Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan
kesejahteraan

merupakan

manusia

salah

sehingga

satu

indikator

tingkat

menjadi

prioritas

dalam

pembangunan nasional suatu bangsa. Hal ini terkait dengan upaya


peningkatan kualitas sumber daya bangsa tersebut. Dengan sumber
daya manusia yang berkualitas maka akan semakin meningkatkan
daya saing bangsa dalam era persaingan global saat ini.
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah
pembangunan di bidang kesehatan dengan mewujudkan dan
meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat Indonesia.
Beberapa langkah kerja yang dilakukan pemerintah dalam rangka
pembangunan nasional di bidang kesehatan meliputi tercukupnya
ketersedian

obat,

meratanya

pendistribusian

obat,

serta

terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Oleh karena itu,


pengadaan dan produksi obat yang dalam hal ini dilakukan oleh
industri

farmasi

akan

mempengaruhi

ketersedian

obat

yang

dibutuhkan masyarakat.
Dalam era globalisasi sekarang ini, dimana industri farmasi
dituntut untuk dapat bersaing dengan industri farmasi baik dalam
maupun luar negeri untuk dapat memperebutkan pangsa pasar dan
memenuhi kebutuhan obat bagi masyarakat. Salah satu caranya

adalah dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan obat yang


bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilakan produk
yang bermutu yaitu dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Pada tahun 2006, pemerintah telah memperbarui CPOB ini, yang
kemudian lebih dikenal dengan CPOB terkini atau cGMP (Current
GMP).
Di sisi lain, pemberlakuan c-GMP bagi industri farmasi
Indonesia ternyata membawa berbagai konsekuensi, slah satunya
adalah meningkatnya peran apoteker (pharmacist) di industri farmasi.
Hal

ini

tentunya

harus

diimbangi

dengan

kesiapan

dan

profesionalisme para apoteker sendiri.


Dalam era perdagangan bebas dimana industri farmasi di
Indonesia akan bersaing denga industri farmasi dari negara lain maka
penerapan CPOB saja belum cukup maka dari itu dituntut untuk
memenuhi

persyaratan

internasional,

salah

sistem

satunya

mutu

dengan

tang

berlaku

memdapatkan

secara
sertifikat

Internasional Organization for Standardization (ISO).


Sertifikat ISO 9000 merupakan jaminan sistem pengelolaan
mutu dan memberikan kerangka kerja untuk pengolahan yang efektif
dan

dengan

pengembangan

seri

ISO

9000

perdagangan.

sekaligus
Sedangakan

merupakan
sistem

promosi

manajemen

lingkungan, sistem ramah lingkungan yang menekankan pada


dokumentasi dan penerapannya sebagai bukti obyektif dari jaminan
mutu diatur dalam seri ISO 14000. Dengan memperoleh pengakuan

ISO maka akan meningkatkan kredibilitas perusahanan dalam hal


kemudahan memasuki pasar bebas dan sekaligus merupakan
kemajuan perusahaan.
Keberhasilan pelaksanaan CPOB dan penerapan ISO
dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam
indistri farmasi. Apoteker adalah salah satu profesi yang memegang
peranan penting di industri farmasi. Calon apoteker yang ingin terjun
di industri farmasi perlu melihat langsung penerapan dari konsepkonsep farmasi industri yang ada di lapangan dan mengetahui
aplikasi ilmu selain ilmu kefarmasian yang tidak didapat di pendidikan
formal kuliah.
Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, Program DIII
Farmasi STIKES Nani Hasanuddin bekerja sama dengan Industri
Farmasi

PT.

Kimia

Farma

(Persero)

Tbk

Plant

Bandung

melaksanakan kegiatan PKL Industri yang merupakan mata kuliah


yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa Jurusan Farmasi.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Lapangan di industri farmasi bertujuan agar
mahasiswa dapat :
1. Memahami penerapan ilmu pengetahuan keterampilan
sebagai seorang Asisten Apoteker di industri farmasi juga
mengetahui peran dan tugas serta tanggung jawabnya di
industri farmasi.

2. Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman


tentang operasional kegiatan di pabrik farmasi beserta
pengawasan dan pengembangannya
3. Mengikuti secara langsung kegiatan-kegiatan dalam
proses pembuatan produk tablet hormon dan kina mulai
dari bahan baku sampai menjadi produk jadi yang siap
dipasarkan.
4. Mengetahui dan memahami penerapan CPOB dan
standar kualitas di industri farmasi.
1.3

BAB II
TINJAUAN TENTANG PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk

2.1 Sejarah PT Kimia Farma (Persero) Tbk


PT Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kefarmasian,
mulai dari produksi bahan baku obat, produksi obat jadi, sampai pada
pemasaran yang meliputi Apotek dan Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Pada tahun 1896, melalui akte notaris B.V. Houthuisen No.
12 tanggal 29 Juni 1896 di Bandung didirikan sebuah pabrik kina oleh
pemerintah Hindia Belanda dengan nama Bandoengsche Kimine
Fabriek N.V, yang mula-mula hanya menghasilkan garam kina dari
kulit kina. Pengelolahan pabrik kina ini kemudian diserahkan pada
Indische Combinate Voor Chemische Industrie (Inschen) pada tanggal
14 Januari 1939 dan Inschen sendiri telah memiliki pabrik yodium di
Watudakon yang didirikan pada tahun 1926.
Pada tahun 1942 dalam perang dunia II, pabrik kina
Bandung dikuasai oleh angkatan darat Jepang yang diberikan nama
Rikuyun Kinine Seizoshyo. Selama Jepang berkuasa pembuatan pil
dan tablet kina masih tetap dilakukan, tetapi hasil kina tersebut
diangkut oleh Jepang dan sebagian lagi dikirim ke tempat-tempat lain
untuk kepentingan Jepang dalam perang di Pasifik. Untuk keperluan
5

