Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN
Ektropion adalah kelainan kelopak mata dimana tepi kelopak mata membeber atau
mengarah keluar sehingga bagian dalam kelopak mata atau konjungtiva tarsal berhubungan
langsung dengan dunia luar.1 Terdapat tiga jenis ektropion, yaitu ektropion involusional,
ektropion sikatrikal, dan ektropion paralitik. Ketiga jenis ektropion tersebut dibedakan
berdasarkan perjalanan penyakitnya. Ektropion involusional terjadi karena berkurangnya
elastisitas jaringan rongga orbita, hal ini biasanya terjadi pada usia tua. Ektropion sikatrikal
terjadi karena terdapatnya jaringan parut yang menyebabkan kelopak mata tertarik sehingga
margo palpebra menjauhi bola mata. Sedangkan ektropion paralitik dikarenakan adanya
kelumpuhan nervus fasialis.2 Ektropion umumnya terjadi pada kelopak mata bawah. Terjadi
ketidakseimbangan antara

otot protaktor dan retraktor dari palpebra inferior, yang

mengakibatkan laxity palpebra, baik horizontal (tarsus dan orbikularis) maupun vertikal
(retraktor palpebra inferior dan septum orbita). Laxity pada tendon kantus lateral lebih sering
dijumpai dibandingkan dengan kantus medial.2,3
Prevalensi ektropion secara general adalah sebesar tiga persen diantara usia lanjut.
Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa pevalensi tersebut
didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita (1,5%). Sesuai dengan
statistik World Health Organization (WHO), pada tahun 2009 terdapat sekitar 600 juta
penduduk diatas usia 60 tahun di seluruh dunia, dan diperkirakan akan berlipat ganda pada
tahun 2025 seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seseorang. Dengan demikian
prevalensi ektropion terutama ektropion karena penuaan juga diperkirakan akan terus
meningkat dari tahun pertahun. Masalah yang timbul pada negara negara berkembang
adalah pasien dengan ektropion memiliki kesadaran yang kurang untuk memeriksakan diri,
sehingga tatalaksana sering terlambat diberikan dan terjadi komplikasi lebih lanjut.3,4,5
Kondisi ektropion yang dibiarkan secara terus menerus, akan menyebabkan kontak
antara palpebra dan bola mata menjadi kurang dan aposisi palpebra menjadi tidak sempurna
dengan eversi margin palpebra.1,6 Puntum lakrimal yang menghadap ke arah luar dapat
menyebabkan epifora. Tereskposnya konjungtiva tarsal dalam jangka waktu lama dapat
mencetuskan inflamasi, yang kemudian dapat berkembang menjadi konjungtivitis, keratitis
maupun keratokonjungtivitis. Inflamasi konjungtiva tarsal yang kronik akan memicu

hipertrofi dan keratinisasi. Fungsi kelenjar kelenjar palpebra juga dapat terganggu dan
terinflamasi sehingga terjadi meibomitis, blefaritis, maupun trikiasis.7
Tatalaksana ektropion adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan ini
diindikasikan pada kasus dengan eksposur permukaan okular, epifora kronik, keratitis
bakterial rekuren, serta kasus dengan kosmetik yang kurang baik. Tehnik bedah yang dapat
digunakan bervariasi, dan pemilihannya bergantung pada etiologi, malposisi pungtum
lakrimal, serta laxity palpebra inferior.8
Dengan demikian referat ini disusun untuk menambah pemahaman lebih lanjut
mengenai ektropion tentang etiologi, patogenesis, pemeriksaan diagnostik, tatalaksana serta
prinsip pemilihan pembedahan yang sesuai dan memenuhi persyaratan kelulusan dalam
kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata RS. Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI PALPEBRA


Pengetahuan mengenai anatomi palpebra inferior dibutuhkan dalam mendiagnosis tipe
ektropion involutional dengan tepat, dan yang terpenting adalah menjadi pedoman dalam
melakukan pembedahan sebagai koreksi ektropion. Struktur struktur anatomi palpebra
dibagi menjadi tujuh lapisan penting, yakni:
1. Kulit dan jaringan subkutan
2. Otot otot protaktor
3. Septum orbita
4. Lemak orbita
5. Otot otot retraktor
6. Tarsus
7. Konjungtiva
Muskulus orbikularis okuli merupakan protaktor utama palpebra, yang diinervasi oleh
nervus fasialis (VII). Kontraksi muskulus ini akan menyempitkan fisura palpebra, serta
berperan dalam pompa lakrimal. Muskulus orbikularis dibagi menjadi tiga bagian, yakni
pretarsal, preseptal dan orbital. Orbikularis palpebra (yakni pretarsal dan preseptal) terlibat
dalam gerakan mengedip, sedangkan segmen orbita terlibat dalam penutupan kelopak mata.1

Gambar 1. Bagian-bagian Muskulus orbikularis okuli


Sumber : http://www.emedicine.medscape.com
Septum orbita merupakan jaringan fiborsa tipis yang berawal dari periosteum diatas
rima orbita superior dan inferior pada arcus marginalis. Pada palpebra inferior, septum orbita

mengalami fusi dengan fascia kapsulopalpebra atau berada di tepi inferior tarsus. Fusi fascia
kapsulopalpebra dengan septum orbita berinsersi pada permukaan posterior dan anterior
tarsus. Seiring dengan bertambahnya usia, septum akan menipis. Menipisnya septum dan
munculnya kekenduran dapat berpotensi menimbulkan herniasi lemak orbita ke arah
anterior.1

