Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM STERIL

PEMBUATAAN SEDIAAN VITAMIN B1 INJEKSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan penilaian


menempuh mata kuliah Praktikum Steril
yang Dibina oleh Bapak Fandi, Ssi.Apt

OLEH
Ria Nurul Aini

NIM 10.033 KH

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
Juni 2012

JURNAL PRAKTIKUM STERIL


SEDIAAN INJEKSI VITAMIN B1
A. TANGGAL PRAKTIKUM
Minggu, 27 Mei 2012
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengetahui cara pembuatan injeksi Thiamin Hcl dengan metode sterilisasi yang sesuai.
C. DASAR TEORI
Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense, atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan
dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati hati untuk
menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara fisik.
Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak
terontaminasi bahan asng, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
Keuntungan sediaan injeksi
1.
2.
3.
4.

Bekerja cepat
Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung
Kemurnian dan takaran zat berkhasiat lebih terjamin
Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian sediaan injeksi


1.
2.
3.
4.

Bekerja cepat jika terjadi kesalahan sukar dilakukan pencegahan


Cara pemberian lebih sukar harus memakai tenaga khusus
Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan
Secara ekonomis lebih mahal dibandngkan dengan sediaan oral.

Syarat syarat injeksi


.

Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik.

2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, benbas dari partikel padat kecuali
dalam bentuk suspense
3. Isohidris, mempunyai pH 7,4
4. Isotonis

Sebaiknya larutan injeksi harus isotonis , jika terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi
jangan sampai hipotonis. Jika larutan hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik
keluar dari sel sehingga sel akan mengerut tetapi keaadn ini bersifat sementara dan tidak
merusak sel , namun jika larutan hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksiakan
diserap dan masuk kedalam sel akibatnya sel akan mengembang dan pecah fdan keadaan
ini bersifat tetap.
5. Steril
6. Bebas dari pirogen
7. Tidak boleh berwarna, kecuali zat berkhasiatnya berwarna

Klasifikasi sediaan injeksi


:
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya : Injeksi Vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya : Injeksi Kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya : Injeksi Phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya : Inj Calciferol (vitamin D2)
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contonhya : Inj Bismuthsubsalisilat.
6. Emulsi steril, contohnya : Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air

Faktor factor yang mempengaruhi pembuatan obat suntik :


A. Pelarut dan Pembawa
1. Pelarut dan pembawa air untuk obat suntik
a. Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar besaran
adalah air untuk injeksi atau disebut WFI (Water for Injection)
- Persyaratan WFI menurut standar BP (2001) dan EP (2002) tidak boleh

mengandung :
Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter.
Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm
Ammonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm
Nitrat tidak noleh lebih dari 0,2 ppm
Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm
Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm
Bebas pirogen
pH 5,0 7,0
Penyimpanan air untuk injeksi (WFI) harus disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat pada temperature dibwah atau diatas kisaran temperature ideal mikroba
dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu 24 jam sesudah
penampungan

b. Steril Water for Injection (air steril untuk injeksi) adalah air untuk injeksi yang
disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya.
Syarat steril water for injection adalah cairan jernih : steril, bebas pirogen, tak
berbau, tak berwarna, tak berasa, tidak mengandung logam logam berat seperti Cu,
Fe, Pb, zat zat pereduksi dan lain lain, pH 5,0 7,0
c. Bacteriostatic Water for Injection adalah air steril untuk obat suntik yag mengandung
satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai.
d. Sodium Chloride Injection adalah larutan steril dan isotonic natrium klorida dalam
air untuk obat suntik. Larutan tidak mengandung zat antimikroba.
e. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection adalah larutan steril dan isotonic natrium
klorida dalam air untuk obat suntik. Larutan mengandung satu atau lebih zat
antimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam etiket.
2. Pelarut dan pembawa bukan air.
a. Minyak : Olea neutralisata ad injectionem
Setiap Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati) yang berbeda
beda. Minyak kacang (Oleum Arachidis), minyak zaitun (Oleum Olivarum), minyak
mendel, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk,dan minyak
wijen (Oleum Sesami) adalah beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai
pembawa injeksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh
dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan
menunjukkan bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah.
Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectionem.
b. Bukan minyak, yaitu :
Alcohol, Propylenglycol, Glycerine, dan lain lain dicampur air dapat dipakai
sebagai pelarut obat suntik, di samping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitas
obat dan larutannya pula.
B. Cara Pemberian
Pemberian secara i.v menimbulkan efek yang lebih cepat daripada i.m dan lebih cepat
daripada s.c.
C. Partikel Zat Aktif dan Bentuk Polimorfisme
Semakin halus ukuran partikel zat aktif, semakin cepat efek yang ditimbulkan.
Kemudian, bentuk amorf memberikan efek yang lebih cepat daripada bentuk kristal.
D. Zat Pengawet
Penambahan bahan pengawet bergantung pada bahan aktif yang digunakan dalam
pembuatan formula obat suntik.
E. Bentuk Sediaan

