Tor Tor Sipitu Cawan
Tor Tor Sipitu Cawan
Utara, terutama masyarakat Batak. Menurut legendanya, Tari Tor Tor Sipitu Cawan
merupakan tarian yang diturunkan oleh 7 wanita bidadari yang berasal dari khayangan ketika
mereka berada di sebuah kolam berair jernih di lereng Gunung Pusuk Buhit. Tari Tor Tor
Sipitu Cawan di populerkan oleh masyarakat Batak karena tarian yang satu ini merupakan
tarian yang sangat rumit dalam menggambarkan seni gerakannya, bahkan bisa dikatakan yang
paling sulit dibandingkan jenis tarian Tor Tor yang lainnya. Karena tingkat kerumitan dan
kesulitannya yang cukup tinggi, tarian Tor Tor Sipitu Cawan ini dikategorikan sebagai tarian
yang sangat ekslusif sehingga pada moment-moment pergelaran yang dilaksanakan oleh
masyarakat Batak akan jarang sekali kita melihat tarian yang satu ini ditampilkan, kecuali
pada moment-moment tertentu yang merupakan pergelaran akbar di Sumatera Utara.
Sebagaimana jenis tari Tor Tor lainnya.
Peran Tari Tor Tor Sipitu Cawan
Tari Tor Tor Sipitu Cawan ini juga mempunyai sebuah makna yang sangat disakralkan oleh
masyarakat Batak, terutama dalam gerakan tarian yang ditampilkan oleh beberapa orang
penarinya. Para penari menggunakan pakaian adat Batak lengkap dengan beberapa atribut
khas Batak, kemudian penari tersebut meletakkan beberapa cawan (wadah yang bentuknya
seperti gelas) di atas bagian-bagian tubuh mereka sembari melakukan gerakan Tor Tor.
Cawan tersebut berisikan jeruk purut yang diperas dan diambil airnya, yang diyakini
masyarakat Batak sebagai media pembersihan, terutama pembersihan diri maupun lokasi
dimana tarian Tor Tor Sipitu Cawan ini sedang di gelar. Sehingga apabila kita melihat
beberapa pergelaran akbar masyarakat Batak, maka kita akan menemukan beberapa orang
yang sedang melakukan tradisi pembersihan diri dan lokasi dengan menggunakan media
jeruk purut dan beberapa media lainnya. Tak hanya itu saja, para penari Tor Tor Sipitu Cawan
ini tidak selalu diambil dari kalangan para penari biasa, sebab untuk penari Tor Tor Sipitu
Cawan ini biasanya diambil dari beberapa orang yang dianugerahi oleh kekuatan, kejernihan
pikiran serta kesucian diri yang baik, dan biasanya merupakan keturunan dari generasigenerasi penari Tor Tor Sipitu Cawan sebelumnya. Bahkan untuk pelatihannya saja, bisa
memakan waktu berbulan-bulan hingga benar-benar mahir. Kini, apabila Anda ingin melihat
pertunjukan Tari Tor Tor Sipitu Cawan, Anda pun bisa melihatnya pada pergelaran akbar
yang digelar di Sumatera Utara, seperti Pesta Danau Toba dan beberapa pergelaran ekslusif
lainnya, bahkan pertunjukan tarian ini pun juga pernah digelar di beberapa pergelaran akbar
yang bertajuk Seni dan Budaya Indonesia di Ibu Kota dan beberapa kota besar lainnya di
Indonesia. Penari pada pertunjukan Tari Tor Tor Sipitu Cawan tersebut biasanya diambil dari
beberapa sanggar-sanggar ternama di Sumatera Utara yang eksistensinya pun juga sudah
sangat populer. Tak hanya itu saja, pertunjukan tarian ini pun juga memukau para wisatawan
yang turut serta menghadiri beberapa pergelaran akbar tersebut, bahkan wisatawan dari
mancanegara pun juga sangat antusias untuk menyaksikan pertunjukan tarian khas Batak
yang sangat disakralkan tersebut.