Gambar 2. Struktur penyokong palpebra inferior


Sumber : http://www. ophthobook.com
Lemak orbita pada palpebra inferior dibagi menjadi tiga bagian yakni nasal, sentral
dan temporal. Masing masing dikelilingi oleh lapisan fibrosa tipis yang berlanjut dengan
septum orbita anterior.1

Gambar 3. Bagian lemak dan otot palbebra inferior


Sumber : http://www.oculist.net/
Otot otot retaktor palpebra inferior adalah fascia kapsulopalpebra dan tarsal inferior.
Fascia kapsulopalpebra pada palpebra inferior adalah analog dari levator aponeurosis pada
palpebra superior, sedangkan muskulus tarsal inferior merupakan analog dari muskulus

Muller pada palpebra superior. Fascia berorigo dari perlekatan terminal serabut otot rektus
inferior pada capsulopalpebral head, kemudian capsulopalpebral head terbagi dua, yakni
mengitari muskulus oblikus inferior dan berfusi dengan pembungkus muskulus tersebut.
Anterior terhadap muskulus oblikus inferior, dua bagian pusat capsulopalpebral head ini
akan menyatu membentuk ligamentum suspensory Lockwood. Fascia kapsulopalpebra
meluas ke anterior pada titik tersebut hingga forniks konjungtiva inferior, sebelum kemudian
berinsersi ke tepi inferior tarsus setelah berfusi dengan septum orbita.1
Tarsus adalah lempeng jaringan ikat padat yang bertindak sebagai kerangka dari
palpebra. Tarsus normal palpebra inferior maksimum adalah 4mm. Tarsus melekat erat pada
periosteum melalui tendon kantus medial dan lateral. Seiring dengan bertambahnya usia,
tarsus kemudian mengalami pergeseran horisontal akibat peregangan tendon kantus lateral
dan medial.1

II.2 EKTROPION
II.2.1 Definisi
Ektropion merupakan kelainan posisi palpebra dimana tepi palpebra mengarah keluar
sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsalis berhubungan langsung dengan
dunia luar. Ektropion biasanya mengenai palpebra inferior dan mengakibatkan kendurnya
palpebra inferior.2
II.2.2 Epidemiologi
Prevalensi ektropion diantara usia lanjut adalah sebesar tiga persen. 3 Secara statistik
didapatkan bahwa prevalensi ektropion involusional pada pria lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita.4,5 Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa
pevalensi tersebut didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita
(1,5%).5 Para ahli berhipotesa bahwa penyebab perbedaan prevalensi ini adalah karena secara
umum pria mempunyai tarsus yang lebih lebar dan atrofi lebih kecil dibandingkan dengan
wanita. Hal yang berkebalikan terjadi pada entropion involusional dimana wanita memiliki
prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pria.5
Carter dkk meneliti tentang prevalensi ektropion involusional antara ras Asia
dibandingkan dengan non Asia di San Francisco. Hasil yang didapatkan adalah prevalensi

diantara ras Asia secara signifikan lebih rendah (1,5%) dibandingkan dengan non Asia
(6,2%). Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan posisi lemak orbita pada anatomi
palpebra inferior diantara keduanya. Pada ras Asia, lemak orbita mengalami protrusi ke
anterior terhadap rima orbita, kemudian meluas ke arah superior hingga batas inferior dari
tarsus. Sedangkan pada ras kulit putih non Asia, posisi lemak orbita tidak melebihi rima
orbita dan hanya meluas ke superior hingga insersi fascia kapsulopalpebra didalam septum
orbita, yakni sekitar 5mm dibawah tepi inferior tarsus. Lemak orbita yang meluas kearah
anterior dan superior ini dapat berfungsi sebagai penyokong lamella anterior palpebra dan
mencegah terjadinya ektropion involusional.6
II.2.3 Klasifikasi
1. Ektropion kongenital
Ektropion kongenital sangat jarang kejadiannya dan biasanya melibatkan palpebra
inferior. Penyebab yang sering adalah insufisiensi dari lamela anterior. Ektropion kongenital
mungkin terkait dengan sindrom blepharophimosis, microphthalmos, buphthalmos, kista
orbital, Sindrom Down, dan ichthyosis (bayi collodion). Kadang kasus ektropion kongenital
didasari oleh karena kelumpuhan.7
2. Ektropion didapat
1). Ektropion involusional
Ektropion involusional adalah malposisi kelopak mata berupa berputarnya margo
palpebra menjauhi bola mata. Faktor utama adalah kelemahan margo palpebra horisontal,
biasanya karena kelemahan yang berkaitan dengan usia (kebanyakan pasien lansia) dari
ligamen kantus dan orbicularis pretarsal. Pasien dengan lempeng tarsal yang lebih besar dari
ukuran normal sesuai usianya biasanya memiliki ektropion involusional, hal ini secara
mekanis dapat menyebabkan penurunan tonus otot orbicularis, hal ini juga berhubungan
dengan lemahnya tonus ligamen kantus.8
Ektropion involusional bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu karena bola mata yang
terdorong ke belakang akibat pemanjangan lamelar posterior (lempeng tarsal). Tanda-tanda

