Anda di halaman 1dari 65

KONSEP PENERAPAN HUKUMAN UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI SARJANA S.1

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh
AHMAD
NIM 08210005
Jurusan Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2014

KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah, tuhan semesta alam. Semoga sholawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis memanjatkan puja dan puji
syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kecerdasan serta
ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Konsep Penerapan
Hukuman Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dalam Pendidikan Islam ini dengan baik
dan lancar yang secara akademis syarat untuk memperoleh gelar sarjana S 1 dalam Ilmu
Pendidikan Islam.
Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
1. Bapak Prof. Dr. Aflatun Mukhtar, M.H., Selaku Rektor IAIN Raden Fatah Palembang,
2. Bapak Dr.Kasinyo Harto, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah
Palembang,
3. Bapak Drs. M. Misdar, M. Ag, selaku pembimbing satu, dan Bapak Drs. Ahmad Syarifudin,
M.Pd.I, selaku pembimbing dua yang telah meluangkan waktunya untuk menuntun dan
memberikan masukan dan bimbingannya sampai skripsi ini selesai,
4. Ayah (Almarhum) dan Ibu tercinta, serta segenap keluarga yang telah memberikan dukungan
moril dan materil serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IAIN Raden
Fatah Palembang,
5. Kakak dan adik-adikku yang ku sayang dan aku banggakan, yang selalu memberi motivasi dan
inspirasi,
6. Istriku tercinta Syukriah dan anakku Fatimah Afifah
7. Semua kawan-kawanku di IAIN Raden Fatah yang telah memberikan motivasi dan membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa,
motivasi, serta perhatiannya yang tulus ikhlas. Semoga Allah SWT membalasnya dengan
balasan yang setimpal.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh
karena itu, saran dak kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, sehingga dapat membuka cakrawala berfikir serta memberikan setitik khazanah
pengetahuan untuk terus memajukan dunia pendidikan.
Semoga Allah SWT senantiasa mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita.
Amin.
Alhamdulillahi Robbil Alamin
Palembang, Maret 2014
Penulis,

Ahmad

ABSTRAK
Berhasil mendidik anak, tentu sangat diharapkan oleh orang tua, pengajar, ataupun
setiap individu yang berkompeten dalam masalah pendidikan anak. Berbagai kiat ditempuh, di
antaranya dengan memberikan penghargaan dalam keberhasilan dan hukuman dalam
kesalahan yang dilakukannya. Keberhasilan seorang pendidik tidak bersandar pada hukuman
fisik. Bahkan hal itu dilakukan seminimal mungkin, sesuai dengan kebutuhan. Pemberian
penghargaan justru lebih dikedepankan dari pada pemberian hukuman, karena hal ini akan
lebih memotivasi anak untuk belajar serta mempunyai keinginan untuk mendapat tambahan
pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sabitha Marican bahwa secara mudahnya, kerangka teori memperlihatkan satu
penjelasan yang luas dan umum tentang perkaitan antara konsep-konsep yang dikaji.
Berdasarkan penjelasan teori sedia ada (penyelidik guna kerangka teori untuk jelaskan teori
tentang suatu hal yang dikaji). Contohnya, teori motivasi ialah satu contoh kerangka teori
dalam mengkaji pendorong sesuatu gelagat atau tingkah laku. Penggunaan hukuman, setelah
semua metode yang bersifat persuasif dan motivatif dilaksanakan. Dengan demikian,
hukuman bukan dilaksanakan secara terus menerus, melainkan karena dalam keadaan
terpaksa semata. Menurut Abdullah Nashih Ulwan cara melakukan hukuman, yaitu dengan
menunjukan kesalahan dengan pengarahan, keramah tamahan, memberikan isyarat,
kecaman, memutuskan hubungan, memukul dan memberikan hukuman yang mengajarkan.
Konsep hukuman dalam Pendidikan Islam: hukuman merupakan upaya untuk
memperbaiki, meluruskan sikap dan perilaku yang salah. Dengan demikian hukuman bukan
bermaksud untuk menyakiti fisik dan psikologis seseorang. Dalam situasi demikian
diperlukan kemampuan, keterampilan dan kebijakan dalam penerapan hukuman. Sehingga
dalam Penerapan hukuman seseorang guru harus melalui proses yang bersifat persuasif yang
berupa penghargaan kepada siswa yang berprilaku positif. Selain itu juga dalam penerapan
hukuman seorang guru dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan terlebih dahulu.
Jangan sampai penerapan hukuman berdampak negatif bagi perkembangan fisik dan rohani
siswa
Adapun konsep motivasi belajar dalam Pendidikan Islam merupakan motivasi belajar
untuk memberikan dorongan kepada siswa untuk menanggapi, menerima dan menganalisa
bahan pelajaran dengan indikator untuk meraih prestasi, menyenangkan orang tua,
menyenangi kegiatan belajar, selalu menghadiri, mengikuti, memperhatikan, dan
mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru, menghindari hukuman, memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, pengaruh teman. Keinginan untuk belajar dapat berasal dari
dalam dirinya sendiri maupun dari luar.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ........i


HALAMAN PENGANTAR PEMBIMBING .................................................. .......ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ..iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ..iv
ABSTRAK ........................................................................................................... v
BAB. I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah.............................................................................................. 1
B. RumusanMasalah ..................................................................................................... 5
C. TujuandanKegunaanPenelitian ............................................................................... 6
D. KerangkaTeori .......................................................................................................... 7
E. TinjauanPustaka ....................................................................................................... ..10
F. MetodologiPenelitian .............................................................................................. ..13
G. Sistematikapembahasan .......................................................................................... ..14
Bab II PENERAPAN HUKUMAN DAN MOTIVASI BELAJAR
A. Pengertian Hukuman ................................................................................. ..16
B. Metode Penerapan Hukuman .................................................................... ..17
C. Pengertian Motivasi Belajar ...................................................................... ..24
D. Karakteristik Motivasi Belajar .................................................................. ..28
E. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi belajar ................................. ..33
BAB III ANALISIS IMPLEMENTASI HUKUMAN TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Motivasi Dalam Belajar dan unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
.48
B. Hukuman sebagai bagian dari motivasi belajar dalam pendidikan 56
`
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ..75
B. SARAN ..76

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berhasil mendidik anak, tentu sangat diharapkan oleh orang tua, pengajar, ataupun
setiap individu yang berkompeten dalam masalah pendidikan anak. Berbagai kiat
ditempuh, di antaranya dengan memberikan penghargaan dalam keberhasilan dan hukuman
dalam kesalahan yang dilakukannya.
Keberhasilan seorang pendidik tidak bersandar pada hukuman fisik. Bahkan hal itu
dilakukan seminimal mungkin, sesuai dengan kebutuhan. Pemberian penghargaan justru
lebih dikedepankan dari pada pemberian hukuman, karena hal ini akan lebih memotivasi
anak untuk belajar serta mempunyai keinginan untuk mendapat tambahan pendidikan dan
pengajaran.1
Beda halnya dengan hukuman. Hukuman akan meninggalkan pengaruh buruk
dalam jiwa si anak, yang akhirnya justru menjadi penghalang baginya untuk memahami
serta mencerna ilmu yang diberikan. Selain itu juga akan mengubur optimisme dan
keberaniannya. Betapa banyak terjadi, seorang anak keluar dari sekolah karena melihat
beragam kekasaran dan kezaliman yang dilakukan oleh sebagian gurunya. Lebih dari itu,
mereka biasa menyebut gurunya yang keras dan kasar dengan sebutan orang zhalim.
Banyak salah persepsi dari orang tua terhadap hukuman yang didapat sang anak
dari guru mereka. Bahkan sebagian menganggap ini merupakan bentuk kekerasan fisik
ataupun mental dan sangat berpengaruh bagi perkembangan anak-anak mereka. Tanggapan
dan reaksi dari orang tua seperti ini sebenarnya wajar saja, sebab setiap orang tua pasti
tidak terima anak-anak mereka di anggap nakal atau tidak disiplin. Dalam situasi demikian

http//Assalafi.net/print.php?id_artikel=1269-21k di akses pada tanggal 22 Maret 2012

diperlukan pengarahan kepada orang tua bahwa sikap dan perilaku anak yang nakal, tidak
semata-mata sebagai konsekuensi perkembangannya.
Dengan demikian hukuman merupakan cara terakhir dalam memperbaiki sikap dan
prilaku siswa yang salah. Hukuman dalam pendidikan Islam sebagai tuntunan dan
perbaikan, bukan sebagai hardikan atau balas dendam. Karena itu pendidik mempelajari
dulu tabiat dan sifat anak sebelum memberikan hukuman; mengajak supaya si anak sendiri
turut serta dalam memperbaiki kesalahan yang dilakukannya.2
Hukuman bukan berarti kesalahan, terlebih jika diberikan secara tepat dan edukatif.
Namun semua itu dikembalikan kepada guru yang memberlakukan hukuman tersebut.
Hukuman bisa saja berubah menjadi suatu kekerasan baik kekerasan fisik maupun
psikologis jika guru yang membuat hukuman tersebut tidak mengetahui tujuan dan fungsi
diberikannya hukuman kepada murid atau tidak bisa menggunakan hukuman tersebut
secara tepat. Bahkan bisa saja pemberian hukuman tersebut dapat menimbulkan rasa
dendam ataupun trauma dari murid akibat tidak bisa menerima hukuman yang diberikan
oleh gurunya, selain itu dapat juga menurunkan rasa percaya diri murid bahkan dapat
melemahkan hubungan guru dengan murid.
Ada empat bentuk hukuman yang biasanya diberikan guru/sekolah kepada
muridnya, yaitu: 1. Hukuman berupa penundaan pemberian reward. 2. Hukuman berupa
pencabutan hak istimewa murid. 3. Hukuman berupa penyetrapan atau time out. Hukuman
berupa skorsing.3 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikanseorang pengajar dalam
pemberian hukuman kepada murid-muridnya: 1. Murid harus mengetahui apa
kesalahannya. 2. Jelaskan kepada murid hukuman yang akan diterimanya. 3. Tetapkan
berapa lama waktu hukumannya. 4. Tindak lanjut selama si murid menjalani hukuman.4

M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terjemah Bustami A. Gani dan Djohar
Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 153
3
http://www.parentsguide.co.id/dsp_content.php?, di akses pada tanggal 15 Mei 2012
4
Ibid.

Dengan demikian dalam penerapan hukuman seorang guru harus melalui proses
yang bersifat persuasif yang berupa penghargaan kepada siswa yang berprilaku positif.
Penggunaan hukuman merupakan alternatif terakhir dari pendekatan dan metode yang
dipergunakan. Penerapannya pun harus bersifat obyektif, seperti siswa tahu kesalahannya
dan disekolah sudah ada tata tertib dimana jika siswa melanggar akan mendapatkan sanksi
tertentu kepada semua siswa tanpa pilih kasih.
Penerapan hukuman dalam proses pembelajaran secara obyektif, tegas dan edukatif
akan memungkinkan terciptanya situasi kelas yang kondusif akan dapat menumbuhkan dan
meningkatkan motivasi belajar, keberhasilan dalam aktifitas belajar salah satunya
ditentukan motivasi belajar siswa itu sendiri, baik secara instinsik maupun ekstrinsik.
Dalam konteks ini Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi menegaskan, bahwa perubahanperubahan yang dipelajari biasanya memberi hasil yang baik bila mana orang mempunyai
motivasi untuk melakukannya; dan latihan kadang-kadang menghasilkan perubahanperubahan dalam prestasi.5 Sungguhpun demikian, motivasi intrinsik lebih berperan dan
menentukan prestasi belajar siswa secara menyeluruh, sebab tujuannya belajar bukan
sekedar mendapatkan nilai yang tinggi, melainkan mencari ilmu pengetahuan, memperluas
wawasan, memberi sikap dan perilaku terpuji serta keterampilan dalam bidang tertentu.
Siswa yang bermotivasi dalam belajar sudah barang tentu berminat dan
bersemangat dalam memahami dan menguasai materi pelajaran. Oleh karena itu dalam
belajar siswa demikian mempergunakan cara belajar yang bervariasi. Salah satunya
mendengarkan. Cara belajar demikian secara universal terjadi di sekolah. Cara belajar
mendengarkan akan menciptakan dua peristiwa penting, yaitu terjadinya tanggapan
kognitif dan afektif.6 Dengan demikian siswa bermotivasi ketika mengikuti proses belajar

5
6

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 10
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 109

mengajar mendengarkan dengan baik bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru,
sehingga mampu meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif.
Siswa yang bermotivasi dalam belajar akan mempergunakan cara belajar yang
bervariasi mengakibatkan proses belajarnya dinamis dan menyenangkan, sehingga belajar
berlangsung terus menerus, baik ketika berada di sekolah maupun di rumah. Kondisi
belajar yang dilandasi motivasi yang tinggi dan dengan cara yang bervariasi membuka
peluang bagi keberhasilan, baik secara kognitif, afektif maupun psikomatorik.
Dari uraian di atas penulis merasa tertarik untuk mengambil judul Konsep
Penerapan Hukuman untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dalam Pendidikan
Islam.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut di atas maka yang menjadi rumusan
masalah proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep hukuman dalam Pendidikan Islam?
2. Bagaimana konsep motivasi belajar dalam Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Implementasi dalam meningkatkan motivasi belajar dalam Pendidikan
Islam?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui konsep hukuman dalam pendidikan Islam
b. Untuk mengetahui konsep motivasi belajar dalam pendidikan Islam
c. Untuk mengetahui implementasi hukuman dalam meningkatkan motivasi belajar
dalam pendidikan Islam

2. kegunaan penelitian ini adalah:


a. secara teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan
tentang konsep penerapan hukuman untuk meningkatkan motivasi belajar dalam
Pendidikan Islam.
b. Secara praktis, ada empat macam sumbangan pemikiran. Pertama, bagi guru
informasi tentang memahami konsep penerapan hukuman untuk meningkatkan
motivasi belajar dalam Pendidikan Islam. Kedua, bagi siswa agar dapat
menemukan dan meningkatkan motivasi belajar yang dapat meningkatkan prestasi
dan akhlaknya. Ketiga, bagi orang tua siswa dan masyarakat khususnya orang tua
agar dapat mempengaruhi tingkah laku anak dengan menciptakan situasi dan
kondisi yang baik dalam keluarga sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
dan meningkatkan akhlak siswa. Keempat, bagi penulis sendiri sebagai penambah
wawasan tentang konsep penerapan hukuman untuk meningkatkan motivasi
belajar dalam Pendidikan Islam.