dalam negeri, yaitu orang Indonesia, Jepang hanya menyediakan


hasil pabrik yang disebut tota kina, yaitu kina yang belum dipisahkan
dari alkaloid-alkaloid lainnya.
Setelah Jepang dikalahkan Sekutu pada tahun 1945, pabrik
kina diambil ahli oleh pemiliknya, yaitu perusahaan swasta Belanda
dengan nama Bandoengsche Fabriek N.V pada tahun 1955, pabrik
kina ini diserahkan pada Combinatie Voor Chemische Industrie
dengan akte Mr. R. Soewardi No. 47/1954 tanggal 3 November 1954.
Tahun 1958, berhubung adanya sengketa Irian Barat antar
Indonesia dan Belanda, maka semua perusahaan Belanda yang ada
di Indonesia dikuasai oleh pemerintah RI dengan membentuk Badamn
Pemimpin Umum (BPU) bedasarkan PP No. 23 tahun 1958,
perusahaan di bawah BPU ini menjadi milik RI yang pelaksanaannya
diserahkan kepada Badan Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan
Belanda (BANAS). Pada tahun 1960, pabrik kina diberi nama
Perusahaan Negara (PN) Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinnneka
Kina Farma berdasarkan SP Menkes No. 57/959/BPK/Kob tanggal 18
Juli 1960. Pada tahun 1961, berdasarkan PP No. 85 tanggal 17 April
1961, namanya diubah menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF)
dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma yang meliputi pabrik
Yodium di Watudokan Mojokerto, Jawa Timur.

Sekitar tahun 1969, berdasarkan PP No. 3 tanggal 25


Januari 1969, empat PNF yaitu PN Radja Farma, PN Nakula Farma,
PN Bhinneka Kina Farma dan PN sari Husada dilebur menjadi satu
PN dengan nama Perusahaan Negara Farmasi dan Alat-alat
kesehatan Bhinneka Kimia Farma. Keempat perusahaan tersebut
masing-masing menjadi astu unit dengan susunan yaitu PNF Radja
Farma (Jakarta) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit I Bidang
Perdagangan, PNF Nakula Farma (Jakarta) menjadi PNF Bhinneka
Kimia Farma Unit II Bidang Produksi Jakarta, PNF Bhinneka Kina
Farma (Bandung) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit III Bidang
Produksi Bandung, dan PNF Sari Husada (Yogyakarta) menjadi PNF
Bhinneka Kimia Farma Unit IV Bidang Produksi Yogyakarta.
Pada tahun 1971, berdasarkan PP No. 16 tahun 1971 dalam
lembaran negara RI No. 18 tahun 1971, PNF dan Alat-alat Kesehatan
Bhinneka Kimia Farma Unit I sampai Unit IV diubah menjadi PT
(Persero) Kimia Farma terhitung mulai bulan Agustus 1971 melalui
Akte Notaris Sulaeman Ardjasasmita tanggal 16 Agustus 1971 dan
menggantikan nama semua unit perusahaan yaitu Unit I menjadi Unit
Perdagangan, Unit II menjadi Unit Produksi Jakarta, Unit III menjadi
Unit Produksi Bandung, Unit IV menjadi Unit Produksi Yogyakarta.
Pada pertengahan 1974, PNF Sari Husada (PT Kimia Farma Unit
Produksi Yogyakarta) memisahkan diri dari PT (Persero) Kimia Farma.

Tahun 1990, Unit Produksi Bandung menjadi tiga unit yaitu


Unit Formulasi Bandung, Unit Produksi Manufaktur Bandung, dan Unit
Produksi Manufaktur Watudakon. Pemisahaan unit ini diikuti dengan
penggabungan pabrik pil KB ke dalam Produksi Formulasi Bandung.
Pada

bulan

Juli

2002,

dilakukan

perubahan

struktur

organisasi dimana Unit Produksi Formulasi Bandung, Unit Produksi


Manufaktur Bandung, serta Unit Produksi Manufaktur Semarang
bergabung dengan Palnt Bandung. Begitu pula dengan Unit Produksi
Jakarta dan Unit Produksi Tanjung Morawa Medan bergabung menjadi
Plant Jakarta. Penggabungan ini dilakukan sebagai langkah efisiensi
dan efektivitas untuk meningkatkan kompetensi guna pengembangan
perusahaan.
2.2 Struktur Organisasi
Manager Plant Bandung membawahi tiga manager yaitu
Manager Produksi, Manager Pemastian Mutu Dan Manager PPPI,
serta tujuh bagian yang dekepalai oleh Asisten Manager yaitu Bagian
Teknik dan Pemeliharaan, Bagian Penyimpanan, Bagian Pembelian,
K3L, Bagian Umum dan Administrasi Personalia, Bagian Akuntansi
Bandung, Bagian Keuangan Bandung, Bagian Teknologi Informasi
Plant Bandung. Bagian lainnya dikepalai oleh supervisor yaitu Bagian
KTO Bintang. Struktur Organisasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant
Bandung dapat dilihat pada gambar 2.1

STRUKTUR ORGANISASI
PLANT BANDUNG
PLANT
BANDUNG

PRODUKSI
PRODUKSI

PEMASTIAN
SISTEM MUTU

PRODUKSI

PENGAWASAN

PRODUKSI

PENGEMBANGAN
PRODUK

PERENCANAAN
PENGENDALIAN
PRODUKSI &
INVENTORI
PENRENCANAAN
& PENGENDALIAN
BAHAN PRODUKSI

PENRENCANAAN
& PENGENDALIAN
PRODUKSI

TEKNIK &
PEMILIHAN

PEMBELIAN

PENYIMPANA
N

UMUM &
ADMINISTRASI
PERSONALIA

K3L

PENGENDALIAN

KEUANGAN
BANDUNG
AKUNTANSI
BANDUNG

KTO BINTANG

TEKNOLOGI
INFORMASI
PLANT
BANDUNG

2.3 Tinjauan Umum PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung


Visi :
Perusahaan farmasi utama di Indonesia dan berdaya saing di
pasar global.
Misi :
Menyediakan, mengadakan dan menyalurkan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan jasa kesehatan
lainnya, yang berkualitas dan bernilai tambah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Mengembangkan bisnis farmasi dan jasa kesehatan
lainnya untuk meningkatkan nilai perusahaan bagi
pemegang saham, karyawan dan pihak lain yang
berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
Mengembangkan SDM perusahaan untuk
meningkatkan kompetensi dan komitmen guna
pengembangan perusahaan serta dapat berperan
aktif dalam pengembangan industri farmasi nasional.
Plant Bandung merupakan penggabungan dari Unit Produksi
Formulasi Bandung dan Unit produksi Manufaktur Bandung. Semula
Unit Produksi Formulasi Bandung melakukan pengelolaan tablet
non hormon, serbuk, liquid (sirup, suspensi) serta tablet hormon
(pil

KB).

