Anda di halaman 1dari 13

PR.

FARMAKOGNOSI II
LAPORAN KRISTALISASI DAUN PETAI CINA

NAMA KELOMPOK :
1.
2.
3.
4.
5.

Andry Dwi Cahya


Kasriati
Ratih Asoka Wati
Rahmadi Wijaya
L. M. Rizky Hidayat

14R13134
14R1
14R13148
14R13149
14R13

S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia kaya dengan tumbuhan berkhasiat sebagai obat. Hampir semua
daerah mempunyai tanaman obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara
turun temurun (Dalimartha, 2000). Pengetahuan mengenai tumbuhan obat mulai
dari jenis tumbuhannya, bagian yang digunakan, cara pengobatan sampai dengan
penyakit yang dapat disembuhkan merupakan kekayaan pengetahuan yang perlu
dilestarikan (Harini, 2000).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan
canggih di zaman sekarang ini ternyata tidak mampu mengesampingkan begitu
saja peranan obat tradisional tetapi justru hidup saling berdampingan dan saling
melengkapi (Thomas, 1989).
Pengembangan obat tradisional dikatakan rasional, yakni ditemukannya
bahan alami (teruatama tumbuhan) yang terbukti secara ilmiah memberikan
manfaat klinik dalam pencegahan atau pengobatan penyakit dan tidak
menyebabkan efek samping serius dalam arti aman untuk pemakaian obat pada
manusia (Dalimartha, 2000). Tamanan Petai Cina (Leucaena glauca, Benth)
merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal masyarakat sebagai obat,
biasanya daun petai cina oleh masyarakat digunakan sebagai makanan hewan
peliharaan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
manusia ingin memanfaatkan hasil alam menjadi bahan yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi.
Sehubungan dengan meningkatnya penggunaan obat tradisional oleh
masyarakat dewasa ini perlu kiranya dilakukkan ekstraksi senyawa yang ada pada
tanaman petai cina sehingga dapat diketahui senyawa apa aja yang terkandung
dalam tanaman petai cina. Dalam hal ini yang digunakan adalah simplisia daun
petai cina. Pada laporan ini akan dipaparkan mengenai proses-proses yang
dilakukan dalam pengambilan senyawa meliputi maserasi, destilasi, fraksinasi,
kristalisasi, dan kromatografi (kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis).

1.2 Tujuan
Melakukan rekristalisasi dan sublimasi dengan baik dan benar.
Memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi.
Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Petai Cina
Petai cina berasal dari Amerika tropis, tersebar di daerah tropik dan ditemukan
pada ketinggian antara 1-1.500 m dpl. Petai cina akan berbuah lebih baik jika
terkena langsung dengan sinar matahari. Tanaman ini dapat tumbuh di segala
macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang air.

Gambar Tanaman Petai Cina

2.1.1

Morfologi Petai Cina


Petai cina merupakan perdu ataupun pohon kecil dengan tinggi 2-10 m,

memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar serta batang bulat silindris
dan bagian ujung berambut rapat. Daun majemuk terurai dalam tangkai, menyirip
genap ganda dua sempurna, anak daun kecil-kecil terdiri dari 5-20 pasang,
bentuknya lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 6-21 mm dan lebar 2-5 mm.
Bunga majemuk terangkai dalam karangan berbentuk bongkol yang bertangkai
panjang dan berwarna putih kekuningan atau sering disebut cengkaruk. Buahnya
mirip buah petai ( parkia speciosa ) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan
berpenampang lebih tipis, termasuk buah polong yang berisi biji biji kecil
dengan jumlah cukup banyak, pipih, dan tipis bertangkai pendek, panjang 10-18
cm, lebar 2 cm dan diantara biji ada sekat. Biji terdiri dari 15-30 butir, letak

melintang, bentuk bulat telur sungsang, panjang 8 mm, lebar 5 mm, berwarna
coklat kehijauan atau coklat tua dan licin mengkilap.
Petai cina dipakai untuk pupuk hijau dan sering ditanam sebagai tanaman
pagar sedangkan daun muda, tunas bunga, dan polong bisa dimakan sebagai lalap
mentah ataupun dimasak terlebih dahulu. Perbanyakan selain dengan penyebaran
biji yang sudah tua juga dapat dilakukan dengan cara stek batang.( Dalimarta,
2000 )
2.1.2