dari kelainan ini adalah adanya sulkus supra orbital yang dalam dan kantung mata palpebra
inferior, ptosis ringan karena mundurnya ukuran bola mata.
Gambar 4. Ektropion involusional akibat penuaan
Sumber : http://www.medflux.com/gallery/details
Untuk mengoreksi ektropion involusional, posisi palpebra dan bola mata harus
diperhatikan. Karena sulitnya mengembalikan posisi bola mata ke depan dengan membuat
jaringan-jaringan rongga orbital kembli seperti normal, satu-satunya cara yang dipakai adalah
memendekkan palpebra itu sendiri. Bagian palpebra yang dilakukan pemendekan dapat
dilakukan di beberapa tempat seperti nasal, medial, atau bagian temporal.8,9
Salah satu teknik untuk mengoreksi ektropion involusional adalah dengan teknik
Kuhnt-Szymanowsky. Langkah pertama, pisahkan lamela anterior (kulit & muskulus
orbikularis okuli) dengan lamela posterior dengan menggunakan bantuan garis abu-abu (gray
line). Lalu, dulakukan pemendekan tarsus dengan memotong kelebihan lamela posterior
(kulit & muskulus orbikularis) ke lateral dimana jaringan parutnya jarang terlihat. Kemudian
menjahit atau menempelkan tarsus ke kulit yang utuh tersebut. 9
Prosedur ini sering diikuti dengan timbulnya trikiasis, yang disebabkan oleh jaringan
parut akibat arah pertumbuhan yang salah dari bulu mata. Juga, penataan ulang tarsus
membutuhkan kemampuan yang cukup karena angka kegagalan teknik ini cukup tinggi.

Gambar 5. Prosedur Kuhnt-Szymanowsky. Lamella posterior dibelah pada bagian


medial; lamella anterior dibelah pada bagian temporal.
Sumber : Ophtalmic Surgery Second Edition.
Teknik yang lebih rumit dan spesifik dari bedah ektropion adalah teknik
reanastomosis atau persambungan kembali, yang dipopulerkan oleh Smith. Teknik ini dahulu

direkomendasikan untuk menutup luka pada palpebra setelah operasi pengangkatan tumor
palpebra. Operaasi tumor palpebra dilakukan untuk mengurangi jaringan parut vertikal yang
bersifat kontraktur yang diakbatkan oleh luka pada daerah margo palpebra. Memotong ujung
luka mengurangi pemisahan luka dan menurunkan kontraksi luka. Smith menunjukkan bahwa
hasil yang sama juga dapat diterapkan dengan sangat teliti pada penempelan palpebra. Teknik
ini dimulai dengan insisi margo palpebra secara vertikal, kemudian kelebihan jaringan
palpebra ditentukan dan dibuang. Setelah itu tahap terakhir adalah penyatuan kembali
palpebra inferior yang diinsisi tersebut. Jika prosedur ini dilakukan dengan benar, hasilnya
akan sangat bagus sekali tanpa meninggalkan defek pada margo palpebra. Di lain pihak, jika
dilakukan tanpa hati-hati, dapat meninggalkan cacat secara kosmetik dan dapat menimbulkan
iritasi dan epifora. Jika terdapat eversi kelopak disertai dengan eversi pungtum, perlu juga
dilakukan reseksi lamella posterior untuk menarik pungtum mendekati bola mata. Teknik ini
merupakan modifikasi dari prosedur Smith yang disebut Lazy T operation.8

Gambar 6. Prosedur Smith


Sumber : http://www.oculist.net/

Gambar 7. Prosedur Lazy T


Sumber : http://www.oculist.net/
Pada tahun 1966, Bick mempublikasikan artikel yang berisi tentang modifikasi dari
teknik reseksi palpebra lateral. Teknik ini pertama kali dipublikasikan oleh Von Ammon di
Jerman pada pertengahan abad ke 19. Modifikasi Bick memakai teknik dan peralatan bedah
yang lebih modern dalam prosedure ini. Ia menyarankan untuk menginsisi kantus lateral,
melebarkan bagian lateral dari palpebra dan menempelkan kembali palpebra inferior ke
tendon kantus atau periosteum.8
2). Ektropion paralitik
Ektropion paralitik terjadi karena kelumpuhan saraf ketujuh dari penyebab yang
beragam, seperti Bells palsy, tumor sudut cerebellopontine, herpes zoster oticus, dan
infiltrasi atau tumor dari kelenjar parotis. Pasien dengan kelumpuhan nervus tujuh
membutuhkan pengamatan yang teliti untuk kemungkinan terjadinya ulkus kornea. Jika obatobatan tetes dan salep tidak dapat memberikan proteksi yang adekuat, tarsorafi lateral dapat
dilakukan. Jika terdapat hipoestesia kornea yang terjadi secara bersamaan, tarsorafi nasal
dapat dilakukan. Tarsorafi adalah operasi pada palpebra yang bertujuan untuk menyatukan
atau menempelkan palpebra superior dan inferior. Perlekatan ini dihasilkan dengan menusuk
margo palpebra inferior dan menyambungkannya dengan palpebra superior dengan bantuan

