11. Bestary, Jaka Budiman. Rossy, Rosalinda. Bedah Endoskopi Fungsional Revisi Pada
Rinosinusitis Kronis. Diambil dari Jurnal FK Universitas Andalas/RSUP Dr. M Djamil
Padang,
Bagian
THT
Bedah
Kepala
Leher.
Tersedia
dari

URLhttp://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revi
si_pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf Diunduh tanggal 9 Februari 2013
12. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi sinusitis maksila
dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhati.

Anda mungkin juga menyukai