D. Kerangka Teori
Menurut

Sabitha

Marican

bahwa

secara

mudahnya,

kerangka

teori

memperlihatkan satu penjelasan yang luas dan umum tentang perkaitan antara konsepkonsep yang dikaji. Berdasarkan penjelasan teori sedia ada (penyelidik guna kerangka
teori untuk jelaskan teori tentang suatu hal yang dikaji). Contohnya, teori motivasi ialah
satu contoh kerangka teori dalam mengkaji pendorong sesuatu gelagat atau tingkah laku.7
Dalam konteks ini Ramayulis menegaskan:
Hukuman memang perlu dilaksanakan, terutama bagi anak-anak yang tidak
berhasil dididik dengan lemah lembut karena dalam kenyataan memang ada anak7

http://Hmazrin.wordpress.com/, di akses pada tanggal 5 Februari 2012

anak yang setiap kali diberikan nasehat dengan lemah lembut dan perasaan halus
ia tetap saja melakukan kesalahan, anak yang seperti ini perlu diberikan hukuman
untuk memperbaiki kesalahannya.8
Penggunaan hukuman, setelah semua metode yang bersifat persuasif dan motivatif
dilaksanakan. Dengan demikian, hukuman bukan dilaksanakan secara terus menerus,
melainkan karena dalam keadaan terpaksa semata. Menurut Abdullah Nashih Ulwan cara
melakukan hukuman, yaitu dengan menunjukan kesalahan dengan pengarahan, keramah
tamahan, memberikan isyarat, kecaman, memutuskan hubungan, memukul dan
memberikan hukuman yang mengajarkan.9 Dalam konteks ini Singgih D. Gunarsa dan
Ny. Y. Singgih D. Gunarsa menegaskan, bahwa hukuman dimaksud agar anak tidak
mengulangi perbuatan yang sama (buruk).10 Dengan demikian dalam penerapan
hukuman harus hati-hati, sehingga hukuman dapat memperbaiki sikap dan prilaku siswa.
....................................................................................
Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang
mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu.11 Menurut Oemar Hamalik
motivasi adalah suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya efektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.12 Menurut Crider yang dikutip oleh
Ramayulis motivasi adalah sebagai hasrat, dan keinginan dan minat yang timbul dari
seseorang dan langsung ditujukan kepada suatu obyek.13
W.H. Burton membagi dua jenis motivasi, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi instrinsik suatu cita-cita itu daya yang telah ada dalam diri individu
yang mendorong seseorang untuk berbuat atau melakukan sesuatu, sedangkan motivasi
8

Ramayulis, Ilmu Pendidikan, Op. Cit., hal. 156


Abdullah Nashih Ulwan, Op. Cit., hal. 159-163
10
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikolog Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga,
(Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1999), hal. 107
11
Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 34
12
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hal. 175
13
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 170
9

ekstrinsik adalah segala sesuatu yang datang dari luar yang menjadi cemeti bagi muridmurid untuk berbuat lebih giat.14 Dalam kaitan ini Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi
menegaskan, bahwa:
Pada motivasi instrinsik, peserta didik belajar, karena belajar itu sendiri dipandang
bermakna (dapat bermanfaat) bagi dirinya. Tujuan yang ingin dicapai terletak
dalam perbuatan belajar itu sendiri (menambah pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya). Pada motivasi ekstrinsik, peserta didik belajar bukan karena dapat
memberikan makna baginya, melainkan karena mengharapkan sesuatu dibalik
kegiatan belajar itu. Misalnya nilai yang baik, hadiah, penghargaan atau
menghindari hukuman. Tujuan yang ingin dicapai terletak diluar perbuatan belajar
itu.15

Fungsi motivasi, yaitu:


a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang dikerjakan
b. Menentukan arah perbuatan, yakni arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuannya
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyeleksi perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.16
Motivasi dilihat dari dasar pembentuknya ada dua, yaitu motif-motif bawaan dan
motif-motif yang dipelajari. Menurut Gage dan Berliner yang dikutip oleh Slameto,
bahwa cara meningkatkan motivasi siswa, yaitu: pergunakan ujian verbal, pergunakan tes
dalam nilai secara bijaksana, bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk
14

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 171
Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Op. Cit., hal. 12-13
16
Sardiman, A.M, Op. Cit., hal. 83
15

mengadakan eksplorasi, pengajar dapat melakukan yang luar biasa, merangsang hasrat
siswa dengan jalan memberikan pada sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila
berusaha untuk belajar, pergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh,
terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa,
minta pada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya,
pergunakan simulasi dan permainan, perkecil daya tarik sistem motivasi yang
bertentangan, perkecil konsekuansi-konsekuensi yang tidak menyenangkan dari
keterlibatan siswa, antara lain kehilangan harga diri, ketidak nyamanan fisik, frustasi.
Selain itu, pengajar memahami dan mengawasi suasana sosial dilingkungan sekolah dan
memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa.17
E. Tinjauan Pustaka
Lasmawati dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Kemampuan Guru dengan
Kedisiplinan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAI Di SMA Ethika Palembang. Hasil
penelitian ini adalah kemampuan guru agama pada mata pelajaran PAI di SMA Ethika
Palembang setelah dianalisa dengan mean, standar deviasi, TSR dan distribusi frekuensi
berada dalam kategori sedang, dengan inidikator kurang terarahnya proses pembelajaran,
materi bertentangan dengan kondisi kelas, metode dan media monoton, kurang menguasai
materi, membiarkan siswa yang prestasinya rendah, membiarkan kelas yang ribut, kadangkadang melaksanakan ulangan harian, guru kadang-kadang memberikan bimbingan dan
memperbaiki cara mengajar, kurangnya perhatian terhadap sikap dan prilaku siswa, guru
kadang-kadang memanggil orang tua/wali dan memberikan pelajaran tambahan, guru
kurang mempertimbangkan riwayat hidup siswa, dan kadang-kadang mengadakan ujian
praktek. Kedisiplinan siswa pada mata pelajaran PAI di SMA Ethika Palembang setelah
dianalisa dengan mean standar deviasi TSR dan distribusi frekuensi berada dalam kategori
17

Slameto, Op. Cit., hal. 176-179

sedang, dengan inidikator kurang menyenangi proses pembelajaran, kadang-kadang


mendengarkan, memperhatikan dan mencatat materi pelajaran, pengetahuan kurang
mengalami peningkatan, kadang-kadan menyalin kembali catatan, kurang memperhatikan
bahan bacaan, kadang-kadang membuat ringkasan, kadang-kadang membaca buku ketika
dalam belajar pada bagian tertentu yang kurang dimengerti, mempergunakan pola belajar
mengingat, bertanya dalam mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran,
berdiskusi dan membaca menambah wawasan, kadang-kadang menjabarkan materi dan
menyusun kerangka. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kemampuan guru
agama dengan kedisiplinan siswa di SMA Ethika Palembang.
Yuliana Anggraini dalam skripsinya berjudul Upaya Guru PAI dalam Mengantisipasi
Dekadensi Moral Siswa dengan Pendekatan Hukuman Di SMU Nurul Iman Palembang.
Dalam penelitian ini peneliti membahas, bagaiman upaya guru pendidikan agama islam
dalam mengantisipasi dekadensi moral siswa dengan pendekatan hukuman di SMU Nurul
Iman Palembang. Dengan mengupayakan pembinaan-pembinaan dalam bentuk kegiatankegiatan keagamaan yang dimaksud adalah ceramah bulanan , pengajian kitab Al-Quran,
shalat dzuhur berjamaah. Keterampilan beragama, organisasi Islam (rohis), memperingati
hari besar Islam, berbusana islam guna untuk melatih siswa untuk menutup auratnya dan
bagi yang melanggar ketentuan akan diberikan hukuman secara bertahap sesuai dengan
tingkat kesalahan. Selanjutnya, keadaan normal siswa SMU Nurul Iman Palembang
tergolong cukup baik, ini terlihat dari hasil persentase jawaban yang ada, hal ini
dikarenakan pembinaan dilakukan oleh sekolah belum begitu maksimal diterima siswasiswanya.
Lindawati dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Penerapan Metode Hukuman
dalam Belajar Santriwati Di Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. dalam
skripsi ini membahas tentang prestasi belajar santriwati di Madrasah Tanawiyah Pondok

Pesantren Raudhatul ulum Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, dengan
sub pokok bahasan pengaruh penerapan metode hukuman dalam proses belajar mengajar
santriwati di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Roudhotul Ulum Sakatiga
Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir.
Menurut penelusuran penulis, dari semua tulisan di atas belum ada yang ditemukan
secara spesifik yang membahas secara khusus tentang konsep penerapan hukuman yang
dalam hal ini penulis lebih menitik beratkan kepada peningkatan motivasi belajar siswa
dalam pendidikan Islam. Maka berangkat dari inilah yang memotivasi penulis untuk
mengkaji dan mengadakan penelitian tentang konsep penerapan hukuman untuk
meningkatkan motivasi belajar dalam Pendidikan Islam.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bercorak kepustakaan, karena itu jenis yang digunakan adalah data
kualitatif, yaitu berupa keterangan dan informasi yang diperoleh dari literatur (bukubuku) yang tentunya dipandang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

2. Pendekatan Penelitian
Sedangkan pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif artinya
penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan, menggambarkan, dan menguraikan
pokok permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini kemudian ditarik
kesimpulan secara deduktif. Jadi data kualitatif tidak memakai angka tapi berupa
penjabaran di dalam kalimat.

3. Sumber Data Penelitian


Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu: data Primer dan Data
Sekunder. Data Primer adalah data pokok yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist

dan pendapat para pakar ilmu pendidikan yang telah tertulis dalam buku karangan
mereka seperti Ilmu Pendidikan Islam (Ramayulis), Pengelolaan Pengajaran (Ahmad
Rohani dan Abu Ahmadi), Metodologi Pengajaran Agama Islam (Ramayulis),
Psikologi Belajar Mengajar (Oemar Hamalik). Data Sekunder adalah buku-buku
pendamping yang di ambil untuk dijadikan sebagai bahan tambahan dalam
pembahasan ini.

4. Tenik pengumpulan Data


Dalam penelitian untuk penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan. Dengan demikian, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
dengan membaca literature-literature yang berhubungan dengan pembahasan, baik
yang berupa sumber primer dan sekunder.

5. Teknik Analisis Data


Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber di atas kemudian di analisa secara
kualitatif dan disimpulkan secara deduktif, maksudnya dalam menganalisa data yang
semula bersifat umum kemudian disimpulkan secara khusus sebagai hasil dari
penelitian.

G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah mengetahui secara keselurahan isi dari penelitian ini maka
disusun suatu sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I

: Pendahuluan
Pada bab pendahuluan secara garis besar berisikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II

: Penerapan Hukuman Dan Motivasi Belajar


Di dalam bab ini akan dibahas: Pengertian hukuman, metode penerapan
hukuman, pengertian motivasi belajar, karakteristik motivasi belajar dan,
Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar.

Bab III

: Implementasi Hukuman Terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam


Pendidikan Islam
Pada bab ini akan dianalisis tentang: Pentingnya motivasi dalam belajar,
Implementasi hukuman terhadap motivasi belajar siswa dalam pendidikan
Islam.

Bab IV

: Penutup
Pada bab ini akan dibicarakan mengenai kesimpulan dan saran-saran yang
merupakan akhir dari penulisan ini.

