Ektropion
Ektropion
BAB I
PENDAHULUAN
Ektropion adalah kelainan kelopak mata dimana tepi kelopak mata membeber atau
mengarah keluar sehingga bagian dalam kelopak mata atau konjungtiva tarsal berhubungan
langsung dengan dunia luar.1 Terdapat tiga jenis ektropion, yaitu ektropion involusional,
ektropion sikatrikal, dan ektropion paralitik. Ketiga jenis ektropion tersebut dibedakan
berdasarkan perjalanan penyakitnya. Ektropion involusional terjadi karena berkurangnya
elastisitas jaringan rongga orbita, hal ini biasanya terjadi pada usia tua. Ektropion sikatrikal
terjadi karena terdapatnya jaringan parut yang menyebabkan kelopak mata tertarik sehingga
margo palpebra menjauhi bola mata. Sedangkan ektropion paralitik dikarenakan adanya
kelumpuhan nervus fasialis.2 Ektropion umumnya terjadi pada kelopak mata bawah. Terjadi
ketidakseimbangan antara
mengakibatkan laxity palpebra, baik horizontal (tarsus dan orbikularis) maupun vertikal
(retraktor palpebra inferior dan septum orbita). Laxity pada tendon kantus lateral lebih sering
dijumpai dibandingkan dengan kantus medial.2,3
Prevalensi ektropion secara general adalah sebesar tiga persen diantara usia lanjut.
Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa pevalensi tersebut
didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita (1,5%). Sesuai dengan
statistik World Health Organization (WHO), pada tahun 2009 terdapat sekitar 600 juta
penduduk diatas usia 60 tahun di seluruh dunia, dan diperkirakan akan berlipat ganda pada
tahun 2025 seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seseorang. Dengan demikian
prevalensi ektropion terutama ektropion karena penuaan juga diperkirakan akan terus
meningkat dari tahun pertahun. Masalah yang timbul pada negara negara berkembang
adalah pasien dengan ektropion memiliki kesadaran yang kurang untuk memeriksakan diri,
sehingga tatalaksana sering terlambat diberikan dan terjadi komplikasi lebih lanjut.3,4,5
Kondisi ektropion yang dibiarkan secara terus menerus, akan menyebabkan kontak
antara palpebra dan bola mata menjadi kurang dan aposisi palpebra menjadi tidak sempurna
dengan eversi margin palpebra.1,6 Puntum lakrimal yang menghadap ke arah luar dapat
menyebabkan epifora. Tereskposnya konjungtiva tarsal dalam jangka waktu lama dapat
mencetuskan inflamasi, yang kemudian dapat berkembang menjadi konjungtivitis, keratitis
maupun keratokonjungtivitis. Inflamasi konjungtiva tarsal yang kronik akan memicu
hipertrofi dan keratinisasi. Fungsi kelenjar kelenjar palpebra juga dapat terganggu dan
terinflamasi sehingga terjadi meibomitis, blefaritis, maupun trikiasis.7
Tatalaksana ektropion adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan ini
diindikasikan pada kasus dengan eksposur permukaan okular, epifora kronik, keratitis
bakterial rekuren, serta kasus dengan kosmetik yang kurang baik. Tehnik bedah yang dapat
digunakan bervariasi, dan pemilihannya bergantung pada etiologi, malposisi pungtum
lakrimal, serta laxity palpebra inferior.8
Dengan demikian referat ini disusun untuk menambah pemahaman lebih lanjut
mengenai ektropion tentang etiologi, patogenesis, pemeriksaan diagnostik, tatalaksana serta
prinsip pemilihan pembedahan yang sesuai dan memenuhi persyaratan kelulusan dalam
kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata RS. Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengalami fusi dengan fascia kapsulopalpebra atau berada di tepi inferior tarsus. Fusi fascia
kapsulopalpebra dengan septum orbita berinsersi pada permukaan posterior dan anterior
tarsus. Seiring dengan bertambahnya usia, septum akan menipis. Menipisnya septum dan
munculnya kekenduran dapat berpotensi menimbulkan herniasi lemak orbita ke arah
anterior.1
Muller pada palpebra superior. Fascia berorigo dari perlekatan terminal serabut otot rektus
inferior pada capsulopalpebral head, kemudian capsulopalpebral head terbagi dua, yakni
mengitari muskulus oblikus inferior dan berfusi dengan pembungkus muskulus tersebut.