Sedangkan

Unit

Produksi

Manufaktur

Bandung

10

melakukan pengelolaan produk kina, produk AKDR (Alat Kontrasepsi


Dalam Rahim), serta produk fitofarmaka. Sebelum penggabungan,
kedua unit tersebut sejak tanggal 2 Desember 1999 telah berhasil
mendapatkan sertifikat
manajemen

mutu

ISO

9002

sehingga

untuk

penerapan

mempermudah

pabrik

sistem
bila

mengadakan ekspor produk jadinya. Namun setelah penggabungan,


seluruh bagian tersebut tercakup dalam satu Plant Bandung. Jadi
jenis produksi yang dihasilkan oleh PT Kimia Farma (Persero)
Tbk Plant Bandung berdasarkan jenis dan bentuk sediaan adalah
sebagai berikut:
1. Produksi bahan baku obat yang menghasilkan:
- Kina Sulfat
- Kina HCl
2. Produksi formulasi obat yang menghasilkan:
- Tablet non hormon
- Tablet hormon Mikrodiol (Pil KB)
- AKDR : Copper T Limas Safe Load, Copper T Libi Safe
-

Load, Copper T BKKBN.


Serbuk : Garam oralit
Sirup : Paracetamol, Dekstromethorpan.
Suspensi: Kloramfenikol, Kotrimosazol.
Fitofarmaka : Enkasari, Batugin.

Sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan perusahaan,


terdapat sarana-sarana yang digunakan dalam produksi di Bandung,
antara lain:
1. Bangunan yang mendukung produksi yang dikondisikan
sesuai dengan sediaan yang akan dibuat. Sistem sarana
penunjang produksi, misalnya sumber air dari PDAM,

11

sumber

listrik

dari

PLN,

pengolahan

air

demineralisata, sistem uap atau steam untuk pemanasan,


udara bertekanan untuk kompresor, sarana penunjang
perbaikan alat-alat.
2. Alat-alat yang digunakan, baik itu alat- alat produksi
misalnya Fluid Bed Dryer,
Diosna,

Ultra

Turax,

Super

maupun

Mixer,

Granulator

alat-alat laboratorium

misalnya HPLC, Spektrofotometer dan Polarimeter.


3. Bangunan penunjang kebutuhan para pekerja misalnya
kantin, mushola, toilet, poliklinik.

12

BAB III
KEGIATAN PKL INDUSTRI
DI PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk
PLANT BANDUNG
3.1 Tablet
Dari jenis sedian obat yang ada, tablet (komprimat) dan
jenis-jenis modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang
paling populer. Sedian obat peroral yang telah dikenal pada jaman
dahulu seperti pil, peluru kecil, boli dan pastiles dapat dipandang
sebagai pendahuluanya.
Tablet adalah sediaan obat pada takaran tunggal. Sedian ini
dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan
penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan
menggunakan tekanan tinggi.
a. Tablet Hormon
Hasil produksi : Mikrodiol Limas dan Mikrodiol Program (program
pemerintah)
Satu blister isinya :
-

21

tablet

Oral

kontrasepsi

yang

isinya

Ethynilestradiol 0,03 mg dan Levonorgestrel 0,15 mg


-

per tablet.
7 tablet placebo yang isinya amilum maydis dan
saccharum lactis (bahan pengisi) serta bahan pengikat,
bahan penghancur dan bahan pelincir.
Dalam satu batch menghasilkan 1,5 juta tablet Oral

13

Contraceptive (OC) dan 600 ribu tablet placebo. Karena ada dua
jenis tablet yang diproduksi, maka ruang produksinya pun terdiri
dari dua bagian yang terpisah, yaitu untuk pembuatan
placebo

dan

penyimpanan
tersendiri

untuk
bahan

pembuatan
dan

ruang

tablet

tablet

OC.

Ruang

penimbangannya

pun

untuk menghindari adanya kontaminasi silang. Ruang

produksi tablet OC merupakan ruang abu-abu khusus yang


memiliki pengaturan sistem tekanan udara yang khusus, yaitu
tekanan di dalam ruang produksi tablet OC dibuat lebih negatif
dibanding tekanan koridor, yang bertujuan untuk mencegah
keluarnya udara dari dalam ruang produksi OC. Selain itu pada
pintu keluar dilengkapi dengan air shower untuk menghilangkan
partikel-partikel serbuk

hormon.

Penimbangan

hormon

dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF) karena jumlah yang


ditimbang sangat kecil serta untuk menghindari kontaminasi
hormon dalam ruangan. Terdapat juga dust collector yang
digunakan untuk menghisap dan menampung debu, caranya
debu yang terhisap akan disaring, kemudian debu ditampung ke
bawah dan udara yang tidak mengandung debu dibuang keluar.
Produksi tablet hormon dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Kerja Produksi (SPK Produksi) dan Surat Perintah
Kerja

Pengemasan

(SPK Pengemasan)

PPPI

sebelumnya

telah

dari

PPPI,

dimana

mengevaluasi ketersediaan bahan.

SPK Produksi beserta Catatan Pengolahan Batch (CPB) dan Bon

14

Serah

Terima

Bahan

Baku

(BSTBB)

akan

diserahkan

ke

Penimbangan Sentral khusus di bagian produksi hormon untuk


dilakukan

penimbangan bahan (untuk tablet hormon) sesuai

dengan yang tertera pada CPB. Selanjutnya Bagian Produksi akan


memeriksa apakah sudah sesuai dengan CPB. Bahan yang telah
ditimbang dibawa ke ruang produksi untuk kemudian diproses.
Pada prinsipnya, pembuatan tablet hormon sama
dengan

tablet

granulasi

non hormon,

basah.