10

klem kalazion dan menyambungkan kedua margo palpebra dengan benang. Jika kedua
palpebra telah menyatu, klem dilepaskan.8,9
Ektropion paralisis yang berlangsung lama menyebabkan masalah kosmetik yang
serius. Berat wajah bagian bawah palpebra akan menyebabkan perpanjangan wajah ke bawah
yang aneh sekali. Berbagai percobaan telah dilakukan untuk memperbaiki fungsi dari kelopak
mata pasien ini dengan tarsorafi lateral permanen, transplantasi saraf, dan penganangkatan
atau penggendongan wajah, termasuk menempelkan fascia temporal pada otot untuk
mengangkat wajah. Tapi, pengangkatan wajah ini sering tidak berhasil dan gagal.
Pengangkatan fascia temporal tidak memberikan pergerakan sehingga wajah menjadi kaku
dan transplantasi saraf juga sering gagal karena. Karet silikon pengangkat terkadang dapat
diharapkan untuk beberapa waktu, namun setelah karet penyangga tersebut berkurang
keelastisitasannya prosedur ini tidak lagi dilakukan sekarang.

Gambar 8. Ektropion paralitik dengan Bells palsy


Sumber : http://medflux.com/gallery/data/media/5/paralytic

11

Gambar 9. Tarsorafi nasal


Sumber : http://www.oculist.net

Gambar 10. Tarsorafi lateral


Sumber : http://www.oculist.net/
Operasi yang mudah dan bekerja dengan baik adalah kombinasi dari pemendekan
palpebra lateral dengan tarsorafi lateral permanen. Prosedurnya dimulai dengan reseksi
palpebra lateral milik Bick. Setelah membuang kelopak yang berlebih, bagian lateral dari
palpebra inferior dibagi menjadi dua bagian. Tarsus digunakan sebagai penutup dan prosedur
diakhiri dengan penjahitan. Jahitan dibuka setelah sepuluh hari kemudian. Prosedur ini
meningkatkan penampilan dan kenyamanan pasien.8
3). Ektropion sikatrikal
Ektropion sikatrik terjadi dari jaringan parut dari lamela anterior yang disebabkan
oleh kondisi seperti luka bakar wajah, trauma, dermatitis kronis, eksisi kulit yang berlebihan
(atau laser) dengan blepharoplasty, perbaikan fraktur orbital dengan pendekatan transkutan.
Agen antineoplastik (misalnya, docetaxel) dan inhibitor reseptor faktor pertumbuhan
epidermis (misalnya, erlotinib, cetuximab) telah dilaporkan menyebabkan ektropion
sikatrikal. Ektropion sikatrikal berlawanan dengan ektropion involusional. Diagnosis
didasarkan pada riwayat, observasi yang teliti dari kulit dan tanda-tanda penyakit kulit yang
pernah dialami sebelumnya, peradangan atau trauma termasuk operasi dan radiasi.
Pemeriksaan yang paling penting adalah dengan melakukan manuver membuka mulut pasien
lebar-lebar dan melihat timbulnya ektropion yang terdapat pada palpebra pasien.8

12

Gambar 11. Ektropion sikatriks dengan jaringan parut pada bagian inferior dari margo
palpebra mata kanan
Sumber : http://www.facultyofmedicine1.com
Penanganan pada ektropion sikatrikal adalah dengan menginsisi dan membuang
jaringan sikatriks pada palpebra dan menggantinya dengan transplantasi dari kulit bagian
palpebra superior atau dari bagian belakang telinga. Kulit yang digunakan sebagai transpalan
harus diambil dari kulit yang tidak berambut. Koreksi yang maksimal harus diperhatikan
untuk mengkompensasi terjadinya penyusutan dari kulit transplan tersebut. Jika kelainan
pada palpebra inferior tersebut cukup dalam dan jika palpebra superior normal, satu atau dua
penutup dari palpebra superior dapat digunakan sebagai transplan.8
Pada kasus ektropion yang lama, peregangan horizontal pada palpebra dapat terjadi
yang mengharuskan dilakukannya prosedur tambahan yaitu berupa pemendekan palpebra
dengan cara reseksi palpebra bagian lateral atau palpebra bagian sentral.8