BAB II
PENERAPAN HUKUMAN DAN MOTIVASI BELAJAR
A. Pengertian Hukuman
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam karyanya al-Tarbiyah al-Islamiyah
dimaksudkan bahwa, hukuman atau punishment (al-uqubah) lebih sebagai usaha edukatif
untuk memperbaiki dan mengarahkan siswa ke arah yang benar (al-irsyad wa al-ishlah) bukan
semata-mata praktek hukuman dan siksaan yang memasung kreativitas (al-zajr wa alintiqam), melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan
memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif.18 Oleh sebab itu
hukuman merupakan salah satu instrumen pengukuran pendidikan bagi kualitas fungsional
edukatif siswa yang bermasalah maupun berprestasi, dalam hal ini hukuman adalah vaksinasi
dini dalam konteks mendidik yang layak diberikan kepada mereka yang bermasalah.
Pembentukan disiplin diri merupakan suatu proses yang harus dimulai sejak masa
kanak-kanak. Oleh karena itu pendidikan disiplin pertama-tama sudah dimulai dari keluarga
(orang tua). Dalam kehidupan masyarakat secara umum, metode yang paling sering
digunakan untuk mendisiplinkan warganya adalah dengan pemberian hukuman.19
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukuman merupakan upaya untuk
memperbaiki, meluruskan sikap dan perilaku yang salah. Dengan demikian hukuman bukan
bermaksud untuk menyakiti fisik dan psikologis seseorang. Dalam situasi demikian
diperlukan kemampuan, keterampilan dan kebijakan dalam penerapan hukuman.
B. Metode Penerapan Hukuman

18
19

http://ntitesisku.blogspot.com, di akses pada tanggal 11 Maret 2012


http://niendin.wordpress.com/2008/09/07, di akses pada tanggal 20 Maret 2012

Dalam konteks ini Ramayulis menegaskan:


Hukuman memang perlu dilaksanakan, terutama bagi anak-anak yang tidak berhasil
dididik dengan lemah lembut karena dalam kenyataan memang ada anak-anak yang
setiap kali diberikan nasihat dengan lemah lembut dan perasaan halus ia tetap saja
melakukan kesalahan, anak yang seperti ini perlu diberikan hukuman untuk
memperbaiki kesalahannya.20
Penggunaan hukuman, setelah semua metode yang bersifat persuasif dan motifatif
dilaksanakan. Dengan demikian, hukuman bukan dilaksanakan secara terus menerus,
melainkan karena dalam keadaan terpaksa semata. Menurut Abdullah Nashih Ulwan cara
melakukan hukuman, yaitu dengan menunjukkan kesalahan dengan pengarahan, memukul
dan memberikan hukuman yang menjerakan.21 Dalam konteks ini Singgih D. Gunarsa dan
Ny. Y. Singgih D. Gunarsa menegaskan, bahwa hukuman dimaksudkan agar anak tidak
mengulangi perbuatan yang sama (buruk).22 Dengan demikian dalam penerapan hukuman
harus hati-hati, sehingga hukuman dapat memperbaiki sikap dan perilaku siswa.
Ada empat bentuk hukuman yang biasanya diberikan guru/sekolah kepada muridnya,
yaitu: 1. Hukuman berupa penundaan pemberian reward. 2. Hukuman berupa pencabutan hak
istimewa murid. 3. Hukuman berupa penyetrapan atau time out. 4. Hukuman berupa
skorsing.23
Ganjaran adalah hadiah (sebagai pembalas jasa), dan hukuman; balasan.24 Dari
definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk
balasan yang baik maupun balasan yang buruk. Sementara itu, dalam Bahasa Arab ganjaran
diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab bisa juga berarti pahala, upah dan balasan. Kata

20

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), hal. 156
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, 2 jilid, terjemahan Syaifullaha
Kamalie dan Hery Noer Aly, (Semarang: Asy Syifa, tt), hal. 159-163
22
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi traktis :anak, remaja dan keluarga,
(Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1999), hal. 107
23
http://www.parentsguide.co.id/dsp_content.php?. di akses pada tanggal 10 Maret 2012
24
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional R.I, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 299
21

tsawab banyak ditemukan dalam al-Quran, khususnya ketika kitab suci ini membicarakan
tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di dunia maupun di akhirat dari amal
perbuatannya. Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata tsawab selalu
diterjemahkan kepada balasan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat
dalam firman Allah SWT pada surat al-Imran: 145, 148, an-Nisa: 134. Dari ketiga ayat di
atas, kata tsawab identik dengan ganjaran yang baik. Seiring dengan hal ini makna yang
dimaksud dengan kata tsawab dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam adalah pemberian
ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik.25
Dalam pembahasannya yang lebih luas, pengertian istilah ganjaran dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa
menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Gajaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses
pendidikan. Muhammad bin Jamil Zaim menyatakan bahwa ganjaran merupakan asal
dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang ganjaran tersebut lebih baik
pengaruhnya dalam usaha perbaikan dari pada celaan atau sesuatu yang menyakitkan
hati. Sedikit berbeda dengan metode targhib, tsawab lebih bersifat materi, sementara
targhib adalah harapan serta janji yang menyenangkan yang diberikan terhadap anak
didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.26
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran antara lain:
a. Ekspresi Verbal/Pujian yang Indah. Pujian ini diberikan agar anak lebih bersemangat
belajar.
b. Imbalan Materi/Hadiah. Tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian
hadiah.
c. Menyayanginya. Di antara perasaan-perasaan mulia yang Allah titipkan pada hati
kedua orang tua adalah perasaan sayang, ramah, dan lemah lembut terhadapnya. Ia
25
26

http://missdzaa.blogspot.com. Di akses pada tanggal 5 Maret 2012


Ibid.

merupakan perasaan yang mulia yang memiliki dampak yang paling utama dan
pengaruh yang sangat besar dalam mendidik, menyiapkan, dan membentuk anak.
d. Memandang dan Tersenyum Kepadanya. Hal ini terkadang dianggap sepele, padahal
ia menunjukan cinta dan kasih sayang, sebagaimana juga dapat menunjukan hukuman
apabila pandangan yang dibrikan adalah pandangan yang tajam disertai muka yang
masam.27
Kelebihan dan Kekurangan. Sebagaimana pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya,
pendekatan ganjaran juga tidak bisa terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Untuk lebih
jelasnya akan dikemukakan bahwa pendekatan ganjaran memiliki banyak kelebihan yang
secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan
perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
b) Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak pendidik lainnya untuk mengikuti anak
yang telah memperoleh pujian dari gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun
ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini sangat
besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
Di samping mempunyai kelebihan, pendekatan ganjaran juga memiliki kelemahan
antara lain:
a) Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan,
sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid menjadi merasa bahwa dirinya lebih
tinggi dari teman-temannya. Sikap-sikap negatif yang mungkin timbul ini dijelaskan
dalam sebuah hadis Nabi SAW bahwa beliau mendengar seseorang laki-laki memberi
hadiah kepada laki-laki lain, hadiahnya yaitu berlebih-lebihan. Berdasarkan kejadian
itu, maka Nabi SWA bersabda: Engkau telah berbuat kerusakan di belakang
manusia. (H.R. Imam Bukhori). Praktek-praktek lain yang akan membawa akibat
negatif juga dianggap tidak baik. Oleh karena itu, guru-guru atau para pendidik
27

Missdzaa.blogspot.com. hal. 4-5

diharapkan dapat meninggalkan dari konsekuensi yang berat hanya karena pemberian
ganjaran kepada anak didiknya.
b) Umumnya ganjaran membutuhkan alat tertentu dan membutuhkan biaya, dll.
Hukuman berupa pencabutan hak istimewa murid kelebihannya adalah murid akan
merasa rugi karena hak istimewanya dicabut, dan umumnya ia akan berusaha memperbaiki
kesalahan atau perilakunya dengan segera untuk mendapatkan kembali hak istimewanya.
Sedangkan kekurangannya adalah jika sekali saja guru lalai akan konsekuensi dan konsistensi
penerapan hukuman tersebut maka tidak akan memberikan arti apa-apa dalam menerapkan
disiplin pada murid.
Hukuman berupa penyetrapan atau time out kelebihannya adalah murid akan merasa
tidak nyaman karena diasingkan ke ruangan yang sepi dan tidak diajak berinteraksi karena
diabaikan atau ditinggal oleh guru untuk beberapa menit sampai ia bisa tenang dan siap untuk
kembali ke kelas. Sementara kekurangannya adalah untuk murid-murid tertentu justru
mengharapkan dirinya dibawa keluar kelas agar bisa bebas. Untuk itu sebaiknya guru
mengatasinya dengan tetap memberikan tugas yang harus diselesaikan oleh murid selama
waktu time out sebelum ia diperbolehkan kembali kedalam kelas.
Hukuman berupa skorsing kelebihannya adalah dapat memberi waktu kepada murid
untuk merenungi kesalahannya dengan tidak mengizinkannya mengikuti pembelajaran di
sekolah dengan harapan ada perasaan malu dan rugi, sehingga murid mau memperbaiki
kesalahannya. Sedangkan kekurangannya hampir sama dengan penyetrapan atau time out
dimana untuk murid-murid tertentu justru mengharapkan diskorsing atau tidak diperbolehkan
masuk sekolah untuk beberapa hari sehingga bisa bebas dari tanggung jawab sekolah.
Untuk itu penanganannya juga sama yaitu sekolah sebaiknya memberikan tugas yang harus
diselesaikan selama murid diskorsing dan ikut melibatkan orang tua untuk memantaunya.

Selain itu kekurangan lainnya adalah murid menjadi tertinggal pelajarannya karena tidak
masuk sekolah, sehingga butuh waktu bagi murid tertentu, terlebih yang cenderung lambat
untuk bisa mengejar ketertinggalannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang pengajar dalam pemberian
hukuman kepada murid-muridnya: 1. Murid harus mengetahui apa kesalahannya. 2. Jelaskan
kepada murid hukuman yang akan diterimanya. 3. Tetapkan berapa lama waktu hukumannya.
4. Tindak lanjut selama si murid menjalani hukumannya.28
Dengan demikian dalam penerapan hukuman seseorang guru harus melalui proses
yang bersifat persuasif yang berupa penghargaan kepada siswa yang berprilaku positif.
Penggunaan hukuman merupakan alternatif terakhir dari pendekatan dan metode yang
dipergunakan. Penerapannya pun harus bersifat obyektif, seperti siswa tahu kesalahannya dan
di sekolah sudah ada tata tertib dimana jika siswa melanggar akan mendapatkan sanksi
tertentu kepada semua siswa tanpa pilih kasih.
Dengan demikian dalam penerapan hukuman seorang guru dituntut memiliki
pengetahuan dan keterampilan terlebih dahulu. Jangan sampai penerapan hukuman
berdampak negatif bagi perkembangan fisik dan rohani siswa. Untuk itu, guru sebelum
menerapkan hukuman harus mengetahui terlebih dahulu kesalahan siswa dan frekuensinya.
Kesalahan pertama, apalagi dalam kategori ringan, cukup diberikan peringatan dan teguran
saja. Selain itu, penerapan hukuman harus bersifat obyektif dan adil, sehingga tidak ada siswa
yang kecewa dengan penerapan hukuman.
Penerapan hukuman yang obyektif, adil dan bijaksana dalam proses pembelajaran
akan berdampak positif bagi motivasi belajar siswa. Siswa yang mendapatkan hukuman
secara perlahan akan terdorong untuk memahami dan menguasai materi pelajaran. Untuk itu
28

Ibid.

hukuman harus hati-hati, sehingga hukuman bukan membuat siswa menjadi ketakutan,
melainkan mau memperbaiki sikap dan perilakunya yang bertentangan dengan aturan yang
berlaku.
C. Pengertian Motivasi Belajar
Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong
perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu.29 Menurut Oemar Hamalik motivasi adalah suatu
perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya efektif dan
reaksi untuk mencapai tujuan.30 Menurur Crider yang dikutip oleh Ramayulis motivasi
adalah sebagai hasrat, keinginan dan minat yang timbul dari seseorang dan langsung
ditujukan kepada suatu obyek.31
Menurut Arifin bahwa :
Belajar merupakan suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta
menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada
kemampuan anak menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu. Dengan kata lain
belajar adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons yang terjadi dalam suatu
rangkaian belajar mengajar yang berakhir pada terjadinya perubahan tingkah laku baik
jasmaniah maupun rohaniah akibat pengalaman/pengetahuan yang diperoleh.32
Menurut Ramayulis belajar adalah proses pertumbuhan yang tidak disebabkan oleh
proses pendewasaan biologis, karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku (baik
yang dapat dilihat maupun yang tidak).33 Menurut Jalaluddin dan Muhammad Busroh
Daniel, bahwa orang yang mengalami proses belajar ditandai dengan adanya perubahan
tingkah laku pada dirinya, menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap.34 Pendapat
lainnya dikemukakan oleh Farida Djadib dan Zainal Affandi, menurutnya belajar itu
29

Pandji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 34


Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hal. 175
31
Ramayulis, Ilmu... Op.Cit., hal. 170
32
H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 162-163
33
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 76
34
Jalaluddin dan M. Busroh Daniel, Media Pendidikan Agama Islam, (Palembang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Raden Fatah, 1999), hal. 1
30

perubahan, dalam arti behavioeral changes, aktual maupun potensil, perubahan itu pada
pokoknya adalah kecakapan baru, dan perubahan itu karena usaha (dengan sengaja).35
Dalam surat At Taubah ayat 122 Allah SWT berfirman:

"! # $"%&

()

"* + , $ &) "