Anterior terhadap muskulus oblikus inferior, dua bagian pusat capsulopalpebral head ini
akan menyatu membentuk ligamentum suspensory Lockwood. Fascia kapsulopalpebra
meluas ke anterior pada titik tersebut hingga forniks konjungtiva inferior, sebelum kemudian
berinsersi ke tepi inferior tarsus setelah berfusi dengan septum orbita.1
Tarsus adalah lempeng jaringan ikat padat yang bertindak sebagai kerangka dari
palpebra. Tarsus normal palpebra inferior maksimum adalah 4mm. Tarsus melekat erat pada
periosteum melalui tendon kantus medial dan lateral. Seiring dengan bertambahnya usia,
tarsus kemudian mengalami pergeseran horisontal akibat peregangan tendon kantus lateral
dan medial.1
II.2 EKTROPION
II.2.1 Definisi
Ektropion merupakan kelainan posisi palpebra dimana tepi palpebra mengarah keluar
sehingga bagian dalam palpebra atau konjungtiva tarsalis berhubungan langsung dengan
dunia luar. Ektropion biasanya mengenai palpebra inferior dan mengakibatkan kendurnya
palpebra inferior.2
II.2.2 Epidemiologi
Prevalensi ektropion diantara usia lanjut adalah sebesar tiga persen. 3 Secara statistik
didapatkan bahwa prevalensi ektropion involusional pada pria lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita.4,5 Damasceno dkk di Brazil pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa
pevalensi tersebut didapatkan lebih sering pada pria (5,1%) dibandingkan dengan wanita
(1,5%).5 Para ahli berhipotesa bahwa penyebab perbedaan prevalensi ini adalah karena secara
umum pria mempunyai tarsus yang lebih lebar dan atrofi lebih kecil dibandingkan dengan
wanita. Hal yang berkebalikan terjadi pada entropion involusional dimana wanita memiliki
prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pria.5
Carter dkk meneliti tentang prevalensi ektropion involusional antara ras Asia
dibandingkan dengan non Asia di San Francisco. Hasil yang didapatkan adalah prevalensi
diantara ras Asia secara signifikan lebih rendah (1,5%) dibandingkan dengan non Asia
(6,2%). Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan posisi lemak orbita pada anatomi
palpebra inferior diantara keduanya. Pada ras Asia, lemak orbita mengalami protrusi ke
anterior terhadap rima orbita, kemudian meluas ke arah superior hingga batas inferior dari
tarsus. Sedangkan pada ras kulit putih non Asia, posisi lemak orbita tidak melebihi rima
orbita dan hanya meluas ke superior hingga insersi fascia kapsulopalpebra didalam septum
orbita, yakni sekitar 5mm dibawah tepi inferior tarsus. Lemak orbita yang meluas kearah
anterior dan superior ini dapat berfungsi sebagai penyokong lamella anterior palpebra dan
mencegah terjadinya ektropion involusional.6
II.2.3 Klasifikasi
1. Ektropion kongenital
Ektropion kongenital sangat jarang kejadiannya dan biasanya melibatkan palpebra
inferior. Penyebab yang sering adalah insufisiensi dari lamela anterior. Ektropion kongenital
mungkin terkait dengan sindrom blepharophimosis, microphthalmos, buphthalmos, kista
orbital, Sindrom Down, dan ichthyosis (bayi collodion). Kadang kasus ektropion kongenital
didasari oleh karena kelumpuhan.7
2. Ektropion didapat
1). Ektropion involusional
Ektropion involusional adalah malposisi kelopak mata berupa berputarnya margo
palpebra menjauhi bola mata. Faktor utama adalah kelemahan margo palpebra horisontal,
biasanya karena kelemahan yang berkaitan dengan usia (kebanyakan pasien lansia) dari
ligamen kantus dan orbicularis pretarsal. Pasien dengan lempeng tarsal yang lebih besar dari
ukuran normal sesuai usianya biasanya memiliki ektropion involusional, hal ini secara
mekanis dapat menyebabkan penurunan tonus otot orbicularis, hal ini juga berhubungan
dengan lemahnya tonus ligamen kantus.8
Ektropion involusional bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu karena bola mata yang
terdorong ke belakang akibat pemanjangan lamelar posterior (lempeng tarsal). Tanda-tanda
dari kelainan ini adalah adanya sulkus supra orbital yang dalam dan kantung mata palpebra
inferior, ptosis ringan karena mundurnya ukuran bola mata.