Alur

kerja

yaitu

dibuat

dengan

dibedakan menjadi

dua

proses
yaitu

produksi tablet plasebo dan produksi tablet OC. Untuk produksi


tablet

plasebo,

setelah

bahan

ditimbang

di

Penimbangan

Sentral dilakukan proses pencampuran bahan bahan, kemudian


dilanjutkan dengan proses granulasi basah dengan mesin Roto
G

yang

berkapasitas

40-50

kg.

Selanjutnya

dilakukan

pengayakan massa basah dengan mesin Wet Granulator. Setelah


diayak basah, dilakukan pengeringan pada Fluid Bed Dryer.
Pada proses ini dilakukan In Process Control (IPC) Loss On
Drying (LOD = susut pengeringan) untuk mengetahui kadar air
dalam

granul

kering

yang

sudah diayak.Selanjutnya

granul

diayak kering dengan mesin Oscillator. Massa granul yang


dihasilkan kemudian dicampur dengan fasa luar (bahan pelincir )
pada mesin Double Cone Blender. Massa yang sudah dicampur
fasa luar ini disebut massa cetak, dimana kemudian akan
dilakukan proses pencetakan dengan

mesin

Cadmach

CTX.

15

Selama

proses

pencetakan

meliputi

keseragaman

dilakukan pemeriksaan IPC yang

bobot,

ketebalan,

diameter

tablet,

kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Tablet yang telah


dicetak akan dikarantina
pengujian

yang

ketebalan,

untuk

diperiksa

meliputi pemerian,

diameter

tablet,

oleh

laboratorium

keseragaman

bobot,

kekerasan, kerapuhan, waktu

hancur.
Sedangkan untuk produksi tablet OC, setelah bahan
ditimbang di LAF, kemudian dilakukan proses granulasi basah
dimana zat aktif dilarutkan larutan pengikat (di dalam Super Mixer)
kemudian hasilnya disemprotkan ke Fluid bed Granulator
bertahap

selama

pengeringan.

54

Pada

menit.

proses

Selanjutnya

pengeringan

secara

dilakukan

ini

dilakukan

pemeriksaan IPC susut pengeringan (LOD) untuk mengetahui


kadar

air

dalam

granul

kering. Selanjutnya granul diayak

kering dengan mesin Fitz Mill. Massa granul yang yang dihasilkan
kemudian dicampur dengan fasa luar (bahan pelincir) dengan
mesin

Double

Cone

Blender.

Kemudian

dilakukan

proses

pencetakan dengan mesin Killian. Selama proses pencetakan


dilakukan pemeriksaan IPC yang meliputi keseragaman bobot,
ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan. Saat

tablet

telah dicetak juga dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium


Pengujian

yang

meliputi

kadar,

keseragaman

disolusi, pemerian, keseragaman bobot,

kandungan,

ketebalan,

diameter

16

tablet, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur.


Setelah tablet plasebo dan tablet OC dinyatakan lulus
uji, selanjutnya memasuki proses pengemasan blistering dengan
mesin

Blister

kebocoran,
kemasan.

Uhlmann.

estetika,

Disini

dan

Selanjutnya

dilakukan

kelengkapan

dilakukan

IPC

meliputi

penandaan

pengemasan

uji

pada

sekunder

dengan IPC meliputi estetika dan perhitungan jumlah blister.


b. Tablet / kaplet salut gula
Adalah penyalutan inti dengan banyak lapisan gula.
Sejumlah

besar

lapisan

gula

dicampurkan

berturut-turut

kepermukaan inti-inti, sampai terbentuk tebal lapisan rata, beratnya


kira-kira 30-40 % dari masa tablet salut jadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyalutan
antara lain :
1. Sifat dan bentuk tablet inti
a) Bentuk yang ideal : sferis, elips, bikonveks, bulat dan
bikonveks oval sehingga tablet tidak lengket satu
dengan lainnya.
b) Kekerasan tablet harus cukup sehingga dapat tahan
terhadap

benturan

selama

penyalutan

dan

menghambat masuknya pelarut kedalam tablet inti.


c) Kerapuhan sekecil mungkin.
d) Tablet inti harus hancur dalam lambung setelah
lapisan penyalut larut ( untuk tablet salut non-enterik).
2. Peralatan yang digunakan
Panci penyalut konvensional dengan diameter 100 cm,
dilengkapi dengan alat penghisap debu, dan peniup udara
hangat ( suhu 60C ).
3. Formulasi lapisan penyalut.
4. Kondisi ruangan : suhu, kelembaban, kandungan debu.

17

Syarat tablet yang sudah disalut :


1. Permukaan tablet setelah disalut harus licin.
2. Lapisan penyalut harus stabil dan tidak boleh ada cacat.
3. Untuk tablet salut yang berwarna maka warnanya harus
rata dan tidak boleh terjadi migrasi zat warna.
4. Lapisan penyalut harus mampu melindungi tablet inti dari
pengaruh udara, kelembaban dan cahaya.
5. Lapisan penyalut harus memiliki rasa netral atau enak.
6. Penyalutan diusahakan setipis mungkin dan tidak boleh
merusak obatnya.
7. Variasi bobot tablet salut tipis maksimal 5% dan untuk tablet
salut gula maksimal 6,5%.
Proses penyalutan dengan salut gula terdiri dari 4 tahap,
yakni :
1. Tahap sealing
Melalui tahap ini, tablet ini akan memperoleh suatu lapisan
pelindung yang melindungi tablet inti dari pengaruh air dan
kelembaban selama proses penyalutan. Mekanismenya
mencegah infiltrasi lembab kedalam, sehingga pada proses
ini tidak boleh ada air.
2. Pelapisan ( sugar coating )
Dilakukan dengan cara menyiramkan larutan sugar coating
tipis ke masa inti tablet yang bergulir sambil dikeringkan
dengan udara hangat yang ditiupkan kedalam panci
penyalut hingga terbentuk tablet salut dengan ketebalan
yang diinginkan ( biasanya mencapai 30-50 % berat inti ).
Jika diinginkan tablet salut yang berwarna maka pada
suspensi

gula

ditambahkan

pewarna

yang

larut

di
18

dalamnya. Agar berwarna tidak menggumpal sebaiknya


dilarutkan dulu dengan sedikit air dan diaduk sampai
homogen, baru ditambahkan ke suspensi gula.
3. Pelicinan
Tablet hasil penyalutan dilicinkan untuk persiapan ke tahap
pengkilapan. Penyalut yang digunakan adalah sugar coat
suspension yang telah diencerkan dengan aquades panas.
Coating pan diputar tanpa aliran udara panas tapi
exhausser

tetap

diaktifkan.

