satu dengan yang lain. Berdasarkan analisa, negara-negara di daerah Eropa cenderung
menganut sistem kepartaian yang bersifat two party system, dimana di dalam negara tersebut
terdapat dua partai besar yang saling memenangkan dalam pemilu. Berbeda dengan Korea
Utara yang sudah terlihat jelas dengan one party system nya, yaitu sistem dengan partai
terpilih mendominasi di semua tingkatan pemerintahan. Tidak hanya kedua sistem ini,
negara-negara lain dengan latar belakang politik berbeda juga memiliki sistem kepartaian
yang beragam. Berangkat dari sistem kepartaian yang berbeda, dalam menyusun rumusan
sistem perwakilan (legislatif) dan pelaksanaan pemilihan umum juga akan mengalami
perbedaan. Karena itu dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan mengenai sistem
perwakilan, kepartaian, dan pemilihan umum yang dianut oleh negara Brazil serta isu-isu
mengenai pemilu yang terjadi di dalamnya.
orang dari setiap negara bagian. Masa jabatan senat adalah 8 tahun dengan sistem pemilihan
bertahap sehingga 2/3 dari anggota majelis tinggi dipilih berdasarkan pemilihan umum pada
satu waktu dan 1/3 anggota lain dipilih empat tahun kemudian.
patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior).2 Atau, dapat pula diartikan bahwa
patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya (Scott, 1983 &
dan Jarry, 1991).
Pada tahun 1965, angkatan bersenjata melakukan suatu transformasi pada sistem
multipartai yang terfragmentasi lalu diwariskan kedalam sistem dua partai. Namun pada
perjalanannya, sistem dua partai ini di tinggalkan karena dirasa tidak cocok bagi Brazil. Pada
1979 rejim yang berkuasa mengurangi pembatasan pada pembentukan partai politik. Setelah
transisi demokrasi, partai komunis Brazil dilegalkan dan banyak lagi partai baru yang
terbentuk yang semakin melanggengkan sistem multi partai di Brazil.
Pada perkembangannya, seiring dengan globalisasi lambat laun sistem kepartaian
tradisional mulai bertransformasi menuju sistem kepartaian yang kontemporer. Sistem
kepartaian yang kontemporer ini merepresentasikan rentangan posisi ideologi yang lebih luas
dari yang mungkin pernah ada sebelumnya pada masa sistem kepartaian tradisional yang
notabenenya tidak terlalu mementingkan basis ideologi pada partai. Rentangan ideologi partai
di Brazil itu sendiri terbagi menjadi tiga yaitu, Spektrum kiri (the left), spektrum tengah (the
center) dan spektrum kanan (the right).
Berdasarkan data representasi kongres Brazil 2011-2014 terdapat 7 partai yang berada
di spektrum kiri. Ketujuh partai itu antara lain: PT (partai Pekerja), yang kedua adalah PSB
(Partai sosialis Brazil), ketiga adalah PDT (Partai Buruh Demokratik), keempat adalah
PCdoB(Partai komunis Brazil), Kelima adalah PV (Green Party), keenam adalah PPS (Partai
Sosialis POpuler) dan yang terakhir adalah PSOL (Partai sosialis dan liberty). Spektrum kiri
sebagian besar delegasi kongresnya adalah para intelektual dan juga pekerja. Spektrum
Tengah diisi oleh dua partai yaitu. PMDB (Partai pergerakan demokrasi Brazil) dan PSDB
(partai sosialis demokratis Brazil). Kedua partai ini tidak memiliki basis ideologi yang jelas.
Sementara itu spektrum kanan diisi oleh lima partai besar dan sekitar delapan partai
kecil. Kelima partai besar itu adalah PSC (partai Sosialis Kristen), PTB (Partai buruh Brazil),
PR (Partai Republik), DEM (Demokrat) dan PP (Partai Progresif). Sementara itu delapan
partai kecil lainnya adalah PTC (Partai buruh Kristen), PRB (parai republican Brazil), PRTB
(Partai buruh Brazil baru), PMN (Partai Municipalist Nasional), PTdoB (Partai buruh Brazil),
2 Diakses melalui http://pensa-sb.info/patron-klien-di-indonesia/, pada tanggal 28
April 2016, pukul : 06:13
3
PRP (Partai republic Progresif), PHS (Partai solidaritas Humanistik), dan PSL (Partai Sosial
liberal). Partai spektrum kanan menentang reformasi agraria dan liberalisasi hukum aborsi,
serta lebih memilih untuk mengadopsi hukum dan ketertiban yang kuat.