. & )&

{} 0

tidak sepatutnya bagi muminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiaptiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.36
Berdasarkan pendapat para ahli di atas motivasi belajar yang dimaksudkan adalah
dorongan siswa dalam menanggapi, menerima dan menganalisa bahan pelajaran dengan
indikator untuk meraih prestasi, menyenangkan orang tua, menyenangi kegiatan belajar,
selalu menghadiri, mengikuti, memperhatikan, dan mendengarkan pelajaran

yang

disampaikan guru, menghindari hukuman, memperoleh pengetahuan dan keterampilan,


pengaruh teman. Keinginan untuk belajar dapat berasal dari dalam dirinya sendiri maupun
dari luar.
W.H. Burton membagi dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik suatu cita-cita itu daya yang telah ada dalam diri individu yang
mendorong seseorang untuk berbuat atau melakukan sesuatu, sedangkan motivasi ekstrinsik

35

Farida Djadib dan Zainal Affandi, Psikologi Pendidikan, (Palembang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Raden Fatah, t.t), hal. 37
36
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), hal.
301-302

adalah segala sesuatu yang datang dari luar menjadi cemeti bagi murid-murid untuk berbuat
lebih giat.37 Dalam kaitan ini Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi menegaskan, bahwa:
Pada motivasi intrinsik, peserta didik belajar, karena belajar itu sendiri dipandang
bermakna (dapat bermanfaat) bagi dirinya. Tujuan yang ingin dicapai terletak dalam
perbuatan belajar itu sendiri (menambah pengetahuan, keterampilan dan sebagainya).
Pada motivasi ekstrinsik, peserta didik belajar bukan karena dapat memberikan makna
baginya, melainkan karena mengharapkan sesuatu dibalik kegiatan belajar itu.
Misalnya nilai yang baik, hadiah, penghargaan atau menghindari hukuman. Tujuan
yang ingin dicapai terletak diluar perbuatan belajar itu.38
Fungsi motivasi, yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan
b. Menentukan arah perbuatan, yakni arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyeleksi perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.39
Motivasi bermacam-macam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk
lebih jelasnya, yaitu: a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya ada dua, yaitu motifmotif bawaan dan motif-motif yang dipelajari. Selain itu, Frandsen membagi jenis-jenis motif,
yaitu cognitive motives, self-expression, self-enhancement, b.

Jenis motivasi menurut

pembagian dari Woodwort dan Marquis, yaitu motif atau kebutuhan organis, motif-motif

37
38
39

hal. 83

Ramayulis, Ilmu... Op.Cit., hal. 171


Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 12-13
Sardiman A.M, Motivasi dan Interaksi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),

darurat dan motif-motif objektif, dan c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah.40 Ada beberapa
bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar disekolah, yaitu:
memberi angka, hadiah, saingan/kompetisi, ego-involvement, memberi ulangan, mengetahui
hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar dan minat.41
Menurut Gage dan Berliner yang dikutip oleh Slameto, bahwa cara meningkatkan
motivasi siswa, yaitu:
Pergunakan pujian verbal, pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana, bangkitkan
rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk mengadakan eksplorasi, pengajaran
dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, merangsang hasrat siswa dengan jalan
memberikan pada sedikit cantoh hadiah yang akan diterimanya bila berusaha untuk
belajar, pergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh, terapkan
konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa, minta
pada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya,
pergunakan simulasi dan permainan, perkecil daya tarik sistem motivasi yang
bertentangan, perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan dari
keterlibatan siswa, antara lain kehilangan harga diri, ketidak nyamanan fisik, frtustasi.
Selain itu, pengajar memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah
dan memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa.42
D. Karakteristik Motivasi Belajar
Motivasi belajar terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
1. Kesenangan kenikmatan untuk belajar, berarti menaruh perhatian dan minat
terhadap kegiatan-kegiatan itu dan merasa senang sewaktu mengerjakan tugastugas sekolah.
2. Orientasi terhadap penguasaan materi, suatu kemampuan yang diperoleh siswa
dengan menguasai materi-materi yang disajikan di sekolah.
3. Hasrat ingin tahu, keinginan siswa yang memotivasi individu untuk mencari halhal dari dan mencarinya lebih jauh lagi.
4. Keuletan dalam mengerjakan tugas; siswa memusatkan perhatian sepenuhnya
untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah atau putus asa.
5. Keterlibatan yang tinggi pada tugas, siswa tekun dalam mengerjakan tugas,
berkonsentrasi pada tugas dan meluangkan waktu untuk belajar.
6. Orientasi terhadap tugas-tugas yang menantang, sulit dan baru, siswa termotivasi
untuk menyelesaikan tugas sulit ataupun baru daripada tugas mudah atau rutin.43
40
41
42

Ibid., hal. 84-86


Ibid., hal. 90-92
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 176-

179
43

60

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakaria, 2006), hal.

Dengan demikian salah satu karakteristik motivasi belajar adalah kesenangan


kenikmatan untuk belajar, berarti menaruh perhatian dan minat terhadap kegiatan-kegiatan itu
dan merasa senang sewaktu mengerjakan tugas-tugas sekolah. Melalui menyenangi kegiatan
belajar maka setiap ada kesempatan selalu dipergunakannya untuk belajar sesuai dengan
kemampuannya. Orang yang senang dalam belajar biasanya ia tidak mengalami kesulitan
dalam belajar bahkan banyak mengalami perubahan yang positif dalam belajar.
Orientasi terhadap penguasaan materi, suatu kemampuan yang diperoleh siswa dengan
menguasai materi-materi yang disajikan di sekolah. Kemampuan adalah kecakapan.44
Kecakapan merupakan kepandaian atau kemahiran mengerjakan sesuatu.45 Memahami ialah
mengerti benar, mengetahui benar.46 Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat
dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Dengan demikian pemahaman memerlukan
kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk ini maka diperlukan
adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep
tersebut.
Karakteristik atau ciri-ciri kemampuan siswa dalam memahami pelajaran, yaitu ia
dapat membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi
contoh, mengubah, membuat rangkuman, menuliskan kembali, melukiskan dengan kata-kata
sendiri.47
Seseorang yang memahami pelajaran sudah barang tentu dapat membedakan arti
tentang suatu kata. Misalnya aqidah dengan keimanan, amal shaleh dengan akhlak, ikhlas
dengan tawakkal. Selain itu, siswa dapat pula menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri

44
45
46
47

51

Tim Penyusunan Kamus, Op.Cit., hal. 707


Ibid., hal. 187
Ibid., hal. 811
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hal.

sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau
menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dengan demikian siswa yang paham
tentang pelajaran bukan saja ia hafal melainkan pula dapat menjelaskannya dengan bahasanya
sendiri. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada
pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu dinyatakan, sebab,
untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu:
1. Pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya,
misalnya dari bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka
Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih.
2. Pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan
yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik
dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
Menghubungkan pengetahuan renggang konjugasi kata kerja, subjek dan possive
pronoun sehingga tahu menyusun kalimat.
3. Pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu
melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau
dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun
masalahnya.48
Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan, perlu disadari bahwa
menarik garis yang teas antara kegiatannya tidaklah mudah. Penyusunan tes dapat
membedakan item yang susunannya termasuk sub katagori tersebut, tetapi tidak perlu
berlarut-larut mempermasalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat
dibedakan antara pemahaman terjemahan, penafsiran dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk
kepentingan penyusunan soal tes hasil belajar.
Karakteristik soal-soal pemahaman sangat mudah dikenal. Misalnya mengungkapkan
tema, topik, atau masalah yang sama dengan yang pernah dipelajari atau diajarkan, tetapi
materinya berbeda. Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa sendiri dengan simbol
tertentu termasuk ke dalam pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan antar unsur dari
48

Ibid., hal. 24

keseluruhan pesan suatu karangan termasuk ke dalam pemahaman penafsiran. Item


ekstrapolasi mengungkapkan kemampuan dibalik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan
atau tulisan.
Membuat contoh item pemahaman tidaklah mudah. Cukup banyak contoh item
pemahaman yang harus diberi catatan atau perbaikan sebab terjebak ke dalam item
pengetahuan. Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram, atau
grafik. Dalam tes objektif, tipe pilihan ganda dan tipe benar salah banyak mengungkapkan
aspek pemahaman.
Hasrat ingin tahu, keinginan siswa yang memotivasi individu untuk mencari hal-hal
baru dan mencarinya lebih jauh lagi. Hal berarti bahwa siswa yang bermotivasi dalam belajar
membuatnya jadi kreatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas berarti
kemampuan untuk mencipta, daya cipta dan perihal berkreasi dan kekreatifan.49 Hal ini
berarti bahwa kreativitas seseorang tercermin pada kemampuannya dalam meciptakan dan
menemukan sesuatu yang baru dan dianggap efektif dalam mencapai tujuan.
Slameto mengatakan bahwa:
Pada hakikatnya pengertian kreativitas berhubungan dengan penemuan sesuatu,
mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan yang telah
ada. Ini sesuai dengan perumusan kreativitas secara tradisional. Secara tradisional
kreativitas dibatasi sebagai mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu
yang baru itu mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku.50
Menurut Sund yang dikutip oleh Slameto, individu dengan potensi kreatif dapat
dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hasrat keingintahuan yang cukup besar
2. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
3. Panjang akal
49
50

Tim Penyusunan Kamus, Op.Cit., hal. 599


Slameto, Op.Cit., hal. 145

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Keinginan untuk menemukan dan meneliti


Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
Bersifat fleksibel
Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih
banyak
10. Kemampuan membuat analisa dan sintesis
11. Memiliki semangat bertanya dan meneliti
12. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
13. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.51

Keuletan dalam mengerjakan tugas; siswa memusatkan perhatian sepenuhnya untuk


menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah atau putus asa. Keterlibatan yang tinggi pada
tugas, siswa tekun dalam mengerjakan tugas, berkonsentrasi pada tugas dan meluangkan
waktu untuk belajar. Orientasi terhadap tugas-tugas yang menantang, sulid dan baru, siswa
termotivasi untuk menyelesaikan tugas sulit ataupun baru daripada tugas mudah atau rutin.52
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
1. Faktor Jasmani dan Rohani Siswa
Keberhasilan dalam aktivitas belajar, di antaranya ditentukan oleh faktor jasmani dan
rohani siswa. Karena itu dalam belajar diperlukan jasmani yang sehat, yang tercermin dari
keadaan segenap badan beserta bagian-bagiannya yang terbebas dari penyakit. Dalam
hubungan ini Slameto menegaskan, bahwa proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatan orang tersebut tergaggu, selain itu ia juga akan cepat lelah, kurang bersemangat,
mudah pusing, mengantuk jika kondisi tubuhnya lemah.53 Dalam kaitan ini Sumadi
Suryabrata menegaskan, bahwa dalam sistem persekolahan dewasa ini di antaranya panca
indra itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu

51
52
53

Ibid., hal. 147-148


Nana Sudjana, Penilaian...Op.Cit., hal. 60
Slameto, Belajar...Op.Cit., hal. 54

adalah menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga agar panca indra anak-anaknya
dapat berfungsi dengan baik.54
Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah memiliki jasmani yang sehat. Untuk
kepentingan tersebut siswa harus mengetahui cara menjaga kesehatan, seperti istirahat yang
cukup, tidur yang teratur, makan yang halal, bergizi dan berprotein, rajin berolahraga dan
melaksanakan ibadah ritual maupun umum.
Ada beberapa faktor yang tergolong unsur rohaniah yang mempengaruhi proses
belajar, yaitu:
1) Akal
Menurut Sidi Gazalba, akal berarti mengikat (menahan) dan membedakan.55 Akal
merupakan tenaga yang menahan diri makhluk yang memilikinya daripada perbuatan yang
buruk atau jahat, membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain, karena tenaga akal itu
dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Umumnya akal merupakan alat berpikir
(menimbang) baik dan buruk. Akal merupakan nur (cahaya) yang dibekaskan Tuhan kepada
hati manusia dan aliran tenaga itu bersambung ke otak. Dengan demikian akal merupakan alat
dan tenaga yang berfungsi untuk mengikat, menahan, membedakan, berfikir dan menimbang
baik dan buruk, sehingga manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
2) Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya

54
55

hal. 15

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 236
Sidi Gazalba, Ilmu, Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985),

karena tidak adanya daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik perhatian siswa, lebih
mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.
3) Perhatian
Menurut Sumadi Suryabrata perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada
suatu obyek dan banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang
dilakukan.56 Sedangkan menurut Al-Ghazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa
itupun sama-sama tertuju kepada suatu obyek (benda/hal;) atau sekumpulan obyek.57 Dengan
demikian perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis/jiwa kepada suatu obyek tertentu.
4) Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar.58 Bakat merupakan analisis tentang tingkah
laku, karena dalam tingkah laku adanya gejala individu melakukan sesuatu, apa yang
dilakukan itu merupakan sebab dari sesuatu tertentu dan dia melakukan sesuatu itu dengan
cara tertentu.59 Dengan demikian bakat merupakan suatu kemampuan yang dianugrahkan
Allah SWT kepada manusia pada bidang tertentu, sehingga antara manusia yang satu dengan
yang lain terjadi perbedaan.
2. Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat, dimana
hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya, sebagian besar bersifat langsung.60 Dari
keluargalah individu berkembang dan terbentuk proses pemasyarakatan dan melalui interaksi
dengannya individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan

56

Sumadi Suryabrata, Op.Cit., hal. 14


Slameto, Op.Cit., hal. 56
58
Ibid., hal. 57
59
Sumadi Suryabrata, Op.Cit., hal. 162
60
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995), hal. 346
57

sikapnya dalam hidup dan dengan itu pula ia memperoleh ketentraman dan kebahagiaan.
Dalam kaitan ini Zakiah Darajat menegaskan, bahwa keluarga disamping sebagai pangkal
ketentraman dan kedamaian hidup, maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai
persekutuan hidup terkecil, melainkan sebagai lembaga hidup manusia yang memberikan
peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia dunia dan akhirat.61
keluarga sangat penting arti dan peranannya dalam mewujudkan manusia yang
berkualitas, karena keluarga merupakan awal dan akhir bagi kehidupan setiap individu.62
Sehubungan dengan itu untuk membekali anak sebagai generasi muda agar menguasai
keterampilan dan keahlian, sebagai sumberdaya manusia yang akan memasuki lapangan kerja,
dalam memilih dan memasukkan sekolah/perguruan tinggi, ternyata peranan keluarga tidaklah
sedikit. Dalam kaitan ini Zakiah Darajat menegaskan, bahwa keluarga disamping sebagai
pangkal ketentraman dan kedamaian hidup, maka Islam memandang keluarga bukan hanya
sebagai persekutuan hidup terkecil, melainkan sebagai lembaga hidup manusia yang
memberikan peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia dunia dan
akhirat.63 Hal ini tergantung pada pelaksanaan pengemban tugas sebagai pendidik, yaitu orang
tua.
Keluarga merupakan lingkungan pembinaan yang pertama dan pembinanya adalah
kedua orang tua yang bersifat kodrat yang dianugrahkan oleh Tuhan pencipta berupa
nalurinorang tua, sehingga timbul rasa kasih sayang kepada anak-anak mereka, dan secara
moral mereka merasa bertanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta
membimbing keturunan mereka. Oleh karena itu tak ada orang tua yang mau menelantarkan

61

Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 36
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Manusia Berkualitas, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitu
Press, 1994), hal. 126
63
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu..Op.Cit., hal. 36
62

anaknya. pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa


keagamaan.64
Pembinaan dalam keluarga ada yang bersifat tidak langsung, yaitu sebelum anak lahir
dan ada yang bersifat langsung, yaitu setelah anak lahir. Orang tua memegang peranan yang
penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Keadaan ibu yang sedang
mengandung ada pengaruhnya dalam kondisi mental si anak yang dikandungnya dikemudian
hari. Gangguan emosi pada ibu dapat mempengaruhi perkembangan jiwa kandungannya.
Perubahan emosi pada seorang ibu yang menghasilkan perubahan-perubahan kimiawi dalam
tubuhnya dapat menyebabkan makhluk yang dikandungnya menerima zat-zat kimia tertentu
secara berlebihan sehingga menyebabkan adanya gangguan pada pertumbuhan dan
perkembangan kandungannya.65 Dalam kondisi demikian diperlukan kewaspadaan dari ibu
dan perhatian maksimal dari suami dalam upaya mengantisipasi hal-hal yang buruk.
Ibu yang sedang mengandung harus berupaya dalam kondisi ketentraman dan
ketenangan, sebab gangguan emosi yang bertubi-tubi pada ibu dapat mengakibatkan
kelahiran yang cacat.66 Hal ini menggambarkan betapa seluruh rangkaian aktivitas ibu yang
sedang mengandung sangat berpengaruh terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
yang dikandungnya sebab sejak Allah SWT meniupkan roh-Nya maka sejak saat itu pula bayi
sudah dapat melihat, mendengar dan merasakan sesuatu. Kondisi demikian belum banyak
diketahui oleh masyarakat. Karena itu masalah ibu yang sedang mengandung ini idealnya
frekuensi sosialisasinya lebih ditingkatkan; terutama bagi ibu-ibu muda dan baru pertama kali
hamil.

64
65

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindopersada, 1998), hal. 204


Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal.

165
66

Ibid., hal. 166

Dalam perspektif sosiologis, bahwa aktivitas yang berorientasi kemaslahatan akan


melahirkan ketentraman dan ketenangan jiwa. Dan agar aktivitas tersebut lebih mantap dan
terarah maka haruslah kembali pada fondasi dan tiang agama, yaitu iman dan sholat. Dengan
iman yang kuat maka ibadah lainnya dapat berjalan dengan baik. Karena itu bagi seorang ibu
yang mengandung idealnya meningatkan nilai-nilai keimanan dan aktivitas keagamaan
lainnya. Dalam kaitan ini Zakiah Daradjat menegaskan, bahwa dalam Islam prinsip pokok
yang menjadi sumbu kehidupan manusia adalah iman, karena iman itu yang menjadi
pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan.67
Dengan adanya nilai-nilai yang kuat dan pelaksanaan ibadah sholat secara khusyu
maka sikap dan perilaku ibu sejalan dengan ajaran Islam, seperti mendoakan bayi yang
dikandungnya, makan makanan yang halal dan bergizi, ikhlas dalam bekerja dan melayani
suami, berkata lemah lembut, jujur, tidak memaksakan kehendak, selalu bersyukur dan
bersabar dalam menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan, saling menghargai dan
mengerti, aktif mengikuti kegiatan pengajian. Dalam kaitan ini Ramayulis mengatakan,
bahwa kesucian ibu/bapak yang mendapatkan rahmat Allah akan memancar pula kepada
jiwa anak dalam kandungan.68
Rachmat Djatnika menjelaskan, bahwa:
Anaknya yang pertama diwaktu mengandung sedang dalam keadaan belajar, kuliah
baik calon ibu maupun calon bapak, sehingga anaknya seperti waktu dia belajar,
otaknya agak mendingan. Yang kedua, dikandung diwaktu belajar, yaitu ketika calon
ayah membuat skripsi dan sedang giat belajar demikian pula si ibu membantu suami
menyelesaikan studinya dengan banyak membaca dan memudahkan membuat skripsi
dan studi bersama. Anaknya menjadi anak yang brilliant sangat baik dan nilainya
sangat baik.69
Permasalahannya, aktivitas keagamaan ibu terhadap bayi dalam kandungannya masih
kurang mendapatkan perhatian sungguh-sungguh, baik dari ibu itu sendiri maupun suami,
67
68
69

Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1995), hal. 11
Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), hal. 111
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami, (Surabaya: Pustaka Islam, 1985), hal. 236

seperti jarang mendoakan anak, kurang melaksanakan sholat, baik fardhu maupun sunnat,
puasa, berkata buruk dan bohong, kurang ikhlas dalam melaksanakan pekerjaan rumah
tangga, sering bertengkar dengan suami. Mereka beranggapan, bahwa proses bimbingan
terhadap anak baru dapat dilaksanakan setelah anak lahir. Anggapan demikian tak dapat
dibenarkan, melainkan mutlak diluruskan agar proses pendidikan terhadap anak berlangsung
secara dini.
Sejak manusia lahir, biasanya ibunya yang selalu berada disampingnya. Karena itu
anak meniru perangai ibunya serta lebih cinta kepadanya dan ibu adalah orang yang mulamula dikenal oleh anak, mula-mula menjadi teman anak serta yang dipercayainya. Demikian
pula pengaruh ayah, seperti cara ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh pada cara
pekerjaan anaknya.
Pendidikan agama dalam keluarga, sebelum si anak masuk sekolah, terjadi secara
tidak formal. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua pengalaman anak, baik melalui
ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan
yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan orang tua dalam kehidupan mereka sehari-hari
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak.70
Anak yang sering mendengar orang tuanya mengucapkan nama Allah, akan mulai
mengenal Allah, yang kemudian dapat menolong tumbuhnya jiwa agama padanya.
Demikian pula anak melihat orang tuanya mengerjakan ibadah, hasil dari
penglihatannya itu merupakan bibit dalam pembinaan jiwa agama. Pergaulan orang
tua sesama mereka, perlakuan yang diterimanya secara pribadi atau bersama-sama
saudara-saudaranya, jika mencerminkan kasih sayang dan ketentraman, akan
tumbuhlah jiwa kasih sayang dan ketentraman.71
Rasa kasih dan sayang serta tenteram yang dirasakan bersama oleh suami dan istri
akan membuat anak bertumbuh dan berkembang dalam suasana bahagia. Kebahagiaan itu
pada gilirannya akan memberikan anak rasa percaya diri, ketentraman dan kecintaan, serta
70
71

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 109
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hal. 87

menjauhkannya dari rasa gelisah dan berbagai penyakit mental yang dapat melemahkan
kepribadiannya. Sebaliknya ketidak harmonisan dalam kehidupan rumah tangga sering kali
menjadi faktor utama penyebab terjadinya penyimpangan pada anak. Anak yang banyak
melihat orang tuanya bertengkar akan sering meninggalkan rumah untuk menghabiskan waktu
bersama-sama temannya.72 Hal ini menggambarkan bagaimana besarnya pengaruh seasana
dalam keluarga terhadap perkembangan anak.
Dalam konteks ini Zakiah Daradjat mengatakan:
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihanlatihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dahulu. Seseorang yang diwaktu kecilnya
mempunyai pengalaman-pengalaman agama, maka orang itu dengan sendirinya
mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa
menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama, dan dapat merasakan
nikmatnya hidup beragama.73
Rasulallah S.A.W bersabda:
2*

5 . 8" 9,:

& : ,< 2 ,: & > =( .2 : @

.2*& C 2* D
Abu Hurairah r.a berkata, Nabi S.A.W. bersabda: tiada bayi yang dilahirkan
melainkan diatas fitrah, maka ayah bundanya yang mendidiknya menjadi yahudi, nasrani atau
majusi...(HR. Buchory, Muslim).74
Dalam surat At Tahrim ayat 6 Allah SWT berfirman:
... *&E , E "*

&5

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka....75

72

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 212-213
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 35
74
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lulu wal Marjan,terjemahan Salim Bahreisy, 2 jilid, jilid 2
(Surabaya: Bina Ilmu, tt), hal. 1010
73

Setiap keluarga adalah masjid yang memberikan pengalaman beragama bagi anggotaanggotaya: sebuah madrasah yang mengajarkan norma-norma Islam; sebuah benteng yang
melindungi anggota-anggotanya dari gangguan jin dan manusia; sebuah rumah sakit yang
memelihara dan merawat kesehatan jasmani dan rohani anggota-anggotanya; dan pada
akhirnya sebuah kompi dalam hizbullah yang berjuan menyebarkan rahmat ke seluruh alam.76
Berdasarkan uraian di atas diperoleh gambaran, bahwa faktor lingkungan keluarga
sangat berpengaruh bagi proses belajar anak. Pengaruh lingkungan keluarga tersebut, baik
secara fisik maupun non fisik. Karena itu agar siswa berhasil dalam belajar, idealnya orang
tua menciptakan suasana lingkungan keluarga yang tentram, orang tua dalam mendidik anak
bersifat demokratis, tersedianya sarana dan prasarana belajar bagi anak, orang tua
memberikan pujian, dan hadiah bagi anak yang berprestasi, dan tidak cepat menghukum anak
yang prestasinya rendah. Dengan suasana keluarga yang demikian akan dapat menimbulkan
dorongan bagi anak untuk belajar.
3. Faktor Lingkungan Sekolah
Proses pendidikan dan pengajaran di sekolah bersifat formal, yaitu dengan sengaja,
perencanaan yang matang dan terikat dengan peraturan-peraturan.77 Sekolah sebagai
pendidikan pelanjut dari pendidikan keluarga. Orang tua terkadang bersifat selektif dalam
menentukan tempat untuk menyekolahkan anknya. Orang tua yang berasal dari keluarga yang
taat beragama akan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah agama, dan sebaliknya para
orang tua lain lebih mengarahkan anaknya ke sekolah-sekolah umum.78
Guru masuk ke dalam kelas membawa seluruh unsur kepribadiannya, agamanya,
aklaknya, pemikirannya, sikapnya dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Penampilan guru, seperti pakaiannya, caranya berbicara, bergaul dan memperlakukan
anak, bahkan emosi dan keadaan kejiwaannya, ideology dan paham yang dianutnya
75
76
77
78

Departemen Agama RI, Op.Cit., hal. 951


Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 123
Ramayulis, Op.Cit., hal. 161
Jalaluddin, Op.Cit., hal. 205

pun terbawa tanpa disengaja ketika ia berhadapan dengan anak didik. Kesemuanya itu
akan terserat oleh anak didik tanpa disadari oleh guru.79