Larutan sejati memberikan efek yang lebih cepat daripada larutan suspense (Sustained
release action) atau emulsi.
F. Tonisitas Larutan Obat Suntik
1. Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah
merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan
dikatakan isotonic (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
2. Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik.
3. Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum
darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah yang
semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel
sel darah merah, yang disebut Hemolisa.
4. Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,
sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membrane
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel sel darah merah, yang
disebut Plasmolisa.
Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis :
a. Penurunan titik beku
W = (0,52 a)/b
W = jumlah (g) bahan pembantu isotonic dalam 100 ml larutan
a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan
memperbanyak nilai untuk larutann 1% b/v.
b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu
isotonis.
b. Kesetaraan dengan garam natrium klorida
Ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g) yang
menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat
bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam larutan
bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen dengan tekanan osmotic
dari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi natrium klorida, kita

dapat menghitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan bahan
obat isotonik.
c. Kesetaraan volume isotonic
Perhitungan didasarkan pada kenyataan bahwa larutan isotonic ditambah
larutan isotonic hasilnya larutan isotonic.
Rumus : V = w x E x 111,1
V
= volume larutan bahan obat isotonic yang dicari (ml)
w
= masa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E
= ekuivalensi natrium klorida
111,1
= volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natrium
klorida = 111,1 ml
d. Perhitungan dengan tetapan Liso
Rumus : Dt f = Liso . C
Berlaku bila tidak ada data pada tabel penurunan titik beku.
Tahapan perhitungan :
1. Cari bahan molekul obat.
2. Berdasarkan struktur kimia senyawa, tentukan tipe isotoniknya
3. Cari harga Liso dari tabel berdasarkan tipe isotonic
4. Hitung dengan rumus Dt f = Liso . C penurunan titik beku.
5. Hitung selisih penurunan titik beku.
6. Hitung kekurangan tonisitas.
7. Dengan melihat tabel, hitung kekurangan zat untuk mencapai isotonic.
G. pH Obat Suntik
1. Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis tubuh
sekitar 7,4.
2. Euhidris : usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologis
tubuh dilakukan pada zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkaloid,
vitamin C.
Menurut BP :
1. Dalam pembuatan obat suntik, kita perlu menetapkan pH obat suntik.
2. Beberapa obat suntik harus dibuat dalam jarak pH tertentu.
3. Untuk memperoleh pH tertentu, kita menggunakan bantuan dapar.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
1. Meningkatkan stabilitas obat, misalnya : injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
2. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
3. Dapat pula menghambat pertumbuhan bakteri (bukan tujuan sebenarnya).
4. Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
H. Stabilisasi
USP mengijinkan penambahan zat zat yang sesuai ke dalam sediaan yang resmi
digunakan sebagai obat suntik. Tujuannya adalah meningkatkan kestabilan asal sesuia
dengan monografi masing masing, tidak berbahaya dalam jumlah yang diberikan, dan
tidak mengganggu efek terapi sediaan. Senyawa senyawa penambah kebanyakan

adalah pengawet antimikroba, dapar, penambah kelarutan, antioksidan, dan zat zat
pembantu farmasi lainnya. Zat pewarna dilarang keras diberikan dalam sediaan

parenteral.
Agar sediaan obat injeksi tetap stabil, maka kita perlu memperhatikan hal hal berikut :
1. Untuk mencegah reaksi oksidasi, kita hendaknya mengupayakan agar obat tidak
kontak dengan oksigen.
2. Bila oksidasi dikatalisis oleh logam berat, maka penawarnya dilakukan reaksi
komplekson dengan penambahan garam dinatrium EDTA.
3. Bila ada rangsangan akibat cahaya terhadap proses oksidasi, maka pembuatan dan
penyimpanan larutan injeksi sebaiknya terlindung dari cahaya.
4. Bila bahan obat tidak dapat disterilisasi dengan panas, maka tersedia penyaring bebas
kuman.
5. Bila bahan obat rusak karena hidrolisis, maka lebih baik kita meraciknya dalam
ampul kering.
6. Untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam preparat injeksi, kita memerlukan

penambahan bahan pengawet.