Sistem multipartai dengan rentang ideologi yang luas seperti di Brazil secara umum
terlihat bagus karena merepresentasikan masyarakat secara luas. Namun di sisi lain hal ini
membuat pembentukan koalisi pemerintahan di dalam kongres menjadi hal yang terpenting.
Saat ini Partai di Brazil mungkin saja masih melakukan praktek Patron-klien, namun
praktek ini sekarang akan jauh lebih susah dari sebelumnya. Hal ini disebabkan karena VoteBuying mulai diharamkan. Terlebih lagi ketik toleransi publik terhadap Vote-Buying dan
praktek patron-klien ini juga mulai berkurang. Hal ini membuat mau tidak mau kedepannya
partai harus berkompetisi dan tidak hanya mengandalkan Patronase saja, tapi juga
mengandalkan kinerja nya.
Realitasnya sistem partai memiliki signifikansi terhadap pendukung serta oposisi di
tipe legislatif. Ada dua tipe sistem mayoritas legislatif yang biasanya diaplikasikan. Pertama,
mayoritas legislatif yang terdiri dari partai yang solid atau koalisi yang mengontrol 50% dari
bangku legislatif. Kedua, mayoritas legislatif yang terbentuk dari hasil konsolidasi partai
kecil yang berkoalisi untuk mengontrol 50% bangku legislatif. Brazil menerapkan sistem
multipartai ekstrem. Namun pemerintahannya cenderung stabil, karena presiden nya berani
(tegas). Hal yang terpenting adalah mecocokan antara sistem pemerintahan dan sistem
pemilu. Ketika Pemilu legislatif dan pemilu presiden bila dilakukan bersamaan waktunya,
maka akan timbul kecenderungan bahwa keterpilihan anggota legislatif juga ikut
mempengaruhi keterpilihan calon presiden.
suara elektronik pertama kali diperkenalkan ke Brazil pada tahun 1996; dengan tes pertama
yang dilakukan di negara bagian Santa Catarina. Tujuan utama desain dari mesin voting
Brazil adalah kesederhanaan yang ekstrim, dengan model seperti bilik telepon umum. Mesin
voting pada pemilu sudah digunakan mulai tahun 2000. Mesin voting menyelesaikan tiga
langkah (identifikasi pemilih, keamanan suara dan perhitungan) dalam suatu proses tunggal,
menghilangkan penipuan berdasarkan dokumen publik palsu atau dipalsukan. Partai-partai
politik memiliki akses ke program mesin voting sebelum pemilihan untuk audit.
Brazil menggunakan 3 sistem yang berbeda untuk pemilihan Presiden, Gubernur, dan
Bupati yang dipilih oleh sedikitnya 200.000 pemilih dengan suara mayoritas. Yaitu:
1. Suara mayoritas: dimana ketika pada putaran pertama tidak ada yang mendapatkan
50% dari suara, maka langsung diadakan ronde kedua. Peserta di ronde kedua hanya 2
pemilik suara terbesar di ronde pertama. Namun sebalik nya, brazil juga dikenal
dengan majority run-off dimana calon presiden langsung terpilih jika meraup suara
mayoritas mutlak (50% plus)
2. First Past the Post : merupakan sistem yang digunakan untuk pemilihan senator dan
bupati yang mana ketika pemilihnya kurang dari 200.000. mereka hanya perlu
memenangkan suara pertama tanpa perlu melakukan ronde kedua untuk
memenangkan pemilu.
3. Representasi proposional dengan list terbuka : sistem ini digunakan untuk
pemilihan Deputi Federal, dan negara bagian serta Konselor lokal dengan banyak
anggota
distrik.
Per-distrik
dipilih
lebih
dari
satu
representatif.
Deputi
pemilu di Brazil yang menitik beratkan pada popular voting ketimbang organisasi kepartaian
dalam menentukan siapa yang terpilih, dianggap sebagai pola yang di satu sisi merusak partai
tapi disisi lain meningkatkan perilaku individualistis diantara para politisi yang memiliki
lebih banyak dorongan untuk berkampanye melawan anggota dari partainya sendiri
ketimbang melawan lawan politiknya di partai yang lain.
kekalahan tersebut dapat berdampak pada dirinya yang akan mencalonkan dirinya lagi
sebagai presiden. Namun isu tersebut mulai mereda seiring dengan berakhirnya ajang
bergengsi tersebut.5
Selain berkaitan dengan gender dan isu terkait Piala Dunia, ada beberapa fenomena
yang terjadi di Brazil saat pemilihan umum. Salah satu fenomena ialah hadirnya korporasi
yang memberikan dampak terhadap hasil dari pemilu. Kehadiran korporasi di tengah
kontestasi pemilu membawa konsekuensi buruk, seperti kompetisi yang tidak adil, politik
uang serta korupsi. Lebih parahnya lagi ialah dengan mendanai partai atau kandidat tertentu,
atau dengan kata lain korporasi punya tangan untuk mempengaruhi kebijakan politik.
