Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

HIPERBILIRUBIN
Kelompok 11 :
SITI ANNISA Z.N.

(220110080145)

SALAS AULADI

(220110080138)

SRI HANDINI PERTIWI

(220110080105)

SILVIA JUNIANTY

(220110080097)

SRI
RI MELFA DAMANIK

(220110080079
(220110080079)

SELLA GITA A

(220110080052
(220110080052)

SUSI HANIFAH

(220110080035
(220110080035)

SARAH RIDASHA F

(220110080013
(220110080013)

TIARA RACHMAWATI

(220110080118)

TIARA TRI P

(220110080108)

TRIANDINI

(220110080095
095)

TAMMY

(220110080053
053)

TIARA
IARA ARUM KESUMA

(220110080050
050)

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
JATINANGOR
2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan baik Makalah ini berjudul Makalah Kasus 2
Penyakit Hiperbilirubin makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan
untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata kuliah Sistem Hematologi
dan Imunitas
Dalam penyusunan makalah ini , penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Wiwi Mardiah, S.Kp .M.Kes. selaku koordinator sistem hematologi dan
imunitas serta dosen yang memberikan bimbingan kepada penulis.
2. Orang tua kami tercinta yang selalu membeikan doa restu dan dukungan dalam
proses pembelajaran kami di Fakultas Ilmu Keperawatan.
3. Teman-teman penulis kelompok 11 yang meluangkan waktunya untuk
menyususn makalah ini
4. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungannya, Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih
baik.
Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi

perbaikan di hari

kemudian.
Akhir kata, penulis berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat
dalam proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.

Jatinangor, September 2009

penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup
bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita
ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya
setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus
dapat dihindarkan.

1.2. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit hiperbilirubin.
b. Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit hiperbilirubin.
c. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita.
d. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat.

1.3. Identifikasi kasus


Bayi Ny. Nina usia 4 hari dengan berat badan lahr 1800 gr yang dilahirkan
dengan usia kehamilan 35 minggu saat ini pada kulit wajah dan dada tampak
kuning, sklera kuning, dengan bilirubin total 11 mg/dL. Bilirubin direct 0,8
mg/dL, Hb 16,8 mg%, hematokrit 47%, leukosit 15.000 mg/dL, trombosit
250.000 mm3. Menurut ibu bayi Nina anak ke-2, sewaktu hamil ibu mengalami
hipertensi dengan rata-rata tekanan darah140/90 mmHg.

1.4. Learning object


a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan
b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan
c. Kenapa terjadi ikterus pada kasus yang hanya timbul pada wajah dan
dada
d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin
e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI
f. Universal precaution yang digunakan
g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin
h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin
i. Mind map
Asuhan
keperawatan

Pemeriksaan
diagnostik

Penanganan
medis

Konsep
etik&legal
Konsep penyakit

hiperbilirubin

Produksi,
transportasi,
metabolisme
dan ekskresi
Manifestasi
klinik

klasifikasi
Etiologi&faktor
resiko

patofisiologi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Brain storming


a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan
Bilirubin direk

: 0,1 0,4 mg/dL

Bilirubin indirek

: 0,3 1,1 mg/dL

Hb neonatus

: 14 27 gr/dL

Hematokrit

: 40 68 %

Leukosit

: 9000 30.000 /mm3

Trombosit

: 140.000 450.000 /mm3

Tekanan darah

: 100-120/ 60-80 mmHg

BB lahir bayi

: 2,5 4 kg

Usia kehamilan

: 37 42 minggu

b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan


Jika seorang ibu hamil mengalami hipertensi akan menyebabkan
gangguan terhadap janinnya. Ketika mengalami hipertensi, pembuluh darah
ibu akan menyempit yang menyebabkan aliran darah menuju janin menjadi
berkurang, sehingga asupan nutrisi menuju janin ikut terganggu. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya oksigenasi pada janin yang kemudian
mengganggu pertumbuhan janin, dan dapat juga merusak vaskularisasi.