Guru yang goncang atau tidak stabil emosinya, misalnya mudah cemas, penakut,
pemarah, penyedih dan pemurung. Anak didik akan terombang-ambing dibawa oleh arus
omosi guru yang goncang tersebut karena anak didik masih dalam masa pertumbuhan jiwa,
itu juga dalam keadaan tidak stabil, karena masih dalam pertumbuhan dan perubahan.
Biasanya guru yang tidak stabil emosinya tersebut, tidak menyenangkan bagi anak didik,
karena mereka sering kali tidak dimengerti oleh guru. Kegoncangan perasaan anak didik itu
akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menerima dan memahami pelajaran,
sebab konsentrasi pikirannya diganggu oleh perasaannya yang goncang karena melihat atau
menghadapi guru yang goncang. Dengan demikian kepribadian guru sangat berpengaruh bagi
peserta didik.
Guru yang berkepribadian baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai pendidik dan pengajar selalu didasari dengan perencanaan yang menyeluruh dan
dinamis. Dalam penyusunan suatu perencanaan harus berorientasi dan sejalan dengan
kemampuan dana, daya serta tujuan. Dengan demikian apabila kemampuan terbatas maka
tidak layak menyusun perencanaan yang kompleks. Melalui penyusunan perencanaan yang
sesuai yaitu antara kemampuan dengan pola pengajaran, maka perencanaan itu sendiri akan
dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Untuk mencari perhatian peserta didik tersebut memerlukan metode atau cara tertentu.
Karena itu dalam memilih metode pengajaran harus dipahami terlebih dahulu letak kelebihan
dan kekurangan dari masing-masing metode. Menurut Ing S. Ulih Karo-karo ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode mengajar, yaitu tujuan yang akan

79

Zajiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), hal. 77

dicapai, pelajar, bahan pelajaran, fasilitas, guru, situasi, partisifasi dan kebaikan serta
kelemahan metode tertentu.80
Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar. Variasi metode
mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah diterima
siswa dan kelas menjadi hidup. Metode penyajian yang selalu sama akan membosankan.81
Guru dalam mempergunakan harus sejalan dengan materi pelajaran. Bahan yang memerlukan
pengamatan idealnya mempergunakan simulasi atau demonstrasi, bahan yang memerlukan
keterampilan atau gerak tertentu dapat mempergunakan simulasi, dan bahan yang
mengandung unsur emosi dapat mempergunakan metode sosiodrama dan bermain peran.82
Disamping itu guru dan metode, juga fasilitas belajar mengajar, disiplin waktu belajar,
keadaan ruangan yang mempengaruhi dorongan belajar siswa, keadaan ini menjadi tugas dan
tanggung jawab guru dan kepala sekolah untuk menciptakan kondisi yang mendukung
tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung.
4. Lingkungan Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh bagi tumbuhnya motivasi belajar.
Karena itu diperlukan kondisi yang mendukung. Hal ini bukan berarti, siswa harus berada
dalam lingkungan yang baru, atau melepaskan diri dari masyarakat sama sekali, melainkan
bagaimana agar lingkungan masyarakat berpengaruh negatif bagi tumbuhnya motivasi belajar
siswa.
Dalam surat Al Imran ayat 110 Allah SWT berfirman:
&E &#E (

H&

.I E :

& 5I &, L

{} "&<! N)

M $ M # )
.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
80
81
82

Ramayulis, Op.Cit., hal. 107-109


Slamoto, Op.Cit., hal. 92
Ramayulis, Op.Cit., hal. 80

Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.83
Untuk kepentingan tersebut idealnya siswa bergaul dengan anak yang sama-sama
sekolah dan berakhlak baik. Bahkan jika mungkin bergaul dengan anak yang berprestasi
tinggi. Dengan adanya interaksi sosial maka siswa dapat beridentifikasi dengan temannya itu.
Siswa yang lingkungan sosialnya diprogram, akan terbiasa dalam hidupnya berada
dalam lingkungan yang bermanfaat, sehingga dalam kondisi apapun ia dapat mengendalikan
diri dan selektif terhadap lingkungan serta tidak berdampak negatif bagi minat belajarnya.

83

Departemen Agama RI, Op.Cit., hal. 94

BAB III
ANALISIS IMPLEMENTASI HUKUMAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Motivasi Dalam Belajar Dan Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


1. Pentingnya Motivasi Dalam Belajar
Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar.
Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya.
Sebaliknya, pembelajaran yang rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya.
Demikin juga pembelajaran yang sedang-sedang saja motivasinya, umumnya
perolehan belajarnya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar
berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara
motivasi dengan perolehan dan atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam
kerjapun, motivasi ini juga sangat penting. Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan
bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga mempunyai
prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj motivasi
berprestasi tinggi juga menunjukkan performa profesional yang diharapkan atau di
atas rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan dewasa ini, ada juga yang mengembangkan motivasi berprestasi atau
motivasi belajar ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan
berkompetensi adalah dorongan-dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya.
Terbukti dengan jelas, bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang
tinggi cenderung lebih menguasai bidang-bidangnya dibandingkan dengan mereka
yang rendah motif kompetensinya.

Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan
belajar. Dalam khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering disebut secara
berulang-ulang sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan,
orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya motivasi
yang mereka punyai.
Juga untuk belajar diperlukan motivasi motivation is dan essential condition of
learning. Hasil belajarpun banyak ditentukan oleh motivasi. Makin tepat motivasi
yang kita berikan, makin berhasil pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha
anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin
ingin membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu.
Tukang becak menahan panas dan hujan untuk mencari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan yang serasi guna mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan
perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul
bertekad menang dalam pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain
karena, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa sehari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan,
maksud, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita, keharusan,
kesedihan dan sebagainya.
2. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. Unsur-unsur tersebut
adalah :
a. Cita-cita / aspirasi pembelajar

b.
c.
d.
e.
f.

Kemampuan pembelajar
Kondisi pembelajar
Kondisi lingkungan belajar
Unur-unsur dinamis belajar pembelajaran
Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian berikut :

a. Cita-cita /Aspirasi Pembelajaran


Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu
didalam hidupnya temasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia
kejar dan ia perjuangkan. Meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak dalam
mengejar cita-cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha semaksimal
mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh
karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi terhadap motivasi belajar
seseorang.
Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih sedang belajar
dijenjang pendidikan dasar, tentu menggemari terhadap mata pelajaran-mata
pelajaran dan bacaan-bacaan yang berkaitan erat dengan ilmu kesehatan.
Meskipun mata pelajaran tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA,
ia akan lebih bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan
lebih termotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya seseorang yang kebetulan berstatus mahasiswa dan dahulunya
bercita-cita menjadi ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh orang tuanya mengambil
jurusan teknik elektro. Dapat dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang
karena apa yang ia pelajari tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya.
Ketidaksungguhan dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang
dipaksakan oleh orang tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia

kendor motivasinya, bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah menengah ia tinggi
motivasi belajarnya sebaliknya pada saat sudah menjadi mahasiswa motivasi yang
tinggi tersebut berubah menjadi rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan
aspirasi pembelajaran ini perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan
motivasi belajar seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi
motivasi belajar.

b. Kemampuan Pembelajar (Peserta Didik)


Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut
seseorang sebagaimana orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah
tidak diberikan. Sebab, orang yang mempunyai kemampuan rendah akan sangat
susah menyerupai orang yang mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya
orang yang berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika dituntut sebagaimana
mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam
proses belajar pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan
bahkan mempengaruhi motivasi belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang
menjadi rendah motivasi belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang
bersangkutan rendah kemampuannya dibidang tersebut.

c. Kondisi Pembelajar (Peserta Didik)


Kondisi pembelajar dapat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi
psikologisnya. Dua macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling
mempengaruhi satu sama lain. Jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat.

Dalam

realitasnya

juga

berlaku

kebalikannya.

Bila

seseorang

kondisi

psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan


kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam
keadaan lelah, umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya
jika kondisi fisik berada dalam keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa
meningkat. Berarti, kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya.
Orang yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau
sedang sakit, tidak baik untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak
bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Karena tidak bisa
konsentrasi, maka gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa
menjadikan seorang pelajar merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis,
sama-sama berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang
yang pada masa-masa sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi
rendah hanya karena kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak
jarang, seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah
karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
d. Kondisi lingkungan belajar
Sudah umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi belajar
seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan. lebih-lebih lingkungan
belajar. Sebab, individu secara sadar ataukah tidak, senantiasa tersosialisasi oleb
lingkungannya. Lingkungan belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan lingkungan
sosial.

Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah tempat dimana pembelajar


tersebut belajar. Apakah tempat belajarnya nyaman ataukah tidak, apakah
tempatnya segar atau pengap. Hal-hal demikian ini berpengaruh terhadap motivasi
belajar. Demikian juga yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar
seseorang. Sebaiknya tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong seseorang
bergairah belajar. Tempat belajar yang berisik oleh suara bisa mengganggu
belajar, yang tenang, bisa menimbulkan gairah belajar. Jadi lingkungan fisik
berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalam kaitannya
dengan orang lain. Contohnya berupa lingkungan sepermainan, lingkungan
sebaya, kelompok belajar. Sungguhpun faktor pribadi seseorang lebih menentukan
terhadap diri sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan
motivasi belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial seseorang
tidak terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya belajar itu yang
dikembangkan oleh seseorang.
Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang berada
dilingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar seperti orang lain. Baik
secara sadar atau tidak.

e. Unsur-Unsur Dinamis Belajar


Unsur dinamis belajar meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar


Bahan belajar dan upaya penyediannya
Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya
Suasana belajar dan upaya pengembangannya
Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya

Oleh karena itu, unsur- unsur dinamis demikian ini patut diperhatikan agar
motivasi belajar pembelajar menjadi tinggi. tingginya motivasi belajar
berimplikasi bagi maksimainya perolehan belajar pembelajar.
Unsur dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar pembelajar Perolehan
belajar pembelajar jika kaitan antara unsur-unsur dinamis dalam belajar dengan
motivasi dan perolehan belajar

f. Upaya Guru dalam Membelajarkan Peserta Didik


Upaya guru dalam membelajarkan peserta didik juga berpengaruh terhadap
motivasi belajar. Guru yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar,
menjadikan pembelajar juga bergairah belajar, guru yang sungguh-sungguh dalam
memotivasi pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada
guru yang demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang dan senantiasa
memberikan yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Oleh karena yang di
berikan tersebut menarik. Terbaik dan mungkin terbaru. Maka tingkat
aktualitasnya sangat tinggi dimata pembelajar. Sebagai akibatnya, hal-hal yang
disajikan oleh guru menjadi menarik dimata pembelajar. Menariknya hal-hal yang
diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi pembelajar.
Sebaliknya pada guru yang tidak bergairah dalam membelajarkan
pembelajar, umumnya mengulang saja pelajaran yang di berikan dari tahun
ketahun. Proses belajar pembelajar terasa kering dan kehilangan nuansa. Akibat
dari proses belajar pembelajaran demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan
bahkan mungkin kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebih parah lagi.
manakala guru yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang
demikian ini.

Oleh karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar sangat


krusial dalam meningkatkan motivasi pembelajar.
B. Hukuman Sebagai Bagian Dari Motivasi Belajar Dalam Pendidikan
1. Pengertian Hukuman dalam Pendidikan Islam
Dalam teori belajar (learning theory) yang banyak dianut oleh para
behaviorist, hukuman (punishment) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah
tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang diharapkan.84 Dalam hal ini,
hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan
oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon
atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.
Sebagai contoh, di sekolah-sekolah berkelahi adalah sebuah tingkah laku yang
tidak diharapkan dan jika tingkah laku ini dilakukan oleh seorang siswa maka salah
satu cara untuk menghilangkan tingkah laku itu adalah dengan hukuman. Selain itu,
mengerjakan tugas sekolah adalah sebuah tingkah laku yang diharapkan, dan jika
seorang siswa lalai dan tidak mengerjakan tugas sekolah maka agar siswa itu dapat
menampilkan tingkah laku yang diharapkan maka hukuman adalah satu cara yang
digunakan untuk mengatasinya.
Hukuman diartikan sebagai salah satu tehnik yang diberikan bagi mereka yang
melanggar dan harus mengandung makna edukatif, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir.85 Misalnya, yang terlambat masuk sekolah
diberi tugas untuk membersihkan halaman sekolah, yang tidak masuk kuliah diberi
sanksi membuat paper. Sedangkan hukuman pukulan merupakan hukuman terakhir
bilamana hukuman yang lain sudah tidak dapat diterapkan lagi. Hukuman tersebut