Tahap

ini

selesai

jika

permukaan tablet telah benar-benar licin dan halus, serta


bobot rata-rata 10 tablet telah terpenuhi.
4. Pengkilapan
Dilakukan dengan cara menaburkan Polisihing Wax ke
dalam coating pan berisi tablet salut yang diputar sedang
( 8 rpm ) dan suhu 60C hingga tablet benar-benar
kering, halus dan mengkilap.

19

PENIMBANGAN

Pembuatan
Tablet Inti
Film Coating

Sugar Coating
Seal Coating

Spraying of lacquer
coating

Sugar White Coating


Cek IPC
Keseragaman Bobot
Kerapuhan
Waktu Hancur
Dissolusi

Coloring

Smoothing

Polishing

Cek IPC :

Pengemasan Primer

Cek IPC
Keseragaman Kadar
Keragaman Bobot
Kerapuhan
Waktu Hancur
Dissolusi

Penampilan
Kebocoran
Penandaan

Pengemasan Sekunder
Gudang
Obat Jadi

Cek IPC
Penampilan
Kelengkapan
Penandaan

Gambar 3. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut

20

c. Tablet / Kaplet Salut Film / Selaput


Sediaan obat yang dinyatakan sebagai tablet salut film
dikarakterisasikan sebagai tablet ini yang di salut dengan lapisan
relatif tipis dari material yang cocok. Kelebihan metode ini
dibanding salut gula adalah:
1. Waktu pembuatannya relatif lebih cepat.
2. Luas are produksi bisa dikurangi.
3. Hanya sedikit menambah berat tablet
Alur proses tablet salutr film/selaput dapat dilihat lebih
jelas pada Gambar 3.
3.2 Produksi Kina
Di bagian produksi kina ada tiga seksi, yaitu bagian
ekstraksi kina, bagian isolasi alkaloid kina dan bagian pemurnian dan
pengemasan kina. Contoh

alkaloid

kina

diantaranya

Quinine,

Quinidine. Derivat-derivat kina yang diproduksi antara lain Quinine


Sulphate, Quinine Hydrochloride. Sumber bahan untuk produksi
kina berasal dari kulit kina tanaman Cinchona succirubra dan
Cinchona

ledgeriana.

Kedua

jenis

tanaman

tersebut

memiliki

kandungan yang berbeda, untuk tanaman Cinchona succirubra


lebih

banyak

mengandung

alkaloid

cinchonidine

sedangkan

tanaman Cinchona ledgeriana lebih banyak mengandung alkaloid


quinine.
Bagian dari tanaman kina yang diambil hanya kulit
pohonnya. Sumber tanaman sebagian besar diimpor dan sebagian
lagi berasal dari perkebunan sendiri yaitu dari Kebun Tanaman Obat
Bintang (KTO Bintang). Tanaman yang dipanen raya yaitu tanaman

21

pada

usia

tahun,

namun

sejak

usia

tanaman

tahun

dilakukan pengambilan kulit batang-batang yang kecil. Tanaman


kina setelah dikelupas kulitnya, dikeringkan sampai berbentuk kulit
kering/brangkal kemudian digiling kasar. Kulit kina yang disimpan
di

Gudang

Kulit

Kina

sudah

dalam bentuk gilingan kasar.

Selanjutnya dilakukan penggilingan halus dan siap untuk diekstraksi.


Alur produksi kina dimulai dengan ekstraksi padat-cair,
yaitu 1 ton kulit kina halus diekstraksi dengan pelarut SGO (Special
Gas Oil) dalam kondisi basa pada suhu 90-95 C dalam ekstraktor.
Untuk membasakan ke dalam ekstraktor ditambahkan

NaOH.

Diaduk selama kurang lebih 35 menit sambil ditekan. Setelah itu


SGO dikeluarkan (15.000 liter), sedangkan ampas tetap di dalam.
SGO yang ditampung ini mengandung garam kina dan pada tahapan
ini dilakukan IPC terhadap kadar total alkaloid menggunakan titrasi.
Selanjutnya SGO dipindahkan ke reaktor kerucut
untuk

dilakukan ekstraksi

cair-cair

dengan

cara

ditambahkan

H2SO4 12 N dan Natrium Sulfat Water (NSW) dengan BJ 1,121,15, diaduk 5-10 menit. Setelah itu didiamkan 10 menit agar
memisah, lapisan atas merupakan SGO sedang lapisan bawah
adalah H2SO4, keduanya dipisahkan dan alkaloid yang tertarik
ke fase polar H2SO4 didiamkan selama 3-5 malam (kristalisasi).
Setelah itu disaring dan disentrifuse, hasilnya akan diperoleh kristal
B1 (kina bisulfat 1) dan Mlq (mother liquor). Kristal yang didapat
dikarantina untuk diperiksa kadarnya, sedang Mlq (bisulfat) diolah

22

jadi sulfat dengan meningkatkan pH dan ditambah NaHCO3,


disentrifuge, didapat Mlq dan kristal S1.
Mlq ditransfer ke pemurnian

alkaloid

kina

untuk

pengambilan Cd (Cinchonidine), sedang kristal S1 dikumpulkan


tiap 600 kg, dan diolah jadi bisulfat dengan cara ditambah H2SO4
18 N, dipanaskan 70C-80C, kristalisasi 3-5 malam.