c. Ikterus yang terjadi pada kasus dikarenakan banyaknya kadar bilirubin


dalam darah yang kemudian keluar ke interstisial. Ikterus biasanya mulai
terlihat pada daerah muka (kadar serum bilirubin = 5 mg/dL), selanjutnya
ke perut bagian tengah (15 mg/dL) dan kaki (20 mg/dL). Pada kasus ini
ikterus hanya terjadi pada dada dan wajah karena bilirubin total bayi
tersebut 11 mg/dL. Pada kasus kadar bilirubin total 11 mg/dL sehingga
ikterus hanya timbul pada kulit wajah dan dada.

d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin


Pada bayi yang lahir prematur organ tubuhnya belum matur sehingga
belum bisa melakukan metabolisme dengan baik. Bayi dikatakan lahir

prematur jika berat badan lahirnya kurang dari 2 kg dan dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.

e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI


Pemberian ASI dapat menurunkan kadar bilirubin secara bertahap.
Namun, pada beberapa kasus Kandungan ASI pada sejumlah ibu tertentu
mengandung asam lemak tak jenuh atau bahan lain yang menghambat
enzim perubah bilirubin. Biasanya kuning akibat ASI muncul antara hari ke
4 - 7, mencapai puncaknya pada minggu ke 2 - 3. ASI dihentikan
sementara, maka kadar bilirubin akan menurun dengan cepat, lalu lanjutkan
kembali menyusui. Jika ASI tidak dihentikan maka penurunan bilirubin bisa
juga terjadi tetapi secara bertahap (gradually).

f. Universal precaution yang digunakan


Cuci tangan aseptik.
Penggunaan APP (alat perlindungan pribadi) seperti masker, sarung
tangan.
Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (dekontemenasi, sterilisasi,
disinfeksi)
Pengelolaan benda tajam (sharp precaution).
System pengelolaan limbah dan sanitasi.
Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit, tangan dan
lengan bawah serta luka harus di obati sampai sembuh.

g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin


Pemberian imunisasi tidak memberikan dampak khusus terhadap
penderita hiperbilirubin. Oleh karena pentingnya pemberian imunisasi,
maka penderita hiperbilirubin juga harus diberikan imunisasi.

h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin


Faktor dapat juga mempangaruhi seseorang menderita hiperbilirubin
atau tidak. Misalnya, kurangnya sebuah struktur gen seseorang yang
menyebabkan hemopoesis tidak efektif sehingga eritositnya lisis sebelum

waktunya. Hal itu dapat meningkatkan kadar bilirubin sebagai hasil dari
hemolisis.

2.2.Konsep penyakit
A. Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum
total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada
kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus
yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
(Ni Luh Gede, 1995)
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus
cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
(Ngastiyah, 1997)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin
larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
B. Macam Macam Ikterus:
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Ni Luh Gede Y, 1995)
C. Etiolgi dan faktor resiko
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau defisiensi ganggua
pembuluh darah
b. Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran
c. Inkompatibilitas Rh
d. Hipksia; O2 ke jaringan metabolism anaerob asam lemak
bilirubin indirect
e. Dehidrasi
f. Asidosis
g. Polisitemia
h. Prematur
i. ASI
j. Kelebihan produksi bilirubin
k. Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati
l. Beberapa penyakit
m. Genetic
n. Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin meningkat
o. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
p. Hipoglikemia
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
Faktor Maternal


Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

ASI

Faktor Perinatal


Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Faktor Neonatus


Prematuritas

Faktor genetic

Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

Rendahnya asupan ASI

Hipoglikemia

Hipoalbuminemia

2.3. Patofisiologi
prematuritas, eritropoesis tidak efektif, riwayat kehamilan (hipertensi)
Hemolisis

Hb

globin

Fe

Heme

Biliverdin

Anemia

Bilirubin indirect

Ikatan HbO
Perfusi O2 dan
nutrisi Ke jaringan

hati
Bilirubin direct

Metabolism sel
empedu

Pembentukan ATP
*

kelemahan

Resiko intoleran aktivitas

duodenum

ginjal
diekskresi dalam
bentuk pewarna urine

Diekskresikan
dalam betuk
pewarna feses
Sirkulasi darah

asupan nutrisi
bilirubin pada plasma
Resiko gangguan
intake nutrisi
Resiko gangguan tumbuh kembang