Gambar 4. Ektropion involusional akibat penuaan
Sumber : http://www.medflux.com/gallery/details
Untuk mengoreksi ektropion involusional, posisi palpebra dan bola mata harus
diperhatikan. Karena sulitnya mengembalikan posisi bola mata ke depan dengan membuat
jaringan-jaringan rongga orbital kembli seperti normal, satu-satunya cara yang dipakai adalah
memendekkan palpebra itu sendiri. Bagian palpebra yang dilakukan pemendekan dapat
dilakukan di beberapa tempat seperti nasal, medial, atau bagian temporal.8,9
Salah satu teknik untuk mengoreksi ektropion involusional adalah dengan teknik
Kuhnt-Szymanowsky. Langkah pertama, pisahkan lamela anterior (kulit & muskulus
orbikularis okuli) dengan lamela posterior dengan menggunakan bantuan garis abu-abu (gray
line). Lalu, dulakukan pemendekan tarsus dengan memotong kelebihan lamela posterior
(kulit & muskulus orbikularis) ke lateral dimana jaringan parutnya jarang terlihat. Kemudian
menjahit atau menempelkan tarsus ke kulit yang utuh tersebut. 9
Prosedur ini sering diikuti dengan timbulnya trikiasis, yang disebabkan oleh jaringan
parut akibat arah pertumbuhan yang salah dari bulu mata. Juga, penataan ulang tarsus
membutuhkan kemampuan yang cukup karena angka kegagalan teknik ini cukup tinggi.
direkomendasikan untuk menutup luka pada palpebra setelah operasi pengangkatan tumor
palpebra. Operaasi tumor palpebra dilakukan untuk mengurangi jaringan parut vertikal yang
bersifat kontraktur yang diakbatkan oleh luka pada daerah margo palpebra. Memotong ujung
luka mengurangi pemisahan luka dan menurunkan kontraksi luka. Smith menunjukkan bahwa
hasil yang sama juga dapat diterapkan dengan sangat teliti pada penempelan palpebra. Teknik
ini dimulai dengan insisi margo palpebra secara vertikal, kemudian kelebihan jaringan
palpebra ditentukan dan dibuang. Setelah itu tahap terakhir adalah penyatuan kembali
palpebra inferior yang diinsisi tersebut. Jika prosedur ini dilakukan dengan benar, hasilnya
akan sangat bagus sekali tanpa meninggalkan defek pada margo palpebra. Di lain pihak, jika
dilakukan tanpa hati-hati, dapat meninggalkan cacat secara kosmetik dan dapat menimbulkan
iritasi dan epifora. Jika terdapat eversi kelopak disertai dengan eversi pungtum, perlu juga
dilakukan reseksi lamella posterior untuk menarik pungtum mendekati bola mata. Teknik ini
merupakan modifikasi dari prosedur Smith yang disebut Lazy T operation.8
10
klem kalazion dan menyambungkan kedua margo palpebra dengan benang. Jika kedua
palpebra telah menyatu, klem dilepaskan.8,9
Ektropion paralisis yang berlangsung lama menyebabkan masalah kosmetik yang
serius. Berat wajah bagian bawah palpebra akan menyebabkan perpanjangan wajah ke bawah
yang aneh sekali. Berbagai percobaan telah dilakukan untuk memperbaiki fungsi dari kelopak
mata pasien ini dengan tarsorafi lateral permanen, transplantasi saraf, dan penganangkatan
atau penggendongan wajah, termasuk menempelkan fascia temporal pada otot untuk
mengangkat wajah. Tapi, pengangkatan wajah ini sering tidak berhasil dan gagal.