13

Gambra 12. Transplantasi kulit pada ektropion sikatrikal


Sumber : http://www.oculist.net/

II.2.4 Patogenesis
Perubahan involusional pada palpebra inferior melibatkan beberapa mekanisme yang
saling berinteraksi satu sama lain meliputi degenerasi serabut serabut kolagen akibat
penuaan, efek gravitasi, serta enoftalmus akibat atrofi dan atau prolaps lemak orbita berkaitan
dengan faktor usia. Palpebra inferior menjadi flacid akibat relaksasi berlebihan dari jaringan,
serta atonik akibat denervasi muskulus orbikularis.10
Berbagai hipotesa telah dikemukakan sebagai dasar patogenesis terjadinya ektropion
involusional. Tiga faktor utama yang terlibat di dalamnya yakni kekenduran horizontal
palpebra inferior, terutama pada tendon kantus lateral, kekenduran tendon kantus medial, dan
yang ketiga adalah disinsersi dari retraktor palpebra inferior. Kekenduran dapat disebabkan
oleh perubahan involusional atau proptosis kronik (axial ocular globe projection).8,10
Ketidakseimbangan ukuran antara isi orbita dengan palpebra juga berperan dalam timbulnya
kekenduran. Terjadi penurunan isi orbita dikarenakan oleh atrofi lemak orbita dan
melemahnya ligamen ligament inferior orbita sebagai penyokong. Kekenduran tendon
kantus medial dapat menyebabkan eversi pungtum tanpa ektropion seluruh palpebra inferior
yang terlihat nyata. Disinsersi retraktor palpebra inferior mungkin kurang penting pada
ektropion dibandingkan dengan pada patogenesis entropion, akan tetapi bila disinsersi ini
didapatkan, maka dapat terjadi ektropion involusional subtipe tarsal. Faktor faktor tersebut
saling berkorelasi satu sama lain, menyebabkan pemanjangan horizontal palpebra inferior,
dan terjadi eversi palpebra.8,10
Data statistik menunjukkan bahwa pasien pasien ektropion involusional mempunyai
tarsus yang lebih besar dari ukuran normal sesuai dengan usianya. Diperkirakan bahwa hal ini
disebabkan karena pasien ektropion involusional mengalami proses atrofi akibat penuaan
pada tarsus yang lebih lambat. Meskipun demikian, kekenduran kantus bersamaan dengan
penurunan tonus muskulus orbikularis preseptal dan pretarsal tetap dapat menimbulkan
vektor mekanik atau gaya gravitasi yang cukup besar untuk menarik tarsus yang lebar ini
sehingga terjadi eversi kelopak mata. Temuan tersebut membuat para ahli berpendapat bahwa

14

tarsus yang lebar merupakan faktor etiologi utama yang berperan dalam patogenesis
ektropion involusional, dan bukan merupakan akibat sekunder dari tertariknya tarsus akibat
kekenduran tendon.8,10

II.2.5 Penegakkan Diagnosis


a. Anamnesis
Pasien dengan ektropion involusional memiliki onset eversi kelopak mata bawah secara
gradual dengan progresivitas lambat, yang terjadi dalam beberapa tahun. 11 Adanya eversi
pungtum akan menyebabkan keluhan epifora. Meskipun demikian, pasien dengan ektropion
involusional dapat tidak mengalami epifora karena pasien lanjut usia banyak memiliki
gangguan dalam produksi air mata.11

b. Tanda Klinis
Pasien dengan ektropion ditandai dengan terlihatnya kekenduran pada kelopak mata
bawah, dengan seluruh atau sebagian kelopak mengalami eversi menjauhi kelopak mata.
Dilakukan observasi lokasi ektropion tersebut berada pada sisi medial, lateral ataupun seluruh
kelopak mata bawah. Ektropion involusional juga dapat disertai dengan kelainan involusional
lain pada palpebra seperti dermatokalasis. Konjungtiva yang terekspose tampak hiperemis
dan pada keadaan kronik dapat mengalami inflamasi dengan hipertrofi dan mengalami
keratinisasi. Epiteliopati kornea inferior juga dapat dijumpai.11

Gambar 13. Gambaran klinis ektropion berdasarkan gambaran palpebra. A. Ektropion


medial. B. Ektropion generalisata dengan retraksi kelopak mata. C. Ektropion tarsal, dengan

15

perbalikan total dari tarsus. D. Ektropion sikatrik yang berkembang dari eksplorasi dasar
orbita.
Sumber : http://www.oculist.net/
Kantus lateral palpebra normal berada pada posisi 10-15 lebih superior daripada kantus
medial. Seiring dengan pertambahan usia, posisi kantus lateral akan menurun mengalami
rotasi berlawanan arah dengan jarum jam, dan kemudian didapatkan posisi kantus lateral
lebih di bawah kantus medial karena adanya kekenduran.11
c. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum dilakukan tatalaksana pembedahan, perlu dilakukan evaluasi pre operatif untuk
mengetahui berat ringannya ektropion beserta komplikasi sekunder yang terjadi akibat
kondisi ektropion yang berkepanjangan.11 Beberapa pemeriksaan yang penting untuk
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Evaluasi sistem ekskretorik lakrimal
Yang pertama kali dilakukan adalah evaluasi posisi pungtum lakrimal. Letak pungtum
lakrimal inferior adalah lateral terhadap karunkula pada keadaan istirahat, dan tepat
dibawan pungtum superior. Pada palpebra normal, pungtum tersebut terletak di sisi
posterior menghadap bola mata dan tidak terlihat tanpa menarik palpebra inferior ke
bawah. Posisi pungtum yang mulai menjauhi bola mata merupakan tanda awal terjadinya
ektropion.11 Ektropion involusional yang melibatkan pungtum, dapat mengalami obliterasi
pungtum karena keratinisasi akibat eksposure kronik konjungtiva. Oleh karena itu
evaluasi pungtum dan kanalikuli inferior perlu dilakukan sebelum pembedahan.11
2. Evaluasi kelemahan
Pinch test digunakan untuk mengevaluasi kelemahan palpebra inferior. Bila kelopak mata
bawah dapat ditarik menjauhi bola mata sejauh lebih dari 6mm, maka dikatakan bahwa
mulai terjadi horizontal kelemahan.8 kelemahan dikategorikan signifikan bila kelopak
dapat ditarik sejauh lebih dari 10mm. Dapat juga dilakukan pemeriksaan snap back test,
yakni kelopak mata bawah ditarik ke bawah menjauhi bola mata, kemudian dilepaskan
seketika hingga kembali ke posisi semula. Bila didapatkan kelemahan, maka kelopak