Hasilnya

diperoleh Mlq dan kristal B2 (bisulfat 2). Kristal dipisahkan, sedang


Mlq ditingkatkan pH nya dan ditambah NaHCO3, disentrifuge,
didapat Mlq dan kristal S2. Mlq ditransfer ke pemurnian alkaloid kina
untuk pengambilan Cd, sedang kristal S2 diperlakukan sama
seperti perlakuan terhadap kristal S1. Hasil kristalisasi dari kristal
S1 diperoleh kristal B3 dan Mlq. Mlq ini langsung dibuat cd
tetrasulfat (bahan untuk cd base murni) dengan cara ditambah
H2SO4 pekat 36 N, untuk Mlq dari proses sebelumnya yang telah
dikumpulkan, ditambah asam tartrat sehingga jadi Qn, Cd tartrat, lalu
dibasakan sehingga menjadi Qn dan Cd (dominan Cd). Selanjutnya
ditambahkan H2SO4 18 N sampai kondisi bisulfat pH 2,8 dan
ditambah H2SO4 pekat 36 N sehingga jadi Cd tetrasulfat. Kristal
B1, B2, B3 dikumpulkan untuk dilakukan pemurnian dan diproses
menjadi kina sulfat dan kina HCl.
3.3 Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L)
Bagian K3L bertanggung jawab terhadap keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja dan masalah pengelolaan limbah

23

industri. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,


serta menciptakan lingkungan kerja yang aman diterapkan sistem
manajemen

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

sesuai dengan

peraturan Depnaker. Pengelolaan limbah di Kimia Farma dilakukan


sesuai dengan jenis limbahnya. Untuk limbah padat berupa ampas
kina, diolah menjadi briket, dan limbah B3 pemusnahan dengan
menggunakan incinerator oleh pihak III, sedangkan untuk limbah
cair diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagian
besar mengelola limbah yang berasal dari proses kulit kina dan
sebagian lagi dari limbah formulasi. Limbah yang dihasilkan
dibedakan menjadi limbah padat dan limbah cair. Limbah ini akan
diolah yang melibatkan proses fisika,kimia dan biologi.
Proses Fisika
Limbah berupa ampas kina dari ekstraktor yang masih
mengandung

air dipisahkan secara fisika dengan pengadukan

mekanik. Limbah padat ini kemudian diendapkan, dicuci berkali-kali


dan

limbah

pembuangan

padat

kering

sampah

ditimbun

ampas,

lalu

dan

dikirim

diproses

ke

tempat

menjadi

briket,

sedangkan limbah cair masuk ke bak penampungan untuk diproses


secara kimia.
Proses Kimia
Pada proses ini dilakukan penambahan asam fosfat
untuk menetralkan limbah cair yang bersifat basa. Selanjutnya limbah

24

diproses secara biologi. Fungsi dari asam fosfat disini juga untuk
menurunkan COD.
Proses Biologi
Setelah

diperoleh

pH

yang

dikehendaki,

air

limbah

dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan partikel-partikel


padat setelah proses kimia. Pada proses biologi ini dilalui melalui
2 tahap. Tahap pertama yaitu proses anaerob dimana air dialirkan
ke bak anaerob tertutup, kemudian gas yang keluar akan ditampung
dalam exhauster. Bahan-bahan organik akan didegradasi secara
anaerob sehingga beban organik akan turun karena dimakan oleh
mikroorganisme anaerob. Sebelum masuk bak aerob, diberikan
aerator untuk meningkatkan kadar oksigen yang terlarut dalam air.
Dalam bak aerob ini bahan organic akan diuraikan secara aerobik
dengan oksigen yang dialirkan melalui diffuser dengan blower.
Untuk menyempurnakan proses pemisahan partikel padat maka
ditambah dengan koagulan Poly Aluminium Chlorida (PAC) agar
secara visual
kemudian

diperoleh

filtrat

yang

lebih

jernih

nantinya

dilakukan penyaringan dan ditampung di bak kontrol.

Jika air yang digunakan memenuhi persyaratan,

maka

akan

dialirkan ke sungai Cikapundung. Pemeriksaan air meliputi : BOD,


COD, TSS, Total N, Fenol, pH.

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
43/ Menkes/II/1988 pada tanggal 2 Februari 1988. Pada tahun 2006,
pemerintah Indonesia telah memperbarui CPOB ini yang kemudian lebih
dikenal dengan CPOB Terkini atau cGMP (Current GMP). Penerapan
CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan mengendalikan mutu
dan bertujuan untuk menjamin bahwa setiap produk obat yang dibuat
senantiasa akan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Aspek CPOB Terkini (CPOB: 2006) terdiri atas Sistem
Manajemen Mutu, Personalia,

Bangunan

dan

Sarana

Penunjang,

Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi


diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan
Analisis berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi.
Penerapan

CPOB

Terkini

merupakan

upaya

pemerintah

(Badan POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi/obat secara


terus-menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik pada
masyarakat. Di samping itu, penerapan CPOB: 2006 ini juga bertujuan:
(1) meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan
standar internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun

26

untuk pasar ekspor, (2) mendorong industri farmasi Indonesia agar


lebih

efeisien

termasuk

dan

fokus

pemilihan

dalam

fasilitas

pelaksanaan

produksi

yang

produksi

paling

layak

obat,
untuk

dikembangkan sehingga produk obat industri farmasi Indonesia mampu


menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih terjamin, (3)
peningkatan company image dan volume
produk

yang

menghindari

tidak

memenuhi

resiko

regulasi

syarat
serta,

pasar,

(4)

menghindari

dan pemborosan biaya, (5)


(6)

lebih

menjamin

waktu

pemasaran. Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru ini


industri farmasi di Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar
farmasi yang sudah di depan mata.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung merupakan
salah satu BUMN
obat

dengan

dalam

bidang

kesehatan

yang

memproduksi

tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

secara optimal. Sebagai suatu industri yang memproduksi obat, maka


seluruh aspek CPOB harus diterapkan. Aspek-aspek tersebut meliputi
personalia,

peralatan,

bangunan,

sanitasi

dan

hygiene, produksi,

pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap keluhan dan


penarikan kembali produk yang telah beredar serta dokumentasi.
Secara
Bandung

struktur

organisasi,

PT.

