Anda di halaman 1dari 6

Praktikum kali bertujuan untuk memahami efek morfin pada manusia

berdasarkan pengamatan terhadap hewan. kami memakai kelinci sebagai hewan uji
dalam praktikum ini karena efek morfin pada kelinci menyerupai efek morfin pada
manusia.
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium.
Golongan obat ini terutama terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain. Golongan
obat ini menghasilkan efek nya dengan cara berikatan dengan reseptor opioid yang berada
di susunan saraf pusat, yang mengatur

transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat 3 jenis

utama reseptor opioid, yaitu mu, delta, kappa.

Masing-masing reseptor memperantarai

efek-efek yang berbeda baik dari segi kualitatif maupun efek nya di organ lain. Reseptor
mu memperantarai efek analgetik kuat, euphoria, miosis, berkurangnya motilitas saluran
cerna, dan depresi napas yang dihubungkan dengan berkurangnya tidal volume (reseptor
mu2). Reseptor kappa memperantarai efek analgetik mirip pentazosin, sedasi, serta miosis
dan depresi napas. Sedangkan reseptor delta merupakan reseptor selektif untuk opioid
endogen, enkefalin, selain itu reseptor delta juga memperantarai efek depresi napas,
dimana dihubungkan dengan penurunan frekuensi napas.
Morfin memiliki efek yang beragam pada berbagai jenis hewan; ada efek eksitasi
(tikus, kucing) dan depresi (kelinci), perbedaan efek pada berbagai jenis hewan ini disebut

Spesies difference. Kelinci merupakan salah satu spesies hewan yang menunjukkan reaksi
yang sama seperti yang ditunjukkan pada manusia, yaitu efek depresi.
Terdapat indicator frekuensi napas,

yang digunakan dalam pengamatan untuk

mengetahui efek morfin ini pada hewan coba, yaitu denyut jantung, keadaan umum, reflex
otot terhadap nyeri dan sebagainya. Morfin yang digunakan adalah morfin sulfat 4% yang
disuntikkan secara subkutan. Morfin ini disuntikkan dibagian tengkuk dari kelinci.

Penyuntikkan subkutan dilakukan agar dosis morfin di darah meningkat perlahan, tidak
meningkat drastis di dalam darah. Karena ditakutkan hal ini dapat menyebabkan intoksikasi
akut yang parah. Suntikan morfin yang diberikan pada kelinci disesuaikan dengan dengan
berat badan kelinci. Pada praktikum ini berat badan kelinci adalah 226 gram.
Setelah penyuntikan morfin , dilakukan observasi ulang berkala pada seluruh indicator.
Ternyata didapatkan hasil sbb :

Pengurangan frekuensi napas depresi napas .


Pada pengamatan yang dilakukan pada frekuensi nafas didapatkan hasil

bahwa frekuensi napas pada kelinci mengalami penurunan setelah


diberikan suntikan morfin secara subkutan pada leher kelinci. Hal ini
terlihat dari pernafasan kelinci yang semula 152x/menit sebelum
pemberian morfin turun menjadi 44 x/menit setelah diamati pada
menit ke-25. Pada hewan coba kelinci Morfin menimbulkan depresi napas
secara primer dan bersinambung berdasarkan efek langsung terhadap pusat
napas di batang otak. Morfin bersifat agonis terhadap kesemua reseptor
opioid. Namun efek depresi napas ini paling kuat disebabkan oleh adanya

penempelan morfin di reseptor mu2 (berkurangnya tidal volume).


Pengecilan diameter pupil miosis
Pada pengamatan pupil hewan coba terlihat bahwa hewan coba tersebut
mengalami pengecilan pupil (miosis). Hal ini dapat dilihat pada hasil dimana
sebelum penyuntikan morfin diameter pupil hewan coba sebesar 6 mm, dan

setelah diamati pada menit ke-10 diameter pupil mengecil menjadi 4 mm dan
menetap sampai sebelum diberikan suntikan nalokson untuk menghilangkan
efek toksik morfin. Morfin ini bekerja pada reseptor delta dan kappa
sehingga menyebabkan miosis. Miosis ini ditimbulkan oleh perangsangan pada

segmen otonom inti saraf okulomotor.


Frekuensi jantung tidak terlalu banyak berubah
o Pada pengamatan didapatkan penurunan denyut s jantung yang tidak
signifikan. Pada observasi awal sebelum penyuntikan morfin, denyut jantung
hewan coba adalah 200 x/menit, lalu mengalami penurunan hingga 156x/menit
pada menit ke-30. Morfin yang disuntikan sebenarnya tidak mempengaruhi
tekanan darah, frekuensi, maupun irama denyut jantung. Perubahan yang
terjadi ini adalah akibat depresi pada pusat vagus dan pusat vasomotor yang
terjadi pada dosis toksik. Efek morfin terhadap miokard tidak berarti
sehingga tidak terdapat penurunan frekuensi jantung ataupun hanya menurun

sedikit.
Refleks otot terhadap nyeri berkurang atau melambat

Morfin menimbulkan efek analgesia dengan cara menduduki reseptor pada


regio otak dan medula spinalis yang terlibat dalam transmisi dan modulasi rasa
nyeri. Beberapa efek dimediasi oleh reseptor opioid pada ujung saraf perifer.
Reseptor opioid merupakan reseptor G protein-coupled . Reseptor morfin
terdapat banyak pada radiks dorsalis medula spinalis. Di sistem saraf pusat
reseptor morfin yang menimbulkan efek analgesia terdapat pada area abu-abu
periaquaduktus, daerah rostral ventral medula oblongata dan pada locus
caeruleus.