16

mata akan kembali ke posisinya dengan lambat dan membutuhkan bantuan kedipan
kelopak mata untuk dapat kembali.11

Gambar 14. Pemeriksaan snap back test untuk mengetahui horizontal kekenduran.
Sumber : http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/plastic_surgery/
Evaluasi selanjutnya adalah kekenduran tendon kantus medial, yang dinamakan
lateral distraction test. Bila kelopak mata bawah ditarik ke lateral dan terlihat bahwa
pungtum lakrimal mengalami pergeseran ke lateral, berarti bahwa terjadi kekenduran
pada tendon kantus medial.8 Pada keadaan normal, pungtum terletak lateral karankula,
dan pergeseran akibat traksi lateral tersebut tidak melebihi 1-2 mm. Jarang didapatkan
kekenduran tendon kantus medial tanpa mendapatkan kekenduran horizontal. Pentingnya
evaluasi hal ini adalah untuk melakukan penguatan tendon kantus medial dengan plikasi
sebelum melakukan koreksi palpebra inferior secara horisontal supaya pungtum tidak
mengalami pergeseran permanen.7-10
Riwayat epifora yang banyak terjadi dari kelopak mata sisi lateral menunjukkan
adanya kecurigaan terhadap kekenduran tendon kantus lateral. Pemeriksaan kekenduran
kantus lateral dilakukan terlebih dahulu dalam keadaan palpebra istirahat. Dilakukan
evaluasi karena dalam keadaan normal, kontur kantus lateral tersebut masih berbentuk
angular dan terdapat dalam jarak 1-2mm dari rima orbita lateral. Bila palpebra inferior
ditarik secara horizontal dan sudut kantus lateral membundar, maka terdapat kekenduran
tendon kantus lateral. Selanjutnya diukur jarak antara sudut kantus lateral, yang tidak
boleh bergeser lebih dari 1-2mm.11

II.3 TATALAKSANA

17

Koreksi ektropion dapat dicapai melalui pembedahan. Sebelum dilakukan


pembedahan, pasien dapat diberikan tetes air mata buatan untuk menghilangkan gejala
gejala tidak nyaman pada mata.3 Prinsip pembedahan terhadap ektropion pada dasarnya
bersifat spesifik dan bergantung pada jenis kekenduran dan derajat ektropion itu sendiri.
Berdasarkan pemilihan tehnik pembedahan yang paling sesuai, ektropion dibagi menjadi
beberapa klasifikasi yaitu:
A.

Punctal ectropion
Ektropion awal yang hanya melibatkan pungtum dapat dikoreksi dengan tehnik
retropunctal cautery. Tahapan prosedur pembedahan ini adalah sebagai berikut:12
-

Satu hingga dua milliliter lidokain 2% dengan 1:80.000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva ke sisi medial kelopak mata bawah.

Dilakukan kauterisasi dengan deep burn pada konjungtiva, 3-4mm di bawah


pungtum lakrimal, Selanjutnya efek terhadap posisi pungtum diobservasi dan
jumlah serta kedalaman burning diturunkan perlahan.

Prosedur diakhiri dengan pemberian salep antibiotik pada mata. Sebagai terapi
post operatif, tetes mata antibiotik diberikan tiga kali sehari selama satu minggu.

Gambar 15. Retropunctaru cautery.

18

Sumber : Ophtalmic Surgery : Principles & Practice.


Pilihan tehnik pembedahan punctal ectropion lain selain kauterisasi adalah dengan
melakukan penjahitan transcutaneous eight pattern posterior terhadap pungtum.
Tahapan prosedur pembedahan ini yakni:12
-

Anestesi lokal dengan lidokain dan epinefrin diinjeksikan subkonjungtiva pada


kelopak mata bawah sisi medial.

Kelopak mata bawah dieksposure dengan traction suture atau dilakukan


penekanan dengan jari. Dilakukan eksisi konjungtiva dan jaringan subkonjungtiva
posterior terhadap pungtum dengan bentuk oval.

Penjahitan dengan benang 5-0 melalui kulit palpebra hingga luka. Jahitan
melalui tepi konjungtiva anterior hingga posterior, kemudian posterior hingga
anterior hingga menyerupai pola angka delapan. Jarum kemudian dilewatkan
kembali ke kelopak melalui kulit di sekitar jahitan pertama kali dibuat, dan
kemudian dibuat simpul.

B.