Menyadari adanya dampak buruk tersebut kemudian Mahkamah Agung Brazil membuat
gebrakan penting yaitu membatalkan pasal dari undang-undang pemilu yang membolehkan
partai atau kandidat menerima donasi dari korporasi. Sebelum dibatalkannya pasal terkait
Undang-undang pemilu, Brazil membolehkan adanya sumbangan dari korporasi sekitar 2
persen dari pendapatannya, sedangkan individu diperbolehkan menyumbang sekitar 10
persen. Asosiasi Advokat Brazil (AOB) yang merupakan motor penggugat aturan
menganggap donasi korporasi telah merusak jiwa demokrasi konstitusi Brazil. Adanya
kejadian ini dapat dikatakan melahirkan plutokrasi atau segelintir kaum kaya yang menguasai
politik. Mereka juga menganggap donasi korporasi juga berpengaruh kepada ketimpangan
gender dalam politik Brazil. Hal tersebut diperkuat dengan fakta kandidat perempuan hanya
menerima bagian kecil dari dana kampanye partai mereka.
KESIMPULAN
Brazil, sebagai salah satu negara dengan sistem federal yang memiliki penduduk
terbesar di dunia, menganut sistem kepartaian multi partai meskipun telah beberapa kali
mengalami perubahan. Sistem ini dirasa tepat untuk negara demokratis seperti Brazil karena
dengan rentang ideologi yang luas secara umum terlihat dapat merepresentasikan masyarakat
secara luas. Beberapa catatan, di sisi lain hal ini membuat pembentukan koalisi pemerintahan
di dalam kongres menjadi hal yang terpenting, dimana hal ini membuat mau tidak mau
kedepannya partai harus berkompetisi dan tidak hanya mengandalkan Patronase saja, tapi
juga mengandalkan kinerja nya.
Sementara dalam merumuskan sistem perwakilan, Parlemen Brazil (kongres)
menggunakan sistem dwi kamar atau bicameral yang terdiri dari Chamber of Deputies dan
The Federal Senate. Perbedaan keduanya terletak pada daerah kerjanya, dimana Chamber of
Deputies merupakan perwakilan rakyat Brazil yang mengatur urusan rakyat Brazil dalam
tingkat nasional, sementara The Federal Senate merupakan perwakilan daerah Brazil atau
serupa dengan Dewan Perwakilan Daerah seperti di Indonesia.
Dalam ranah pemilihan umum, Brazil sudah menggunakan sistem elektronik yang di
sebut dengan Direct Recording Electronic (DRE) sehingga tidak perlu melakukan
pemungutan suara secara manual. Ada tiga bentuk pelaksanaan pemilu; pertama adalah
dengan menggunakan suara mayoritas, yang digunakan untuk pemilu Presiden, kedua First
Past the Post, yang digunakan untuk pemiliham senator atau bupati, dan terakhir
Representasi proposional dengan list terbuka, yang digunakan untuk pemilihan deputi
federal dan negara bagian serta konselor lokal dengan banyak anggota distrik.
Dalam perjalanan pemilihan umum tersebut, terdapat beberapa isu yang mengikutinya. Di
antaranya adalah isu mengenai Gender dan keterkaitan Piala Dunia. Selain itu mulai banyak
korporasi yang bermain di dalamnya juga memberikan dampak terhadap hasil pemilihan
umum di Brazil.
DAFTAR PUSTAKA
Avalokitesvari, N. N. (2014, maret 6). Sistem Kepartaian dan Sistem Pemilu di
Brazil. Retrieved april 24, 2016, from
http://harmonynikki.blogspot.co.id/2014/03/sistem-kepartaian-dan-sistempemilu-di.html
Pipit R Kartawidjaja, M. F. (2014). Demokrasi Elektoral (Bagian I): Perbandingan
Sistem dan Metode dalam Kepartaian dan Pemilu. Sindikasi Indonesia,.
Puspitasari, n. y. (2016, maret 21). SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA BRAZIL.
Retrieved april 24, 2016, from
http://noviyuliapuspita.blogspot.co.id/2016/03/makalah-sistem-pemerintahanbrazil.html