Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT PARU OBTURASI KRONIS

Oleh :
Christian Agung Prasetya

131610101080

Pembimbing:
Dr.drg, Zahreni Hamzah, MS

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB I. PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah salah satu penyakit pernafasan
yang dapat menyebabkan kematian dan ditemukan secara luas di masyarakat. Pada
tahun 1998, World Health Organization (WHO) menyatakan bahw PPOK merupakan
penyebab kematian kelima dan semakin me-luas di berbagai negara dan diperkirakan.
Namun di tahun tahun 2020 diperkirakan akan menjadi penyebab kematian keempat
di seluruh dunia. Prevalensi PPOK di beberapa negara berkisar 9- 10%. Di Indonesia,
prevalensi PPOK adalah sebesar 5,6%. Meskipun dengan prevalensi yang tinggi
terkadang PPOK masih diremehkan masyarakang PPOK masih diremehkan
masyarakang PPOK masih diremehkan masyarakat.
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel
atau reversibel parsial. Etiologi dari PPOK bersifat multifaktorial seperti rokok,
polusi udara, usia, dan radikal bebas namun proses inflamasi berperan penting dalam
patogenesis PPOK. Pada saat ini juga terdapat paradigma baru, yaitu terdapat
hubungan antara PPOK dan periodontitis yang didasari oleh proses inflamasi.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa derajat tingkat kebersihan rongga mulut
dapat menggambarkan pada pasien apakah ia akan beresiko untuk menderita infeksi
saluran napas ataupun tidak. Buruknya OH seseorang dapat meningkatkan jumlah dan
kompleksitas plak gigi yang mengandung bakteri mulut yang menjadi penyebab
infeksi paru-paru.
Fenomena adanya hubungan anatara PPOK dan periodontitis menjadi ulasan
yang menarik sekaligus bermanfaat sehingga makalah ini memberikan gambaran
tentang hubungan antara PPOK dan periodontitis.
BAB II. PEMBAHASAN
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyakit paru obstruktif kronis merupakan penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel

atau reversibel parsial yang ditandai dengan bronkitis kronis dan enfisema. Bronkitis
kronik ialah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang- kurangnya dua tahun berturut - turut, dan
tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema yakni suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli, dan hilangnya kelenturan dinding alveolus yang
menyebabkan udara yang masuk kedalam paru tidak dapat dikeluarkan dengan baik
dan terperangkap di dalam paru. Bronkitis kronik merupakan hasil dari iritasi pada
cabang bronkiolus yang menyebabkan peningkatan proporsi sel penghasil mukus
dalam epithelium. Sel tersebut mensekresikan mukus sisa trakeobronkiolus yang
cukup untuk menimbulkan batuk berdahak.

Gambar 1. Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronis (Brashier et al, 2012).


Dua mekanisme penting dalam patogenesis PPOK adalah inflamasi dan
ketidakseimbangan oksidan-antioksidan yang mengarah ke stres oksidatif. Sel-sel
terutama yang terlibat dalam peradangan PPOK adalah neutrofil, makrofag dan
limfosit. Sel-sel inflamasi lanjut melepaskan mediator inflamasi seperti sitokin,
kemokin dan chemoattractants yang menyebabkan pelepasan interleukin-8 (IL-8) dan
leukotrien B4 (LTB4) mengaktifkan kemotaksis neutrofil. Enzim proteolitik seperti
elastase, proteinase-3, cathepsin G, cathepsin B dan matriks metealoproteinases

(MMP) dirilis oleh neutrofil menyebabkan kerusakan jaringan paru-paru elastis


(Gambar 1). Serangkaian perubahan terkait patogenesis PPOK juga telah dikaitkan
dengan stres oksidatif seperti inaktivasi oksidatif dari antiprotease dan surfaktan,
hipersekresi mucus, lipid membran peroksidasi, cedera epitel alveolar, renovasi
ekstraseluler matriks, dan apoptosis, penurunan sintesis kolagen elastin (Brashier et
al, 2012; Usher et al, 2013).
2. Periodontitis
Periodontitis merupakan inflamasi kronis yang disebabkan adanya infeksi
bakteri pada jaringan periodontal yang terdapat dalam plak gigi, menyebabkan
hancurnya jaringan tulang pendukung dan jaringan ikat. Bakteria subgingival yang
ditemukan pada penyakit periodontitis kronis antara lain Porphorymonas gingivalis,
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia, dan Bacteroides
forsythus.
Rongga mulut berhubungan secara anatomis dengan dengan trakea dan
memungkinkan menginfeksi sistem pernafasan. Patogen periodontal dan toksin
memproduksi enzim cytolytic dan lipopolisakarida (LPS) memiliki akses ke infeksi
sistemik, serta mediator inflamasi, termasuk tumor necrosis Faktor-alpha (TNF-),
interleukin (IL) -1, prostaglandin E2 (PGE2) dan -interferon (-IFN). Sitokin dan
enzim dirilis dari jaringan periodontal dapat mengubah epitel pernapasan dan
menginfeksi oleh potensi patogen pernafasan. Selain itu, enzim yang berasal dari
bakteri dalam air liur dapat merusak permukaan mukosa mulut dan mengurangi
perlindungan nonpesifik terhadap patogen pernafasan (Brashier et al, 2012).
3. Hubungan PPOK dan saliva pada penderita periodontitis
Suatu penelitian menunjukkan bahwa derajat tingkat kebersihan rongga mulut
dapat menggambarkan pada pasien apakah ia akan beresiko untuk menderita infeksi
saluran napas ataupun tidak. Buruknya OH seseorang dapat meningkatkan jumlah dan
kompleksitas plak gigi yang mengandung bakteri mulut penyebab infeksi paru-paru.
P. gingivalis penyebab periodontitis dilepaskan dari plak gigi masuk ke dalam sekresi

saliva, yang kemudian akan teraspirasi ke saluran nafas bawah dan menyebabkan
infeksi kemudian berinteraksi dengan bakteri patogen pada saluran napas P.
aeruginosa, Klebsiella pneumonia.6 Sitokin dari jaringan penyakit periodontal dapat
masuk ke dalam saliva melalui cairan crevicular gingiva dan diaspirasi untuk
merangsang proses inflamasi kronik yang berkontribusi pada inisiasi infeksi paruparu, termasuk PPOK (gambar 1) (Igari et al, 2014; Leuckfelda et al, 2008).