Sistematika Petai Cina

Sistematika tumbuhan petai cina adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: fabales

Famili

: Mimosaceae

Genus

: Leucaena

Spesies

: Leucaena glauca L.

Nama umum tumbuhan adalah petai Cina. Tumbuhan ini dikenal masyarakat
Indonesia dengan nama daerah yaitu : pete cina , pete selong (Sumatera), pete
selong ( Sunda ), lamtoro, peutey, selamtara, pelending, kamalandingan, (Jawa),
kalandingan (Madura). Sinonim Leucaena glauca L. adalah Leucaena
leucocephala ( Lmk ) De Wit. Nama asing petai cina Yin he huan (C), wild
tamarind (L) dan nama simplisia petai cina adalah semen leucaenae glaucae ( biji
lamtoro ) (Yuniarti, 2008 ).
2.1.3

Manfaat Tumbuhan Petai Cina (Leucaena glauca L.)


Biji, daun, dan seluruh bagian tanaman dapat digunakan untuk mengobati

beberapa penyakit. Diantaranya adalah kencing manis ( diabetes melitus), patah


tulang, cacingan, bisul, terlambat haid, radang ginjal ( nephritis ) dan susah tidur
( Dalimarta, 2000).
2.1.4

Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian


Efek farmakologis Petai Cina diantaranya adalah menyembuhkan luka

bakar, abses paru, meluruhkan urine (diuretic), melancarkan darah, dan antiinflamasi (Dalimartha, 2000).

2.1.5

Kandungan Kimia Petai Cina


Biji

mengandung

mimosin,

leukanin,leukanol,

dan

protein.

Daun

mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, protein, lemak, kalsium, fosfor,


besi, serta vitamin (A, B, C) (Dalimartha, 2000).
2.2 Dasar Teori Kristalisasi
1 Proses pelarutan zat padat
Jumlah terkecil pelarut yang digunakan dalam melarutkan sejumlah padat,
disebut larutan jenuh. Tidak banyak zat padat dapat larut dalamkeadaan ini
karena dalam keadaan kesetimbangan. Sedikit saja suhu didinginkan akan
terjadi pengendapan. Sejumlah energi diperlukan untuk melarutkan zat
padat, yaitu untuk memecahkan struktur kristalnya (= energi kisi) yang
diambil dari pelarutnya.
2

Kristalisasi
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula
molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut,
laluterjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh
membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil
melepaskan

sejumlah

energi.

Kristalisasi

dari

zat

murni

akan

menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan


sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai
optimum bila berada dalam kesetimbangan.
3

Pemilihan Pelarut untuk rekristalisasi


Pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses rekristalisasi adalah
pelarut cair, karena tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat
padat organik bila dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya
kembali. Kriteria pelarut yang baik :

Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan di rekristalisasi.


Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif

tak larut dalam pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.
Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu
didih pelarutnya.

Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan

direkristalisasi.
Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada

suhu kamar atau tidak larut dalam pelarut panas.


Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk

dihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah terkristalisasi.


Jika data kelarutan tidak diperoleh dalam literatur, harus dilakukan
penentuan kelarutan zat padat tersebut dalam sejumlah pelarut, dengan
cara mengurut kepolaran pelarut-pelarut tersebut. Urutan kepolaran (titik
didih, dalamoC) beberapapelarut : air (100) > metanol (65) > etanol (78) >
aseton (56) > metilen klorida (40) > etileter (35) > kloroform (61) >
benzena (80) > CCl4 (76) > ligroin (90-115) > heksana (68) > petroleum

eter (35-60) > pentana (36).