I. Volume Obat Suntik
Volume yang disiapkan untuk obat suntik tergantung pada kelarutan zat aktif,
tetapi juga dipengaruhi oleh cara pemberian.
J. Biofarmasetika
Obat suntik diberikan ke dalam tubuh dengan berbagai cara pemberian. Dalam
pembuatan formula steril, berbagai macam cara pemberian dengan biofarmasetika saling
mempengaruhi. Formula obat suntik dapat dibuat dalam bentuk larutan air, suspensi air,
atau minyak. Emulsi memiliki absorbs dan distribusi obat berbeda.
K. Gravitasi
Faktor gravitasi sangat penting dalam pembuatan obat suntik pada golongan obat
anestesi. Pada pemberian obat anestesi secara intraspinal dan inhalasi, gravitasi
mempengaruhi pergerakan obat dalam mencapai sasaran. Pasien kadang membutuhkan
operasi pada bagian bawah tubuh dengan sebaiknya memiringkan kepala ke bawah.
Harus dilakukan pemilihan larutan yang digunakan secara benar agar pergerakan obat
mencapai sasaran
L. Wadah dan Penutup
Wadah dari botol kaca dengan dari plastik mempengaruhi proses sterilisasi sediaan obat
yang akan dibuat. Wadah infus terbuat dari plastic dengan bahan polipropilen
menghasilkan bentuk softbag yang dapat disterilkan dengan cara overkill.

Pembuatan larutan injeksi


a. Cara Aseptis
Digunakan jika bahan obat tidak dapat disterilkan karena akan rusak atau terurai.
Cara : Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat gelas untuk pembuatan dan alat lain
yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa dan zat
pembantu dicampur secara aseptic diruang aseptikhingga terbentuk larutan injeksi dan
dikemas secara aseptic.
b. Cara Non-Aseptik
Dilakukan sterilisasi akhir
Cara : Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan kedalam zat pembawa dan dibuat larutan
injeksi . Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrate
larutan. Msukkan kedalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptic.
Setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.
Tinjauan bahan

Tinjauan farmakologi Vitamin B1


Penggunaan
Selain pada defisiensi tiamin, juga digunakan pada neuralgia. Kombinasi dengan dengan
piridoksin dan Vit B12 dalam dosis tinggi digunakan sebagai vitamin neurotropik.
Efek samping
Memberikan efek toksik bila diberikan per oral, bila terjadi kelebihan thiamin cepat diekskresi
melalui urin. Meskipun jarang terjadi reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV
dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa diantaranya bersifat fatal. Reaksi
hipersensitivitas terjadi setelah menyuntik agen ini. Beberapa kelembutan atau nyeri otot
dapat mengakibatkan setelah injeksi IM.
Resorbsi
Maksimal pada penggunaan oral adalah 8 15 mg sehari. Setelah diserap, tiamin disalurkan
ke semua organ dengan konsentrasi terbesar di hati, ginjal, jantung, dan otak. Tiamin dalam
dosis tinggi tidak menyebabkan keracunan, karena kelebihannya diekskresikan melalui kemih
dalam bentuk utuh atau sebagai metabolitnya.
Tempat absorbsi
Tiamin yang diserap dari saluran pencernaan dan dimetabolisme oleh hati. Eliminasi dalam
ginjal, mayoritas yang metabolit dan didistribusikan secara luas ke sebagian besar tubuh.
Interaksi obat

Bila dicampurkan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfit dan sodium hidrosulfit dapat
menurrunkan kestabilan thiamin Hcl di dalam larutan. Thiamin Hcl tidak stabil dalam larutan
basa atau netral atau dengan agen oksidasi atau mengurangi. Hal ini paling stabil pada pH 2.
OTT
Dengan riboflavin dalam larutan jejak presipitation dari thiocrom atau chloroflafin terjadi
dengan benzilpenicillin kompatibel dengan suntikan dekstrosa atau addictive containing

metabisulfit.
Sifat fisika kimia
Thiamin Hcl
Sifat fisika
Organoleptis
: serbuk hablur atau hablur kecil
Bau
: khas lemah mirip ragi
Warna
: putih
Rasa
: pahit
Kelarutan
: mudah larut dalam air, larut dalam air panas, sukar larut dalam etanol
(95%), praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzene. Larut dalam
gliserol.
Sifat kimia
Nama lain
Rumus molekul
Berat molekul
pH

: vitamin B1
: C12H17ClN4OS.Hcl
: 337,27
: 3,4

Tinjauan metode sterilisasi


1. Sterilisasi dengan cara fisik
A.

Pemanasan
Air dan uap adalah media panas yang baik. Dalam waktu relatif singkat, alat yang akan disterilkan

akan mencapai suhu yang diinginkan. Udara adalah penyalur panas yang kurang baik. Oleh karena itu,
untuk mecapai suhu yang diinginkan akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
1.