Ektropion medial tanpa kekenduran horizontal


Tehnik terpilih untuk koreksi ektropion subtipe ini adalah dengan medial spindle
procedure. Pungtum umumnya didilatasi terlebih dahulu dengan dilator pada saat
yang bersamaan karena sering mengalami stenosis pada ektropion involusional seperti
ini. Perforated puncal plug maupun stent bikanalikular atau monokanalikular juga
dapat dipasang secara sementara untuk menjaga patensi pungtum. Prosedur destruktif
terhadap pungtum seperti pungtoplasti tidak dianjurkan untuk dilakukan karena
penampilan dan fungsi pungtum dapat kembali normal setelah dilakukan reposisi
pungtum.13

19

Gambar 16. Medial Spindle Procedure


Sumber : Tarsal ectropion. Am J Ophthalmol 93:491, 1982
Tahapan medial spindle procedure ini adalah sebagai berikut:13
-

Satu hingga dua milliliter lidokain 2% dengan 1:80.000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva ke sisi medial kelopak mata bawah.

Probe Bowman 00 diinsersikan pada kanalikuli inferior

Konjungtiva di bawah pungtum inferior diangkat dengan forceps Paufique


kemudian dilakukan eksisi diamond shaped dengan cara menggunting konjungtiva
secara horizontal kemudian lateral forceps.

Penjahitan menggunakan vicryl 5-0 melalui otot otot retraktor pada dasar
eksisi konjungtiva ke arah bola mata, kemudian jarum dibalikkan melalui tepi
superior eksisi pada sisi apek lain dari eksisi diamond. Jarum dibalikkan kembali
melalui sisi inferior pada sisi apeks yang lain dan keluar menembus kulit kelopak
mata bawah pada batas antara kelopak dengan pipi.

Fungsi dari jahitan tersebut adalah untuk melekatkan retraktor inferior ke sisi
superior eksisi untuk menarik pungtum lakrimal ke arah posterior dan menutup
luka. Posisi pungtum yang ideal seharusnya adalah dalam posisi sedikit inverse ke
arah bola mata.
Perawatan luka postoperatif diberikan menggunakan antibiotik salap tiga kali

sehari selama dua minggu dan pasien tidak diperbolehkan untuk menarik kelopak
mata bawahnya ke inferior. Jahitan dibuka setelah dua hingga tiga minggu.13

C. Ektropion medial dengan kekenduran horizontal


Koreksi terbaik bagi ektropion involusional medial dengan kekenduran horizontal
adalah dengan medial spindle procedure dikombinasikan dengan medial wedge
resection kelopak mata bawah. Wedge resection bertujuan untuk mengeliminasi
konjungtiva yang telah mengalami keratinisasi. Tahapan prosedur pembedahan ini
adalah sebagai berikut:12
-

Satu hingga dua milliliter lidokain 2% dengan 1:80.000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva ke sisi medial kelopak mata bawah.

20

Medial spindle procedure dilakukan terlebih dahulu, namun jahitan tidak


disimpul terlebih dahulu hingga dilakukan wedge resection.

Margo palpebra dipegang dengan menggunakan Paufique forseps, kemudian


dibuat insisi vertikal melalui margo dengan kedalaman sekitar 2mm dengan blade
no.15 kemudian dilanjutkan menggunakan gunting iris hingga dasar tarsus.

Forceps Paufique kemudian digunakan kembali dalam meng-overlapping batas


sisi lateral dan medial untuk mengukur besar kelopak mata yang dapat di eksisi
secara aman tanpa menimbulkan tension

Selanjutnya dilakukan insisi vertikal kembali melalui batas kelopak yang


saling overlapping.

Wedge excision dilakukan dengan menggunting 45 inferomedial dan


inferolateral dari dasar luka yang telah dibuat sebelumnya.

Penjahitan dilakukan menggunakan benang vicryl 5-0 melalui tarsus dibawah


margo palpebra, dan dipastikan bahwa jahitan berada di atas konjungtiva posterior
dan sedikit di bawah kulit. Jahitan dengan vircyl 5-0 selanjutnya dibuat dalam
posisi horizontal melalui tarsus dan muskulus orbikularis okuli. Area gray line 23mm dari tepi luka dikahit menggunakan benang silk 6-0 secara horisontal, dan
kulit dijahit dengan menggunakan jahitan interuptus menggunakan vicryl 7-0 atau
silk hitam 6-0.

Salep antibiotik dioleskan ke mata.

21

Perawatan post operatif diberikan dengan tetes mata antibiotik tiga kali sehari selama
dua minggu dan pasien tetap tidak diperkenankan menarik kelopak matanya ke
bawah. Jahitan dipertahankan hingga minimal 2 minggu.12

Gambar 17. medial spindle procedure dikombinasikan dengan medial wedge resection
Sumber : Ophtalmic Surgery : Principles & Practice.
D.

Ektropion medial dengan kekenduran tendon kantus medial


Medial canthal plication procedure dilakukan pada ektropion medial dengan
kekenduran tendon kantus medial. Seringkali prosedur plikasi ini tidak mampu
memberikan hasil jangka panjang yang adekuat, sehingga pada kasus dengan
kekenduran yang sangat berat, alternative pembedahan dengan medial canthal
resection procedure dapat dilakukan.

22

Gambar 18. medial canthal placation


Sumber : Ophtalmic Surgery : Principles & Practice.
Tahapan tahapan dalam prosedur medial canthal placation adalah sebagai berikut:
-

Satu hingga dua milliliter lidokain 2% dengan 1:80000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva pada sisi medial kelopak mata bawah
dan plika semilumaris, dan 1-2ml lidokain selanjutnya untuk blok nervus
infratroklearis.