Kimia

Farma

Plant

telah terstruktur dengan baik. Ada pembagian tugas yang

jelas antara tiap bagian dan seksi. Juga telah sesuai dengan peraturan
CPOB bahwa bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dipimpin

27

oleh seorang yang berlainan yang tidak saling bertanggung jawab satu
terhadap yang lain.
Personalia atau SDM memegang peranan yang penting
dalam suatu perusahaan
dengan

tujuan

sehingga

harus

dikelola

dengan

baik

untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan

kerja. PT. Kimia Farma Plant Bandung juga melakukan pelatihanpelatihan bagi karyawan-karyawannya sesuai dengan tugasnya ataupun
mengenai CPOB. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk menjamin agar
karyawan

terbiasa

bekerja

dengan

persyaratan

CPOB

yang

berkaitan dengan tugasnya. Catatan pelatihan karyawan mengenai


CPOB disimpan

dan

efektivitas

program

pelatihan

dinilai

untuk

menentukan prestasi karyawan tersebut, apakah mereka telah memiliki


kualifikasi yang memadai dan berpengaruh terhadap kenaikan jabatan
bagi

karyawan

tersebut.

Penerapan falsafah

Kerjakan

apa

yang

tertulis dan tulis apa yang dikerjakan terus ditekankan pada seluruh
karyawan terutama yang bekerja di Bagian Produksi dan Pengawasan
Mutu.
Bangunan

yang

dipersyaratkan

dalam

CPOB

adalah

memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai


agar

memudahkan

dalam pelaksanaan

kerja,

pembersihan

dan

pemeliharaan yang baik. Selain itu juga memiliki lokasi sedemikian


rupa

untuk

mencegah

terjadinya

pencemaran

dari

lingkungan

sekelilingnya, seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun dari

28

kegiatan di dekatnya. PT. Kimia Farma Plant Bandung memiliki lokasi


yang kurang strategis karena letaknya di tengah kota. Namun tindakan
preventif seperti pengolahan

limbah

cair

dan

ampas

kina

telah

ditangani dengan cukup efektif. Ruangan dalam gedung produksi telah


memenuhi persyaratan CPOB meliputi dinding, lantai dan langit-langit
terbuat dari epoxy dengan permukaan yang halus, rata dan licin serta
pertemuan antara dinding dengan lantai tidak membentuk sudut sehingga
lebih mudah dibersihkan, tidak menyerap lembab serta tidak menahan
debu. Ruang produksi juga telah dilengkapi dengan system sirkulasi
udara yang dapat
udara

sehingga

mengurangi

debu

dapat menekan

dengan

pengaturan

kontaminasi

silang.

tekanan

Selain

itu

terdapat juga ruang antara yang memisahkan Grey Area dan Black
Area.

Pada

terjadinya

pelaksanaannya
kontaminasi

ruang

silang

antara

karena

masih
kedua

memungkinkan
pintu

dibuka

bersamaan. Hal ini terjadi karena kedisiplinan karyawan yang kurang.


Idealnya adanya air lock antar ruang yang berbeda area, apabila salah
satu pintu terbuka, maka pintu lain tidak terbuka sehingga mengurangi
debu yang lolos ke ruang sebelahnya. Bangunan produksi tablet
hormon dipisahkan dengan produksi yang lain karena sangat berbahaya
efeknya jika terjadi kontaminasi silang.
Pada pembuatan tablet hormon OC di PT Kimia Farma Tbk
Plant Bandung menggunakan granulasi basah, dengan penimbangan zat
aktif dan bahan tambahan di LAF, pada proses pencampuran bahan

29

tambahan dan zat aktif, dimana zat aktifnya dilarutkan larutan pengikat (di
dalam Super Mix), kemudian disemprotkan ke Fluid bed Granulator secara
bertahap selama 55-60 menit. Selanjutnya

dilakukan pengeringan. Pada

proses

20-30

pengeringan

ini

(selama

m e n i t ) dilakukan

pemeriksaan IPC susut pengeringan (LOD) untuk mengetahui kadar


air

dalam

granul

kering. Selanjutnya granul diayak kering dengan

mesin Fitz Mill. Massa granul yang yang dihasilkan kemudian dicampur
dengan fasa luar (bahan pelincir) dengan mesin Double Cone Blender.
Kemudian dilakukan proses pencetakan dengan mesin Killian. Selama
proses

pencetakan

dilakukan

pemeriksaan

IPC

yang

meliputi

keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan.


Saat

tablet

telah

dicetak

juga

dilakukan

pemeriksaan

oleh

Laboratorium Pengujian yang meliputi kadar, keseragaman kandungan,


disolusi, pemerian, keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet,
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur. Setelah tablet OC dinyatakan lulus
uji, selanjutnya memasuki proses pengemasan blistering dengan mesin
Blister Uhlmann. Disini dilakukan IPC meliputi uji kebocoran, estetika,
dan kelengkapan penandaan pada kemasan. Selanjutnya dilakukan
pengemasan sekunder dengan IPC meliputi estetika dan perhitungan
jumlah blister.
Alur produksi kina dimulai dengan ekstraksi padat-cair, yaitu
1 ton kulit kina halus diekstraksi dengan pelarut SGO (Special Gas Oil)
dalam kondisi basa pada suhu 90-95 C dalam ekstraktor. Untuk

30

membasakan ke dalam ekstraktor ditambahkan NaOH. Diaduk selama


kurang lebih 35 menit sambil ditekan. Setelah itu SGO dikeluarkan
(15.000 liter), sedangkan ampas tetap di dalam. SGO yang ditampung
ini mengandung garam kina dan pada tahapan ini dilakukan IPC terhadap
kadar total alkaloid menggunakan titrasi. Selanjutnya SGO dipindahkan
ke reaktor kerucut untuk dilakukan ekstraksi cair-cair dengan cara
ditambahkan H2SO4 12 N dan Natrium Sulfat Water (NSW) dengan
BJ 1,12-1,15, diaduk 5-10 menit. Setelah itu didiamkan 10 menit agar
memisah, lapisan atas merupakan SGO sedang lapisan bawah adalah
H2SO4, keduanya dipisahkan dan alkaloid yang tertarik ke fase
polar H2SO4 didiamkan selama 3-5 malam (kristalisasi). Setelah itu
disaring dan disentrifuse, hasilnya akan diperoleh kristal B1 (kina
bisulfat 1) dan Mlq (mother liquor). Kristal yang didapat dikarantina
untuk diperiksa kadarnya, sedang Mlq (bisulfat) diolah jadi sulfat dengan
meningkatkan pH dan ditambah NaHCO3, disentrifuge, didapat Mlq dan
kristal S1.Mlq

ditransfer

ke

pemurnian

alkaloid

kina

untuk

pengambilan Cd (Cinchonidine), sedang kristal S1 dikumpulkan tiap


600 kg, dan diolah jadi bisulfat dengan cara ditambah H2SO4 18 N,
dipanaskan 70C-80C, kristalisasi 3-5 malam. Hasilnya diperoleh Mlq
dan kristal B2 (bisulfat 2). Kristal dipisahkan, sedang Mlq ditingkatkan
pH nya dan ditambah NaHCO3, disentrifuge, didapat Mlq dan kristal
S2. Mlq ditransfer ke pemurnian alkaloid kina untuk pengambilan Cd,