Panas kering
Cara ini untuk membunuh mikroba hanya memakai udara panas kering yang tinggi. Sterilisasi

panas kering dibedakan atas :


a.

Panas membara
Dengan jalan menaruh benda yang akan di sterilkan dalam nyala api bunsen sampai merah membara.
Alat yang disterilkan yaitu sengkelit, jarum, ujung pinset dan ujung gunting.

b.

Melidah apikan
Dengan melewatkan benda dalam api bunsen, namun tidak sampai menyala terbakar. Alat yang
disterilkan yaitu scalpel, kaca benda, mulut tabung dan mulut botol.

c.

Udara kering
Oven merupakan ciri umum yang dimaksud.Alat ini terbuat dari kotak logam, udara yang terddapat di
dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari nyala listrik.
Oven digunakan untuk mensterilisasi alat yang terbuat dari kaca dan kertas yang tahan terhadap suhu
tinggi. Alat yang disterilisasi : Erlenmeyer, cawan petri, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, gelas
ukur, tabung reaksi,

2.

Panas Basah
Yang dimaksud panas basah adalah pemansan menggunakan air atau uap air.Uap air adalah media
penyalur panas yang terbaik dan terkuat daya penetrasinya.Panas basah mematikan mikroba.Oleh
karena koagulasi dan denaturasi enzim dan protein protoplasma mikroba.Untuk mematikan spora
diperlukan panas basah selama 15 menit pada suhu 121 oC. Sterilisasi panas basah dapat dibedakan
atas tiga golongan yaitu :
a.

Panas basah <100 oC (Pasteurisasi)


Pasteurisasi yaitu pemanasan pada suhu 60 oC selama 30 menit. Pasteurisasi tidak dapat
membunuh spora atau dipanaskan pada suhu 71,6 80 oC selama 15 30 detik kemudian cepat

b.

cepat didinginkan.
Panas basah pada suhu 100 oC
Di sini menggunakan air mendidih (suhu 100 oC) selama 10 menit. Untuk mematikan bentuk
spora dilakukan pemansan 3 hari berturut turut selama 15 45 menit sehingga spora yang
tidak mati pada pemanasan pertama akan beruah menjadi bentuk vegetatif pada hari kedua
steleh inkubasi pada shu 37 oC begituu pula spora yang tidak mati pada hari kedua, akan berubah

c.

menjadi bentuk vegetatif pada hari ketiga.


Panas basah >100 oC
Sterilisasi dengan cara ini hasilnya mutlak steril, sehingga biasa dipergunakan di rumah sakit
dan laboratorium besar. Cara ini menggunakan tangki yang diisi dengan uap air yang disebut
autoclave.Alat yang disterilkan adalah alat dari kaca, kain kasa, media pembenihan, cairan
injeksi, dan bahan makanan.

Autoclave :

Autoclave berfungsi untuk mensterilisasi dengan uap panas bertekanan. Digunakan untuk

mensterilisasi alat-alat gelas, kayu, plastic, larutan dan medium yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Dapat pula digunakan untuk melisiskan mikroba, untuk mematikan spora diperlukan panas basah

selama 15 menit pada suhu 121C


B. Filtrasi / Penyaringan
Penyaringan dilakukan dengan mengalirka larutan melalui suatu alat penyaringan yang memiliki pori
pori cukup kecil. Untuk menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu.Saringan yang umum
digunakan tidak dapat menyaring virus. Penyaringan dilakukan dengan untuk mensterilkan cairan

yang tidak tahan terhadap pemanasan dengan suhu tinggi seperti : serum, larutan yang mengandung
enzim, toksin kuman, ekstrak sel, antibiotik dan asam amino.
C. Radiasi / Penyinaran
Mikroorganisme dapat dibunuh dengan penyinaran yang memakai sinar ultrraviolet yang panjang
gelombangnya antara 220 290 nm. Radiasi paling efektif adalah 253,7 nm. Sinar matahari langsung
mengandung sinar ultraviolet 290 nm, sehingga sinar matahari adalah sinar yang bersifat bakterida
yang baik.
2.