Terakumulasi di jaringan
Gangguan integritas kulit

2.4. Penanganan medis


Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti,
infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti
untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum)
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan
cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim
ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam
duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil
fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui
urine.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan
berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
bilirubin
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan

karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan


mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

2.5. Manifestasi klinik


A. Gejala-gejala
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
a. Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar
b. Letargi
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang
disertai ketegangan otot
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul
j. Ikterus
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.
B. komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus
gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),

kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat
juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

2.6. Produksi, transportasi, metabolisme, dan ekskresi bilirubin


Sel darah merah 120 hari
Membran sel pecah,
Hb di fagositosis oleh
jar. makrofag
globin

Hb dipecah
heme
teroksidasi

oksigenase

biliverdin
tereduksi
reduktrase
bilirubin
Berikatan dengan albumin dari plasma
(ditransfer melalui darah & cairan interstisial)
Diabsorpsi mealaui membran sel hati
Lepas dari albumin plasma
80% berkonjugasi
dengan asam
glukuronat (bilirubin
glukuronida)

10% membentuk
bilirubin sulfat

10% berkonjugasi
dengan zat lain

Bilirubin dikeluarkan melalui proses


transpor aktif ke dalam kanalikuli
empedu
masuk ke usus
di usus
dari bilirubin konjugasi diubah oleh kerja bakteri
urobilinogen
(dalam feses)
sterkobilinogen

Sebagian besar diekskresikan kembali


oleh hati ke dalam usus, 5%
dieskskresikan oleh ginjal ke urine

sterkobilin
urobilin

Beberapa
diabsorpsi
melalui mukosa usus
kembali ke sirkulasi
enterohepatik

2.7. Asuhan keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama

: Bayi Ny. Nina

Usia

: 4 hari

Alamat

Jenis kelamin

Agama

Pendidikan

Suku bangsa

Tanggal masuk dirawat

Diagnosa medis

: Hiperbilirubin

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Bayi Ny. Nina dilahirkan dengan usia kehamilan 35 minggu, Anak ke-2,
dan pada saat kehamilan ibu mengalami hipertensi dengan rata-rata TD
140/90 mmHg.
b. Riwayat Persalinan
c. Riwayat Post Natal
Kulit wajah dan dada bayi tampak kuning dan sklera kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Psikososial
f. Pengetahuan Keluarga
3. Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi
b. Eliminasi
c. Istirahat
d. Aktifitas
e. Personal Hygiene
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan
BB

: 1800 gram

TB

:-

b. Uji laboratorium

Bilirubin total

: 11 mg/dl

Bilirubin direct

: 0,8 mg/dl

Hb

: 16,8 mg%

Ht

: 47%

Leukosit

: 15.000 mg/dl

Trombosit

: 250.000 mm

c. Pemeriksaan Menyeluruh
Inspeksi

: kulit wajah dan dada tampak kuning

Auskultasi

:-

Palpasi

:-

Perkusi

:-

d. Data Psikologis
5. Pemeriksaan diagnostik
1. Bilirubin serum
 Direct : > 1 mg / dl
 Indirect : > 10 mg % (BBLR), 12,5 mg % ( cukup bulan).
 Total : > 12 mg / dl
2. Golongan darah ibu dan bayi
 uji COOMBS
 Inkompabilitas ABO Rh
3. Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi.
4. Uji serologi terhadap TORCH
5. Hitung IDL dan urine ( mikroskopis dan biakan urine) indikasi infeksi.
Analisa Data
Data yang menyimpang

Etiologi

masalah

Kulit wajah dan dada


tampak kuning

Gangguan Integritas Kulit


bilirubin pada plasma
Terakumulasi di jaringan
Gangguan integritas kulit
Hemolisis
Anemia

Resiko Intoleransi Aktifitas

Metabolism sel
Pembentukan ATP

kelemahan

Resiko intoleran aktivitas

Hemolisis

Resiko Gangguan Intake


Nutrisi

Anemia
Metabolism sel
asupan nutrisi

Resiko gangguan
intake nutrisi

Hemolisis

Resiko Gangguan Tumbuh


Kembang

Anemia
Metabolism sel
asupan nutrisi

Resiko gangguan
tumbuh kembang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan
kulit wajah dan dada tampak kuning.
2. Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke
jaringan.

3. Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi


ke jaringan.
4. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang

C. Rencana Tindakan Keperawatan


No.
1

Diagnosa
Keperawatan
Gangguan
Integritas kulit
berhubungan
dengan
joundice yang
ditandai dengan
kulit wajah dan
dada tampak
kuning.

Resiko
Intoleransi
Aktifitas
berhubungan

Tujuan

Intervensi Keperawatan

Tupen: Keadaan
kulit bayi
membaik dalam
waktu
Kriteria hasil:
- kadar bilirubin
dalam batas
normal
- Kulit tidak
berwarna kuning
TuPan: Bayi
tidak mengalami
integritas kulit
lagi.

Mandiri:
- Monitor warna dan
keadaan kulit setiap 4-8
jam.

TuPen: Klien
mampu
melakukan
aktifitas secara

Rasional

- Mengetahui
jika selama
dalam
perawatan kulit
bayi tidak
mengalami
gangguan
integritas kulit.

- Monitor kadar
bilirubin direks dan
indireks, laporkan pada
Data Obyektifter jika
ada kelainan.

- Untuk
mengetahui
adanya
peningkatan
atau penurunan
kadar bilirubin.

- Ubah posisi miring


atau tengkurap
Perubahan posisi setiap
2 jam berbarengan
dengan perubahan
posisi, lakukan massage
dan monitor keadaan
kulit.

-Meningkatkan
sirkulasi ke
semua area
kulit.

- Jaga kebersihan dan


kelembaban kulit.

- Area lembab,
terkontaminasi
memberikan
media yang
sangat baik
untuk
pertumbuhan
organisme
patogen.

Mandiri:
- Monitor keterbatasan
aktifitas, kelemahan saat
aktifitas.

-mempengaruhi
pilihan
intervensi atau

dengan
penurunan
perfusi O2 ke
jaringan

mandiri.
TuPan: Klien
mampu
mempertahankan
kemampuan
aktifitas
seoptimal
mungkin.

bantuan.
- Berikan lingkungan
yang tenang, lakukan
istirahat adekuat setelah
aktifitas.

Kolaborasi:
-Berikan nutrisi yang
adekuat, kolaborasi
dengan ahli gizi.

Resiko
Gangguan
Intake Nutrisi
berhubungan
dengan
penurunan
suplai nutrisi ke
jaringan

TuPen: Klien
menunjukkan
peningkatan
berat badan.
TuPan: BB klien
mendekati ideal
(tidak ada tanda
malnutrisi).

Mandiri:
- Ukur intake makanan
dan kebutuhan nutrisi

- Beri asupan nutrisi


yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Kolaborasi:
- Pantau hasil lab.,
seperti Hb dan lainlainnya.

Resiko
Gangguan
Tumbuh
Kembang

TuPen: Klien
dapat menerima
keadaan
tubuhnya secara
proporsional.
TuPan: Klien
dapat
beradaptasi
dengan keadaan

Mandiri:
- Kajilah kemampuan
yang dimiliki klien

- meningkatkan
istirahat untuk
menurunkan
kebutuhan
oksigen tubuh,
membantu
memenuhi
kebutuhan
energi.

- Nutrisi
dibutuhkan
untuk klien
memenuhi
kebutuhan
energi dalam
melaksanakan
aktivitas.

- Mengawasi
masukan kalori
atau kualitas
kekurangan.
- Mencegah
malnutrisi

- Meningkatkan
efektivitas
program
pengobatan
termasuk
sumber dan diet
nutrisi yang
dibutuhkan.
- Mencari
alternatif untuk
menutupi
kekurangan
dengan
memanfaatkan
kemampuan
yang ada.

tubuhnya.
- Eksplorasi aktivitas
baru yang dapat
dilakukan.

- Memfasilitasi
klien dengan
memanfaatkan
kelebihan klien.

2.8.Konsep legal etik keperawatan


a.

Respect for autonomy


 Memberikan Informasi yang benar. Misalnya menjelaskan tentang keadaan
klien pada orang tua dan persyaratan serta tindakan ayang akan dilakukan
pada klien.
 Privasi klien. Misalnya dalam kasus ini saat melakukan tindakan
keperawatan perawat harus menjaga privasi klien, contohnya saat
melakukan fototerapi, privasi klien harus dijaga dengan baik.
 Melindungi Informasi mengenai kesehatan klien yang bersifat rahasia.
Misalnya dalam kasus ini perawat harus merahasiakan kondisi kesehatan
klien kepada pihak-pihak tertentu atau pihak-pihak yang apabila klien minta
untuk dirahasiakan.
 Memperoleh persetujuan untuk setiap tindakan yang akan dilakukan
terhadap klien (informed consent). Misalnya dalam kasus ini perawat
meminta persetujuan klien sebelum melakukan tindakan fototerapi dan
semua eek sampingnya

b.

Non Maleficence (non malefisiensi atau tidak menimbulkan injury).


 Prinsip non malefisiensi menuntut perawat menghindarkan segala sesuatu
yang dapat membahayakan klien selama pemberian asuhan keperawatan.
 Kewajiban bagi tenaga keperawatan saat melakukan tindakan untuk tidak
mengakibatkan injury terhadap klien.
 Penerapan dalam praktek keperawatan menekankan perlunya diterapkan
standard untuk mencegah terjadinya injury pada klien :


Standard Praktek Keperawatan

Standard Asuhan Keperawatan

Standard Prosedur

Standard Tenaga Keperawatan

Dalam kasus ini perawat harus memperhatikan dan menerapkan standard dalam
melakukan setiap tindakan keperawatan.

c.

Beneficence
 Prinsip beneficence menuntut perawat memberikan maslahat (beneficence)
kesehatan pada klien, keseimbangan maslahat terhadap resiko dalam situasi
tersebut dimana suatu pilihan harus dibuat dan menentukan cara terbaik
untuk membantu klien. Percakapan perawat dapat membantu klien
mengidentifikasi diri mereka sendiri dalam hal maslahat dan resiko yang
relevan dengan moral, seperti kualitas masalah hidup.
 Kewajiban moral untuk mencegah terjadi injury.
 Bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan klien. Termasuk melindungi
hak-hak klien dalam pelayanan kesehatan :
1) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
a. Akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan.
b. Akses pelayanan kesehatan sesuai dengan nilai dan norma kultural
klien.
c. Pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2) Hak untuk mendapatkan informasi.
3) Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
4) Hak untuk mendapat informed consent.
5) Hak untuk menolak consent.
6) Hak untuk mengetahui nama dan status tim kesehatan.
7) Hak untuk mendapat second opinion.
8) Hak untuk diperlakukan dengan respect.
9) Hak untuk confidentiality.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit,
sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus,
yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan
dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan
prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar
bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
 Gangguan Integritas Kulit

berhubungan dengan joundice yang ditandai

dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.


 Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke
jaringan.
 Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai
nutrisi ke jaringan.
 Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus menerapkan
universal precaution agar keselamatan penderita dan perawat dapat terjaga. Konsep
legal etik juga harus dilakukan agar klien dapat merasa nyaman dan kondisi klien
dapat segera membaik.

DAFTAR PUSTAKA

Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.


Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko
Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.
http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-denganhiperbilirubin.pdf
http://healindonesia.wordpress.com/2008/08/09/medical-check-up/
http://trisnoners.blogspot.com/2008/03/hiperbilirubin-by-sutrisno-s.html
http://varyaskep.files.wordpress.com/2009/02/b007-hiperbilirubinemia.pdf
http://www.drdidispog.com/2008/10/kuning-pada-bayi-baru-lahir.html
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.
http://www.penyakithepatitis.com/Bilirubin.htm

Anda mungkin juga menyukai