31

sedang kristal S2 diperlakukan sama seperti perlakuan terhadap


kristal S1. Hasil kristalisasi dari kristal S1 diperoleh kristal B3 dan Mlq.
Mlq ini langsung dibuat cd tetrasulfat (bahan untuk cd base murni)
dengan cara ditambah H2SO4 pekat 36 N, untuk Mlq dari proses
sebelumnya yang telah dikumpulkan, ditambah asam tartrat sehingga jadi
Qn, Cd tartrat, lalu dibasakan sehingga menjadi Qn dan Cd (dominan
Cd). Selanjutnya ditambahkan H2SO4 18 N sampai kondisi bisulfat pH
2,8 dan ditambah H2SO4 pekat 36 N sehingga jadi Cd tetrasulfat.
Kristal B1, B2, B3 dikumpulkan untuk dilakukan pemurnian dan diproses
menjadi kina sulfat dan kina HCl.
PT. Kimia Farma telah menempatkan peralatan produksi
sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
lancar. Peralatan produksi dibersihkan dan perawatan terjadwal oleh
tiap bagian mengikuti prosedur yang telah dibuat. Mesin dicek dan
dibersihkan sebelum dan sesudah produksi dan hanya
yang

dinyatakan

memenuhi

persyaratan

saja

peralatan

yang

boleh

digunakan dalam proses produksi. Setiap ruang proses produksi hanya


terdapat satu jenis alat saja untuk mengerjakan produk yang sama.
Hal

ini

untuk menghindari kontaminasi silang antara produk satu

dengan yang lain. Peralatan yang

digunakan

untuk

menimbang,

mengukur dan menguji harus diperiksa ketelitiannya secara teratur


serta dikalibrasi secara periodik. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi
dicatat

dan

disimpan

untuk

mengetahui

pemeriksaan

berikutnya.

32

Dalam hal ini Plant Bandung mempunyai supervisor kalibrasi untuk


melakukan kalibrasi
Plant

Bandung

seluruh

peralatan

dan mengendalikan

pengujian

semua

alat

yang
di

ada

di

laboratorium

pengujian baik masalah kalibrasi maupun kerusakan.


Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan
pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan
hygiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan
produksi dan wadahnya dan setiap hal dapat merupakan sumber
pencemaran

produk.

Sumber

pencemaran

hendaklah dihilangkan

melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh dan


terpadu. Sanitasi dan hygiene di lingkungan Plant Bandung telah
dilaksanakan cukup baik dan dapat dilihat dari kebersihan lingkungan
yang selalu terjaga. Selain itu, untuk mendukung terciptanya hygiene
maka karyawan yang memasuki ruang produksi menggunakan pakaian
khusus yang disediakan, sarung tangan, masker, tutup kepala dan
sepatu khusus. Pembersihan ruangan dilakukan secara rutin setiap hari
sesuai protap yang ada. Pembersihan peralatan, perlengkapan dan
ruangan produksi dilakukan sebelum dan sesudah proses produksi.
Fasilitas pendukung

sanitasi

seperti

ventilasi,

toilet

dan

tempat

sampah sudah cukup memadai.


Limbah hasil kegiatan produksi sebagian besar berupa
limbah cair yang diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Proses pengolahan limbah yang dilakukan meliputi proses kimia, fisika,
dan biologi sehingga hasil akhir memenuhi

standar

baku

buangan

33

industri
Air

yang

buangan

sesuai
hasil

dengan

peraturan pemerintah yang berlaku.

pengolahan

limbah

dialirkan

ke

sungai

Cikapundung. Limbah padat ampas kina yang telah dihilangkan SGO


nya dibuang ke Tempat pembuangan Akhir (TPA), sedangkan limbah
padat sisa produksi obat dimusnahkan di Prasarana Pemusnah Limbah
Industri.

34

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung dalam
kegiatan produksi dan pengawasan mutunya telah melaksanakan
CPOB

dengan

tujuan

untuk menjamin bahwa produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah


ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Limbah tang dihasil
pada setiap kegiatan produksi yang diolah oleh Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL). Proses pengolahan limbah yang dilakukan
meliputi proses kimia, fisika, dan biologi sehingga hasil akhir
memenuhi

standar

baku

buangan

industri

yang

sesuai

dengan peraturan pemerintah yang berlaku.


Peran apoteker di industri farmasi adalah melakukan
kegiatan

managerial

pengendalian

produksi,

pelaksanaan

proses

baik

dalam

perencanaan
produksi,

hal

perencanaan

dan

dan pengendalian bahan,

serta

pelaksanaan

kegiatan

pengawasan mutu yang menjamin mutu dari produk yang dihasilkan.


5.2 Saran
Mengadakan pelatihan-pelatihan bagi semua personel untuk
meningkatkan penerapan CPOB di semua bagian perusahaan
terutama yang berkaitan dengan proses

produksi

obat,

baik

35

frekuensi

maupun

kualitasnya

sehingga

dapat meningkatkan

efisiensi, efektivitas dan produktivitas perusahaan.

36

DAFTAR PUSTAKA
Kimia Farma. diakses 25 Juni 2008. PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. www.kimiafarma.co.id
Anonim,

(2001),

Pedoman

Cara

Pembuatan

Obat

yang

Baik,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


Anonim, (2001), Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan
Obat

yang

Baik,

Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia, Badan POM, Jakarta.


Voigt. R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai