Anda di halaman 1dari 106

[Type the document title]

www.sinergivisiutama.com

5.1. PENDEKATAN TEKNIS


Dalam pendekatan teknis diuraikan mengenai:
Penataan Organisasi, meliputi: (a) Pengertian Organisasi; (b) Desain
Organisasi; (c) Pengembangan Organisasi; dan (d) Struktur
Organisasi;
Pembangunan Budaya Organisasi, meliputi: (a) Pengantar; (b)
Membangun Budaya Organisasi;
Menatalaksana Kegiatan Organisasi, meliputi: (a) Pendahuluan; (b)
Pengertian dan Prinsip Penataaksanaan; (c) Pendekatan Penataan
Tatalaksana; dan (d) Proses Penataan Tatalaksana.
Mengevaluasi Kinerja Organisasi, meliputi: (a) Pengantar; (b)
Pendekatan Evaluasi Organisasi; (c) Indikator dan Metode Evaluasi
Organisasi; dan (d) Catatan Penting dalam Evaluasi Organisasi
Reformasi Birokrasi, meliputi: (a) Pendahuluan; (b) Konsep
Reformasi Birokrasi; (c) Tujuan dan Sasaran Reformasi Birokrasi;
(d) Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia; dan (e)
Mengevaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Evaluasi, meliputi: (a) Pengertian, Metode, Model dan Implementasi
Tahapan; dan (b) Evaluasi Kebijakan Publik
5.1.1. Penataan Organisasi
5.1.1.1. Pengertian Organisasi
Organisasi didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang dengan sadar bekerjasama secara terpadu
dalam suatu konteks tertentu, menurut batas-batas dan fungsi-fungsi
tertentu, guna mencapai tujuan bersama tertentu atau seperangkat
tujuan bersama tertentu. Dari rumusan ini akhirnya diperlukan
manajemen untuk bekerjasama secara terpadu, dan perlu interaksi
sosial yang berimbang dan serasi, sehingga kegiatan dapat
terkoordinasi. Ada pembagian bidang kegiatan yang melahirkan tugas
dan fungsi, ada batas-batas organisasi yang membedakan warga
organisasi dan non warga organisasi, dan ada tujuan bersama yang
berlanjut sehingga terjadi kehidupan organisasi.
Max Weber telah mengembangkan teori tipe ideal organisasi yang
disebutnya Birokrasi, yang menggambarkan kegiatan organisasi yang
didasarkan pada sejumlah hubungan wewenang. Jadi birokrasi adalah

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-1

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang


didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci dan
sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek desain organisasi ideal
mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat pada
pembentukan organisasi pemerintahan. Organisasi ideal menurut Max
Weber dapat dilukiskan dalam Gambar 1 berikut ini:

Gambar 5.1. Organisasi Ideal menurut Max Weber


Sumber: Robin & Mary, Edisi Bahasa Indonesia, Edisi ketujuh, 2004.

Ciri-ciri organisasi tersebut adalah: Pertama, tiap organisasi


mempunyai tujuan. Tujuan biasanya ditunjukkan dalam sasaran atau
sekelompok sasaran yang diharapkan dapat dicapai oleh organisasi.
Kedua, tiap organisasi terdiri dari orang-orang. Setiap organisasi
memerlukan orang-orang supaya dapat melakukan pekerjaan yang
diperlukan oleh organisasi untuk mencapai sasaran. Ketiga, semua
menyusun struktur yang disengaja, sehingga semua anggota organisasi
dapat melakukan pekerjaan mereka. Struktur itu mungkin terbuka dan
fleksibel dengan tidak ada garis pembatas yang jelas dan pasti terhadap
tugas-tugas atau aturan ketat terhadap pengaturan pekerjaan
manapun atau yang merupakan jaringan yang sederhana dengan
hubungan yang longgar. Atau suatu jaringan yang ketat dengan
pengaturan deskripsi pekerjaan yang memiliki batasan yang jelas dan
seksama dan sejumlah anggota yang memiliki kewenangan atas para
anggota organisasi lainnya.
5.1.1.2. Desain Organisasi
Desain Organisasi adalah sebuah proses memilih dan mengelola
aspek-aspek struktural dan kultural yang dilakukan oleh para
Pimpinan unit kerja (Manajer) sehingga organisasi mampu
mengendalikan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan atau sasaran bersama.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-2

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Desain Organisasi berkaitan dengan upaya konstruksi,


rekonstruksi dan perubahan Struktur Organisasi agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Desain organisasi sangat erat dengan prinsip
organisasi. Merekronstruksi organisasi tidak sama dengan rekonstruksi
bangunan, karena organisasi mempunyai jiwa, sistem nilai dan budaya
organisasi. Secara ringkas desain organisasi adalah proses penyusunan
dan pengubahan struktur organisasi. Dalam mendesain organisasi
terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan struktural dan pendekatan
budaya. Dalam konteks kegiatan ini, pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan struktural.
Jika suatu unit organisasi melaksanakan strategi perubahan
struktur hasil yang diharapkan adalah restrukturisasi atau
reorganisasi, imbalan jasa, dan perubahan budaya organisasi. Terdapat
tiga alasan melakukan perubahan struktur, yaitu: jika organisasi
makin datar, rentang kendali makin lebar, berarti jumlah bawahan
yang diawasi oleh seorang atasan makin banyak. Hal ini akan
mengurangi biaya administratif. Alasan kedua dengan mengurangi
tingkat hierarki kewenangan dalam organisasi, proses komunikasi
berjalan lebih lancar. Dengan rentang kendali yang lebar kelompok
kerja akan memiliki otonomi yang lebih besar, karena tidak mungkin
lagi seorang manajer secara langsung mengendalikan semua
bawahannya. Manfaat lain ialah perubahan perilaku anggota kelompok
atau lebih luas anggota organisasi dapat mengembangkan diri dengan
kreativitasnya dan menggunakan inovasi semaksimal mungkin yang
dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Pendekatan struktural erat sekali hubungannya dengan
pendekatan teknis. Pendekatan ini lebih menekankan pada perubahan
tugas-tugas yang dilakukan oleh anggota organisasi, penggunaan
teknologi dalam melaksanakan pekerjaan dan sarana yang digunakan
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas-tugas untuk
diselesaikan, serta prosedur dalam melaksanakan pekerjaan.
Pendekatan teknis dapat berbentuk alih tugas, alih wilayah, perluasan
pekerjaan, pengkayaan pekerjaan, tim kerja yang otonom. Dan sosio
teknikal sebagai gabungan aspek teknis dan sosial.
Sebuah organisasi, ketika berdiri tentunya memiliki maksud
(intention) kenapa bentuknya seperti tersebut. Bentuk formal organisasi
diharapkan merupakan bentuk terbaik yang mendukung sepenuhnya
pencapaian sasaran sang pendiri atau visi organisasi tersebut.
Konfigurasi formal itulah yang dinamakan sebagai struktur organisasi.
Namun sayangnya, kadang antara pembentukan struktur
organisasi dengan relasi/hubungan formal didalamnya belum
sepenuhnya berjabat erat dengan visi organisasi. Kadang ada yang
mismatch atau tidak link dengan sasaran strategis organisasi. Bahkan
dalam beberapa hal tidak sepenuhnya mencerminkan aturan dasar
(basic principle) struktur organisasi yang baik. Karena itulah,
pembentukan struktur organisasi yang tepat merupakan syarat utama
yang penting agar visi organisasi dapat tercapai.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-3

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Salah satu cara membentuk struktur organisasi adalah dengan


membuat disain organisasi (organization design). Disain organisasi
sendiri merupakan pembentukan peran (roles), aktivitas pengolahan
(process), dan bentuk hubungan formal (formal relationship) dalam
suatu
organisasi.
Didalamnya,
ada
pengembangan
struktur
keseluruhan di dalam organisasi baik unit maupun sub-sub unitnya,
serta definisi peran dan proses yang lebih detil dalam unit maupun sub
unit tersebut.
Di dalam pembentukan struktur organisasi itu sendiri, ada
beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki oleh struktur organisasi
tersebut, diantaranya:
Struktur organisasi memberi prioritas pada pelanggan kunci
(key customer priorities)
Struktur tersebut mampu mengurangi dan menghilangkan
duplikasi organisasi
Struktur menyederhanakan lapisan manajemen di dalam
organisasi.
Struktur organisasi dapat meningkatkan saluran komunikasi
(channel of communication) di dalam organisasi.
Struktur
organisasi
tersebut
memberikan
peran,
tanggungjawab yang jelas serta memiliki akuntabilitas.
Dalam kerangka konsep struktur organisasi banyak dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
antara lain:
Visi dan Misi organisasi;
Strategi Organisasi;
Model kepemimpinan (leadership model);
Kebijakan maupun prosedur;
Budaya organisasi.
Faktor eksternal yang mempengaruhi disain struktur
organisasi antara lain:
Pelanggan;
Supplier;
Pemerintah;
Aturan formal, hukum dan perundangan;
Teknologi Manajemen ;
Dan stakeholder lainnya (masyarakat, komunitas).
Semua faktor tersebut sangat mempengaruhi proses disain
organisasi.
Tentunya
disain
organisasi
yang
baik
akan
mempertimbangkan semua faktor tersebut sampai terbentuknya
struktur organisasi yang efektif dan efisien.
5.1.1.3. Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi adalah suatu perspektif tentang
perubahan sosial yang direncanakan dan yang dibina. Hal ini

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-4

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

menyangkut inovasi yang menyiratkan perubahan kualitatif dalam


norma, pola perilaku dalam hubungan perorangan dan hubungan
kelompok dalam persepsi tujuan maupun metode.
Menurut Raymod E Miles (1975) aspek-aspek organisasi
mencakup variabel-variabel organisasi dan manusia. Variabel
organisasi terdiri dari tujuan, teknologi, dan struktur. Sedangkan
variabel-variabel manusia terdiri dari kemampuan, sikap, nilai,
kebutuhan, dan ciri-ciri demografik.
Manajemen organisasi menyangkut usaha-usaha menggabung
variabel-variabel manusia dan organisasi ke dalam suatu sistem
fungsional dengan melakukan strukturisasi dan restukturisasi unitunit dan pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi, sebagai bahan
dasar bagi diadakannya seleksi dan pelatihan pegawai sesuai dengan
kebutuhan organisasi, dengan menetapkan mekanisme penilaian dan
pengembangan, menjalin sistem komunikasi dan pengawasan dengan
lingkungannya, serta menetapkan sistem penghargaan terhadap
prestasi kerja pegawai, dalam kerangka mencapai tujuan organisasi.
Definisi pengembangan organisasi adalah sebagai berikut (Miles,
1975):
Organization Development is a coordinated effort by organization
members (usually with the aid of outside consultants) to uncover
and remove attitudinal, behavioural. Procedural, policy and
struktural barriers to effective performance accross the entire
socio-technical system, gaining in the process increased
awareness of the systems internal and external dynamics so that
furure adaptations are enhanced.
Intervensi atau usaha-usaha perbaikan dalam pengembangan
organisasi dapat merujuk secara teoritis kepada prinsip-prinsip dari
David Osborne dan Ted Gabler dalam bukunya yang terkenal yakni
Reinventing Government: How the Enterpreneural Spirit is Transforming
the Public Sector. Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan
ketimbang mengayuh; kedua: pemerintahan milik masyarakat,
memberi wewenang ketimbang melayani; ketiga, pemerintahan
kompetitif:
menyuntikkan
persaingan
pelayanan;
keempat,
pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan; kelima, pemerintahan yang berorientasi
hasil: membiayai hasil, bukan masukan; keenam, pemerintahan
berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi; ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang
membelanjakan;
delapan,
pemerintahan
berorientasi
pasar:
mendongkrak perubahan melalui pasar, sembilan, mengumpulkan
semua usaha secara terpadu.
Pengembangan
organisasi
dapat
dirumuskan
sebagai
perencanaan, penataan dan bimbingan dari organisasi baru atau yang
disusun kembali; (a) yang mewujudkan perubahan dalam nilai-nilai,
teknologi fisik dan atau sosial; (b) menetapkan, mengembangkan dan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-5

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

melindungi hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang


baru; dan (c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam
lingkungan tersebut. Secara ringkas pengembangan organisasi
mencakup juga penyusunan kembali struktur organisasi, dan
berkaitan dengan keseluruhan faktor yang mempengaruhi tugas dan
fungsi seluruh organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan organisasi atau mempengaruhi desain organisasi adalah
faktor lingkungan eksternal dan internal organisasi.
Dengan demikian struktur organisasi baru dibentuk karena
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal tempat organisasi eksis.
Organisasi tidak berada dalam ruang isolasi. Organisasi harus
menetapkan dan memelihara suatu jaringan untuk tetap hidup dan
berfungsi. Organisasi harus memelihara suatu jaringan hubungan
pertukaran dengan sejumlah organisasi lain di tempat organisasi itu
eksis dan melibatkan diri dalam transaksi-transaksi dengan maksud
memperoleh dukungan, mengatasi perlawanan, pertukaran sumber
daya, penataan lingkungan dan memindahkan sistem norma dan nilai.
Yang sangat penting adalah strategi dan taktik/kiat, dimana
kepemimpinan menyesuaikan diri atau melakukan adaptasi dalam
lingkungan tersebut.
Pengembangan organisasi pada dasarnya merupakan perubahan
terencana, yang dalam perubahan tersebut terdapat fase-fase
perubahan yang dimulai dengan menumbuhkan kebutuhan untuk
perubahan pada kelompok sasaran; melahirkan hubungan perubahan
antara kelompok sasaran dan pelaku perubahan; menganalisis
persoalan pada kelompok sasaran yang dilakukan bersama antara
pelaku perubahan dan kelompok sasaran; menetapkan tujuan
perubahan pada kelompok sasaran; melaksanakan rencana tindakan
pada kelompok sasaran; menstabilkan perubahan dan mencegah
ketidakberlanjutan; mengakhiri hubungan antara pelaku perubahan
dengan harapan kelompok sasaran dapat mengembangkan diri.
Berdasarkan
fase
perubahan
tersebut
Kurt
Lewin
mengemukakan Model Perubahan Tiga Langkah Lewin yang intinya
menjelaskan bahwa perubahan yang berhasil dalam organisasi
mengikuti tiga langkah: (1) Pelelehan status quo adalah upaya
perubahan untuk mengatasi tekanan, baik dari keengganan individu
atau kelompok sasaran; (2) gerakan bertindak untuk pindah atau
transformasi pada keadaan baru; (3) pembekuan ulang yaitu
pemantapan intervensi perubahan dengan menyeimbangkan kekuatan
pendorong dan kekuatan penghambat/penahan.
Meskipun perubahan organisasi memiliki tujuan yang baik,
namun dalam pelaksanaannya dapat ditemui berbagai hambatan.
Hambatan tersebut ada pada tingkat organisasional, fungsional dan
individual.
1. Organizational Obstacles (Hambatan Organisasi)
Struktur dan budaya organisasi dapat menjadi hambatan untuk
berubah. Ketika organisasi menyusun struktur organisasinya,

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-6

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

tersusunlah pola hubungan tugas yang stabil yang berpengaruh


terhadap hubungan antar pegawainya. Seiring dengan
berjalannya waktu, ketika terjadi perpindahan pegawai,
hubungan tugas tetap tidak berubah. Itulah sebabnya struktur
organisasi menjadi resisten terhadap perubahan. Itu pula yang
menyebabkan mengubah struktur oganisasi tidaklah mudah.
Norma-norma dan nilai-nilai dalam budaya organisasi juga
resisten untuk berubah. Ketika rasa memiliki begitu kuatnya,
maka baik para pimpinan ataupun para pegawainya akan
berupaya untuk mencegah setiap perubahan yang akan
mengancam posisi mereka dalam organisasi. Adanya koalisi para
pimpinan juga dapat menjadi penghalang untuk berubah. Koalisi
yang berbeda akan melihat perubahan dengan kacamata yang
berbeda pula. Hal tersebut dikarenakan perbedaan kepentingan,
atau ketidaksetujuan mereka terhadap perubahan yang akan
dilakukan.
2. Functional Obstacles (Hambatan Fungsional)
Struktur dan budaya organisasi pada tingkatan fungsional juga
dapat menjadi penghalang untuk berubah. Seperti halnya pada
tingkatan manajerial, manajer fungsional juga akan berupaya
melobi sesuai kepentingan mereka sendiri dan mencoba untuk
mempengaruhi proses perubahan sehingga perubahan yang
terjadi dapat menguntungkan mereka. Tingkat ketergantungan
tugas antara fungsi-fungsi yang ada juga mengakibatkan sulit
mencapai perubahan, karena perubahan pada satu fungsi akan
mempengaruhi seluruh fungsi yang lain. Semakin tinggi
ketergantungan antar fungsi akan semakin sulit untuk mencapai
perubahan.
3. Individual Obstacles (Hambatan Individual)
Adanya
prasangka
buruk
terhadap
perubahan
dapat
mempengaruhi persepsi individu para manajer terhadap suatu
situasi dan dapat menyebabkan mereka menginterpretasikan
perubahan sesuai dengan keinginan mereka untuk mendapatkan
keuntungan sendiri. Alasan lain mengapa pegawai resisten
terhadap perubahan adalah adanya stress dan ketidaknyamanan
dalam bekerja, baik untuk para manager maupun pegawai.
Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat
mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan
membuat keputusan-keputusan yang sudah terprogram. Ketika
rutinitas terganggu maka para pegawai mengalami stress. Untuk
mengurangi rasa stress mereka cenderung untuk kembali pada
kebiasaan-kebiasaan lama mereka.
Keengganan individual dalam melakukan perubahan organisasi
dapat terjadi ketika suatu perubahan mengharuskan keluar dari
sistem yang biasa dilakukan (permanent system), apalagi bila

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-7

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

perubahan
tersebut
bertentangan
atau
mengganggu
kepentingan individu. Keengganan individual dalam menerima
perubahan juga dapat terjadi karena adanya kekuatan kelompok
informal dalam organisasi. Ketika seorang pegawai bersedia
untuk melakukan perubahan baik sifat maupun pekerjaannya,
tetapi karena dipengaruhi oleh serikat pekerja yang memaksanya
untuk tidak mau melakukan perubahan tersebut, maka terjadi
penolakan terhadap perubahan atau juga sering disebut dengan
mental blok. Organisasi pada dasarnya memiliki budaya yang
tertanam untuk menghasilkan kemantapan/kemapanan. Pada
suatu organisasi, pekerjaan telah didesain sedemikian rupa
untuk dilaksanakan, para pegawai telah dibekali pelatihan dan
ketrampilan, job description yang jelas dan prosedur yang sudah
tertanam pada semua anggota organisasi. Ketika terjadi
perubahan pada organisasi hal-hal yang telah tertanam secara
strukural ini kerapkali menjadi kendala dalam perubahan.
Artinya apabila suatu perubahan terjadi pada salah satu sub
sistem dan mengakibatkan perubahan pada sub sistem yang
lainnya secara keseluruhan, maka kemungkinan besar
perubahan akan ditolak.
5.1.1.4. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi adalah sistem formal tentang hubungan
tugas dan wewenang yang mengendalikan bagaimana tiap individu
bekerjasama dan mengelola sumberdaya yang tersedia untuk
mewujudkan tujuan. Struktur Organisasi sebagai bentuk formalitas
untuk mencapai koordinasi di antara pola-pola interaksi yang terdapat
atau terjadi di antara para warga organisasi: (a) merumuskan dan
menetapkan bagaimana tugas-tugas dialokasikan; (b) menetapkan
siapa harus lapor dan bertanggung jawab kepada siapa; (c)
merumuskan mekanisme koordinasi dan pola interaksi yang harus
ditaati oleh anggota organisasi.
Struktur organisasi terdiri dari tiga komponen atau unsur-unsur
sebagai berikut: pertama, kompleksitas yang berkaitan dengan
peragaman atau diferensiasi dalam organisasi; kedua, formalisasi yang
berkaitan dengan tingkat banyaknya aturan-aturan regulasi, dan
prosedur untuk mengatur dan mengarahkan perilaku para pegawai;
dan ketiga,sentralisasi yang menyangkut lokasi pada satu pengambilan
keputusan (Atmosudirdjo, 1999).
Kompleksitas merujuk pada tingkat diferensiasi (pemisahan
tugas-tugas yang ada pada suatu organisasi). Semakin kompleks
organisasi, semakin dibutuhkan koordinasi, kontrol komunikasi yang
efektif. Diferensiasi mencakup tiga aspek yaitu : pertama, diferensiasi
horizontal merupakan pemisahan horizontal antar unit-unit organisasi
berdasarkan perbedaan orientasi unit organisasi. Diferensiasi
horizontal dipisahkan juga berdasarkan bidang/urusan pemerintahan,
kewenangan yang dimiliki dan pengelompokan bidang tugas organisasi.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-8

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Kedua, diferensiasi vertikal, merujuk pada kedalaman hierarki


organisasi. Dalam kaitan ini makin tinggi/dalam struktur organisasi
makin kompleks dan semakin tinggi potensi distorsi komunikasi dari
top manajemen ke pegawai paling bawah. Selain itu, perlu diperhatikan
pula rentang kendali, yaitu jumlah pegawai yang diatur secara efektif
oleh seorang pimpinan. Semakin kompleks pekerjaan semakin
memerlukan pengawasan. Ketiga, diferensiasi spasial merujuk pada
sejauh mana lokasi fasilitas dan pegawai tersebar secara geografis.
Semakin jauh dan tersebar fasilitas dan pegawai akan semakin
kompleks organisasi tersebut sehingga perlu desentralisasi.
Tujuan utama dari struktur organisasi adalah sebagai alat
pengendali untuk melakukan koordinasi dan motivasi kerja tiap
individu dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Dapat
juga didefinisikan Struktur Organisasi adalah kerangka kerja formal
yang dengan kerangka kerja itu pekerjaan-pekerjaan dibagi-bagi,
dikelompokkan dan dikoordinasikan untuk mencapai sasaran
organisasi. Telah diidentifikasi bahwa setidaknya ada delapan unsur
struktur organisasi, yaitu:
a) Ukuran (Size)
Ukuran menggambarkan jumlah kelompok kerja dan jumlah
individu yang ada di dalam organisasi. Semakin banyak
individu yang ada di dalam organisasi intensitas komunikasi
impersonalnya akan cenderung semakin rendah atau
semakin sulit mengenal individu satu per satu atau dari hati
ke hati. Hal ini akan berpengaruh terhadap efisiensi,
efektivitas, dan produktivitas organisasi. Jumlah kelompok
yang terlalu banyak juga akan berpengaruh terhadap
efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi, karena
kelompok kerja yang terlalu banyak membutuhkan
koordinasi pekerjaan yang lebih sulit dari pada kelompok
kerjanya tidak terlalu banyak.
b) Rentang Kendali (Span of Control)
Rentang kendali menggambarkan banyaknya orang yang
harus diawasi atau bertanggung jawab kepada satu orang.
Yang ideal adalah enam sampai dengan sepuluh orang.
Apabila lebih dari sepuluh orang akan berada di luar batas
kelola seseorang. Sebaliknya apabila terlalu sedikit cakupan
pengawasan akan menjadi tidak efisisen.
c) Jenjang hierarki
Jenjang hierarki melukiskan banyak level hierarki yang ada
dalam satu organisasi. Semakin banyak jenjang akan
mengundang kemungkinan timbulnya masalah dalam
koordinasi pekerjaan. Jenjang hierarki yang sedikit akan
menghindari timbulnya masalah dalam koordinasi pekerjaan.
d) Struktur wewenang
Struktur wewenang menggambarkan siapa yang berhak
untuk mengambil keputusan atau siapa yang berhak

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-9

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

e)

f)

g)

h)

memegang
kekuasaan.
Apakah
monomorphic
atau
polymorphic.
Struktur
otoritas
yang
monomorphic
menggambarkan
bahwa
bermacam-macam
kekuasaan
dipegang oleh satu orang yang sama. Sedangkan struktur
otoritas polymorphic menggambarkan bahwa kekuasaan
dipegang oleh orang yang berbeda-beda. Struktur otoritas
yang baik adalah polymorphic karena akan memudahkan
mengendalikannya dan meminta pertanggungjawabannya.
Struktur komunikasi
Struktur komunikasi mencerminkan pola komunikasi yang
ada di dalam suatu organisasi, yaitu searah atau dua arah.
Pola komunikasi searah hanya dari atas ke bawah.
Sedangkan pola komunikasi dua arah adalah bersifat timbal
balik dari atas ke bawah dan bawah ke atas untuk
memberikan umpan balik kepada atasannya. Tentu saja yang
baik adalah yang dua arah.
Struktur tugas
Struktur tugas melukiskan kejelasan tugas-tugas yang harus
dikerjakan yang ada di dalam suatu organisasi: Siapa
mengerjakan Apa, Bilamana, Di mana dan Bagaimana.
Struktur tugas yang jelas akan berpengaruh langsung
terhadap meningkatnya efisiensi, efektifitas dan produktivitas
organisasi. Sebaliknya struktur tugas yang tidak jelas akan
menurunkan
efisiensi,
efektifitas
dan
produktivitas
organisasi.
Struktur kinerja
Status dan kinerja melukiskan apakah yang lebih
diutamakan oleh organisasi adalah yaitu status (prestige)
atau kinerja. Organisasi yang lebih mengutamakan status
pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
organisasi yang lebih mengutamakan kinerja. Sebaliknya
organisasi yang mengutamakan kinerja akan lebih unggul
dibandingkan dengan organisasi yang lebih mengutamakan
status.
Jarak psikologis
Jarak psikologis mencerminkan besarnya jarak psikologis
antara pemimpin tertinggi dan bawahan terendah di dalam
suatu organisasi. Meskipun jarak fisik antara pimpinan
tertinggi dan bawahan terendah besar, sebaiknya jarak
psikologisnya dibuat sekecil mungkin (peduli terhadap
bawahan). Dengan demikian tidak akan terdapat barier yang
besar
dalam
berkomunikasi
dan
akan
membantu
menyelesaikan masalah yang timbul di dalam organisasi
tersebut.

Salah satu meta teori di bidang pengembangan kelembagaan


pernah dirumuskan oleh Gareth Morgan dalam bukunya yang berjudul

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-10

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Images of Organization. Di dalam buku ini Morgan mengemukakan


bahwa organisasi dapat dipahami dengan menggunakan metafor.
Dengan demikian penataan atau pengembangan kelembagaan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam metafor tersebut.
Berbagai macam metafor tentang organisasi ini antara lain adalah
(Morgan, 1986):
1. Organisasi sebagai mesin
Di dalam metafor ini, organisasi diperlakukan sebagai mesin
yang memiliki keteraturan dan sekaligus kekakuan karena
setiap unit memiliki peran yang sangat jelas yang berbeda
dengan unit lain.
2. Organisasi sebagai organisme
Disini fokus mulai diarahkan kepada keselarasan antara
pemenuhan kebutuhan organisasi dengan lingkungannya.
3. Organisasi sebagai otak
Sebagai otak, organisasi sangat mementingkan pengolahan
informasi, dan pembelajaran. Disini sangat ditekankan
pentingnya fleksibilitas dan inovasi.
4. Organisasi sebagai kultur
Fokus dalam metafor ini adalah ide, norma, keyakinan, dan
ritual. Dengan demikian, organisasi dapat didesain dan
dikelola melalui nilai-nilai dan norma-norma serta keyakinankeyakinan yang mengarahkan kehidupan organisasi.
5. Organisasi sebagai sistem politik
Metafor sistem politik ini memfokuskan diri pada perbedaan
kewenangan, kepentingan dan kekuatan yang menyebabkan
timbulnya aktivitas organisasi.
6. Organisasi sebagai penjara
Ini adalah metafor yang sangat abstrak. Fokus kajian dalam
metafor ini adalah pengorganisasian terhadap orang-orang
yang terkungkung oleh pemikiran dan ide-idenya. Metafor ini
menawarkan pemahaman yang mendalam terhadap aspek
ideologis organisasi.
7. Organisasi sebagai proses transformasi
Disini pemahaman terhadap organisasi sangat tergantung
pada pemahaman terhadap perubahan logika kehidupan
sosial. Ada tiga logika yang didiskusikan oleh Morgan (1986),
yaitu: (a) bahwa organisasi adalah suatu sistem produksi yang
mandiri; (b) bahwa organisasi berproduksi sebagai akibat dari
siklus umpan balik positif dan umpan balik negatif; dan (c)
bahwa organisasi adalah hasil dari logika dialektis. Kontribusi
metafor ini adalah pemahaman dan kemampuan untuk
mengelola perubahan organisasional.
8. Organisasi sebagai perangkat kekuasaan
Fokus disini adalah pada aspek potensi eksploitasi yang dapat
dilakukan oleh organisasi terhadap anggotanya. Organisasi
seringkali
memanfaatkan
anggotanya,
dan
kejujuran

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-11

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

lingkungannya untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri. Ini


adalah kelanjutan dari metafor yang keenam (organisasi
sebagai sistem politik)
Menurut Morgan penguasaan terhadap delapan metafor tersebut
akan sangat membantu dalam memahami organisasi dan menemukan
solusi atas masalah-masalah yang ada dalam organisasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan tiga tahapan analisis organisasi, yaitu:
1. Diagnosis (diagnostic reading)
2. Evaluasi kritis (critical evaluation)
3. 'Resep' untuk mengatasi masalah (prescription)
Teori lain yang berkaitan dengan pengembangan kelembagaan
telah dikembangkan oleh Henry Mintzberg dalam bukunya yang diberi
judul The Structuring of Organizations, A Synthesis of the Research.
Mintzberg (1979) menyatakan bahwa pada prinsipnya setiap organisasi
itu memiliki lima elemen dasar, yaitu:
1. Strategic Apex, adalah pucuk pimpinan yang memiliki staf
pribadi.
2. Middle line, yaitu pimpinan tingkat menengah yang menjadi
penghubung antara pucuk pimpinan dengan para pelaksana.
3. Operating Core, yaitu para pelaksana yang menjalankan tugas
pokok yang berkaitan secara langsung dengan pencapaian
tujuan organisasi.
4. Technostructure, ini adalah para analis yang membantu
merumuskan standard dan membantu organisasi agar dapat
beradaptasi dengan lingkungnnnya.
5. Support Staff, adalah unit yang mendukung pelaksanaan
tugas para pelaksana (operating core), mereka menjalankan
tugas yang tidak berkaitan secara langsung dengan
pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan komposisi, peran dan interaksi diantara kelima
elemen dasar tersebut, selanjutnya Mintzberg (1979) mengembangkan
lima model struktur organisasi, yaitu:
1. Struktur sederhana (The Simple Structure)
2. Struktur birokrasi Mekanis (The Machine Bureaucracy)
3. Struktur birokrasi Profesional (The Professional Bureaucracy)
4. Struktur Terbagi (The Divisionalized Form)
5. Struktur Adokrasi (The Adhocracy )
Sementara itu, Ivancevich et.all (1997) menyatakan bahwa dalam
mendisain struktur organisasi harus diperhatikan empat hal sebagai
berikut:
1. Spesialisasi tugas
2. Pendelegasian wewenang
3. Departementasi
4. Rentangan kontrol
Berdasarkan derajat spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang,
departementasi dan rentangan kontrol tersebut di atas, kemudian

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-12

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Ivancevich et.all (1997) membangun beberapa model struktur


organisasi sebagai berikut:
1. Model Mekanis (The Mechanistic Model)
2. Model Organis (The Organic Model)
3. Model Matriks (The Matrix Organization)
4. Model Multidivisi (The Multidivisional Organization)
5. Model Jaring (The Network Organization)
6. Model Komplit (The Complete Organization)
Sutarto dalam bukunya Dasar-dasar Organisasi memberikan
pedoman yang jauh lebih operasional untuk menyusun satuan
organisasi. Sutarto (2000) menyatakan bahwa organisasi mempunyai
satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi tujuh satuan, yaitu:
1. Satuan pimpinan, yaitu pemegang wewenang tertinggi serta
penanggungjawab terakhir di suatu organisasi.
2. Satuan haluan, ini adalah satuan organisasi yang
aktivitasnya merumuskan norma, peraturan dan kebijakan
pokok organisasi.
3. Satuan operasi, yaitu satuan organisasi yang fungsinya
melakukan aktivitas pokok yang langsung berhubungan
dengan tercapainya tujuan organisasi.
4. Satuan komersil, adalah satuan operasi yang pelaksanaan
aktivitasnya harus memperhatikan asas-asas ekonomi.
5. Satuan penunjangan, adalah satuan organisasi yang
aktivitasnya membantu berbagai satuan lain.
6. Satuan kontrol, yaitu satuan organisasi yang aktivitasnya
mengawasi pelaksanaan aktivitas satuan lain.
7. Satuan konsultasi, yaitu satuan organisasi yang aktivitasnya
memberikan bantuan keahlian dalam bentuk saran atau
pertimbangan kepada satuan lain.
Mengadopsi pedoman penyusunan satuan organisasi yang
dikemukakan oleh Sutarto (2000), dapat dirumuskan adanya beberapa
prinsip penyusunan satuan organisasi, yaitu:
1. Efisiensi: Jumlahnya sesedikit mungkin dan sebanyak perlu.
2. Komprehensivitas: Lebih baik satu unit besar yang
komprehensif daripada beberapa unit kecil yang terpisahpisah
3. Keseimbangan: ukuran satu unit dalam hal volume kerja,
sumber daya, kewenangan dan personel kurang lebih sama
dengan unit yang lain.
4. Ketunggalan: jangan sampai ada satuan organisasi lain yang
melakukan aktivitas serupa atau hampir sama.
5. Ketepatan Pengelompokkan:
a. Satuan yang ada harus dikelompokkan sesuai dengan
satuannya
b. Satuan operasi/komersiil harus paling besar

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-13

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

c. Tidak ada satuan organisasi yang variasi aktivitasnya


(tugas pokok terlalu banyak)
d. Tidak ada satu aktivitas yang harus ditangani oleh lebih
dari lima satuan organisasi.
5.1.2. Pembangunan Budaya Organisasi
5.1.2.1. Pengantar
Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan,
pengertian, norma, falsafah, etika, dan cara berpikir. Budaya yang ada
di suatu lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap
pembentukan pribadi yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh
nenek moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke
generasi untuk dianut dan dilestarikan bersama.
Di atas sudah disebutkan bahwa organisasi merupakan suatu
kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dengan sadar
bekerjasama secara terpadu dalam suatu konteks tertentu, menurut
batas-batas dan fungsi-fungsi tertentu, guna mencapai tujuan bersama
tertentu atau seperangkat tujuan bersama tertentu. Dalam rangka
mencapai tujuannya, organisasi melakukan berbagai penataan dalam
dirinya. Di depan telah diuraikan bagaimana organisasi melakukan
pembenahan-pembenahan secara fisik dengan membentuk desain
maupun strukturnya sabagai wahana untuk mencapai tujuantujuannya.
Bagaimana dengan ruh organisasi? Sebagaimana halnya dengan
manusia, ruh organisasi menjadi jiwa bagi organisasi tersebut, ruh
inilah yang akan menggerakan struktur fisik organisasi untuk
mencapai tujuannya. Ruh inilah yang disebut sebagai budaya
organisasi yang menurut Moeljono (2003) adalah sistem nilai-nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan
serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai
sistem perekat dan dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dr. Suwarto, MS
menyampaikan definisi-definisi budaya organisasi dalam persepsi
sejumlah ahli sebagai berikut. (1). Suatu sistem makna
bersama/persepsi yang dianut oleh anggota-anggota organisasi
(Robbins, 2005). (2) Sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai,
sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi
(Stoner, 1995). (3) Pola asumsi dasar bentukan, temuan, atau
pengembangan kelompok yang bekerja cukup baik dalam mengatasi
masalah sehingga perlu diajarkan kepada anggota baru (Schein, 1991,
Luthans, 1998). (4) Pemrograman mental efektif (Hofstede, 1983). (5)
Pandangan hidup dalam organisasi (Hatch, 1997). (6) Berkaitan dengan
makna bersama, nilai, sikap dan keyakinan, kebiasaan dan
pengharapan dari keseluruhan anggota organisasi (Nicholson, 1997,
Juechter, 1998).

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-14

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki,


diterima secara implisit oleh kelompok dan bagaimana kelompok
tersebut rasakan, pikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang
beraneka ragam (EH Schein,1996:236). Pada tingkat yang lebih jelas,
budaya diwakili benda-benda khusus, yang terdiri dari perwujudan
fisik dari budaya organisasi.
Budaya organisasi yang kuat memberikan anggota-anggota
organisasi suatu pemahaman yang jelas dari tugas-tugas yang
diberikan oleh organisasi, mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku anggota-anggotanya, karena tingginya tingkat kebersamaan.
Budaya organisasi juga bisa memberikan kesetiaan dan komitmen
bersama. Apabila para anggota organisasi diberikan pemahaman
tentang budaya organisasi, maka setiap mereka akan termotivasi dan
semangat kerja untuk melakukan setiap tugas-tugas yang diberikan.
Hal ini salah satu kunci untuk memperoleh prestasi kerja yang optimal,
sehingga produktivitas meningkat untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi adalah sebuah satuan yang terdiri dari banyak
anggota yang merupakan individu yang berasal dari latar belakang
yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dan lain-lain. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa organisasi terdiri dari individu
dengan ruh bawaan yang berbeda-beda. Di sinilah peranan budaya
organisasi dalam menyatukan langkah gerak para anggotanya yang
berbeda-beda budaya bawaannya itu ke arah tujuan yang sama.
Budaya organisasi yang kuat dan sehat akan berdampak positif
di organisasi yang bersangkutan yang dapat difungsikan sebagai
tuntutan yang mengikat para anggotanya karena diformulasikan secara
formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan, serta dapat eksis
dalam kelangsungan hidup organisasi. Dalam hal membahas organisasi
dan perilaku orang-orang di dalamnya perlu diperhatikan berbagai
macam masalah, terutama masalah prestasi kerja. Jika anggota
organisasi tidak melakukan pekerjaannya, maka organisasi tersebut
pada akhirnya akan mengalami kegagalan, oleh karena itu budaya
organisasi sangat penting bagi pembentukan perilaku para anggotanya
dalam meningkatkan kinerja.
Budaya organisasi dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya
berada, karena organisasi adalah sebuah sistem yang terbuka, yang
selalu beradaptasi dengan lingkungan agar dapat meraih tujuannya.
Lingkungan ini dapat berupa lingkungan sosial, politik, alam dan
berbagai variable lingkungan lainnya. Secara lebih spesifik, budaya
organisasi juga berbeda di setiap organisasi, tergantung visi, misi, dan
strategi organisasi dalam upaya mencapai tujuannya. Secara umum
terdapat enam sumber utama yang sangat mempengaruhi budaya
organisasi:
1. Budaya masyarakat atau budaya nasional dimana organisasi
berada secara fisik
2. Visi, gaya, manajerial dan kepribadian para pendiri organisasi
atau para pemimpin yang dominan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-15

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

3. Macam bisnis yang digeluti dan nature of business


environment
4. Struktur organisasi
5. Perilaku pelanggan akan berpengaruh terhadap perilaku
organisasi
6. Tradisi warisan organisasi yang tercermin dalam nilai
maupun artefak.
Nilai-nilai dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya
organisasi. Keduanya juga memainkan peranan penting dalam
mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki beberapa komponen
kunci, diantaranya berupa konsep kepercayaan, mengenai perilaku
yang dikehendaki serta pedoman menyeleksi dan mengevaluasi
kejadian dan perilaku. Nilai-nilai dalam organisasi menyangkut:
Pertama, nilai pendukung (espaused values) menunjukkan nilai-nilai
yang dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi.
Umumnya mereka dibentuk oleh pendiri perusahaan baru atau kecil
dan oleh tim top management dalam sebuah perusahaan yang lebih
besar; Kedua, nilai-nilai yang diperankan (enacted values)
merupakan nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukan atau
dimasukkan kedalam perilaku anggota organisasi.
Bila anggota organisasi menunjukkan integritas dengan
menjalankan komitmennya, nilai pendukung dan nilai yang
diperankan dan perilaku individual dipengaruhi oleh nilai integritas.
Sebaliknya, bila para anggota organisasi tidak menjalankan
komitmennya maka nilai integritas hanya merupakan aspirasi yang
tidak mempengaruhi perilaku. Adapun fungsi budaya organisasi
mencakup:
1. Memberikan identitas organisasi kepada para anggotanya
2. Memudahkan komitmen kolektif
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Stabilitas sistem
sosial mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja
dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta
perubahan diatur dengan efektif.
4. Membentuk perilaku dengan membantu pimpinan merasakan
keberadaannya. Fungsi budaya ini membantu para anggota
organisasi memahami mengapa organisasi melakukan apa
yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan
bermaksud mencapai tujuan jangka panjang.
Dalam buku Budaya Organisasi yang ditulis oleh Suwarto yang
mengacu pada hasil penelitian C. OReilly III, J. Rhatman dan D.F.
Caldwell dalam bukunya People and Organizational Culture, dikatakan
bahwa terdapat tujuh alasan karakteristik yang membentuk budaya
organisasi terurai sebagai berikut: Pertama, Inovasi dan pengambilan
keputusan
(innovation and risk taking), adalah sejauhmana para
anggota organisasi didorong untuk melakukan inovasi dan berani
mengambil resiko. Kedua, Perhatian ke rincian (attention to detail),
yakni
sejauh
mana
para
anggota
organisasi
diharapkan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-16

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

memperlihatkan presisi kecermatan, analisis dan perhatian pada


rincian. Ketiga, Orientasi hasil (outcomes orientation), yakni
sejauhmana manajemen berfokus pada hasil bukanya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil. Keempat, Orientasi
orang (people orientation), yaitu sejauhmana keputusan manajemen
memperhitungakn efek-efek hasil pada orang-orang di dalam
organisasi. Kelima, orientasi tim (team orientated), yaitu sejauhmana
kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan individu.
Keenam, Keagresifan (agressiveness), yaitu sejauhmana orang-orang
agresif dan kompetitif bukannya bermalasan. Ketujuh, Kemantapan
(stability), yaitu sejauhmana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankanya status quo sebagai kontras dengan pertumbuhan.
5.1.2.2. Membangun Budaya Organisasi
Setiap
organisasi
bertanggungjawab
untuk
berusaha
mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan
kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara tertulis dan dapat
dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Budaya tersebut harus
memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi
etika pengelolaan suatu organisasi atau suatu entitas. Keberhasilan
pembangunan budaya organisasi akan mendukung secara efektif
penerapan nilai-nilai budaya kerja, sangat erat hubungan dengan halhal atau faktor-faktor penentu keberhasilannya yang saling terkait satu
dengan yang lainnya sebagai berikut:
a. Komitmen Kepemimpinan Tertinggi Organisasi
Kepemimpinan harus memberikan tauladan dan kemauan yang
kuat untuk membangun suatu budaya yang kuat dalam organisasi.
Peranan moral/kepribadian yang baik dari pimpinan dan komitmennya
yang kuat sangat mendorong tegaknya suatu etika prilaku dalam suatu
organisasi dan dapat dijadikan dasar bertindak dan suri tauladan bagi
seluruh anggota organisasi. Pimpinan tidak bisa menginginkan suatu
etika dan perilaku yang tinggi dari suatu organisasi sementara ia itu
sendiri tidak sungguh-sungguh untuk mewujudkannya.
Dalam suatu unit organisasi, terutama unit organisasi yang
besar, dari manajemen sangat dibutuhkan dua hal yaitu komitmen
moral dan keterbukaan dalam komunikasi. Kedua hal tersebut dapat
mewujudkan harapan munculnya etika perilaku yang kuat, karena
banyak anggota organisasi yang tidak menyukai perbuatan pimpinan
yang kurang bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi.
Kepemimpinan harus memperlihatkan kepada karyawan tentang
adanya kesesuaian antara kata dengan perbuatan dan tidak
memberikan tolerensi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar
kaedah-kaedah etika organisasi yaitu dengan diberikan sanksi
hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap pegawai
yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang
proporsional. Adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-17

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

konsisten akan memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika


perilaku dan struktur organisasi yang kuat. anggota organisasi akan
merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas posisi
yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat ditegakkan secara
konsisten oleh manajemen.
Pimpinan hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya
terciptanya semangat anti kecurangan yaitu dengan membangun suatu
budaya organisasi yang mengandung sistem nilai yang kuat dan
berdasarkan profesionalisme, integritas, kejujuran dan loyalitas yang
tinggi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Budaya dan etika
perilaku organisasi yang dimiliki harus dapat mencerminkan nilai
utama dari organisasi (misi organisasi) dan tuntunan bagi anggota
organisasi dalam membuat keputusan sesuai dengan kewenangan yang
mereka miliki dalam bekerja. Untuk lebih efektifnya etika dan aturan
perilaku dalam suatu organisasi harus dikomunikasikan kepada
seluruh anggota organisasi dan dimengerti dengan baik. Secara
bersama-sama pimpinan dan anggota organisasi harus membangun
suatu hal yang positif untuk berkembangnya rasa memiliki akan suatu
organisasi yang sehat yang ditopang oleh budaya yang kuat.
Pimpinan harus membuat pernyataan yang jelas mengenai
harapannya terhadap semua anggota organisasi, bagaimana harusnya
bertingkah laku dan pemahaman terhadap visi dan misi organisasi.
Pimpinan
organisasi
harus
menunjuk
salah
satu
anggota
kepemimpinan senior untuk bertanggung jawab atas perubahan yang
akan dilakukan. Pimpinan tersebut akan berbicara atas nama
pimpinan tertinggi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan
etika dan aturan perilaku. Pimpiman ini tidak melakukan kegiatan
operasional di bagian lain organisasi dan bukan sebagai bagian dari
pengambil keputusan. Akhirnya suatu etika dan aturan perilaku bisa
merupakan buku pegangan atau buku petunjuk kebijakan atau dalam
bentuk nama lain nya tergantung jenis organisasinya.
b. Membangun Lingkungan Organisasi yang Kondusif
Banyak hasil penelitian memberikan indikasi perbuatan salah
atau perbuatan curang seperti tindak pidana korupsi terjadi dalam
suatu organisasi karena kurangnya kepedulian positif para anggota
organisasi terhadap perbuatan salah tersebut bahkan dipandang sudah
hal yang biasa atau pura-pura tidak mengetahuinya. Kepedulian positif
dari lingkungan kerja sangat diperlukan dalam membangun suatu
etika perilaku dan kultur oganisasi yang kuat. Rendahnya kepedulian
dan rendahnya moral akan menyuburkan tindakan kecurangan yang
pada akhirnya akan merusak bahkan dapat menghancurkan
organisasi.
Faktor-faktor ketidak pedulian tersebut antara lain disebabkan
oleh:
1) Manajemen puncak kurang peduli tentang hukuman dan
penghargaan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-18

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

2) Umpan balik yang negatif yang dirasakan oleh anggota


organisasi yang bermoral atau bermental baik dan
penempatan kerja yang tidak adil atau tidak berbasis kinerja
dan tidak sesuai dengan kemampuan anggota organisasi.
3) Berkembangnya rasa ketidak pedulian akan organisasi
4) Pimpinan lebih bersifat otoriter dan kurang menghargai
partisipasi anggota organisasi
5) Rendahnya loyalitas dan rasa memiliki organisasi
6) Anggaran yang tidak rasional dan adanya pemaksaan
pencapaian terget yang tidak rasional tersebut.
7) Kurangnya pelatihan anggota organisasi dan kurangnya
kesempatan promosi
8) Tidak jelasnya pertanggungjawaban organisasi
9) Kurangnya komunikasi dan metode kerja organisasi yang
tidak jelas
Bagian yang membidangi sumber daya manusia suatu organisasi
hendaknya
membantu
dalam
menciptakan
instrumen
yang
mengarahkan kepada adanya budaya organisasi dan lingkungan kerja
yang mendukung. Unit pengelola sumber daya manusia yang
profesional bertanggungjawab terhadap implementasi program,
berinisiatif dan konsisten dengan strategi manajemen.
Berikut ini hal-hal yang dapat membantu terwujudnya
lingkungan kerja yang positif dalam mengurangi resiko kecurangan
yaitu :
1) Memperkenalkan reward system yang berkaitan dengan
pencapaian tujuan dan hasil
2) Memiliki kesempatan yang sama bagi seluruh anggota
organisasi
3) Adanya tim orientik, kerjasama dalam mengambil suatu
keputusan
4) Program kompensasi administarasi yang profesional
5) Program pelatihan yang profesional dan proritas dalam
pembinaan karir.
Pemberdayaan anggota organisasi dalam mengembangkan
lingkungan kerja yang positif sangat membantu dalam membentuk
suatu etika dan aturan perilaku internal organisasi yang anti
kecurangan. Mereka dapat memberikan pandangan-pandangan dalam
pengembangan dan memperbarui etika dan aturan perilaku (code of
conduct) yang berlaku dalam suatu organisasi, anggota organisasi juga
memperlihatkan kontribusinya yang signifikan dalam berprilaku yang
sesuai dengan code of conduct tersebut.
Anggota organisasi juga dapat memberikan masukan kepada
pimpinan sebelum mengambil keputusan penting atau yang
berhubungan dengan masalah hukum dan implementasinya terhadap
pelaksanaan sanksi pelanggaran etika dan aturan perilaku organisasi.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-19

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Masukan juga bisa melalui saluran informasi resmi atau kotak saran
serta surat pengaduan tanpa nama terutama telah terjadinya suatu
kecurangan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Banyak organisasi
menggunakan hotline atau menggunakan petugas untuk mencegah
terjadinya kecurangan, internal auditor dan bentuk lainnya yang
memungkinkan manajemen dapat mengetahui terjadinya tindakan
kecurangan secara dini. Untuk menjamin efektifitas hasil kerja suatu
internal investigasi maka Internal investigasi harus siap dan memiliki
akses yang jelas ke pimpinan.
Membangun/membuat pernyataan nilai dan etika perilaku mesti
yang pantas dan dapat dilaksanakan, disusun dari prinsip-prinsip yang
dapat diterima tidak hanya kata-kata mengenai hukum/peraturan,
tetapi juga diikuti dengan penjiwaan atas maksudnya. Seharusnya
aturan perilaku bukan hanya aturan yang keras, bukan dibuat seperti
peraturan yang kaku yang mana tidak dapat untuk menjawab atau
diterapkan pada semua unit dalam organisasi namun perlu dilakukan
observasi mengenai prinsip-prinsip yang dipakai agar dapat dipahami
bukan sekedar peraturan, namun memiliki jiwa yang mencerminkan
sifat-sifat profesionalitas, kejujuran, integritas, dan loyalitas yang tinggi
dalam membentuk organisasi yang bermoral.
Di samping itu organisasi yang suatu unit kerja yang memiliki
otoritas harus berniat membantu dengan sikap mental/pendirian yang
kokoh
dan
konsekuen
serta
memiliki
kemampuan
untuk
menghilangkan timbulnya perilaku curang, melalui proses penegakan
kedisiplinan dan adanya kepatuhan dari para manajer dan staf, proses
harus transparan dan dapat dinilai dengan aturan perlaku yang ada,
bebas dari pengaruh pertentangan kepentingan (conflict of interest).
Kemudian organisasi harus mempublikasikan hasil kegiatan dan
menunjukan perubahan-perubahan yang dilakukan dan mau untuk
memperbaiki apa ada kesalahan. Selain itu manajer harus
bertanggungjawab atas budaya etika dan perilaku para anggota
organisasi. Manajer harus bisa merasakan sakit maupun enaknya
tanggungjawab. Mereka harus menjadi contoh untuk berprilaku dan
menjalani hukuman atas perilaku yang menyimpang. Demikian juga
ketika anggota organisasi diketahui melakukan perbuatan yang tidak
sesuai etika atau terlibat perbuatan curang, investigator harus juga
mengetahui peran yang dilakukan manajer. Bisa saja terjadi manajer
yang jelek akan menyebabkan anggota organisasi melakukan
perbuatan yang menyimpang dari etika dan aturan perilaku.
c. Perekrutan dan Promosi Anggota Organisasi
Setiap anggota organisasi memiliki masing-masing seperangkat
nilai-nilai kejujuran, integritas dan kode etik personal. Ketika suatu
organisasi atau entitas berhasil dalam pencegahan kecurangan,
dipastikan organisasi tersebut sudah memiliki kebijakan-kebijakan
yang efektif yang dapat meminimalkan kemungkinan adanya merekrut
atau mempromosikan anggota organisasi yang memiliki tingkat

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-20

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

kejujuran yang rendah, terutama untuk posisi yang memerlukan


tingkat kepercayaaan.
Prosedur rekrut dan promosi yang dapat meminimalkan atau
mengurangi terjadi perbutan curang dikemudian hari antara meliputi:
1) Melakukan investigasi latar belakang dari invindu/ anggota
organisasi yang dipertimbangkan untuk dipekerjakan atau
dipromosikan untuk posisi yang memerlukan tingkat
kepercayaaan tertentu.
2) Melakukan cek atas pendidikan, pengalaman kerja dan
referensi pribadi dari calon anggota organisasi.
3) Melakukan pelatihan secara periodik bagi seluruh anggota
organisasi tentang nilai-nilai organisasi atau entitas dan
standar-standar pelaksanaan (code of conduct).
4) Sejalan dengan Review Kinerja Rutin, penilaian bagi setiap
indivindu telah memberikan kontribusi untuk menciptakan
5) Lingkungan kerja yang tepat sesuai/sejalan dengan nilai-nilai
entitas dan standar pelaksanaannya.
6) Penilaian yang objektif dan terus menerus atas ketaatan
terhadap nilai-nilai entitas dan standar pelaksanaan, dengan
pengungkapan
penyimpangan-penyimpangan
sesegera
mungkin.
d. Pelatihan yang Berkesinambungan
Anggota organisasi baru sebaiknya diberi pelatihan tentang nilainilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan pada
saat perekrutan. Pelatihan ini sebaiknya secara ekplisit dapat
mengadopsi harapan-harapan dari seluruh anggota organisasi
menyangkut :
1) Kewajiban-kewajiban mengkomunikasikan masalah-masalah
tertentu yang dijumpai.
2) Membuat daftar jenis-jenis masalah, termasuk kecurangan
yang terjadi atau yang dicurigai untuk dikomunikasikan
secara jelas dan spesifik; dan
3) Informasi bagaimana mengkomunikasikan masalah-masalah
tersebut, dan juga sebaiknya ada kepastian dari manajemen
senior mengenai harapan-harapan anggota organisasi dan
tanggung jawab komunikasi tersebut.
Pelatihan semacam itu sebaiknya meliputi suatu elemen sadar
akan adanya Kecurangan atau fraud awareness yang positif tapi tidak
ditekankan pada bahwa kecurangan dapat menjadi mahal bagi entitas
dan para anggota organisasi. Komitmen untuk pendidikan yang
berkelanjutan dan kesadaran bagi anggota organisasi atas
permasalahan yang berkaitan dengan etika dan anti korupsi.
Program pendidikan harus disusun untuk kepentingan
organisasi dan relevan dengan keinginan anggota organisasi. Sebagai
tambahan dalam memberikan pelatihan pada saat perekrutan, para

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-21

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

anggota organisasi sebaiknya memperoleh pelatihan secara periodik


sesudahnya. Beberapa organisasi dapat mempertimbangkan pelatihan
berkelanjutan untuk posisi tertentu, seperti anggota organisasi bagian
pembelian atau anggota organisasi yang terkait dengan tanggung jawab
keuangan.
Pelatihan sebaiknya dibuat spesifik bagi anggota organisasi
sesuai dengan dengan masing-masing tingkatan dalam organisasi,
lokasi geografi, dan tanggung jawab-tanggungjawab penugasan.
Sebagai contoh, pelatihan untuk manajer senior secara normal akan
berbeda dari anggota organisasi biasa, dan pelatihan untuk anggota
organisasi bagian pembelian akan berbeda dengan anggota organisasi
bagian sumberdaya manusia, anggota organisasi bagian internal audit,
dan lain sebagainya.
e. Menciptakan Saluran Komunikasi yang Efektif
Pimpinan
organisasi
membutuhkan
informasi
mengenai
pelaksanaan dan pertanggungjawaban pekerjaan apakah sudah susuai
dengan kode etik atau tidak dari masing-masing anggota organisasi.
Masing-masing anggota organisasi harus dapat menginformasikan
tentang pelaksanaan kode etik tersebut mulai dari pemegang posisi
tertinggi sampai yang terendah. Permintaan komfirmasi tersebut
minimal dilakukan setahun sekali, hal ini bukan hanya formalitas saja
tetapi laporan tersebut betul-betul dapat digunakan sebagai
pencegahan dan pendekteksian bila terjadinya perbuatan curang dalam
organisasi. Laporan yang jujur dari anggota organisasi sangat
dibutuhkan dan bukan atas dasar sakit hati atau irihati pada
seseorang.
Demikian juga laporan internal auditor harus ditindaklanjuti oleh
manajemen sesuai dengan aturan kode etik yang sudah disepakati.
Anggota organisasi harus diberi kesempatan untuk melaporkan
perbuatan tidak baik yang dilakukan anggota organisasi, pimpinan
atau kliennya. Sistem ini harus harus menjamin dan menjaga
kerahasiaan anggota organisasi agar tidak diketahui namanya dan
kelangsungan
pekerjannya.
Sistem
juga
hendaknya
dapat
meningkatkan rasa percaya diri anggota organisasi terhadap sistem
yang ada dan mereka merasa terlindung dari penuntutan. Sistem yang
terbaik mungkin bisa menggunakan saluran khusus untuk pengaduan
dengan menggunakan answering machine. Tak kalah pula pentingnya
adanya sistem pelaporan yang dapat digunakan oleh anggota organisasi
untuk mendapatkan nasehat masalah dilema etika yang dialaminya
setiap saat.
f. Penegakkan Kediplinan
Kedisiplinan merupakan suatu kunci penting keberasilan dalam
menerapkan dan memelihara kode etik dalam suatu organisasi.
Tindakan disiplin akan dapat mengurangi perbuatan curang yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-22

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

dilakukan anggota organisasi. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi


tindakan kecurangan:
1) Investigasi terhadap suatu insiden dilakukan selalu dalam
kerangka menegakan kode etik atau terhadap yang melanggar
kode etik secara kosekuen.
2) Perlakuan atas suatu kasus harus proporsional dan konsisten.
3) Pengendalian
yang
relevan
atas
penugasan
dan
pengembangannya.
4) Komunikasi dan pelatihan harus sesuai dengan nilai-nilai
organisasi, kebutuhan dan sesuai kode etik dan harapan.
Pandangan terhadap konsekuwensi kecurangan harus secara
nyata disebarluaskan kepada seluruh anggota organisasi. Para anggota
organisasi harus disiplin dengan waktu dan sumber daya. Setiap
perbuatan melanggar disiplin organisasi akan dikenakan sanksi.
Anggota organisasi yang disiplin akan dapat meningkatkan kultur
organisasi.
5.1.3. Menatalaksana Kegiatan Organisasi
5.1.3.1. Pendahuluan
Penataan tatalaksana (business process) dilakukan melalui
serangkaian proses analisis dan perbaikan tatalaksana bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan
prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien dan terukur pada masingmasing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Target yang
ingin dicapai melalui program ini antara lain adalah meningkatnya
efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan serta kinerja
di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Namun
demikian,
serangkaian
proses
analisis
dan
perbaikan/penataan tatalaksana (business process) seperti yang
disebutkan di atas hanyalah sebagai alat bantu atau tools yang tidak
harus selalu digunakan secara formal bila ingin melakukan
peningkatan efisiensi dan efektivitas. Beberapa perbaikan/penataan
dapat dilakukan secara intuitif dan segera tanpa harus melalui proses
analisis dan perbaikan business process yang panjang.
Perbaikan/penataan ulang tatalaksana (business process) perlu
dilakukan bilamana, antara lain:
a) Terjadi perubahan arah strategis Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah (visi, misi dan sasaran strategis) yang
berdampak pada atau mengakibatkan perubahan tugas dan
fungsi serta keluaran (output) organisasi/unit kerja; dan
b) Adanya keinginan/dorongan dari dalam Kementerian/Lembaga
dan
Pemerintah
Daerah
atau
pun
dorongan
dari
publik/masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan
untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik secara signifikan
Muara dari penataan tatalaksana (business process) adalah
sebagai berikut antara lain:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-23

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

a) Pembuatan atau perbaikan Standar Operating Procedure (SOP),


termasuk di dalamnya perbaikan standar kinerja pelayanan;
b) Perbaikan struktur organisasi; dan
c) Pembuatan atau perbaikan uraian pekerjaan (job descriptions)
5.1.3.2. Pengertian dan Prinsip Penatalakasanaan
Terdapat sejumlah pengertian terkait penatalaksanaan organisasi
yang antara lain adalah:
a) Tatalaksana (business process), yaitu sekumpulan aktivitas
kerja terstruktur dan saling terkait yang menghasilkan
keluaran yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
b) Standard Operating Procedures (SOP), adalah dokumen tertulis
yang memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap
dan sistematis. SOP memuat serangkaian instruksi secara
tertulis tentang kegiatan rutin atau berulang-ulang yang
dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga
dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan
alur kerja (flow chart).
c) Aktivitas,
serangkaian
tindakan
sistematis
dengan
menggunakan alat kerja atau sarana kerja untuk
menghasilkan bagian-bagian kelengkapan keluaran suatu
tatalaksana (business process).
d) Pengguna adalah penerima keluaran yang dihasilkan suatu
tatalaksana (business process) sesuai dengan kebutuhannya.
Penataan suatu tatalaksana (business process) suatu organisasi
harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:
a) Definitif, yaitu suatu talaksana (business process) harus
memiliki batasan, masukan, serta keluaran yang jelas.
b) Urutan, yaitu suatu tatalaksana (business process) harus
terdiri dari aktivitas yang berurut sesuai waktu dan ruang.
c) Pelanggan, yaitu suatu tatalaksana (business process) harus
mempunyai penerima hasil proses.
d) Nilai tambah, bahwa transformasi yang terjadi dalam proses
harus memberikan nilai tambah pada penerima.
e) Keterkaitan, bahwa suatu proses tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan harus terkait dalam suatu struktur organisasi.
f) Fungsi silang, bahwa suatu proses umumnya, walaupun tidak
harus, mencakup beberapa fungsi.
5.1.3.3. Pendekatan Penataan Tatalaksana (Business Process)
a) Manajemen Tatalaksana
Pendekatan yang banyak digunakan di lingkungan manajemen
organisasi dan menjadi dasar dari proses penataan tatalaksana adalah
Manajemen Tatalaksana (Business Process Management). Menurut
pendekatan ini penataan tatalaksana merupakan suatu siklus.
Sebagaimana terpampang dalam gambar berikut, dalam siklus
tersebut penataan tatalaksana tercakup dalam aktivitas Analisis

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-24

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Kebutuhan yang kemudian dilanjutan dengan aktivitas Perancangan


dengan menggunakan Pemodelan Proses. Meski proses penataan
tatalaksana sudah dilakukan hal ini tidak berarti tatalaksana yang
disusun telah memenuhi prinsip-prinsip dan manfaat suatu
tatalaksana. Oleh karena itu, setelah tersusun modelnya, maka
tatalaksana harus dapat terimplementasi dengan baik dan diketahui
keberhasilannya. Setelah teruji dan memenuhi kriteria yang
diharapkan selama implementasi, berikutnya dilakukan pemberlakuan.
Pemberlakuan dilakukan dengan dukungan infrastruktur teknologi
informasi yang memadai. Tatalaksana ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Selanjutnya tatalaksana yang terbentuk
dilakukan monitoring secara berkesinambungan dan berdasarkan
fakta-fakta yang ada dilakukan evaluasi kehandalannya.

Gambar 5.2
Siklus Penataan Tatalaksana (Business Process)

b) Metode
Metodologi penataan tatalaksana (businessprocess) mencakup
dua aspek yaitu teknik pengumpulan data dan analisis. Teknik
pengumpulan data adalah cara-cara pengambilan data atau informasi
sedemikian rupa sehingga data atau informasi yang diperoleh valid dan
merepresentasikan seluruh aspek cakupan kajian. Analisis dalam
kajian tatalaksana lebih fokus pada pemahaman, pemetaan dan
perbaikan seluruh tatalaksana yang ada dalam organisasi sehingga
dapat disusun suatu rekomendasi yang aplikatif sekaligus efektif dalam

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-25

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

penerapannya. Metode yang dipilih adalah metode yang memungkinkan


hasil tatalaksana yang langsung dapat digunakan.
Masing-masing teknik pengambilan dan analisis data dapat
dipilih salah satu atau kombinasi antara beberapa teknik. Sebagai
panduan berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing teknik:
Focused Group
Discussion
Wawancara

Observasi
Telaah
Dokumen

Diskusi terpandu membahas suatu topik dimana


peserta adalah para pemimpin unit kerja atau nara
sumber terkait topik dimaksud.
Proses tanya jawab terstruktur dan tidak terstruktur
untuk menggali data dan informasi mengenai aspekaspek suatu topik tertentu. Wawancara terstruktur
adalah wawancara dimana semua pertanyaan yang
akan ditanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu
secara fixed dan ditanyakan kepada semua responden
dengan urut - urutan yang sama untuk menjaga
tingkat presisi dan realiabilitas. Wawancara tidak
terstruktur
adalah
wawancara
dimana
tidak
diperlukan format pertanyaan yang baku seperti
wawancara
terstruktur.
Namun
demikian
pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan pertanyaan kunci, yang mana dalam proses
wawancara pertanyaan - pertanyaan selanjutnya
sangat bergantung pada respon atau jawaban dari
responden.
Pengumpulan data/informasi mengenai pelaksanaan
suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rentang waktu tertentu
Penggalian data dan informasi dari berbagai dokumen
baik berupa buku, surat-surat keputusan, peraturan
perundang-undangan atau kebijakan tertulis.

Sedangkan teknik analisis terkait langsung dengan teknik


pengambilan data yang dilakukan. Uraian masing-masing teknik
adalah sebagai berikut:
Analisis Kausal
Klasifikasi
Proses
Permodelan
Proses

Telaah hubungan logis antara pernyataan, fakta atau


data dan informasi yang diperoleh.
Memilah-milah data/informasi atau fakta yang
terkumpul sesuai dengan definisi proses inti atau
proses pendukung
Pembuatan rumusan tatalaksana (business process)
dengan teknik penggambaran alur baik secara manual
maupun menggunakan program aplikasi

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-26

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

5.1.3.4. Proses Penataan Tatalaksana (Business Process)


a) Proses
Siklus pengelolaan yang mencakup perancangan yang
didasarkan pada analisis kebutuhan, implementasi, pemberlakuan
yang didukung monitoring dan evaluasi tatalaksana (business process)
pada pelaksanaannya akan mengerucut pada pelaksanaan pemetaan
tatalaksana (business process), analisis, perbaikan/peningkatan
Tatalaksana (business process), dan perbaikan terus menerus
(continuous improvement).
Dalam pemetaan dan analisis, dikenal dua tipe utama
Tatalaksana (business process), yaitu:
1) Proses Inti (Core Process); dan
2) Proses Pendukung (Supporting Process).
Proses Inti (Core Process) adalah proses yang memenuhi ketiga
kriteria sebagai berikut:
1) Berperan langsung dalam memenuhi kebutuhan penguna
eksternal;
2) Secara
langsung
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
organisasi (mencapai, visi, misi, strategi organisasi); dan
3) Memberikan respon permintaan dan memenuhi kebutuhan
pengguna.
Contoh Proses Inti (Core Process) antara lain:
Proses Pelayanan Pemberian Izin Investasi;
Proses Pelayanan Registrasi Wajib Pajak Perorangan; dan
Proses Pelayanan Pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM).
Sedangkan Proses Pendukung (Supporting Process) adalah proses
yang memenuhi kriteria berikut:
1) Memenuhi kebutuhan pengguna internal, para pelaku atau
fungsi di proses inti; dan
2) Tidak memiliki kaitan langsung dengan nilai manfaat
organisasi.
Contoh Proses Pendukung (Supporting Process) antara lain:
Proses Pembuatan Anggaran;
Proses Layanan Sistem Informasi; dan
Proses Layanan Hukum.
b) Pemetaan dan Analisis Tatalaksana (Business Process)
Pemetaan dan analisis tatalaksana (business process) biasanya
dimulai dari suatu analisis kebutuhan dengan cara memahami visi,
misi, tugas dan fungsi organisasi dan pihak-pihak eksternal yang
memerlukan dan mendapatkan layanan langsung dari organisasi.
Pemahaman dapat dilakukan dengan mempelajari dokumen terkait dan
diskusi dengan pimpinan organisasi, seperti Focused Group Discussion
(FGD) dan/atau wawancara dengan pimpinan organisasi sampai
dengan pimpinan unit organisasi terkecil.
Tujuan pemetaan dan analisis tatalaksana (business process)
adalah untuk melihat secara utuh keseluruhan rangkaian proses yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-27

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

mempengaruhi kinerja dan pencapaian organisasi dalam melayani


pemangku kepentingan utama, baik eksternal maupun internal.
Langkah-langkah untuk melakukan pemetaan dan analisis tatalaksana
(business process) antara lain adalah:
1) Pahami arahan strategis organisasi (visi, misi, tugas dan fungsi
organisasi);
2) Identifikasi tatalaksana (business process) yang akan dipetakan
berdasarkan analisis kebutuhan;
3) Identifikasi nama dan tipe tatalaksana (business process)
dimaksud;
4) Tentukan siapa saja pengguna atau pemakai utama dari
tatalaksana (business process) dimaksud;
5) Uraikan urutan kegiatan yang membentuk rantai tatalaksana
(business process) dimaksud;
6) Tentukan masukan utama tatalaksana (business process)
dimaksud;
7) Tentukan keluaran utama tatalaksana (business process)
dimaksud;
8) Tentukan pemilik (owner) tatalaksana (business process)
dimaksud;
9) Lakukan pemodelan tatalaksana (business process);
10) Dapatkan pengesahan dari pimpinan lembaga untuk
diberlakukan (bila diperlukan).
Pemodelan tatalaksana (business process) yang digunakan dapat
mengacu pada sistem yang sudah baku dan popular, yaitu Notasi
Manajemen Tatalaksana (business process). Pada dasarnya pemodelan
ini adalah pembuatan gambar diagram alir (flowchart) dari setiap
proses business yang teridentifikasi yang dihasilkan dari proses
pemetaan.
c) Perbaikan Tatalaksana (Business Process)
Perbaikan Tatalaksana (business process) didasarkan pada
evaluasi
atas
Tatalaksana
(business
process)
yang
telah
diimplementasikan, yang diperoleh dari masukan internal maupun
laporan dari masyarakat dan/atau pemangku kepentingan eksternal
lainnya. Tujuan perbaikan Tatalaksana (business process) adalah
membuat proses lebih efektif, efisien dan adaptif. Sedangkan target
perbaikan Tatalaksana (business process) adalah sebagai berikut,
antara lain:
1) Penurunan biaya;
2) Peningkatan kualitas output;
3) Peningkatan kualitas layanan; dan
4) Peningkatan kecepatan delivery.
Langkah-langkah dalam melakukan perbaikan Tatalaksana
(business process) adalah sebagai berikut:
1) Pahami harapan pengguna utama atas perbaikan dari
Tatalaksana (business process) dimaksud;

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-28

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

2) Pahami kebijakan atau peraturan yang mengatur Tatalaksana


(business process) dimaksud;
3) Identifikasi perbaikan Tatalaksana (business process) yang
diusulkan, yang biasanya melalui:
(a) Penyederhanaan proses (streamlining/simplification - S);
(b) Penghilangan proses yang tidak perlu (elimination - E);
(c) Pembuatan proses yang sama sekali baru (reengineering R); atau
(d) Pengotomatisasian proses (automation - A).
4) Perbaiki model Tatalaksana (business process) sesuai dengan
perbaikan yang telah dilakukan;
5) Dapatkan pengesahan dari pimpinan lembaga untuk
diberlakukan (bila diperlukan).
d) Penentuan Standar Tatalaksana
Penentuan standar tatalaksana adalah untuk memberikan suatu
kepastian bagi para pengguna tatalaksana (business process) yang
merupakan bagian dari proses analisis tatalaksana (business process)
dan merupakan hal yang penting bagi Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah, terutama dalam melayani para pemangku
kepentingan eksternal (publik/masyarakat dan Kementerian/ Lembaga
yang lain).
Penentuan standar tatalaksana dapat dilakukan melalui
mekanisme sebagai berikut (termasuk kombinasinya), antara lain:
1) Focused Group Discussion (FGD), dengan melibatkan
sekurang-kurangnya
penanggungjawab
operasionalisasi
proses yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya;
2) Masukan dari pengguna langsung tatalaksana (business
process) dan/atau atau survei kepuasan pengguna atas
pemberian layanan tatalaksana (business process); dan
3) Benchmark dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah yang telah menetapkan standar untuk tatalaksana
yang sama atau sejenis.
Dalam implementasinya, penetapan atas standar suatu
tatalaksana (business process) yang telah disetujui pada akhirnya
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Standar Operating
Procedures atas tatalaksana (business process) tersebut dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah.
5.1.4.
Mengevaluasi Kinerja Organisasi
5.1.4.1. Pengantar
Pada umumnya konsep evaluasi sebagai proses adalah: (1)
mengumpulkan informasi dan (2) menggunakan standar atau kriteria
dalam evaluasi (3) menarik kesimpulan, menetapkan suatu keputusan
yang berguna yang dapat diaplikasikan pada semua situasi yang
dihadapkan pada pimpinan organisasi. Ketiga unsur tersebut dicakup

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-29

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

pada semua evaluasi. Semua metode kerja, kegiatan dan situasi dalam
suatu organisasi dapat dievaluasi.
Evaluasi dalam konteks manajemen terutama digunakan untuk
membantu memilih dan merancang kegiatan yang akan datang. Studi
evaluasi dapat menilai atau menduga keadaan yang dihasilkan suatu
kegiatan
dalam
hal
ini
perubahan
organisasi
(mencakup
keluaran/output dan hasil/outcome) dan distribusi manfaat di antara
berbagai kelompok sasaran, dan dapat menilai efektivitas biaya dari
proyek dibanding dengan pilihan lainnya. Jika kegiatan tidak
mempunyai sistem evaluasi yang efektif, bahaya akan meningkat untuk
melanjutkan kegiatan yang tidak menghasilkan manfaat yang
diinginkan. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara
harapan dan kenyataan. Hal yang sangat dipentingkan dalam semua
kegiatan evaluasi adalah kesempurnaan dan keakuratan data. Evaluasi
pada dasarnya merupakan kajian yang merupakan kegiatan mencari
faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan, bukan hanya sekedar
gejala yang tampak dalam permukaan. Karena itu evaluasi merupakan
kegiatan diagnostik, menjelaskan interpretasi hasil analisis data dan
kesimpulan.
Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa dunia akan
selalu berubah, masyarakat berubah, lingkungan berubah dan
semuanya berubah. Pendek kata tidak ada yang abadi kecuali
perubahan itu sendiri. Organisasi pemerintah sebagai sebuah
organisasi terbuka suka atau tidak suka akan menghadapi
perubahanperubahan tersebut. Untuk itu ia harus terus menerus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dilingkungan strategisnya. Dalam rangka mewujudkan organisasi
berkinerja tinggi, langkah akhir dalam proses yang harus dilakukan
adalah tahap evaluasi terhadap kinerja organisasi, sebagai upaya
menuju organisasi berkinerja tinggi.
Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting dilakukan,
karena tanpa evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana
organisasi tersebut telah efektif melakukan perubahan menuju
organisasi berkinerja tinggi. Bisa dikatakan bahwa evaluasi terhadap
kinerja organisasi pada hakekatnya adalah sebuah usaha untuk
mengetahui di mana kita nyatanya berada dan di mana kita
seharusnya berada. Dari hasil evaluasi bisa diketahui apa kekurangan
dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi dan kemudian dapat
dilakukan langkah-langkah intervensi untuk memperbaiki kondisi yang
ada.
Selanjutnya sebagai indikator organisasi berkinerja tinggi dapat
diukur dari hasil kerja organisasi (kinerja) organisasi itu sendiri. Bila
hasil evaluasi ternyata menunjukkan kinerja yang tinggi berarti
organisasi tersebut telah berhasil melakukan perubahan menjadi
organisasi berkinerja tinggi. Akan tetapi sebaliknya bila hasil evaluasi
menunjukkan kinerja yang belum memuaskan, maka perlu dicari

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-30

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

permasalahan apa
berkinerja tinggi.

yang

menghambat

terwujudnya

organisasi

5.1.4.2.
Pendekatan Evaluasi Organisasi
Mengingat pentingnya evaluasi kinerja organisasi untuk
mengetahui tingkat perubahan dalam mewujudkan organisasi
berkinerja tinggi, maka pertanyaan yang muncul adalah:
1) Bagaimana melakukan evaluasi terhadap kinerja organisasi?
2) Pendekatan apa yang digunakan?
3) Indikator apa saja yang pertu diukur sehingga evaluasi yang
dilakukan dapat memberi informasi keadaan yang sebenarnya
dari tingkat kinerja yang ada?
Untuk mengevaluasi kinerja sebuah organisasi bisa digunakan
beberapa pendekatan, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pendekatan Tujuan
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling umum
digunakan dalam menilai kinerja organisasi, dimana output dan atau
hasil yang ada/dicapai dibandingkan dengan hasil sebelumnya dan
rencana/target yang telah ditetapkan. Dengan kriteria ini kinerja
organisasi ditentukan dengan seberapa jauh pencapaian tujuan
organisasi.
Untuk bisa menggunakan pendekatan ini, ada beberapa hal yang
harus dipenuhi, antara lain:
a) Organisasi mempunyai tujuan akhir yang jelas, yang
tercermin dari visi dan misi yang dimiliki
b) Tujuan-tujuan tersebut diidentifikasi dan ditetapkan dengan
baik agar dapat dimengerti
c) Tujuan-tujuan tersebut sedikit saja agar mudah dikelola
d) Ada konsensus untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
e) Kemajuan kearah pencapaian tujuan tersebut dapat diukur.
2) Pendekatan Sistem/Proses Internal
Organisasi yang berkinerja tinggi harus memiliki proses internal
yang sehat. Organisasi memiliki proses internal yang sehat jika arus
informasi berjalan baik, pegawai mempunyai loyalitas, komitmen,
kepuasan kerja dan saling percaya. Kriteria yang lain adalah
minimalnya konflik yang tidak perlu terjadi serta tidak ada manuver
politik yang merusak dari para anggota. Selain itu, pendekatan ini lebih
menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan hidup
jangka panjang dari organisasi, seperti memperoleh sumber daya,
mempertahankan dirinya secara internal dan berintegrasi dengan
lingkungan eksternalnya. Tujuan akhir tidak diabaikan, tetapi hanya
dipandang sebagai satu elemen di dalam kumpulan kriteria yang lebih
kompleks. Pendekatan ini lebih menekankan pada cara untuk
mencapai tujuan. Hal-hal tersebut di atas didasarkan pada asumsiasumsi sebagai berikut:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-31

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

a) Organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling


berhubungan, dimana jika salah satu bagian mempunyai
kinerja yang jelek akan berpengaruh terhadap keseluruhan
organisasi.
b) Interaksi yang berhasil dengan lingkungan, sehingga
manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan
hubungan baik dengan pelanggan, serikat pekerja, dan
lainnya.
c) Kelangsungan hidup membutuhkan sumber daya, oleh karena
itu harus dilakukan penggantian terus menerus terhadap
bahan baku, lowongan/ kekurangan pegawai diisi, perubahan
pelanggan diantisipasi dan sebagainya.
Pendekatan sistem ini akan sangat berguna jika ada hubungan
yang jelas antara masukan (input) dan keluaran (out-put) dan
sebaliknya ada beberapa kendala karena kesulitan mengembangkan
alat ukur, misalnya untuk melihat kejelasan komunikasi intern.
3) Pendekatan Kepuasan Konstituen Strategis
Organisasi tergantung dan sekaligus mempengaruhi hidup orangorang atau pihak di luar organisasi. Oleh karena itu tingkat kepuasan
tiap-tiap pihak yang terlibat merupakan kriteria penting bagi kinerja
organisasi. Dengan pendekatan ini organisasi pemerintah dikatakan
efektif dan atau berkinerja tinggi jika dapat memenuhi tuntutan dari
konstituen yang mendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut.
Yang dimaksud dengan konstituen disini adalah orang atau
sekelompok orang yang mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan
hidup organisasi, seperti penyedia sumber daya, pelanggan dan
sebgainya.
Hal tersebut penting kiranya bagi organisasi mempunyai
kemampuan untuk mengidentifikasi konstituennya yang penting.
Organisasi mampu menilai pola preferensi konstituen tersebut dan
mampu memenuhi tuntutannya serta pada akhirnya organisasi harus
mengejar sejumlah tujuan yang dipilih sebagai respon terhadap
kelompok-kelompok kepentingan.
Pendekatan ini akan sangat berguna ketika konstituen
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap organisasi. Seperti yang
terjadi sekarang ini dimana masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat
dan Dewan Perwakilan Rakyat begitu kuat tuntutannya kepada
pemerintah (baca: organisasi pemerintah) untuk bisa memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya. Karena adanya tuntutan tersebut
organisasi pemerintah diharapkan menanggapi dan memenuhi
tuntutan konstituen tersebut.
Ada beberapa kesulitan yang mungkin akan dihadapi ketika
menggunakan pendekatan ini. Penentuan konstituen strategis pada
lingkungan yang besar pada prakteknya sangat sulit, karena
lingkungan berubah dengan cepat. Hal lain adalah pada masingmasing bagian/unit organisasi bisa saja mempunyai konstituen

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-32

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

strategis yang berbeda. Dengan kondisi ini dengan sendirinya


organisasi akan kesulitan menetapkan konstituen mana yang harus
dipenuhi tuntutannya.
4) Pendekatan Faktor Bersaing
Pada pendekatan ini seluruh variabel yang mempengaruhi
efektivitas organisasi diidentifikasi, kemudian menentukan bagaimana
variabelvariabel tersebut saling berhubungan. Hal ini dilakukan karena
menurut pendekatan ini, tidak ada pendekatan/kriteria yang paling
baik untuk menilai kinerja organisasi. Tidak ada tujuan tunggal yang
dapat disetujui semua orang dan tidak ada konsensus yang
menetapkan tujuan mana yang harus didahulukan. Oleh karena itu
berbagai
pendekatan
tersebut
dikonsolidasikan/dikombinasikan
sehingga membentuk kumpulan dasar nilai bersaing.
Dari kombinasi yang dilakukan didapat tiga kumpulan dasar
nilai bersaing sebagai berikut :
a) Fleksibilitas versus kontrol. Dalam tiap organisasi dibutuhkan
adanya fleksibilitas dan sekaligus kontrol yang merupakan
dimensi yang saling berlawanan. Fleksibilitas menghargai
inovasi, penyesuaian dan perubahan mengikuti perubahan
dalam lingkungan, sedangkan kontrol lebih menyukai
stabilitas, ketentraman dan kemungkinan prediksi.
b) Kepentingan manusia versus kepentingan organisasi. Dalam
tiap organisasi dimana didalamnya terdiri dari manusia, akan
selalu
ada
persaingan
dimana
manusia
(sebagai
individu/kelompok kecil individu) mempunyai kepentingan
yang terkadang berbenturan dengan kepentingan organisasi.
Dari hal ter sebut ter jadi persaingan apakah penekanan lebih
terhadap kebutuhan dan kesejahteraan manusia atau
pengembangan dan produktivitas organisasi.
c) Cara/proses versus tujuan/hasil. Kondisi ideal dari tiap
organisasi adalah cara/proses berjalan dengan baik dalam arti
sinergi dari tiap orang/unit berjalan baik sehingga tujuan
organisasi tercapai dengan baik.
Namun demikian ada kalanya kondisi ideal tersebut tidak
terwujud sehingga organisasi perlu menentukan sikap, apakah
memberi penekanan lebih terhadap cara/proses internal (jangka
panjang) atau penekanan terhadap tujuan akhir (yang penting tujuan
tercapai) dan jangka pendek. Ketiga kumpulan tersebut kemudian
dikombinasikan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

No
2.
3.

Tabel 5.1.
Kombinasi Tiga Kumpulan Dasar Nilai Bersaing
Sel
Deskripsi
Organisasi
Fleksibilitas
Means
Fleksibilitas
(Cara)
Organisasi
Fleksibilitas
Ends
Perolehan sumber

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-33

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

No

Sel

4.

Organisasi

Control

5.

Organisasi

Control

6.

Manusia

Control

7.

Manusia

Control

8.

Manusia

Fleksibilitas

9.

Manusia

Fleksibilitas

Deskripsi
(Tujuan)
Means
(Cara)
Means
(Cara)
Ends
(Tujuan)
Means
(Cara)
Means
(Cara)
Ends
(Tujuan)

Perencanaan
Produktivitas
Efisiensi
Penyebaran
informasi
Stabilitas
Pegawai
kohesif
Pegawai
terampil

dan

yang
yang

Kedelapan sel tersebut dapat dikombinasikan sehingga didapat


empat model kinerja organisasi. Model-model tersebut adalah :
a) Human relation model yang menekankan pada manusia dan
fleksibilitas serta mendefinisikan kinerja sebagai adanya
pegawai yang terpadu (cohesive) dan terampil.
b) Open system model yang menekankan organisasi dan
fleksibilitas serta mendefinisikan kinerja sebagai adanya
fleksibilitas dalam organisasi dan kemampuan mendapatkan
sumber.
c) Rational goal model yang menekankan pada kontrol dan
organisasi serta mendefinisikan kinerja sebagai adanya
perencanaan yang baik dan adanya produktivitas dan efisiensi
yang tinggi.
d) Internal process model yang menekankan pada manusia dan
pengawasan. Kinerja didefinisikan sebagai adanya penyebaran
informasi dan stabilitas dalam organisasi. Masing-masing
pendekatan tersebut di atas mempunyai kelebihan dan
kekurangan sehingga untuk menutup kekurangan yang ada,
tiap-tiap pendekatan bisa dikombinasikan. Dari kombinasi
tersebut tiap-tiap kelebihan bisa menutup kekurangan yang
ada.
5.1.4.3.
Indikator dan Motode Evaluasi Organisasi
Untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja organisasi perlu
ditentukan indikator yang akan diukur. Indikator ini bisa di breakdown dari kombinasi pendekatanpendekatan yang telah dikemukakan
sebelumnya. Selain itu indikator dapat pula dilihat dari beberapa
metode pengukuran kinerja yang selama ini dikenal seperti Common
Assessment Framework (CAF) dan Baldrige National Quality Program
(BNQP).

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-34

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

1) Common Assessment Framework (CAF)


CAF merupakan alat untuk mengukur organisasi (self
assessment) di sektor publik. CAF dikembangkan oleh Directors-General
of Public Administration dari negara anggota Uni Eropa untuk
mendukung pengenalan ide dan prinsip-prinsip total quality
management (TQM) di bidang sektor publik di Uni Eropa dan
sekitarnya.
CAF terdiri dari 9 kriteria evaluasi yang secara bersama-sama
membentuk sebuah framework yang logis dan menyeluruh, dan
memungkinkan untuk dilakukannya pengukuran pada kegiatan dan
tindakan yang relevan, dan kinerja dari organisasi sektor publik. Empat
kriteria digunakan untuk mengukur kinerja enabler (apa yang
dilakukan organisasi untuk mencapai hasil yang ekselen). Kemudian,
lima kriteria digunakan untuk mengukur results (hasil-hasil yang
dicapai organisasi).
Kriteria yang masuk dalam kategori Enabler adalah :
a) Kriteria 1: Kepemimpinan, yaitu bagaimana pimpinan dan
manajer mengembangkan dan memfasilitasi pencapaian misi
dan visi dari organisasi publik.
b) Kriteria 2: Kebijakan dan Strategi, yaitu bagaimana organisasi
menerapkan misi dan visinya melalui strategi yang berfokus
pada stakeholder yang jelas, didukung oleh kebijakan, tujuan
yang telah direncanakan, target dan proses-proses yang
relevan.
c) Kriteria 3: Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu bagaimana
organisasi mengelola, mengembangkan dan menyebarkan
pengetahuan dan potensi orang-orangnya secara maksimal
pada tingkat individu, kelompok, maupun organisasi.
d) Kriteria 4: Sumber-sumber dan Kemitraan Eksternal, yaitu
bagaimana organisasi merencanakan dan mengelola kemitraan
eksternal dan sumber-sumber internalnya untuk mendukung
kebijakan dan strateginya, dan proses operasinya yang efektif.
Kriteria yang masuk dalam kategori Results adalah :
a) Kriteria 5: Manajemen Proses dan Perubahan, yaitu bagaimana
organisasi mendisain, mengelola dan meningkatkan prosesnya
untuk mendukung kebijakan dan strateginya, dan secara
penuh memuaskan para pengguna jasa dan stakeholder-nya.
b) Kriteria 6: Hasil-hasil yang berorientasi pada pengguna
jasa/masyarakat, yaitu hasil apa yang dicapai organisasi
dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
para pengguna jasa dan masyarakat dengan hasil-hasil (outcomes) external-nya.
c) Kriteria 7: Hasil-hasil Manusia (Pegawai), yaitu hasil-hasil yang
dicapai organisasi dalam kaitannya dengan kepuasan para
pegawainya.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-35

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

d) Kriteria 8: Dampak pada masyarakat, yaitu apa yang dicapai


organisasi dalam memuaskan kebutuhan dan harapan dari
masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan internasional
(sesuai dengan cakupan organisasi).
e) Kriteria 9: Hasil-hasil Kinerja Kunci, yaitu apa yang dicapai
organisasi dalam hubungannya dengan mandat dan tujuantujuan khususnya dan dalam memuaskan kebutuhan dan
harapan dari setiap orang.
2) Baldrige National Quality Program (BNQP)
BNQP adalah sebuah program yang dilaksanakan oleh National
Institute of Standards and Technology (NIST), sebuah lembaga federal di
bawah Commerce Departments Technology Administration. Program ini
ditujukan
untuk
meningkatkan
tingkat
kompetisi,
kualitas,
produktifitas dan kinerja organisasi-organisasi di Amerika Serikat.
Adapun kriteria-kriteria yang dievaluasi melalui metode ini dibangun
berdasarkan seperangkat nilai dan konsep yang saling berhubungan
sebagai berikut:
a) Visionary leadership, yaitu seorang pemimpin harus menyusun
arah, sistim nilai yang jelas serta pengharapan yang tinggi bagi
organisasinya. Arah, sistim nilai dan pengharapan harus
seimbang terhadap keseluruhan kebutuhan stakeholder. Selain
itu pemimpin harus bisa juga menjamin bahwa pada
penyusunan strategi, sistem dan metode menunjang
pencapaian hasil yang terbaik, mendorong inovasi serta
membangun pengetahuan dan kemampuan pegawai.
b) Customer-driven excellence, yaitu sebuah konsep strategis
dalam menghadapi keinginan customer serta pasar. Kualitas
dan kinerja dinilai oleh customer organisasi. Oleh karena itu
prinsip ini mempunyai dua komponen, yang pertama
kemampuan memahami kemauan customer saat ini dan
kedua, antisipasi terhadap kemauan customer dimasa depan
serta perkembangan pasar.
c) Organizational and personal learning, yaitu dalam pencapaian
level tertinggi dari kinerja organisasi dibutuhkan organizational
and personal learning agar dapat mengikuti perubahanperubahan yang terjadi di dalam organisasi.
d) Valuing employees and partners, yaitu peduli pada peningkatan
pengetahuan, keahlian, kreativitas dan motivasi para pegawai
dan relasi kerja.
e) Ability yaitu sebuah kemampuan untuk perubahan yang cepat
dan fleksibilitas.
f) Focus on the future yaitu orientasi yang kuat akan masa depan
dan kemauan membentuk komitmen jangka panjang dengan
stakeholder.
Perencanaan
organisasi
harus
mempertimbangkan banyak faktor seperti harapan customer,

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-36

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

peluang bisnis yang baru, globalisasi, perkembangan teknologi


dan sebagainya.
g) Managing for innovation. Dengan prinsip ini inovasi adalah
melakukan perubahan yang berarti untuk meningkatkan
kualitas produk, servis dan proses yang memberi nilai tambah
baru bagi seluruh stakeholder. Inovasi harus mampu
membimbing organisasi menuju pada tingkat lain dari kinerja
yang telah dicapai.
h) Management by fact, yaitu ketergantungan organisasi pada
pengukuran dan analisis kinerja. Dengan analisa data dari
hasil pengukuran kinerja dilakukan evaluasi dan perubahan
untuk mendukung pencapaian tujuan.
i) Public responsibility and citizenship, yaitu penekanan
tanggungjawab organisasi pada publik terkait dengan
kesehatan dan keselamatan publik dan keselamatan
lingkungan serta kemauan bertindak sebagai warga yang baik
dengan mengutamakan tujuan-tujuan penting dimasyarakat
seperti peningkatan pendidikan misalnya.
j) Focus on results and creating value yaitu pengukuran kinerja
organisasi harus fokus pada pencapaian hasil. Pencapaian
hasil digunakan sebagai penciptaan nilai tambah dan nilai
penyeimbang antar stakeholder. Dengan menciptakan nilai
tambah bagi para stakeholder, organisasi membangun loyalitas
dan berkontribusi pada lingkungannya.
k) System perspective yaitu melihat organisasi sebagai suatu
keseluruhan dari semua unsur-unsur yang ada untuk
mencapai sukses yang diidamkan.
Bila dikaitkan dengan organisasi berkinerja tinggi, sebagaimana
dikemukakan oleh Mark G. Popovich (1998), terdapat 8 karakteristik
organisasi berkinerja tinggi diantaranya adalah :
a) Mempunyai misi yang jelas.
b) Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada
pencapaian keberhasilan tersebut.
c) Memberdayakan para pegawainya.
d) Memotivasi individu-individu dalam organisasi untuk meraih
sukses.
e) Bersifat fleksibel dan selalu dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi yang baru.
f) Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja
g) Selalu menyempurnakan prosedur kerja demi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat.
h) Selalu berkomunikasi dengan stakeholders (pihak terkait
dengan kinerja organisasi)
Selanjutnya bila ditarik benang merah dari indikator kinerja
organisasi dengan karakteristik organisasi berkinerja tinggi, maka
terdapat hampir kemiripan antara ketiganya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-37

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

No.

1.
2.
3.

Indikator Kinerja
CAF
Kepemimpinan
Kebijakan
dan
strategi
Manajemen SDM

BNQP
Visionary
leadership
Focus on the future
Valuing employees
and partners
Organizational and
personal learning
Ability
Managing for
innovation
System perspective

4.

Manajemen dan
proses perubahan

5.

Sumber-sumber
dan kemitraan
eksternal

6.

Hasil-hasil yang
berorientasi pada
pengguna
jasa/masyarakat
Hasil-hasil
manusia (Pegawai)

Customer-driven
excellence
Focus on results
and creating value
Focus on result and
creating value

8.

Dampak pada
masyarakat

Public responsibility
and citizenship

9.

Hasil-hasil kinerja
kunci

Management by
fact
Focus on results
and creating value

7.

Karakteristik
Organisasi Berkinerja
Tinggi
Mempunyai visi yang
jelas
Memberdayakan para
pegawainya
Bersifat fleksibel dan
selalu dapat
menyesuaikan diri
dengan kondisi baru
Selalu berkomunikasi
dengan stakeholders
(pihak yang terkait
kinerja organisasi)

Menetapkan hasil
yang akan dicapai dan
berfokus pada
pencapaian
keberhasilan tersebut.
Memberdayakan para
pegawainya
Memotivasi individuindividu dalam
organisasi untuk
meraih sukses
Selalu
menyempurnakan
prosedur kerja demi
untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan
atau masyarakat
Selalu berkompetisi
meningkatkan kinerja

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-38

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Dari pendekatan dan indikator di atas, untuk mengevaluasi


kinerja organisasi bisa dilakukan dengan indikator-indikator sebagai
berikut:
a) Visi dan misi, yang diukur dari tingkat pencapaiannya
b) Pemberdayaan pegawai, yang diukur yaitu sampai sejauh
mana pegawai diberdayakan dalam rangka proses pencapaian
visi dan misi, motivasi dilakukan terhadap individu-individu di
dalam organisasi.
c) Fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru, yang
diukur yaitu sejauhmana organisasi menyesuaikan dengan
perubahan
dan
sejauh
mana
pula
learning
organization/penciptaan
iklim
belajar
terus
menerus
dilakukan.
d) Selalu berkomunikasi dengan stakeholders/pihak terkait
dengan kinerja organisasi (customer-driven excellence), yang
diukur adalah sejauh mana organisasi/individu organisasi
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat/ pelanggan.
e) Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada
pencapaian keberhasilan tersebut (focus on results and creating
value), yang diukur adalah sampai sejauh mana pengukuran
kinerja dilakukan dalam mencapai visi dan misi.
f) Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja, yang diukur adalah
sejauh mana pemupukan semangat berusaha dilakukan,
ketangguhan pegawai menghadapi masalah dan semangat
pegawai yang senantiasa berusaha dan tidak mudah
menyerah.
5.1.4.4. Catatan Penting dalam Evaluasi Organisasi
Evaluasi pada dasarnya merupakan kajian yang merupakan
kegiatan mencari faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan,
bukan hanya sekedar gejala yang tampak dalam permukaan. Karena
itu evaluasi merupakan kegiatan diagnostik, menjelaskan interpretasi
hasil analisis data dan kesimpulan.
Evaluasi bersifat diagnosa untuk mengetahui persoalan dan
memecahkan persoalan. Evaluasi dalam mata diklat ini lebih tertuju
evaluasi permasalahan organisasi setelah dilaksanakan perubahan
organisasi pada uit kerja eselon II. setelah dilaksanakan perubahan
atau pengembangan harus ada evaluasi pelaksanan terhadap
organisasi untuk memetakan persoalan yang terjadi. Oleh karena itu
para peserta harus dilandasi pola berpikir objektif, sehingga hasil
evaluasi bertitik tolak pada landasan hasil evaluasi, dimana
dihindarkan unsur subjektivitas dalam merumuskan hasil evaluasi.
Pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
kinerja meliputi: (1) Pendekatan pencapaian tujuan, (2) pendekatan
sistem atau proses internal, (3) pendekatan kepuasan konstituen
strategis, dan (4) pendekatan faktor bersaing. Untuk melakukan
evaluasi terhadap kinerja organisasi perlu ditentukan indikator yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-39

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

akan diukur. Indikator ini bisa di break-down dari kombinasi


pendekatan- pendekatan yang telah dikemukakan sebelumnya. Selain
itu indikator dapat pula dilihat dari beberapa metode pengukuran
kinerja yang selama ini dikenal seperti Common Assessment Framework
(CAF) dan Baldrige National Quality Program (BNQP).
Indikator-indikator untuk mengevaluasi kinerja organisasi
tersebut adalah: (1)Visi dan misi, (2) Pemberdayaan pegawai, (3)
Fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru, (4) Selalu
berkomunikasi dengan stakeholders/pihak terkait dengan kinerja
organisasi (customer-driven excellence), (5) Menetapkan hasil yang akan
dicapai dan berfokus pada pencapaian keberhasilan tersebut (focus on
results and creating value), (6) Selalu berkompetisi meningkatkan
kinerja.
5.1.5.
Reformasi Birokrasi
5.1.5.1. Pendahuluan
Dalam konteks penyelenggaraan negara, birokrasi menjadi mesin
yang menggerakkan negara untuk mencapai tujuan-tujuannya
sebagaimana ditetapkan dalam konstitusi. Posisi birokrasi menjadi
sangat menentukan dalam negara-negara modern, dan kondisi
birokrasi mencerminkan kompleks situasi penyelenggaraan negara
secara umum. Pemerintahan sangat dekat hubungannya dengan
birokrasi. Birokrasi adalah alat negara. Dalam negara, sebelum ia
dijalankan oleh birokrasi maka harus ada pemerintahan yang
mengatur birokrasi. Birokrasi dalam konteks publik adalah pengelolaan
fungsi-fungsi pemerintahan. Pemerintah adalah keseluruhan struktur,
lembaga dan unit-unit dalam negara yang bertugas mengatur
terlaksananya tugas-tugas pemerintahan yang baik yang bersifat
internal maupun kepada masyarakat umum (Said, 2007).
Salah
satu
fungsi
pemerintah
yang
utama
adalah
menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum
pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi
merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan
publik yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal
ini berarti bahwa untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah
dengan baik maka organisasi birokrasi harus profesional, tanggap,
aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring
dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan secara
terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih
dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum
pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar
dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap
masyarakat. Negara modern membutuhkan birokrasi yang modern.
Birokratlah yang mengimplementasikan politik dan kebijakan negara.
Birokrasi adalah bentuk kecil pemerintahan, minus para politikus
dalam pemerintahan.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-40

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Pada negara maju birokrasi akan menjadi sangat terspesialisasi


pada setiap tingkatan/level. Ini merupakan cerminan dari beragamnya
aktifitas pemerintah serta kemampuan teknis yang diperlukan untuk
mengimplementasikan
berbagai
program
pembangunan
pada
masyarakat yang lebih modern. Birokrasi negara maju akan
menunjukkan pada titik tertentu sebuah tingkat keprofesionalan yang
tinggi, baik untuk mengidentifikasi maupun melayani berbagai
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Karena sistem politik di negara
maju secara keseluruhan sudah stabil dan matang, serta birokrasi
sudah sangat berkembang, maka peran birokrasi pada proses-proses
politik sudah jelas dan teratur dan berada dibawah kontrol yang efektif
dari lembaga-lembaga politik yang secara fungsional menangani hal
tersebut.
Sementara di banyak negara berkembang, kinerja birokrasi selalu
dijadikan alasan penyebab terjadinya keterpurukan bangsa karena
masih adanya persoalan-persoalan seperti birokrasi yang lamban, tidak
efisien, tidak efektif, tidak tanggap, dan ditengarai banyak diwarnai
dengan praktik korupsi, serta menjadi salah satu penyebab praktik
penyalahgunaan kewenangan. Sorotan tajam tentang kinerja birokrasi
dalam menyelenggarakan pelayanan publik menjadi wacana yang
aktual dalam studi administrasi negara akhir-akhir ini. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya kinerja birokrasi dalam memberikan
pelayanan dan pada sisi lain munculnya konsep privatisasi,
swastanisasi, kontak kerja yang pada intinya ingin meminimalkan
campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam pelayanan publik
(Savas, 1983, Osborne, 1992).
Buruknya kinerja birokrasi sebagai perpanjangan tangan
penerapan kebijakan publik pemerintah justru menjadi faktor
penghambat efektivitas dan efisiensi bagi pelaksanaan kebijakan
pemerintah di lapangan. Karakter birokrasi dalam kenyataannya
sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek sosiokultural-politik lokal
tersebut. Demikian pula halnya dalam memahami birokrasi Indonesia
saat ini, dalam memahami perilakunya yang korup, inward looking,
tidak efektif, tidak kompeten, tidak berorientasi pelayanan, dan
sebagainya,
kita
harus
mengaitkannya
dengan
aspek-aspek
sosiokultural-politik yang mempengaruhinya, karena birokrasi tidak
berada di dalam ruang hampa nilai.
Mengingat pentingnya peran sentral birokrasi dalam pengelolaan
negara, demi tercapainya tujuan negara, maka perlulah diambil
langkah-langkah perbaikan agar birokrasi bukan saja menjadi mesin
negara yang efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan negara,
namun juga dapat menjadi pelayan publik yang baik. Berangkat dari
kondisi eksisting, dapat disusun rencana-rencana ke arah perbaikan,
baik terkait kelembagaan maupun perilaku birokrasi.
Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) menjadi misi utama bagi pemerintah yang demokratis,
karena esensi otonomi daerah adalah meningkatkan publik service

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-41

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

function (fungsi pelayanan masyarakat), development function (fungsi


pembangunan), dan protection function (fungsi perlindungan). Sesuai
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004; tujuan
otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan umum, pemberdayaan dan
peranserta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan
prinsip
demokrasi,
pemerataan,
keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI.
Paradigma pemerintahan yang baik mempunyai arti bahwa
penyelenggaraan pemerintahan harus dapat diukur dan dinilai
kinerjanya dengan menggunakan apa yang disebut sebagai indikatorindikator pemerintahan yang baik, yaitu:
a) Demokrasi, desentralisasi, dan peningkatan kemampuan
pemerintah;
b) Hormat terhadap hak azasi manusia dan kepatuhan terhadap
hukum;
c) Partisipasi rakyat;
d) Efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintahan dan
administrasi publik;
e) Perhatian terhadap pemerataan dan kemiskinan;
f) Komitmen terhadap kebijakan ekonomi yang berorientasi
pasar.
5.1.5.2. Konsep Reformasi Birokrasi
Seperti yang dipaparkan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi,
bahwa konsep reformasi birokrasi berkaitan dengan ribuan proses
tumpang tindih (overlapping) antarfungsi-fungsi pemerintahan,
melibatkan jutaan pegawai, dan menghabiskan anggaran yang tidak
sedikit. Konsep reformasi birokrasi juga berkaitan dengan upaya
menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah
dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap,
konkret, realistis, sungguh-sungguh, dengan cara berfikir di luar
kebiasaan/rutinitas yang ada (out of the box), perubahan paradigma,
dan dengan upaya luar biasa. Konsep reformasi birokrasi juga
berkaitan upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi,
memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah
pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah
dengan paradigma dan peran baru
Reformasi birokrasi dalam beberapa literatur disebut reformasi
administrasi publik atau ada yang menyebut reformasi administrasi.
Menurut Mosher, (dalam Rais dan Flassy, 2005:5) bahwa Reformasi
Administrasi Publik terdiri atas:
a) Reorganisasi administrasi, yang sering disebut sebagai aspek
institusional (kelembagaan)
b) Perubahan sikap, perilaku, dan nilai orang-orang yang terlibat
dalam proses reformasi, sering disebut sebagai aspek perilaku.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-42

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Hampir sama seperti yang disampaikan Caiden (1991:100), dua


hal yang harus menjadi perhatian dalam pelaksanaan reformasi
administrasi yaitu:
a) Organisasi meliputi tujuan, target, kebijaksanaan, ukuran,
bentuk, struktur dan kebiasaan organisasi;
b) Individu, meliputi hak, kewajiban, legalitas, ambisi, harapan,
kreativitas dan lain-lain.
Penyelenggaraan pemerintah daerah dengan memberi penekanan
pada aspek efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi menjadikan
reformasi
birokrasi
sebagai
prasyarat
utama
mewujudkan
pemerintahan yang baik. Karena kalau dikembalikan lagi pada makna
reformasi birokrasi adalah upaya melakukan perubahan sistematik dan
terencana menuju tatanan administrasi publik yang lebih baik.
Pemerintah daerah harus lebih fokus seperti yang disampaikan Caiden
dam Mosher harus melaksanakan reformasi institusional dan
melaksanakan reformasi perilaku birokrasi.
Makna reformasi birokrasi adalah: Perubahan besar dalam
paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia; Pertaruhan besar
bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan abad ke-21;
Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antarfungsi-fungsi
pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran
yang tidak sedikit; Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat
tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan
langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh,
berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar
biasa; Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi,
memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah
pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah
dengan paradigma dan peran baru.
Atas dasar makna tersebut, pelaksanaan reformasi birokrasi
diharapkan dapat: Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap
penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang
bersangkutan; Menjadikan negara yang memiliki birokrasi yang bersih,
mampu, dan melayani; Meningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat; Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan
kebijakan/program instansi; Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu)
dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; Menjadikan birokrasi
Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi
dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Arah dan kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi secara
nasional ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, sedangkan
operasionalisasinya
ditetapkan
dalam
Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-43

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Ukuran keberhasilan tahun 2025, yang diharapkan telah


menghasilkan governance yang berkualitas di setiap Kementerian/
Lembaga dan Pemerintah Daerah, ditandai dengan:
a) Tidak ada korupsi;
b) Tidak ada pelanggaran;
c) APBN dan APBD baik;
d) Semua program selesai dengan baik;
e) Semua perizinan selesai dengan cepat dan tepat;
f) Komunikasi dengan publik baik;
g) Penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif;
h) Penerapan reward dan punishment secara konsisten dan
berkelanjutan;
i) Hasil pembangunan nyata (pro pertumbuhan, pro lapangan
kerja, dan pro pengurangan kemiskinan), artinya menciptakan
lapangan
pekerjaan,
mengurangi
kemiskinan,
dan
memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Salah satu agenda reformasi total di Indonesia adalah
menciptakan good governance dalam rangka membentuk Indonesia
baru. Ada tiga aktor utama dalam rangka Good Governance:
Pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk didalamnya; dunia
usaha (swasta, dan usaha-usaha negara); dan masyarakat. Ketiga aktor
yang berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan
bangsa tersebut memiliki posisi, peran, tanggungjawab, dan
kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang
dinamis berkelanjutan. Dalam konsep good governance, ketiga aktor
dalam sistem administrasi negara ditempatkan sebagai mitra yang
setara.
Reformasi birokrasi merupakan usaha mendesak, mengingat
implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara. Perlu
usaha-usaha serius agar pembaruan birokrasi menjadi lancar dan
berkelanjutan. Ada dua usaha serius yang perlu diperhatikan: langka
internal dan langkah eksternal. Berikut ini adalah langkah-langkah
yang perlu ditempuh menuju reformasi birokrasi (Hardjapamekas,
2002:283).
Langkah internal:
a) Meluruskan orientasi. Reformasi birokrasi harus berorientasi
pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaaan. Perubahan
birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena
reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan
masyarakat.
b) Memperkuat komitmen. Tekad birokrat untuk berubah harus
ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai
tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah, maka reformasi
birokrasi
akan menghadapi
banyak
kendala.
Untuk
memperkuat tekad perubahan dikalangan birokrat, perlu ada
stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-44

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang


membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
c) Membangun kultur baru. Kultur birokrasi kita begitu buruk,
konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja
berbelit-belit dan penyalahgunaan status perlu diubah.
Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika
birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara
terbuka, serta jelas kode etiknya.
d) Rasionalisasi. Struktur kelembagaan birokrasi cenderung
gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan
personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi
ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan, serta
dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi.
e) Memperkuat payung hukum. Upaya reformasi birokrasi perlu
dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum
yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan
perubahan-perubahan.
f) peningkatan Kualitas SDM. Semua upaya reformasi birokrasi
tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai SDM
yang handal dan profesional. Karena itu perlu penataan dan
sistem
rekrutmen
kepegawaian,
sistem
penggajian,
pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.
Langkah Eksternal:
a) Komitmen dan keteladanan elit politik. Reformasi birokrasi
merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar
negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup
lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan
dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang
patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya
pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat
keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian
memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.
b) Pengawasan masyarakat. Reformasi birokrasi akan berdampak
langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama
adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada
tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi
kinerja birokrasi. Misalnya, menegur birokrat yang lamban
dalam melayani masyarakat, atau yang sedang santai saja.
5.1.5.3. Tujuan dan Sasaran Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan cara pemerintan untuk
mewujudkan good governance. Reformasi birokrasi dapat menjadi
permulaan sebuah negara untuk maju. Dengan penataan(reform)
sistem penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien,
diharapkan terwujud penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-45

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

terhadap pelayanan terhadap masyarakat secara tepat, cepat, dan


profesional.
Anggapan masyarakat tentang birokrasi selama ini adalah sama
dengan pemerintah, birokrasi lebih berpihak kepada penguasa dan
kepentingan-kepentingan politis bukan lebih memperhatikan, dan
melayani, serta berpihak kepada rakyat padalah birokrasi adalah alat
negara yang memiliki ruang dan peraturan tersendiri.
Reformasi birokrasi dimulai dari lingkungan kementerian dan
lembaga. Semakin banyak kementerian dan lembaga yang melakukan
reformasi birokrasi maka semakin cepat negara mencapai tujuan
pembangunan serta tercipta good governance. Pembaharuan dan
perubahan yang harus dilakukan antara lain organisasi, proses bisnis,
dan sumber daya manusia dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan. Yang sangat diperhatikan dalam reformasi birokrasi
adalah rasionalisasi birokrasi yang mewujudkan efektifitas, efisiensi,
dan produktifitas melalui pembagian kerja yang bersifat hirarki dan
horizontal yang seimbang, diukur dengan perbandingan volume beban
tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja formalistik dan
pengawasan yang ketat.
Perubahan dan pembaharuan di bidang organisasi dilakukan
dengan penataan kembali misi, visi, sasaran, program,
agenda
kebijakan,
dan
kinerja
kegiatan
menjadi
lebih
terencana,
bertanggungjawab, terbuka, dan aksesif. Proses bisnis dalam birokrasi
ditata sehingga lebih sederhana dan mudah serta menghasilkan
pelayanan yang prima. Perhatian juga harus diberikan kepada sumber
daya manusia yang menjalankan tugas agar mereka semakin
profesional dalam memberikan pelayanan dan menjalankan tugas
masing-masing.
Dengan reformasi birokrasi maka terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang professional, memiliki kepastian hukum,
transparan, partisipatif, akuntable dan memiliki kredibilitas serta
berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika,
pelayanan dan pertanggungjawaban publik serta integritas pengabdian
dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan
tujuan bernegara akan terwujud.
Tujuan reformasi birokrasi adalah meningkatkan profesionalisme
dan integritas aparatur pemerintah, sedangkan sasaran dan indikator
reformasi birokrasi sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun Tahun 2011 Tentang
Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi, sasaran untuk
periode tahun 2010-2014 adalah:
a) Terwujudnya Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. IPK (Indeks Persepsi
Korupsi) dari 2,8 menjadi 5.0 dan Opini BPK (WTP) pada tahun
2014 Pemda dengan opini BPK WTP mencapai 60%.
b) Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan
Integritas pelayanan publik untuk pemerintah daerah dari 6,46

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-46

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

menjadi 8,0. Peringkat kemudahan usaha dari 122 menjadi


75.
c) Terwujudnya peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi, dengan Indeks Efektifitas Pemerintahan dari -0,29
menjadi 0,5 dan instansi pemerintah yang akuntabel 24%
menjadi 80%.
Sasaran reformasi birokrasi adalah meningkatnya kinerja birokrasi
yang berorientasi hasil melalui perubahan secara terencana, bertahap,
dan terintegrasi dari berbagai komponen strategis birokrasi
pemerintah. Dalah hal ini di kenal apa yang disebut sebagai 8 (delapan)
area perubahan dalam reformasi birokrasi, yaitu:
a) Pola Pikir dan Budaya Kerja (Manajemen Perubahan);
b) Penataan Peraturan Perundang-undangan;
c) Penataan dan Penguatan Organisasi;
d) Penataan Tatalaksana;
e) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur;
f) Penguatan Pengawasan;
g) Penguatan Akuntabilitas Kinerja; dan
h) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Delapan area di atas menjadi pokok perhatian utama dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah.
Diharapkan dengan adanya perbaikan perbaikan dalam delapan area
ini sosok birokrasi yang ideal secara bertahap akan dapat diwujudkan
di Indonesia.
Terkait dengan delapan area perubahan di atas, pada garis
besarnya dalam pelaksanaannya Kebijakan Reformasi Birokrasi
berkaitan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Penataan Organisasi pemerintahan daerah yang tepat fungsi
dan tepat ukuran (right sizing).
b) Peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan dinamika
perubahan penyelenggaraan pemerintahan dan tuntutan
masyarakat.
c) Manajemen sumberdaya manusia aparatur dilaksanakan
secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja
pegawai dan organisasi.
d) Pengurangan praktik penyimpangan dan penyalahgunaan
wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
e) Pemantapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
f) Optimalisasi pelayanan publik yang dapat mengakomodasi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan memenuhi hakhak dasar warganegara/penduduk.
g) Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat
mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan
profesional. Benar-benar memiliki pola pikir yang melayani
masyarakat, mencapai kinerja yang baik dan berorientasi pada
hasil (outcomes).