Pengangkatan fascia temporal tidak memberikan pergerakan sehingga wajah menjadi kaku
dan transplantasi saraf juga sering gagal karena. Karet silikon pengangkat terkadang dapat
diharapkan untuk beberapa waktu, namun setelah karet penyangga tersebut berkurang
keelastisitasannya prosedur ini tidak lagi dilakukan sekarang.
11
12
Gambar 11. Ektropion sikatriks dengan jaringan parut pada bagian inferior dari margo
palpebra mata kanan
Sumber : http://www.facultyofmedicine1.com
Penanganan pada ektropion sikatrikal adalah dengan menginsisi dan membuang
jaringan sikatriks pada palpebra dan menggantinya dengan transplantasi dari kulit bagian
palpebra superior atau dari bagian belakang telinga. Kulit yang digunakan sebagai transpalan
harus diambil dari kulit yang tidak berambut. Koreksi yang maksimal harus diperhatikan
untuk mengkompensasi terjadinya penyusutan dari kulit transplan tersebut. Jika kelainan
pada palpebra inferior tersebut cukup dalam dan jika palpebra superior normal, satu atau dua
penutup dari palpebra superior dapat digunakan sebagai transplan.8
Pada kasus ektropion yang lama, peregangan horizontal pada palpebra dapat terjadi
yang mengharuskan dilakukannya prosedur tambahan yaitu berupa pemendekan palpebra
dengan cara reseksi palpebra bagian lateral atau palpebra bagian sentral.8
13
II.2.4 Patogenesis
Perubahan involusional pada palpebra inferior melibatkan beberapa mekanisme yang
saling berinteraksi satu sama lain meliputi degenerasi serabut serabut kolagen akibat
penuaan, efek gravitasi, serta enoftalmus akibat atrofi dan atau prolaps lemak orbita berkaitan
dengan faktor usia. Palpebra inferior menjadi flacid akibat relaksasi berlebihan dari jaringan,
serta atonik akibat denervasi muskulus orbikularis.10
Berbagai hipotesa telah dikemukakan sebagai dasar patogenesis terjadinya ektropion
involusional. Tiga faktor utama yang terlibat di dalamnya yakni kekenduran horizontal
palpebra inferior, terutama pada tendon kantus lateral, kekenduran tendon kantus medial, dan
yang ketiga adalah disinsersi dari retraktor palpebra inferior. Kekenduran dapat disebabkan
oleh perubahan involusional atau proptosis kronik (axial ocular globe projection).8,10
Ketidakseimbangan ukuran antara isi orbita dengan palpebra juga berperan dalam timbulnya
kekenduran. Terjadi penurunan isi orbita dikarenakan oleh atrofi lemak orbita dan
melemahnya ligamen ligament inferior orbita sebagai penyokong. Kekenduran tendon
kantus medial dapat menyebabkan eversi pungtum tanpa ektropion seluruh palpebra inferior
yang terlihat nyata. Disinsersi retraktor palpebra inferior mungkin kurang penting pada
ektropion dibandingkan dengan pada patogenesis entropion, akan tetapi bila disinsersi ini
didapatkan, maka dapat terjadi ektropion involusional subtipe tarsal. Faktor faktor tersebut
saling berkorelasi satu sama lain, menyebabkan pemanjangan horizontal palpebra inferior,
dan terjadi eversi palpebra.8,10
Data statistik menunjukkan bahwa pasien pasien ektropion involusional mempunyai
tarsus yang lebih besar dari ukuran normal sesuai dengan usianya. Diperkirakan bahwa hal ini
disebabkan karena pasien ektropion involusional mengalami proses atrofi akibat penuaan
pada tarsus yang lebih lambat. Meskipun demikian, kekenduran kantus bersamaan dengan
penurunan tonus muskulus orbikularis preseptal dan pretarsal tetap dapat menimbulkan
vektor mekanik atau gaya gravitasi yang cukup besar untuk menarik tarsus yang lebar ini
sehingga terjadi eversi kelopak mata. Temuan tersebut membuat para ahli berpendapat bahwa
14
tarsus yang lebar merupakan faktor etiologi utama yang berperan dalam patogenesis
ektropion involusional, dan bukan merupakan akibat sekunder dari tertariknya tarsus akibat
kekenduran tendon.8,10
b. Tanda Klinis
Pasien dengan ektropion ditandai dengan terlihatnya kekenduran pada kelopak mata
bawah, dengan seluruh atau sebagian kelopak mengalami eversi menjauhi kelopak mata.