84

http://fertobhades.wordpress.com/2006/11/12/hkmn/

85

Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 206

dapat diterapkan bila anak didik telah beranjak usia 10 tahun, tidak membahayakan
saraf otak peserta didik, serta menjadikan efek negatif yang berlebihan. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya
Dari Amr bin Syuaib ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw pernah
berkata suruhlah anak-anakmu melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan
Pukullah jika tidak mau sholat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat
tidur mereka. (HR. Dawud)86
Paul Chanche mengartikan hukuman adalah
The procedure of decreasing the likelihood of a behavior by following it with
some azersive consequence (Prosedur penurunan kemungkinan tingkah laku
yang diikuti dengan konsekuensi negatif)
Decreasing the likelihood yang dimaksud di sini adalah penurunan
kemungkinan dan tingkah laku dan some aversive concequence adalah konsekuensi
negatif atau dampak yang tidak baik bagi si pelanggar. Sebagai contoh, Ani tidak
boleh menonton TV ketika magrib tiba (dari jam 18.00-19.00). Apabila tetap
menonton maka Ani akan di hukum tidak boleh menonton TV selama 3 hari. Tidak
boleh menonton TV ketika magrib tiba di sini sebagai prosedur atau aturan-aturan
yang harus diikuti. Bentuk penurunan tingkah lakunya adalah boleh menonton TV
selain di waktu itu, dan sebagai konsekuensi negatif apabila melanggar akan dihukum
tidak boleh menonton TV selama 3 hari.
Jadi, hukuman di sini berlaku apabila seseorang merasa enggan untuk
mengikuti suatu aturan yang berimbas pada penurunan tingkah laku.
Sedangkan M. Arifin telah memberi pengertian hukuman adalah:
Pemberi rasa nestapa pada diri anak akibat dari kelasahan perbuatan atau
tingkah laku anak menjadi sesuai dengan tata nilai yang diberlakukan dalam
lingkungannya.87

86

Abu Dawud, Terjemahan Sunan Abu Dawud, terj. Bey Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin
(Semarang, 1992), hal. 326
87
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (rev. ed.: Bandung, 1994), hal.
175-176

Pendidik harus tahu keadaan anak didik sebelumnya dan sebab anak itu
mendapat hukuman sebagai akibat dari pelanggaran atau kesalahannya. Baik terhadap
aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan anak didik atau norma yang terdapat
dalam ajaran agama Islam.Dalam menggunakan hukuman, hendaknya pendidik
melakukannya

dengan

hati-hati,

diselidiki

kesalahannya

kemudian

mempertimbangkan akibatnya.
Penggunaan hukuman dalam pendidikan Islam kelihatannya mudah, asal
menimbulkan penderitaan pada anak, tetapi sebenarnya tidak semudah itu tidak hanya
sekedar menghukum dalam hal ini hendaknya pendidik bertindak bijaksana dan tegas
dan oleh Muhammad Quthb dikatakan bahwa : Tindakan tegas itu adalah
hukuman.88
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa
hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu cara atau tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau pendidik kepada seseorang yang menimbulkan dampak yang tidak
baik (penderitaan atau perasaan tidak enak) terhadap anak didiknya berupa denda atau
sanksi yang ditimbulkan oleh tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan agar anak didik menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya agar tidak
mengulanginya lagi dan menjadikan anak itu baik sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
2. Dasar Pemberian Hukuman dalam Pendidikan Islam
Pendidik muslim harus mendasarkan hukuman yang diberikannya pada ajaran
Islam, sesuai dengan firman Allah dan sunah Rasul-Nya. Ayat al-Quran yang
menunjukkan perintah menghukum, terdapat pada surat An-Nisa ayat 34, yang
berbunyi:

88

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun (Bandung, 1993), hal. 341

# %&'* )( ++

&,

Wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan


pisahkanlah dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. An-Nisa: 34)89
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa seorang suami diperkenankan
memperbaiki pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh istrinya

dengan

seorang laki-laki lain (nusyuz). Tahapan paling awal, adalah dengan memberikan
nasehat dengan cara dan pada waktu yang tepat. Merujuk kembali kepada ayat di atas,
beberapa istri sudah cukup merasa bersalah dengan cara teguran dan nasehat ini, tetapi
ada juga yang tidak. Maka diberikan alternative hukuman berikutnya, yaitu dengan
bentuk pengabaian. Di mana Allah memerintahkan untuk memisahkan para istri
yang melanggar aturan tersebut, dengan tidak mempedulikan atau mengabaikannya.
Suami hendaklah memisahkan diri dari isterinya, menghindarinya secara fisik dan
membelakanginya ketika tidur di pembaringan. Itulah yang dimaksud hukuman
pengabaian.
Setelah tindakan pengabaian tak juga membawa hasil, barulah terakhir
menginjak ke tahapan fisik. Hal ini pun Allah perbolehkan dijadikan sebagai tahapan
akhir, dengan catatan bahwa pukulan yang diberikan tidaklah sampai membekas, yang
berarti pukulan itu tidaklah terlalu keras dan tidak terlalu menyakitkan.
Demikian pula terhadap mendidik anak apabila melakukan pelanggaran baik
menyangkut norma agama maupun masyarakat. Usaha pertama yang dilakukan adalah
dengan lemah lembut dan menyentuh perasaan anak didik. Jika dengan usaha itu
belum berhasil maka pendidik bisa menggunakan hukuman pengabaian dengan

89

Al-Quran dan Terjemahannya Depag, (Semarang, 1993), hal. 66

mengabaikan atau mengacuhkan anak didik. Jika hukuman psikologis itu tidak belum
juga berhasil maka pendidik bisa menggunakan pukulan.90
Adapun perintah mendidik anak, telah ditegaskan oleh Nabi Muhammad Saw
yang berbunyi:
(

% 9 % :=& <
: 5

- .

( ) .() *+

2 4)

% 2& &

5 %
%

% &+
%&'

Dari Amr bin Syuaib ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw pernah
berkata suruhlah anak-anakmu melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan Pukullah
jika tidak mau sholat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka. (HR.
Dawud)91
Dari Firman Allah Saw dan hadist Nabi Muhammad Saw, kita dapat
menjadikannya sebagai dasar hukum pemberian hukuman dalam pendidikan Islam.

3. Tujuan Hukuman dalam Pendidikan Islam


Apa sebenarnya tujuan orangtua dan pendidik ketika memberikan hukuman
pada anak? Ini bukanlah persoalan yang ringan, karena dari beberapa kasus di awal
pembahasan tadi, ternyata masih banyak orang yang menghukum anak dengan tujuan
yang salah. Bahkan ada yang menghukum anak hanya sebagai pelampiasan emosi
sesaat saja. Dalam kondisi ini, Irawati Istadi mengatakan bahwa tujuan sebenarnya
dari pemberian hukuman adalah menginginkan adanya penyadaran agar anak tidak
lagi melakukan kesalahan.92

90

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, terj. M. Arifin dan
Zainuddin (Jakarta, 2005), hal. 228
91
Abu Dawud, Terjemahan Sunan Abu Dawud, terj. Bey Arifin dan A. Syinqithy Djamaluddin
(Semarang, 1992), hal. 326
92
Irawati Istadi, Agar Hadiah dan Hukuman Efektif (Jakarta, 2005), hal. 81

M. Ngalim Purwanto mengklasifikasikan tujuan hukuman berkaitan dengan


pendapat orang tentang teori-teori hukuman, yaitu:
a) Teori Pembalasan
Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap
pelanggaran yang telah dilakukan seseorang.
b) Teori Perbaikan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan yaitu untuk
memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi.
c) Teori Pelindungan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatanperbuatan yang tidak wajar.
d) Teori Ganti Kerugian
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah
diderita akibat dari kejahatan atau pelanggaran itu.
e) Teori Menakut-nakuti
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si
pelanggar akan akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut
melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkannya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tiap teori itu masih belum
lengkap karena masing-masing hanya mencakup satu aspek saja. Tiap-tiap teori tadi
saling membutuhkan kelengkapan dari teori yang lain.
Sedangkan tujuan hukuman menurut M. Arifin ada dua, yaitu:
1. Membangkitkan perasaan tanggung jawab manusia didik. Hukuman di sini merupakan
ancaman terhadap rasa aman yang merupakan kebutuhan pokok anak didik dalam
belajar.
2. Memperkuat atau memperlemah respon negatif. Namun penerapannya harus
didasarkan atas kondisi yang tepat, tidak asal memberikan hukuman terhadap perilaku
yang kurang sebanding dengan tujuan pokoknya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari hukuman
dalam pendidikan Islam adalah untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak didik
untuk mendidik serta memotivasi anak ke arah kebaikan sehingga tidak akan
mengulangi kesalahan yang sama dan bertanggungjawab atas kesalahannya.

4. Macam-macam Hukuman dalam Pendidikan Islam

Ada beberapa pendapat dalam mengklasifikasikan hukuman, diantaranya


adalah:
1. Dalam buku Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis M. Ngalim Purwanto, ada
beberapa pendapat yang membedakan hukuman menjadi dua macam, yaitu:93
a. Hukuman Preventiv, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar
tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Jadi, hukuman ini dilakukan sebelum
pelanggaran itu dilakukan.
b. Hukuman Represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya
pelanggaran, oleh adanya kesalahan yang telah diperbuat. Jadi, hukuman itu
dilakukan setelah terjadi pelanggaran.
2. Sementara itu W. Stern membagi hukuman menurut tingkat perkembangan anakanak yang menerima hukuman itu.94
a. Hukuman Asosiatif, yaitu penderitaan akibat dari pemberian hukuman ada
kaitannya dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukannya. Dengan kata
lain hukuman itu diasosiasikan dengan pelanggarannya.
b. Hukuman Logis, yaitu anak dihukum hingga memahami kesalahnnya.
Hukuman ini diberikan pada anak yang sudah agak besar yang sudah mampu
memahami bahwa ia mendapat hukuman akibat dari kesalahan yang
diperbuatnya.
c. Hukuman Normatif, bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Hukuman ini
sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-anak.
Ada pula yang membagi hukuman menjadi dua, Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu membagi hukuman menjadi dua, yaitu:95
1) Hukuman yang Dilarang, seperti: memukul wajah, kekerasan yang berlebihan,
perkataan buruk, memukul ketika marah, menendang dengan kaki dan sangat marah.
2) Hukuman yang Mendidik dan Bermanfaat, seperti: memberikan nasehat dan
pengarahan, mengerutkan muka, membentak, menghentikan kenakalannya, menyindir,
mendiamkan, teguran, duduk dengan menempelkan lutut ke perut, hukuman dari ayah,
menggantungkan tongkat, dan pukulan ringan.
Dari beberapa macam hukuman di atas, ada beberapa hal yang perlu dicermati.
Di antaranya hukuman preventiv dan represif, karena sebenarnya dalam ilmu
pendidikan, kedua istilah itu tidak tepat kalau hanya dihbungkan dengan hukuman.

93

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (rev. ed.: Bandung, 1994), hal. 175-176
Ibid. hal. 178
95
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orangtua, terj. Abu Hanan dan
Ummu Dzakiyya (Solom 2005), hal. 167-183
94

Lebih sesuai kiranya jika kedua istilah itu dipergunakan untuk menyifatkan alat-alat
pendidikan pada umumnya.
Hukuman Alam juga kurang tepat karena ditinjau secara pedagogis, hukuman
alam itu tidak mendidik. Walau dalam beberapa hal yang kecil atau ringan, kadangkadang teori Rousseau itu ada benarnya juga. Tapi, dengan hukuman alam saja anak
tidak dapat mengetahui norma-norma etika, mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang boleh dan yang tidak. Hal ini berbahaya karena berarti alamlah yang akan
merubahnya. Kalau alam atau lingkungannya jelek, tentu akan lebih buruk lagi
akibatnya. Karena di sini tidak ada yang mengarahkan anak secara khusus kepada hal
yang lebih baik. Karena ketika anak didik melakukan pelangaran justru pendidik
membiarkan dengan harapan bisa berubah dengan sendirinya.

5. Syarat Penggunaan Hukuman dalam Pendidikan Islam


Hukuman merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pendidikan Islam
guna mengembalikan perbuatan yang salah kepada jalan yang benar. Namun,
penggunaannya tidak boleh sewenang-wenang terutama dalam hukuman fisik harus
mengikuti ketentuan yang ada.
Terkadang

menunda

hukuman

lebih

besar

pengaruhnya

daripada

menghukumnya langsung. Penundaan ini akan mencegahnya untuk mengulangi


kesalahan lain lantaran takut akan mendapatkan dua hukuman. Tentu tindakan
semacam ini jangan dilakukan terus menerus. Bila kita telah mengupayakan
mendidiknya dengan cara-cara lain ternyata belum juga mau menurut, maka alternatif
terakhir adalah hukuman fisik (pukulan).

Abdullah Nasih Ulwan menyebutkan persyaratan memberikan hukuman


pukulan, antara lain:96
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pendidik tidak terburu-buru.


Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah.
Menghindari anggota badan yang peka seperti kepala, muka, dada dan perut.
Tidak terlalu keras dan tidak menyakiti.
Tidak memukul anak sebelum ia berusia 10 tahun.
Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya diberi kesempatan
untuk bertobat, minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.
g. Pendidik menggunakan tangannya sendiri.
h. Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan dengan 10 kali pukulan tidak juga
jera maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi baik
kembali.
Dari sini dapat dipahami bahwa hukuman fisik baru boleh diberikan kepada

anak yang berusia sepuluh tahun karena dikhawatirkan atas kondisi fisik anak yang
masih lemah dan bahaya yang ditimbulkan pada kesehatan dan perkembangnnya,
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi:97
.

+ B < (C +: 4 % *D 6,D = : &


Artinya:

&+

B & = &F H *& % + %&*D * D 6,D

Wajib juga untuk memukul keduanya dengan pukulan yang tidak

menyakitkan karena meninggalkannya ketika berumur sepuluh tahun setelah


sempurnanya umur sembilan tahun karena menuju kedewasaan yang dimiliki.