Ketika morfin menduduki reseptornya ada 2 hal yang terjadi: (1) dengan
menduduki reseptor presinap, terjadi penutupan kanal Ca 2+ pada ujung presinap
dan menurunkan pelepasan neurotransmitter glutamat dan neuropeptida;
(2)dengan menduduki reseptor postsinap, terjadi pembukaan kanal K + pada ujung
postsinap, terjadi pengeluaran ion K+ sehingga terjadi hiperpolarisasi pada
neuron. Kedua hal tersebut menghambat transmisi impuls rasa nyeri.
Morfin memiliki keunikan dalam mengatasi rasa sakit, dimana morfin tidak hanya
menurunkan komponen sensori rasa nyeri tetapi juga aspek emosional (afektif)
dari rasa nyeri. Morfin tidak hanya meningkatkan ambang rasa nyeri, tetapi juga
meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerima rasa nyeri secara
emosional. Efek analgesia morfin akan berlangsung selama 4-5 jam pada manusia.
Pada kelinci yang kami amati, sebelum diberi morfin tampak kelinci bereaksi
terhadap stimulus nyeri dengan mengangkat kakinya secara cepat pada kaki yang
kami beri rangsang nyeri. Setelah kami suntik dengan morfin, kelinci merespon
secara lambat terhadap rangsang nyeri yang kami lakukan.
Penurunan refleks nyeri ini terjadi akibat hilangnya sensasi nyeri (analgesi) yang
dirasakan oleh kelinci akibat kerja morfin pada reseptor 1 pada tingkat
supraspinal dan pada reseptor dan pada tingkat spinal. Efek analgetik morfin
timbul berdasarkan 3 mekanime, yaitu: (1) meninggikan ambang rangsang nyeri.
(2) mempengaruhi emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yg timbul di
korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks dari talamus.
(3) memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.

Keadaan umum menjadi lebih tenang, tampak kantuk


Hal ini tampak pada kelinici setelah di suntikkan dengan morfin kelinci tampak
mengantuk, karena efek morfin terhadap susunan saraf pusat adalah analgesic dan
narcosis, sehingga morfin juga dapat memperantarai efek kantuk, aktivitas motorik
yang berkurang, dll.

Setelah napas hewan coba sudah sampai tahap yang sangat rendah, yaitu 44x
permenit.

Kami

langsung

memberikan

nalokson

intravena,

yang

disuntikkan

dipembuluh darah di belakang telinganya. Nalokson merupakan antagonis opioid yang


relatif murni yang merupakan antagonis kompetitif pada reseptor mu, delta, dan
kappa. Nalokson ini diberikan intravena agar dapat cepat memberikan efek nya
dalam mengobati intoksikasi morfin. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat saat
praktikum. Dimana keadaan hewan coba membaik segera saat disuntikkan nalokson
pada hewan coba yang telah mengalami depresi hebat akibat morfin. Hanya dalam
waktu 5 menit, nalokson telah memberikan efeknya dan keadaan hewan coba kembali
ke keadaan semula seperti sebelum ia disuntikkan morfin. Pada teori yang
seharusnya, setelah pemberian nalokson, hewan coba tetap terjadi perlambatan
terhadap rangsang nyeri yang diberikan, karena efek analgesic dari morfin masih
berlangsung, tetapi pada praktikum efek ini sudah hilang setelah penyuntikkan
nalokson. Hal ini kemungkinan karena dosis morfin pada saat penyuntikkan kurang
karena ada sedikit morfin yang terbuang saat penyuntikkan sehingga tetap
memberikan efek depresi pernafasan, miosis, perlambatan reflex pada rangsang
nyeri, dan perubahan tingkah laku, tetapi afek anagesikknya sudah tidak ada lagi
karena dosis nalokson yang diberikan lebih banyak dari pada morfin.
Kesimpulan :
1. Morfin dapat memeberikan efek depresi nafas, penurunan ambang nyeri, miosis,
dan perubahan keadaan umum pada hewan coba.

2. Nalokson dapat digunakan sebagai anti dotum terhadap intoksikasi akut morfin,
tetapi efek morfin yaitu peningkatan ambang nyeri masih berlangsung.
Saran :
1. Sebaiknya dosis morfin yang digunakan disuntikkan secara tepat, tidak ada yang
terbuang.
2. Sebaiknya

lebih

berhati-hati

pada

saat

penyuntikkan

nalokson

karena

penyuntikkan pada pembuluh darah sehingga bisa mengakibatkan telinga kelinci


berdarah.
3. Depresi pernafasan yang terjadi hendaknya segera diberikan nalokson, agar
tidak terjadi kematian.

Anda mungkin juga menyukai