Dilakukan observasi lokasi ektropion tersebut berada pada sisi medial, lateral ataupun seluruh
kelopak mata bawah. Ektropion involusional juga dapat disertai dengan kelainan involusional
lain pada palpebra seperti dermatokalasis. Konjungtiva yang terekspose tampak hiperemis
dan pada keadaan kronik dapat mengalami inflamasi dengan hipertrofi dan mengalami
keratinisasi. Epiteliopati kornea inferior juga dapat dijumpai.11
15
perbalikan total dari tarsus. D. Ektropion sikatrik yang berkembang dari eksplorasi dasar
orbita.
Sumber : http://www.oculist.net/
Kantus lateral palpebra normal berada pada posisi 10-15 lebih superior daripada kantus
medial. Seiring dengan pertambahan usia, posisi kantus lateral akan menurun mengalami
rotasi berlawanan arah dengan jarum jam, dan kemudian didapatkan posisi kantus lateral
lebih di bawah kantus medial karena adanya kekenduran.11
c. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum dilakukan tatalaksana pembedahan, perlu dilakukan evaluasi pre operatif untuk
mengetahui berat ringannya ektropion beserta komplikasi sekunder yang terjadi akibat
kondisi ektropion yang berkepanjangan.11 Beberapa pemeriksaan yang penting untuk
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Evaluasi sistem ekskretorik lakrimal
Yang pertama kali dilakukan adalah evaluasi posisi pungtum lakrimal. Letak pungtum
lakrimal inferior adalah lateral terhadap karunkula pada keadaan istirahat, dan tepat
dibawan pungtum superior. Pada palpebra normal, pungtum tersebut terletak di sisi
posterior menghadap bola mata dan tidak terlihat tanpa menarik palpebra inferior ke
bawah. Posisi pungtum yang mulai menjauhi bola mata merupakan tanda awal terjadinya
ektropion.11 Ektropion involusional yang melibatkan pungtum, dapat mengalami obliterasi
pungtum karena keratinisasi akibat eksposure kronik konjungtiva. Oleh karena itu
evaluasi pungtum dan kanalikuli inferior perlu dilakukan sebelum pembedahan.11
2. Evaluasi kelemahan
Pinch test digunakan untuk mengevaluasi kelemahan palpebra inferior. Bila kelopak mata
bawah dapat ditarik menjauhi bola mata sejauh lebih dari 6mm, maka dikatakan bahwa
mulai terjadi horizontal kelemahan.8 kelemahan dikategorikan signifikan bila kelopak
dapat ditarik sejauh lebih dari 10mm. Dapat juga dilakukan pemeriksaan snap back test,
yakni kelopak mata bawah ditarik ke bawah menjauhi bola mata, kemudian dilepaskan
seketika hingga kembali ke posisi semula. Bila didapatkan kelemahan, maka kelopak
16
mata akan kembali ke posisinya dengan lambat dan membutuhkan bantuan kedipan
kelopak mata untuk dapat kembali.11
Gambar 14. Pemeriksaan snap back test untuk mengetahui horizontal kekenduran.