Sterilisasi Dengan Cara Kimia

Zat kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi dapat berwujud :


a. Gas : Ozon, formaldehyde, ethylene oxide gas
b. Larutan : deterjen, yodium, alcohol, peroksida fenol, formalin, AgNO 3 dan merkuroklorid
Sterilisasi dengan cara kimia antara lain dengan disenfektan. Daya kerja antimikroba disenfektan
ditentukan oleh konsenntrasi, waktu dan suhu. Beberapa contoh desinfektan yang digunakan antara
lain : Desinfektan lingkungan misalnya
1. Untuk permukaan meja : lisol 5%, formalin 4% dan alcohol.
2. Untuk di udara : natrium hipoklorit 1%, lisol 5% atau senyawa fenol lain
3. Desinfektan kulit atau luka : dicuci denngan air sabun, providon yodium dan etil alkohol 70%.

Bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian


D. RANCANGAN FORMULASI
Formulasi
R/

Thiamin Hcl

100 mg

Bahan tambahan yang cocok qs


Aqua Pro Injection

ad 2 ml

Perhitungan

Isotonis
Dengan metode Liso
BM Thiamin Hcl = 337,27
Liso Thiamin Hcl = 3,4
Berat Thiamin

= 0,1

tf = Liso x m/BM x 1000/V


tf = 3,4 x 0,1/337,27 x 1000/2
tf = 3,4 x 0,00029 x 500 = 0,493 ( masuk rentang isotonis )
Tidak perlu penambahan NaCl
Dengan metode ekivalensi NaCl
Gram Thiamin Hcl

= 0,1 gram

Dari tabel diketahui 0,25 gram NaCl setara dengan 1 gram Thiamin Hcl, jadi jumlah NaCl
untuk 0,1 gram adalah 0,1 x 0,25 = 0,025
Larutan 2 ml memerlukan NaCl = 0,9 % x 2 ml = 0,018 gram
Kekurangan NaCl yang diperlukan adalah = 0,025 0,018 gram = 0,007 gram
Untuk 10 ml larutan injeksi Thiamin Hcl diperlukan NaCl sebanyak 0,035 gram. Karena
jumlahnya terlalu kecil maka diabaikan ketika pengerjaan.

Perhitungan dapar
Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M
Diketahui :
Molaritas Natrium Fosfat = 0,2 M
BM Natrium Fosfat
= 358, 14
Volume
= 90,9 ml
Ditanya
:
Bobot Natrium Fosfat
Jawab
:
M
= gram / MR
Volume (L)
0,2 M
= gram / 358,14
0,0909
Gram
= 0,2 x 358,14 x 0,0909
Gram
= 6,51 gram
Dalam 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M terdapat 6,51 gram Natrium Fosfat
Maka dalam 10 ml larutan dibutuhkan 0,715 gram Natrium Fosfat
Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M
Diketahui :
Molaritas Asam Sitrat
= 0,1 M
BM Asam Sitrat
= 210,14
Volume Asam Sitrat
= 9,1 ml
Ditanya
:
Bobot Asam Sitrat
Jawab
:
M = gram/BM
Volume (L)
Bobot asam sitrat = M x BM x volume
= 0,1 x 210,14 x 0,0091 L
= 0,19 gram
Dalam 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M terdapat 0,19 gram Asam Sitrat
Maka dalam 10 ml larutan dibutuhkan 0,208 gram Asam Sitrat
Penimbangan bahan
Volume yang akan dibuat 20 ml
Thiamin Hcl
= ( 0,1/2 ml x 20 ml ) + 20 % = 1,2 gram
Bahan tambahan yang cocok :
Natrium Fosfat
= 1,43 gram + 20 % = 1,716 gram