Keunikan Gerak Sipitu Cawan
gerakan tarian para penarinya. Penari tersebut mengenakan pakaian adat Batak dan beberapa
atribut khas Batak. Penari tersebut kemudian meletakkan cawan di atas tubuh mereka sambil
menari.
Cawan tersebut beriis jeruk purut yng diambil airnya yang dipercaya oleh masyarakat
setempat sebagai media pembersihan, khususnya pembersihan diri. Para penari tersebut juga
tidak selalu dilakukan oleh penari biasa tetapi dari orang orang yang memiliki kekuatan
khusus, kejernihan pikiran, dan kesucian diri yang baik.
Kostum Sipitu Cawan
adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi
antara partisipan upacara.
Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan
terbuka terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang
dinamakan Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan.
Dalam pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan (yang mempunyai hajat akan
memintak permintaan kepada penabuh gondang. Setiap selesai satu permintaan selalu
diselingi dengan pukulan gondang dengan ritme tertentu dalam beberapa saat. Setelah
permintaan/seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka barisan keluarga suhut yang telah
siap manortor (menari) mengatur susunan tempat berdirinya untuk memulai menari.
Adapun jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti : Permohonan
kepada Dewa dan pada ro-roh leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi
keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan upacara adat
yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para
undangan.
Setiap
penari
tortor
harus
mempergunakan alat
musik/gondang
(Uninguningan).
Ada banyak pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti tangan si penari tidak
boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu dilakukan berarti si penari sudah siap
menantang siapa pun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat (moncak), atau
adu tenaga batin dan lain-lain.
Tari tortor digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh leluhur dan
maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian
menunjukkan rasa hormat.
Gondang Sembilan
Tari Tor-tor selalu ditampilkan dengan tabuhan Gondang Sembilan. Warga Mandailing
biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan jumlah gendang yang ditabuh.
Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah Suku Batak. Karena gendang di
wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya delapan buah, Batak Simalungun tujuh buah,
Toba enam buah, dan di Batak Karo tingga tersisa dua buah gendang.
Menurut analisa Togarma, banyaknya jumlah gendang ini ada hubungannya dengan pengaruh
Islam di Mandailing. Di mana besarnya gendang hampir sama dengan besar bedug yang ada
di masjid. "Ada kesejajaran dengan agama Islam. Bunyi gendangnya pun mirip seperti
bedug."
Gendang ini juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut Maronang onang. Si
pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang bersenandung syair tentang sejarah seseorang,
doa, dan berkat. "Senandungnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunitas peminta
acara," imbuh Togarma.
Gondang Masa Kini
Dalam hal ini, konsep margondang pada masa sekarang dapat dibagi dalam tiga bagian besar,
yaitu :
1. Margondang pesta
Kegiatan yang menyertakan gondang dan merupakan suatu ungkapan kegembiraan dalam
konteks hibuan atau seni pertunjukkan, misalnya : gondang pembangunan gereja, gondang
naposo, gondang mangompoi jabu (memasuki rumah) dan sebagainya.
2. Margondang adat
Kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan aktualisasi dari sistem kekerabatan Dalihan
Na Tolu, misalnya : gondang mamampe marga (pemberian marga), gondang pangoli anak
(perkawinan), gondang saur matua (kematian), kepada orang di luar suku Batak Toba, dan
sebagainya.
3. Margondang Religi
Upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh organisasi agamaniah yang masih
berdasar kepada kepercayaan batak purba. Misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam
Siraja Batak. Konsep adat dan religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini
masih mempunyai hubungan yang sangat erat karena titik tolak kepercayaan mereka adalah
mula jadi na bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta hukuman dalam
kehidupan
sehari-hari
adalah
berdasarkan
tata
aturan
yang
dititahkan
Raja Sisingamangaraja XII yang dianggap sebagai wakil mula jadi na bolon.
oleh