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam mendidik anak, Islam membolehkan


penggunaan hukuman sebagai sarana untuk meluruskan dan menyadarkan anak
dengan sesuatu yang tidak menyakitkan atas kekeliruannya. Tentu saja yang dimaksud
memukul di sini adalah pukulan yang bertujuan untuk mendidik dan tidak
menyakitkan.
Namun demikian, kebolehan menghukum bukan berarti pendidik dapat
melakukan hukuman sekehendak hatinya, khususnya hukuman fisik, ada bagian
96

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaludin Miri (Jakarta, 1994), hal.

97

Imam Nawawi, Kasyifatu as-Saja (Syarah Safinatu An-Naja) (Semarang, 1985), hal. 17

325-327

anggota badan tertentu yang disarankan untuk dihindari dan anggota bagian mana
yang diperbolehkan untuk dikenai hukuman fisik. Misalnya jangan memukul muka
karena luka pada muka atau mata akan membekas atau menjadikan cacat pada wajah
yang akan membuat anak minder. Jangan pula memukul kepala, karena akan
membahayakan otak atau syaraf lainnya di kepala. Oleh karena itu, apabila hukuman
harus dilakukan maka pendidik memilih hukuman yang paling ringan akibatnya. Dan
apabila hukuman badan harus dijatuhkan maka pendidik memilih anggota badan lain
yang lebih aman dan kebal terhadap pukulan seperti, pantat dan kaki.
Dari beberapa pendapat yang lain membagi syarat hukuman menjadi dua,
yaitu:
a. Lemah lembut dan kasih sayang.98
b. Dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.99

Armai Arief membagi syarat-syarat pemberian yang harus diperhatikan oleh


pendidik menjadi lima, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Tetap dalam jalinan cinta, kasih dan sayang.


Didasarkan kepada alasan keharusan.
Menimbulkan kesan di hati anak.
Menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.

Sedangkan secara singkat M. Ngalim Purwanto membagi syarat hukuman yang


pedagogis menjadi 8, antara lain:100
a.
b.
c.
d.
e.
98

Dapat dipertanggung jawabkan


Bersifat memperbaiki
Tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam
Jangan menghukum pada waktu sedang marah
Harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan

Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah Saw, terj. Bahrun Abubakar
Ihsan Zubaidi (Bandung, 2005), hal. 303-305
99
Abla Bassat Gomma, Mendidik Mentalitas Anak Panduan Bagi Orangtua Untuk Menumbuhkan
Mentalitas Luar Biasa pada Anak-Anak, terj. Mohd. Zaky Abdillah (Solo, 2006), hal. 48
100
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (rev. ed.; Bandung, 1994), hal. 179-180

f.
g.
h.
i.

Dapat dirasakan anak sebagai penderitaan yang sebenarnya


Jangan melakukan hukuman badan
Tidak boleh merusak hubungan baik antara si pendidik dan anak didiknya
Guru sanggup memberi maaf setelah anak itu menginsafi kesalahannya.
Dari beberapa pendapat di atas, kita dapat melihat bahwa para tokoh

pendidikan saling melengkapi dalam mengemukakan syarat hukuman dalam


pendidikan Islam sehingga yang penting dalam memberikan hukuman pada anak didik
adalah dapat menimbulkan perasaan menyesali atas kesalahan yang diperbuatnya dan
tidak mengulanginya.

6. Tahapan Pemberian Hukuman dalam Pendidikan Islam


Dalam pemberian hukuman ada tahapan yang harus diperhatikan oleh
pendidik, mulai dari yang teringan hingga akhirnya menjadi yang terberat, yaitu:101
a. Memberikan nasehat dengan cara dan pada waktu yang tepat, yaitu dengan tidak
memojokkan dan mengungkit-ungkit kekeliruannya dengan nasehat yang panjang
lebar, karena dapat membuat anak menolak terlebih dahulu apa yang akan
disampaikan. Pemilihan waktupun harus dipertimbangkan sehingga anak bisa
enjoy menerima masukan.
b. Hukuman pengabaian, untuk menumbuhkan perasaan tidak nyaman dan
teracuhkan di hati anak.
c. Hukuman fisik, sebagai tahap akhir dengan catatan bahwa hukuman fisik
(pukulan) yang diberikan tidaklah terlalu keras dan menyakitkan.
Rasulullah Saw menjelaskan tahapan bagi pendidik untuk memperbaiki
penyimpangan anak, mendidik, meluruskan kebengkokannya, membentuk moral dan
spiritualnya menjadi tujuh seperti yang terdapat dalam buku Pendidikan Anak Dalam
Islam, yaitu menunjukkan kesalahan dengan:102
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
101
102

316-323

Pengarahan
Ramah tamah
Memberikan isyarat
Kecaman
Memutuskan hubungan (memboikotnya)
Memukul
Memberi hukuman yang membuat jera.

Irawati Istadi, Agar Hadiah dan Hukuman Efektif (Jakarta, 2005), hal. 94-96
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaludin Miri (Jakarta, 1994), hal.

Hukuman dengan memukul dilakukan pada tahap terakhir setelah nasehat dan
meninggalkannya. Ini menunjukkan bahwa pendidik tidak boleh menggunakan yang
lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat. Sebab, pukulan adalah hukuman
yang paling berat, karena itu tidak boleh menggunakannya kecuali jika dengan jalan
lain sudah tidak bisa.
Begitu pula ketika pendidik menghukum anak yang berperangai buruk didepan
saudara dan temannya, maka hukuman ini akan meninggalkan bekas yang besar pada
jiwa anak-anak secara keseluruhan dan memperhitungkan seribu kali terhadap
hukuman yang akan menimpa mereka. Dengan demikian mereka bisa mengambil
pelajaran darinya.
Jika pendidik tahu bahwa dengan salah satu tahapan ini tidak mendapatkan
hasil untuk memperbaiki anak dan meluruskan problematikanya maka hendaknya
beralih kepada yang lebih keras secara bertahap misalnya, dengan kecaman. Apabila
belum berhasil dan tidak dianggap, maka dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
Yang paling utama hukuman terakhir ini dilaksanakan di hadapan keluarga atau
teman-temannya sehingga dapat dijadikan pelajaran oleh mereka.

7. Dampak Negatif dan Dampak Positif Hukuman


1. Dampak Negatif
Jika kita bertanya dapatkan suatu hukuman yang sama yang dilakukan
oleh seorang pendidik terhadap beberapa orang anak, akan menghasilkan dampak
yang sama pula? Maka jawabnya adalah belum tentu dan bisa juga Tidak
mungkin. Biarpun demikian, tiap-tiap hukuman mengandung maksud yang sama,
yakni bertujuan untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun
hasilnya belum tentu dapat diharapkan.

M. Ngalim Purwanto mengatakan ada tiga dampak negatif dari hukuman,


yaitu:103
a. Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum. Akibat ini harus dihindari
karena hukuman ini adalah akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan
tanpa tanggung jawab.
b. Anak menjadi lebih pandai menyembunyikan pelanggaran. Ini bukanlah akibat
yang diharapkan oleh pendidik.
c. Si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah, karena si pelanggar merasa
telah membayar hukumannya dengan hukuman yang telah diterimanya.

Armai Arief dalam Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam


mengatakan bahwa dampak negatif yang muncul dari pemberian hukuman yang
tidak efektif, antara lain:104
a. Membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.
b. Murid akan selalu merasa sempit hati, bersitat pemalas, serta akan
menyebabkan ia suka berdusta (karena takut dihukum).
c. Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.

Dalam buku yang lain Syaikh Jamil Zainu berpendapat bahwa dampak
negatif dari hukuman fisik ada tujuh, yaitu:105
a. Mengacaukan dan menghambat jalannya pelajaran bagi murid secara
keseluruhan.
b. Guru dan murid akan terpengaruh ketika diberlakuknnya hukuman dan hal itu
akan membekas pada keduanya secara bersamaan.
c. Adanya bekas yang merugikan pada diri murid yang terkena pukulan baik pada
wajah, mata, telinga atau anggota badan lainnya.
d. Kesulitan pemahaman terhadap pelajaran bagi murid yang dihukum
e. Kesulitan yang akan dihadapi guru untuk mempertanggung jawabkannya di
hadapan hakim, keluarga dan penyidik
f. Terbuangnya waktu murid untuk belajar dan mereka akan terpengaruh dengan
apa yang tengah terjadi ketika pelajaran berlangsung
g. Hilangnya rasa saling memuliakan dan menghormati antar murid dan guru.
103

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (rev. ed.: Bandung, 1994), hal. 17
Armai Arie, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta, 2002), hal. 133
105
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orangtua, terj. Abu Hanan dan
Ummu Dzakiyya (Solo, 2005), hal. 166-167
104

Hukuman fisik ini bisa digunakan dalam keadaan yang sangat darurat
seperti menghukum sebagian murid yang melakukan penyimpangan karena tidak
ada lagi hukuman yang bisa membuatnya jera kecuali dengan hukuman fisik atau
untuk menjaga wibawa (kehormatan) dan tata tertib sekolah setelah para guru
memberikan nasehat dan arahan kepada seluruh murid tetapi mereka tidak jera
juga. Hal ini sebagiamana diungkapkan dalam sebuah pepatah orang Arab Obat
yang paling akhir adalah dibakar besi.106
Muhammad bin Abdullah Sahim mengatakan dampak jelek bagi anak
atas hukuman yang menggunakan kekerasan, yaitu:107
a. Mewariskan pada diri anak kebodohan dan kedunguan
b. Anak akan merasa rendah diri dan bloon, mudah dipermainkan dan diarahkan
oleh anak yang lebih kecil sekalipun
c. Suka membangkang sebagai bentuk perlawanan terhadap pendidikannya.

Sepantasnyalah Rasulullah Saw dicontoh oleh seorang pendidik yang baik


dalam bersikap kepada anak, sehingga hukuman benar-benar dapat efektif.

2. Dampak Positif
Armai Arief mengatakan dampak positif dari hukuman antara lain: 108
a. Menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b. Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
c. Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.

M. Ngalim Purwanto membagi dampak positif hukuman menjadi dua,


yaitu:
106

Ibid. hal. 166


Muhammad bin Abdullah as-Sahim, 15 Kealahan Fatal Mendidik Anak dan Cara Islami
memperbaikinya, terj. Abu Shafiya (Yogyakarta, 2002), hal. 135
108
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta, 2002), hal. 133
107

a. Memperbaiki tingkah laku si pelanggar.


Misalnya yang tidak mengerjakan PR Bahasa Arab, akan dihukum menghafal
20 kosakata Bahasa Arab. Karena mendapat hukuman itu anak anak merubah
sikap malasnya mengerjakan PR, menjadi rajin mengerjakan PR Bahasa Arab.
b. Memperkuat dan Memotivasi kemauan si pelanggar untuk menjalankan
kebaikan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-urain yang terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Konsep hukuman dalam Pendidikan Islam: hukuman merupakan upaya untuk
memperbaiki, meluruskan sikap dan perilaku yang salah. Dengan demikian hukuman bukan
bermaksud untuk menyakiti fisik dan psikologis seseorang. Dalam situasi demikian
diperlukan kemampuan, keterampilan dan kebijakan dalam penerapan hukuman. Sehingga
dalam Penerapan hukuman seseorang guru harus melalui proses yang bersifat persuasif yang
berupa penghargaan kepada siswa yang berprilaku positif. Selain itu juga dalam penerapan
hukuman seorang guru dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan terlebih dahulu.
Jangan sampai penerapan hukuman berdampak negatif bagi perkembangan fisik dan rohani
siswa
Adapun konsep motivasi belajar dalam Pendidikan Islam merupakan motivasi belajar
untuk memberikan dorongan kepada siswa untuk menanggapi, menerima dan menganalisa
bahan pelajaran dengan indikator untuk meraih prestasi, menyenangkan orang tua,
menyenangi

kegiatan

belajar,

selalu

menghadiri,

mengikuti,

memperhatikan,

dan

mendengarkan pelajaran yang disampaikan guru, menghindari hukuman, memperoleh


pengetahuan dan keterampilan, pengaruh teman. Keinginan untuk belajar dapat berasal dari
dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
Dalam pendidikan Islam Analisis Implementasi dalam meningkatkan motivasi belajar
sebagai berikut: 1. Pentingnya Motivasi Dalam Belajar, 2. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi
Motivasi,

B. Saran-saran
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan agar dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam bidang pendidikan Islam.
Untuk mencapai semua itu semua, maka disarankan;
1. Agar institute atau Lembaga pendidikan Islam memberikan informasi mengenai
perlunya meneliti tentang konsep penerapan hukuman

untuk meningkatkan

motinasi belajar khususnya dalam pendidikan


2. Semua

elemen

masyarakat

umumnya

dan

para

pendidik

perlu

mengimplementasikan hasil penelitian ini dalam lembaga-lembaga pendidikan


Islam, sehingga dapat mendidik anak sesuai dengan ketentuan Islam
3. Semoga penelitian ini menjadi tonggak awal bagi peneliti lainnya untuk terus
menggali ilmu pengetahuan dan informasi yang bersumber dari Al-Quran dan
Hadis.

Anda mungkin juga menyukai