Asam Sitrat
= 0,417 gram + 20 % = 0,5 gram
Natrium Klorida
= 0,035 gram + 20 % = 0,042 gram
Aqua Pro Injection ad
= 20 ml + 20 % = 24 ml
Alasan pemilihan bahan :
Thiamin Hcl : digunakan untuk defisiensi vitamin B1
Bahan tambahan yang cocok :
Natrium Fosfat : merupakan pendapar yang cocok dikarenakan pH Thiamin tidak
sama dengan pH darah
Asam Sitrat : merupakan pendapar yang cocok dikarenan pH Thiamin tidak sama
dengan pH darah.
Natrium Klorida : digunakan untuk meningkatkan tonisistas NaCl
Aqua Pro Injection : merupakan pelarut yang baik untuk Thiamin Hcl, stabil pada
penyimpanan dan aman untuk darah.
E. METODOLOGI
Alat :
1. Kaca arloji
2. Beaker glass
3. Erlenmeyer
4. Spatula
5. Batang pengaduk
6. Pinset
7. Gelas ukur
8. Spuit
9. Corong dan kertas saring
10. Ampul
11. Spuit
12. Oven
13. Autoclave
Bahan :
1. Thiamin Hcl
2. Aqua pro injection
Cara kerja :
1. Siapkan alat dan sterilkan
2. Membuat Aqua PI dengan cara memanaskan sampai mendidih, tambahkan waktu 10
menit waktu mendidihkan dihitung setelah air mendidih.
3. Timbang zat aktif (thiamin Hcl) dan zat tambahan (Natrium Fosfat, Asam Sitrat)
menggunakan kaca arloji
4. Masukkan Thiamin ke dalam gelas ukur, larutkan dengan sebagian air steril.
5. Masukkan Natrium Fosfat dan Asam Sitrak ke dalam gelas ukur, larutkan dengan
sebagian air steril.

6. Bilas kaca arloji dengan Aqua PI


7. (4) + (5) campur ad homogen
8. Basahi kertas saring dengan Aqua PI sebelum digunakan
9. (7) saring ke dalam erlemeyer, bilas gelas ukur sebelumnya dengan Aqua PI.
10. (9) tambahkan Aqua PI ad 20 ml.
11. Masukkan dalam ampul menggunakan spuit.
12. Tutup ampul, sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit.
F. EVALUASI
1. Kejernihan
Pengujian visual ditujukan bagi pengotoran tidak larut, khususnya bahan melayang dan
serpihan gelas. Pengotoran dapat berasal dari material penyaring, ketidakcermatan
membersihkan ampul, dari udara yang masuk, atau pada saat membersihkan ampul.
2. Zat aktif (kadar)
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lain
yang cocok secara kuantitatif dengan standar farmakope.
3. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunakan media pertumbuhan
tertentu.
4. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan hewan uji dan tes limulus
5. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Volume larutan tiap wadah harus sedikit
lebih dari volume yang ditetapkan.
6. Keseragaman bobot
Kita hilangkan etiket dari 10 wadah. Kita cuci bagian luar wadah dengan air dan
mengeringkannya. Kemudian timbang satu persatu dalam keadaan terbuka. Selanjutnya
keluarkan isi wadah, cuci dengan air, lalu dengan etanol 95 % keringkan pada suhu 105
C hingga bobot tetap. Dinginkan dan timbang isi satu persatu. Bobot isi wadah tidak boleh
menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel, kecuali satu wadah yang boleh
menyimpan tidak lebih dari 2 kali batas tertentu.
Bobot yang tertera pada etiket
Tidak lebih dari 120 mg
Antara 120 300 mg
300 mg atau lebih

Batas penyimpangan dalam %


10
7,8
5

7. pH
Pengujian dilakukan dengan kertas indicator pH atau dengan alat pH meter.
8. Homogenitas

Pengujian homogenitas diberlakukan bagi suspense yang harus menunjukkan tampak luar
homogeny setelah pengocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat Viskometer
Brookfield, sedangkan pengujian homogenitas emulsi dilakukan secara visual.
9. Toksisitas
Dilakukan dengan pemeriksaan larva udang LD50.
G. KESIMPULAN
Pembuatan sediaan injeksi harus dilakukan dengan cara-cara yang steril sesuai sengan CPOB
pembuatan sediaan injeksi.
H. PEMBAHASAN
Tehnik kerja yang dilakukan dalam pembuatan sediaan injeksi Antalgin masih banyak
memiliki kekurangan dan tidak memenuhi syarat pembuatan sediaan steril antara lain :
Seharusnya sediaan injeksi antalgin dilakukan sterilisasi akhir. Proses sterilisasi tersebut
dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. Suhu dan tekanan tinggi
diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar untuk membunuh bakteri, terutama
endospora yang tahan panas. Penggunaan tekanan yang tinggi dapat menghancurkan dinding
endospora
Pada saat pembuatan seharusnya dilakukan diruangan yang steril, pembuatan dilakukan
dengan cara-cara yang steril
Syarat-syarat tersebut tidak dilakukan dikarena beberapa sebab antara lain :
1. Keterbatasan waktu
2. Sarana yang tidak memadahi

Anda mungkin juga menyukai