Sumber : http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/plastic_surgery/
Evaluasi selanjutnya adalah kekenduran tendon kantus medial, yang dinamakan
lateral distraction test. Bila kelopak mata bawah ditarik ke lateral dan terlihat bahwa
pungtum lakrimal mengalami pergeseran ke lateral, berarti bahwa terjadi kekenduran
pada tendon kantus medial.8 Pada keadaan normal, pungtum terletak lateral karankula,
dan pergeseran akibat traksi lateral tersebut tidak melebihi 1-2 mm. Jarang didapatkan
kekenduran tendon kantus medial tanpa mendapatkan kekenduran horizontal. Pentingnya
evaluasi hal ini adalah untuk melakukan penguatan tendon kantus medial dengan plikasi
sebelum melakukan koreksi palpebra inferior secara horisontal supaya pungtum tidak
mengalami pergeseran permanen.7-10
Riwayat epifora yang banyak terjadi dari kelopak mata sisi lateral menunjukkan
adanya kecurigaan terhadap kekenduran tendon kantus lateral. Pemeriksaan kekenduran
kantus lateral dilakukan terlebih dahulu dalam keadaan palpebra istirahat. Dilakukan
evaluasi karena dalam keadaan normal, kontur kantus lateral tersebut masih berbentuk
angular dan terdapat dalam jarak 1-2mm dari rima orbita lateral. Bila palpebra inferior
ditarik secara horizontal dan sudut kantus lateral membundar, maka terdapat kekenduran
tendon kantus lateral. Selanjutnya diukur jarak antara sudut kantus lateral, yang tidak
boleh bergeser lebih dari 1-2mm.11
II.3 TATALAKSANA
17
Punctal ectropion
Ektropion awal yang hanya melibatkan pungtum dapat dikoreksi dengan tehnik
retropunctal cautery. Tahapan prosedur pembedahan ini adalah sebagai berikut:12
-
Prosedur diakhiri dengan pemberian salep antibiotik pada mata. Sebagai terapi
post operatif, tetes mata antibiotik diberikan tiga kali sehari selama satu minggu.
18
Penjahitan dengan benang 5-0 melalui kulit palpebra hingga luka. Jahitan
melalui tepi konjungtiva anterior hingga posterior, kemudian posterior hingga
anterior hingga menyerupai pola angka delapan. Jarum kemudian dilewatkan
kembali ke kelopak melalui kulit di sekitar jahitan pertama kali dibuat, dan
kemudian dibuat simpul.
B.
19
Penjahitan menggunakan vicryl 5-0 melalui otot otot retraktor pada dasar
eksisi konjungtiva ke arah bola mata, kemudian jarum dibalikkan melalui tepi
superior eksisi pada sisi apek lain dari eksisi diamond. Jarum dibalikkan kembali
melalui sisi inferior pada sisi apeks yang lain dan keluar menembus kulit kelopak
mata bawah pada batas antara kelopak dengan pipi.
Fungsi dari jahitan tersebut adalah untuk melekatkan retraktor inferior ke sisi
superior eksisi untuk menarik pungtum lakrimal ke arah posterior dan menutup
luka. Posisi pungtum yang ideal seharusnya adalah dalam posisi sedikit inverse ke
arah bola mata.
Perawatan luka postoperatif diberikan menggunakan antibiotik salap tiga kali
sehari selama dua minggu dan pasien tidak diperbolehkan untuk menarik kelopak
mata bawahnya ke inferior. Jahitan dibuka setelah dua hingga tiga minggu.13
20
21
Perawatan post operatif diberikan dengan tetes mata antibiotik tiga kali sehari selama
dua minggu dan pasien tetap tidak diperkenankan menarik kelopak matanya ke
bawah. Jahitan dipertahankan hingga minimal 2 minggu.12
Gambar 17. medial spindle procedure dikombinasikan dengan medial wedge resection
Sumber : Ophtalmic Surgery : Principles & Practice.
D.
22
23
Dibuat insisi vertikal full thickness palpebra di dekat karunkula dan selanjutnya
dilakukan insisi konjungtiva diantara karunkula dan plika semilunaris, meluas
hingga sisi medial tarsus inferior
Diseksi tumpul ke arah posterior lacrimal crest dan kemudian dibuat eksisi
segitiga dengan ukuran yang cukup dan tidak menimbulkan tension saat luka
eksisi dijahit.
E.
24
Dilakukan kantotomi lateral hingga sisi lateral dari rima orbita lateral
Lateral tarsal strip dibuat dengan memotong batas inferior tarsus, lalu margo
inferior tarsal strip dieksisi dan ditarik ke arah margo lateral orbita untuk
menentukan panjang yang dibutuhkan. Selanjutnya tarsal strip diposisikan
sebelum kemudian dilakukan penjahitan.
25