Dilakukan insisi konjungtiva diantara karunkula dengan plika semilunaris,


meluas hingga akhir medial dari tarsus inferior. Selanjutnya dilakukan diseksi
secara tumpul ke bawah hingga posterior lacrimal crest. Retraktor Wright kecil
dapat digunakan untuk membantu visualisasi periosteum dari crest lakrimal.

Selanjutnya dibuat jahitan double armed Ethibond 5-0 melalui posterior


lacrimal crest, dan tiap jahitan dilewatkan melalui tarsus medial sebelum
kemudian dibuat simpul dan ditarik ke arah bola mata. Jahitan dengan vicryl 7-0

23

subkonjungtiva dibuat dan disimpul untuk memastikan bahwa jahitan sebelumnya


tidak mengalami exposed.
-

Prosedur diakhiri dengan memberikan salap antibiotik pada mata. Dan


kemudian tincture benzoin diaplikasikan pada kulit pipi dan dahi, dan dilakukan
dressing dengan penekanan ringan, yang tidak dibuka hingga 4-5 hari. Jahitan
pada prosedur ini tidak perlu diangkat di kemudian hari.

Tahapan tahapan medial canthal resection procedure yakni sebagai berikut:12


-

Satu hingga dua milliliter lidokain 2% dengan 1:80.000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva ke sisi medial kelopak mata bawah.

Dibuat insisi vertikal full thickness palpebra di dekat karunkula dan selanjutnya
dilakukan insisi konjungtiva diantara karunkula dan plika semilunaris, meluas
hingga sisi medial tarsus inferior

Diseksi tumpul ke arah posterior lacrimal crest dan kemudian dibuat eksisi
segitiga dengan ukuran yang cukup dan tidak menimbulkan tension saat luka
eksisi dijahit.

Kanalikuli dibuka dan dapat diletakkan stent silicon monokanalikular pada


kanalikulus, sebelum luka selanjutnya dijahit.

E.

Ektropion seluruh kelopak mata dengan kekenduran tendon kantus lateral


Pemilihan prosedur pembedahan pada ektropion subtipe ini dibagi lagi berdasarkan beberapa
pertimbangan pertimbangan khusus yakni derajat rounding kantus lateral, keberadaan kulit
berlebih pada kelopak mata bawah, derajat kekenduran horisontal, serta kondisi kesehatan
pasien secara umum. Bila didapatkan kekenduran tendon kantus lateral secara signifikan dan
penyempitan aperture palpebra horisontal, maka prosedur paling sesuai untuk dilakukan
adalah lateral tarsal strip procedure. Prosedur ini tidak memerlukan pengangkatan jahitan
post operasi, namun dapat menimbulkan hasil yang kurang memuaskan berupa overlap
kelopak mata atas pada kantus media bila didapatkan pula kekenduran pada kelopak mata
atas.12
Tahapan tahapan dalam prosedur lateral tarsal strip adalah sebagai berikut:12

24

Satu hingga dua mililiter lidokain 2% dengan 1:80.000 unit adrenalin


diinjeksikan subkutan dan subkonjungtiva ke sisi medial kelopak mata bawah

Dilakukan kantotomi lateral hingga sisi lateral dari rima orbita lateral

Kelopak mata bawah kemudian diangkat dengan arah superotemporal dan


inferior tendon kantus lateral kemudian digunting dengan gunting tumpul. Septum
orbita juga dibebaskan dari jaringan sekitar hingga kelopak mata menjadi longgar.
Setelah kelopak mata dibebaskan dari perlekatannya pada kantus, lamella anterior
dan posterior kemudian dilakukan splitting sepanjang grey line.

Lateral tarsal strip dibuat dengan memotong batas inferior tarsus, lalu margo
inferior tarsal strip dieksisi dan ditarik ke arah margo lateral orbita untuk
menentukan panjang yang dibutuhkan. Selanjutnya tarsal strip diposisikan
sebelum kemudian dilakukan penjahitan.

Gambar 11. Tahapan prosedu lateral tarsal strip.


Sumber : http://www.oculist.net/
Jika didapatkan pasien dengan ektropion involusional seluruh kelopak mata dengan
kekenduran tendon kantus lateral dan memiliki kulit kelopak mata yang berlebih, dapat
dilakukan lateral wedge resection sebagai alternatif dari lateral tarsal strip yang
dikombinasikan dengan blefaroplasti. Pada prosedur wedge excision ini dilakukan full

25

thickness horizontal eyelid shortening.16 Wedge resection berbentuk pentagonal terbaik


dilakukan pada batas sepertiga lateral dengan duapertiga medial palpebra inferio, yakni
dilakukan insisi vertikal dari margo palpebra hingga forniks inferior. Tepi luka kemudian
saling overlapping hingga margo palpebra tepat mencapai bola mata. Margo palpebra nasal
kemudian dikaitkan pada titik dimana ia mengalami overlapping dengan tepi temporal.
Jahitan margo dilakukan dengan silk 6-0 secara interuptus, pertama kali dibuat melalui
orificium Meibom, melalui barisan bulu mata, kemudian mencapai grey line. Tarsus dan
konjungtiva kemudian ditutup dengan chrom 5-0, dan kulit ditutup dengan jahitan 6-0.9,10

Anda mungkin juga menyukai