Gambar 1. Pemicu utama peradangan untuk periodontitis dan penyakit paru obstruktif
kronis dengan patofisiologis yang melibatkan aktivasi neutrofil (Igari et al, 2014).
4. Potensi Saliva Sebagai Deteksi Dini Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Deteksi dini PPOK yang saat ini banyak dilakukan adalah melalui
pemeriksaan pada sputum pada penderita. Metode yang dilakukan dengan
menganalisis sampel sputum dari pasien dengan kondisi PPOK yang moderat sampai
parah, dan variable yang digunakan adalah pengukuran terhadap penghitungan sel
dan level interleukin-6 (IL-6) dan IL-8. Namun ternyata masih dimungkinkan bahwa
pemeriksaan menggunakan sputum masih dapat terkontaminasi kuman orofaring
Dengan mengetahui adanya kekurangan pada penggunaan sputum sebagai
cara untuk mendeteksi PPOK, maka digunakan saliva sebagai pemeriksaan alternatif
yang dapat dipakai untuk mendeteksi dini adanya resiko PPOK pada penderita
periodontitis. Alasan penggunaan sampel saliva dalam deteksi dini resiko PPOK

adalah pengambilan saliva yang jauh lebih mudah, non-invasif dan jumlah produksi
saliva yang cukup banyak.
Variabel-variabel yang digunakan dalam deteksi dini resiko PPOK melalui
saliva antara lain: P. gingivalis merupakan bakteri patogen rongga mulut yang dapat
berpartisipasi dalam patogenesis infeksi saluran nafas. Untuk mengetahui adanya P.
gingivalis dalam saliva dilakukan uji disk diffusion. Bakteri yang dianggap sebagai
penyebab PPOK adalah bila bakteri tersebut tumbuh pada konsentrasi lebih dari 106
CFU/ ml.
Pemeriksaan selanjutnya adalah enzim sialidase pada penderita PPOK,
individu dengan kebersihan mulut yang buruk menyebabkan meningkatnya level
enzim sialidase dalam saliva untuk deteksi dini PPOK. Untuk mengetahui level enzim
sialidase yang dapat dianggap sebagai tanda terjadinya PPOK, maka dilakukan
pengujian menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Kandungan IL-8 dalam saliva dapat digunakan sebagai deteksi dini melalui
pengujian menggunakan sandwich immunoassay. Konsentrasi level IL- 8 pada pasien
PPOK secara signifikan lebih tinggi dari individu normal yaitu pada penderita PPOK
konsentrasi IL-8 sejumlah 21,01,8 ng/ml dan kondisi pada individu normal sejumlah
3,30,7 ng/ml. Hubungan P. gingivalis, enzim sialidase, dan IL-8 pada saliva terhadap
PPOK dijelaskan bahwa bakteri patogen P.gingivalis yang teraspirasi ke saluran nafas
bawah melepaskan enzim protease yang dapat membuka reseptor adhesi pada
permukaan mukosa untuk dapat berikatan dengan bakteri patogen saluran nafas
seperti H.influenza, namun demikian tubuh memberikan mekanisme pertahanan
berupa keluarnya mucin sebagai pertahanan tubuh non-spesifik dalam saliva dengan
mengikat H. influenza yang melibatkan adanya residu asam sialat. Tetapi dengan
kondisi OH yang buruk pada penderita PPOK, memungkinkan meningkatnya enzim
sialidase yang dapat menghidrolisis asam sialat dan menghancurkan mucin, sehingga
kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya kemampuan H. influenza untuk
menginfeksi permukaan mukosa saluran nafas. Sebagai respon terhadap adanya
bakteri tersebut tubuh mengeluarkan sitokin yang berasal dari cairan krevikular

gingiva berupa IL-8 untuk meningkatkan pengaturan ekspresi resptor adhesi dan
kolonisasi bakteri patogen saluran nafas (Saputri et al, 2010; Thanabalan et al, 2014).
Daftar pustaka
Brashier BB, Kodgule R. 2012. Risk Factors and Pathophysiology of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). supplement to japi.
Igari K, Kudo T, Toyofuku T, Iwai Y. 2014. Association between periodontitis and the
development of systemic diseases. Herbert open access journal.
Leuckfelda I, Obregon-Whittlea MV, Lundb MB. 2008. Severe chronic obstructive
pulmonary disease: Association with marginal bone loss in periodontitis.
Respiratory Medicine 102:488494.
Saputri TO, Zala HQ, Arnanda BB. 2010. Saliva as an Early Detection Tool for
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Risk in Patients with Periodontitis.
Journal of Dentistry Indonesia.
Thanabalan D, Sheeja. 2014. Association between Periodontitis and Respiratory
Disease-A review. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences.
Usher A, Stockley R. 2013. The link between chronic periodontitis and COPD: a
common role for the neutrophil. Biomed journal.

Anda mungkin juga menyukai