Sublimasi
Sublimasi zat padat adalah analog dengan proses distilasi dimana zat padat
berubah langsung menjadi gasnya tanpa melalui fasa cair, kemudian
terkondensasi menjadi padatan. Jadi sublimasi termasuk dalam cara
pemisahan dan sekaligus pemurnian zat padat. Untuk bisa menyublim,
suatu zat padat harus mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu
dibawah titik lelehnya. Diperlukan zat padat 1 - 2 gram. Sublimasi bisa
dilakukan lebih efektif lagi bila dilakukan pada tekanan vakuum.Pada
umumnya perubahan tingkat wujud berlangsung menurut pola padat cair
gas atau kebalikannya. Ada beberapa zat yang dapat berubah langsung
dari keadaan uap ke keadaan padat yang disebut menyublim. Sifat
demikian dimiliki oleh unsur yodium, kamfer, naftalen, belerang. Zat
padat pada umumnya mempunyai bentuk kristal tertentu: Kubus,
heksagonal, rombik, monoklin dan sebagainya. Unsur belerang dalam
suhu biasa berwarna kuning dengan bentuk kristal rombik.Hasil sublimasi
yang

telah

diperoleh

dikumpulkan

menggunakan

sendok

untuk

dibandingkan keuntungan dengan kristal aslinya. Kemudian dibandingkan,


apakah massa naftalena yang tersublimasi massanya sama dengan produk
sublimasi yang dihasilkan. Kemudian dapat dianalisis apakah semua zat

yang menguap tersebut, uapnya dapat menyublim keseluruhan menjadi


kristal-kristal kembali.

BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
3.1.1

3.1.2

Alat
Beker gelas
Cawan porselin
Kaki tiga
Spiritus
Bahan
Hasil fraksinasi fase air dari petai cina
Es batu

3.2 Cara kerja


a

Fase air dan etil asetat dari fraksinasi diuapkan dalam beker gelas

sampai tidak ada uap campuran


Dilakukan kristalisasi dengan metode sublimasi yaitu panaskan
sampel pada beker gelas kemudian tutup beker gelas dengan cawan

c
d

porselin yang berisi es batu


Amati dan tunggu sampai tetesan uap nya tidak menetes lagi.
Hasil dari kristalisasi di ambil kemudian di simpan pada vial.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Pembahasan
Teknik kristalisasi adalah suatu proses melarutkan zat padat tidak murni
dalam pelarut panas yang kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan
larutan tersebut untuk membiarkan zat tersebut mengkristal.
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah mengenai pemisahan
dan pemurnian zat padat. Pemisahan seperti ini dilakukan berdasarkan
perbedaan titik leleh pada dua komponen senyawa yang dipisahkan serta
melalui rekristalisasi dan sublimasi. Senyawa yang digunakan dalam proses
pemisahan dan pemurnian melalui rekristalisasi ini adalah senyawa kunyit
yang telah di fraksinasi menggunakan methanol, aquadest dan heksan. Hasil
dari sublimasi ini diperoleh kristal kristal yang menggumpal pada cawan yang
berwarna kuning pucat. Perolehan kristal tersebut termasuk lumayan banyak
dibandingkan dengan hasil dari kelompok yang lain.
4.3.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rekristalisasi adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarannya
yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat melarutkan zat
nikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
5.2 Saran

10

Lampiran

11

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi 4. Jakarta: IU-Press.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta. Direktorat Jendral POM-Depkes RI.
Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Depkes RI.
Harbone, J, B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB.
Tim penyusun, 2011. Penentuan Praktikum Fitokimia I. Manado: F.MIPA Unsrat.
Voight, R. 1994. Buku pelajaran teknologi farmasi edisi V. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Pres.

12

Anda mungkin juga menyukai