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-47

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Berdasarkan arahan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi


Nasional dan sejalan dengan proses pelaksanaan reformasi birokrasi di
lingkungan Kementerian/Lembaga, pelaksanaan reformasi birokrasi
pada pemerintah daerah segera dimulai. Masing-masing pemerintah
daerah mempunyai kondisi obyektif yang beragam, dalam hal
karakteristik, kesiapan aparatur, dan lingkungan strategis. Oleh
karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah
dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan
kemampuan pemerintah daerah tersebut. Dengan tidak meninggalkan
pedoman pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah, yaitu:
a) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.
b) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negaradan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi 2010-2014 (30 Desember 2010)
c) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Pedoman
Monitoring dan Evaluasi Reformasi Birokrasi
d) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penilaian
Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
e) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengusulan Penetapan dan Pembinaan Reformasi Birokrasi
Pada Pemerintah Daerah.
f) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dan RB Nomor 31 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi secara Online.
5.1.5.4. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia
Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 mengamanatkan
bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi
birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang
lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi
birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata
kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Perpres Nomor 5
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2010 2014.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada
dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot
project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan
Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan
Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan
Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-48

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang


Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula
9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi
yang ditetapkan dengan Permenpan RB No. 7 sampai dengan No. 15
yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai
dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan
tunjangan kinerja.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, secara
bertahap dilakukanlah langkah-langkah reformasi birokrasi. Organisasi
pemerintahan pusat baik, baik Kementerian maupun Lembaga, adalah
yang pertama-tama menyusun rencana (roadmap) reformasi birokrasi
sebagai langkah awal membenahi birokrasi mereka. Kemudian disusul
secara bertahap oleh pemerintahan di daerah baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota.
Terdapat 3 (tiga) tahapan besar proses reformasi birokrasi yang
harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga, yaitu:
a) Perencanaan
b) Pelaksanaan
c) Monitoring dan evaluasi
Dalam hal ini digunakan model 'stage-gate'. Kelebihan model ini
adalah danya pentahapan yang dijabarkan dalam kegiatan yang
terfokus dan terukur. Pentahapan ini memudahkan dalam pelaksanaan
dan penganggaran, serta dalam melakukan monitoring dan evaluasi.
Selain itu, kemajuan dan capaian fokus kegiatan di dalam tiap tahapan
nantinya dapat dipastikan dan dioptimalkan melalui uji kelayakan yang
dilakukan secara berkesinambungan pada setiap tahapan untuk
memperkecil potensi kegagalan, mengantisipasi potentiell barrier yang
menghambat, mengurangi recycling dan rework, memudahkan
pengendalian terhadap proses pelaksanaan sampai ke unit terkecil dan
waktu pelaksanaan dapat dipantau dan diukur.
Dalam tahap perencanaan, kegiatan yang dilakukan oleh
Kementerian/Lembaga pada tahap ini adalah:
a) Membentuk Tim Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga;
b) nternalisasi target, output dan outcome dari kegiatan dan
program dan reformasi birokrasi kesemua komponen
organisasi;
c) Melakukan review organisasi dan menentukan isu kunci pada
masing-masing komponen reformasi birokrasi (existing
conditions)
d) Memetakan gap (existing conditions dan keadaan yang
diinginkan);
e) Menyusun roadmap Reformasi Birokrasi;
f) Menyiapkan dokumen usulan.
Pada tahap ini dilakukan uji kelayakan yang meliputi:
a) Masing-masing anggota Tim Reformasi Birokrasi sudah
memahami peran, kewenangan dan tanggung jawabnya;
b) Internalisasi program reformasi birokrasi sudah dilakukan;

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-49

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

c) Dukungan para pimpinan dan para pejabat kunci sudah


diperoleh;
d) Kandidat Agen Perubahan (change agent) di unit-unit
organisasi sudah teridentifikasi;
e) Mekanisme koordinasi antar tim pelaksana reformasi birokrasi
sudah terdefinisi dengan baik.
Sebelum tahap pelaksanaan ini dilakukan, diperlukan
pengkondisian terlebih dahulu, yakni:
a) Menyusun kebijakan reformasi birokrasi internal melalui
peraturanMenteri/PimpinanKementerian/Lembaga, keputusan
Menteri/ Pimpinan Kementerian/Lembaga;
b) Melaksanakan Training for trainer, focused group discussion,
Rapat koordinasi dengan pihak terkait.
c) Fokus tahap ini diletakkan pada pelaksanaan setiap kegiatan
reformasi birokrasi sesuai dengan roadmap yang terdapat pada
Dokumen Usulan yang telah disetujui.
Uji Kelayakan yang dilakukan adalah:
a) Panduan reformasi dan materi pelatihan dan sosialisasi sudah
tersusun;
b) Kebijakan reformasi sudah tersusun sesuai dengan visi dan
misi organisasi;
c) Tim reformasi birokrasi sudah memahami perandan tanggung
jawab dalam melaksanakan reformasi birokrasi di unitnya;
d) Program dan kegiatan reformasi birokrasi diimplementasikan
secara sistematis dan terukur;
e) Seluruh pihak terkait memahami seluruh proses.
Kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga pada tahap
monitoring dan evaluasi adalah:
a) Melakukan monitoring untuk memastikan bahwa pelaksanaan
setiap aktivitas reformasi birokrasi sesuai dengan roadmap
yang telah disetujui, laporan hasil monitoring disusun paling
tidak setiap 6 (enam) bulan sekali;
b) Mengolah hasil monitoring;
c) Memberikan masukan guna perbaikan berkelanjutan kepada
pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi;
d) Melakukan evaluasi untuk setiap pelaksanaan akivitas
reformasi birokrasi sesuai dengan sasaran pencapaian yang
telah disepakati dalam roadmap. Evaluasi dilakukan paling
tidak setiap 1(satu) tahun sekali;
e) Mengolah hasil evaluasi dan memberikan catatan-catatan yang
diperlukan, bila hasil capaian tidak sesuai dengan yang
direncanakan.
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara internal oleh masingmasing Kementerian/Lembaga serta secara eksternal oleh Tim
Independen Reformasi Birokrasi Nasional.
Pengelola reformasi birokrasi pada pemerintah daerah
merupakan satu kesatuan dalam manajemen pengelolaan reformasi

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-50

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

birokrasi nasional sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan


Presiden Nomor 14 Tahun 2010 tentang Komite Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Keputusan Presiden Nomor 23
Tahun 2010 serta beberapa
peraturan
pelaksanaannya
yang
ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi/Ketua Tim Reformasi Birokrasi Nasional.
Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah
daerah, Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) dibantu
oleh Tim Teknis UPRBN Pemerintah Daerah yang terdiri dari unsur
Kementerian PAN dan RB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Keuangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas). Tim Teknis UPRBN Pemerintah Daerah ini bertugas
membantu UPRBN melakukan penilaian, verifikasi, bimbingan teknis,
monitoring dan evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah
daerah.
Tim Reformasi Birokrasi Pemda dibentuk pada masingmasing pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang terdiri dari Tim
Pengarah dan Tim Pelaksana dengan susunan organisasi yang
dibentuk dengan memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas.
Tim Pengarah diketuai oleh gubernur/bupati/walikota dengan wakil
ketua
adalah wakil gubernur/wakil bupati/wakil walikota serta
sekretaris daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai Sekretaris Tim
Pengarah. Anggota tim pengarah terdiri dari pejabat terkait sesuai
kebutuhan.
Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi Pemda diketuai oleh
sekretaris daerah dengan anggota para asisten sekretaris daerah,
inspektur, kepala badan perencanaan pembangunan daerah, kepala
badan kepegawaian daerah, dan pejabat lain yang terkait pada
masingmasing pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan
sekretaris tim
pelaksana
adalah
asisten
sekretaris
daerah
provinsi/kabupaten/kota yang menangani masalah aparatur dan
wakil sekretaris tim pelaksana adalah kepala biro/bagian yang
menangani organisasi pada sekretariat daerah provinsi/kabupaten/
kota.
Pilot project reformasi birokrasi pemerintah daerah dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dilaksanakan pada tahun 2012 terhadap seluruh provinsi
serta masing-masing 1 (satu) kabupaten dan 1 (satu) kota
yang pada prinsipnya dilakukan secara merata di setiap
wilayah provinsi. Penetapan tersebut dilakukan dengan
Keputusan Menteri
sesuai prosedur dan ketentuan yang
berlaku.
b) Pilot
Project Reformasi
Birokrasi
Pemerintah Daerah,
dilakukan terhadap:
1) Seluruh pemerintah provinsi dan ibukota provinsi.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-51

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

2) Pemerintah kabupaten yang diusulkan oleh pemerintah


provinsi dimana merupakan pemerintah kabupaten
yang emiliki kesiapan lebih baik diantara pemerintah
kabupaten lainnya, sebagaimana kriteria yang telah
ditentukan
c) Pemerintah provinsi dalam mengajukan pemerintah kabupaten
memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1) Telah membentuk Tim Reformasi Birokrasi Pemerintah
Kabupaten;
2) Menyediakan anggaran yang cukup untuk pelaksanaan
reformasi birokrasi dari optimalisasi anggaran yangada;
3) Memiliki anggaran belanja aparatur kurang dari 50 (lima
puluh) persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD); dan
4) Memiliki komitmen dalam upaya memajukan reformasi
birokrasi yang dibuktikan dengan perolehan prestasi di
bidang pengelolaan birokrasi antara lain opini
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) minimal Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (AKIP) minimal nilai CC, dan Indeks
Kepuasan Masyarakat rata-rata bernilai baik.
d) Tata Cara Penetapan:
1) Tim Reformasi Birokrasi Nasional (TRBN) menyampaikan
surat pemberitahuan kepada pemerintah provinsi untuk
mengajukan pilot project reformasi birokrasi pemerintah
daerah.
2) Pemerintah provinsi menyampaikan pemerintah daerah
pilot project reformasi kepada Menpan dan RB/Ketua TRBN
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3) Menteri melaporkan pengajuan pemerintah provinsi
mengenai pemerintah pilot
project reformasi birokrasi
kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional
(KPRBN).
4) Menteri menetapkan dengan Keputusan Menpan dan RB,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten,
dan
pemerintah
5) kota tersebut sebagai pemerintah daerah pilot project
reformasi birokrasi;
6) Pemerintah
provinsi/kabupaten/kota
yang
telah
ditetapkan sebagai
pemerintah
daerah pilot project
reformasi birokrasi menyampaikan dokumen usulan dan
rancangan road map.
7) Pemerintah
provinsi/kabupaten/kota
pilot
project
reformasi birokrasi melakukan konsultasi teknis dokumen
usulan dan rancangan Road Map Reformasi Birokrasi
kepada TRBN/UPRBN.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-52

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

8) Pemerintah
provinsi/kabupaten/kota
pilot
project
reformasi birokrasi
menetapkan
Road Map dengan
peraturan gubernur/bupati/walikota.
e) Mengingat kekhususan Provinsi DKI Jakarta berdasarkan
UndangUndang
Nomor
29
Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka
yang ditetapkan sebagai pilot project reformasi birokrasi
adalah pemerintah provinsi.
Sedangkam pelaksanaan reformasi birokrasi nonpilot project
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Pelaksanaan
reformasi
birokrasi
pemerintah
kabupaten/kota nonpilot projectdapat dilaksanakan mulai
tahun 2012.
b) Pemerintah kabupaten/kota nonpilot projectdikoordinasikan
dalam agenda reformasi birokrasi pemerintah provinsi.
c) Pemerintah provinsi mengajukan usulan kabupaten/kota
nonpilot projectyang telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Membentuk Tim Reformasi Birokrasi Kabupaten/Kota;
2) Menyediakan anggaran yang cukup untuk pelaksanaan
reformasi birokrasi dari optimalisasi anggaran yangada;
dan
3) Memiliki komitmen dalam upaya memajukan reformasi
birokrasi yang dibuktikan dengan perolehan prestasi di
bidang pengelolaan birokrasi antara lain opini
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) minimal Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (AKIP) minimal nilai CC, dan Indeks
Kepuasan Masyarakat rata-rata bernilai baik.
d) Tata Cara Pengusulan dan Penetapan
1) Pemerintah provinsi menyampaikan Agenda Provinsi
untuk Reformasi Birokrasi Kabupaten/Kota yang berisi
jadwal, pertimbangan,
dan
prioritas
pelaksanaan
reformasi birokrasi pemerintah kabupaten/kota kepada
TRBN/UPRBN;
2) Menteri melaporkan pengajuan pemerintah provinsi
tentang pemerintah kabupaten/kota nonpilot project
kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional
(KPRBN).
3) TRBN/UPRBN
menyampaikan
surat
pemberitahuan
kepada pemerintah provinsi dengan tembusan kepada
Kementerian Dalam
Negeri
dan
pemerintah
kabupaten/kota
yang bersangkutan untuk memulai
pelaksanaan reformasi birokrasi;
4) Pemerintah
provinsi
menyampaikan
kesediaan
pemerintah kabupaten/kota kepada TRBN/UPRBN untuk

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-53

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

memulai pelaksanaan
reformasi
birokrasi,
dengan
menyampaikan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan;
5) TRBN/UPRBN
melakukan
penilaian
dan
verifikasi
dokumen usulan dan rancangan road map reformasi
birokrasi pemerintah kabupaten/kota;
6) TRBN/UPRBN
menyampaikan
Keputusan
Menteri
tentang Penetapan
Reformasi
Birokrasi
Pemerintah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dilampirkan hasil
penilaian
dan
verifikasi dokumen usulan road
mapreformasi birokrasi; dan
7) Pemerintah kabupaten/kota menetapkan road map
dengan peraturan bupati/walikota.
Dokumen persyaratan untuk pilot project dan nonpilot project
sebagai berikut:
a) Surat persetujuan reformasi birokrasi dari Pimpinan DPRD
setempat;
b) Dokumen Usulan sesuai ketentuan yang berlaku; dan
c) Rancangan Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah.
Dalam pelaksanaan tugas reformasi birokrasi pada pemerintah
daerah TRBN/UPRBN TRBN/UPRBN, mempunyai tugas untuk:
a) Melaksanakan
sosialisasi
mengenai
arah
kebijakan
pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah;
b) Memberikan bimbingan teknis mengenai pelaksanaan
reformasi birokrasi pada pemerintah daerah;
c) Melaksanakan program/kegiatan peningkatan kapasitas dan
kemampuan pelaksana reformasi birokrasi pemerintah daerah;
d) Menyelenggarakan
supervisi
pelaksanaan
reformasi
birokrasi pemerintah daerah; dan
e) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan reformasi
birokrasi
pada
pemerintah
daerah
dalam
rangka
penyusunan profil reformasi birokrasi pemerintah daerah.
Sedangkan Pemerintah provinsi/kabupaten/kota Pemerintah
provinsi/kabupaten/kota mempunyai tugas untuk:
a) Menyusun tim reformasi birokrasi pada masing-masing
pemerintah
provinsi/kabupaten/kota
sesuai
dengan
ketentuan yang berlaku;
b) Menyusun dokumen usulan dan rancangan road map
reformasi birokrasi
pemerintah provinsi/kabupaten/kota
serta menetapkan
road
map dengan
peraturan
gubernur/bupati/ walikota yang bersangkutan;
c) Melaksanakan
tahapan
program/kegiatan
reformasi
birokrasi sesuai
dengan
road
map pemerintah
provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
d) Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reformasi
birokrasi di lingkungan pemerintah daerah masing-masing
berdasarkan pedoman yang ditetapkan.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-54

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Sedangkan pemerintah provinsi selaku koordinator reformasi


birokrasi pemerintah
kabupaten/kota mempunyai
peran untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
reformasi
birokrasi kabupaten/kota.
5.1.5.5. Mengevaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi
pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang
telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road
Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya.
Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem
monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat
mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna
dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam
rangka itu, ditetapkan Permenpan RB No. 1 Tahun 2012 tentang
Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk
operasionalisasinya ditetapkan Permenpan RB No. 31 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi Secara Online.
Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan
Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi
pemerintah untuk melakukan penilaian upaya pencapaian program
Reformasi Birokrasi sejalan dengan pencapaian sasaran, indikator dan
target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas output dan outcome
pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah, serta
pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi
pemerintah dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara
nasional.
a) Fokus Penilaian
Model PMPRB memfokuskan penilaian terhadap langkahlangkah reformasi birokrasi yang dilakukan oleh setiap instansi
pemerintah dikaitkan dengan Hasil Yang Diharapkan sebagaimana
tercantum di dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2010 2014
(PerMenPAN dan RB No. 20 Tahun 2010), dan juga dikaitkan
dengan Indikator Kinerja Utama instansi pemerintah dalam rangka
pencapaian sasaran dan
indikator keberhasilan pelaksanaan
reformasi birokrasi secara nasional sebagaimana tertuang dalam
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 (Perpres No. 81 Tahun
2010). Tabel berikut ini menunjukkan sasaran dan indikator
keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-55

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Penerapan PMPRB memanfaatkan dan mengolah lebih lanjut


berbagai
data/informasi, materi serta dokumen yang sebagian
besar sudah dikembangkan dan tersedia, sehingga tidak menambah
beban administratif instansi pemerintah. Data/informasi, materi
serta dokumen dimaksud antara lain adalah dokumen persiapan
dan pelaksanaan reformasi birokrasi; dokumen pelaksanaan tupoksi di
masingmasing
instansi;
dokumen
pelaporan
pelaksanaan
akuntabilitas dan kinerja instansi serta dokumen lain yang
relevan yang pada umumnya telah diterapkan dan dimiliki oleh
instansi pemerintah.

Gambar 5.3.
Langkah-langkah Teknis PMPRB

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-56

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

b) Model Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (MODEL


PMPRB)
Model PMPRB memiliki 2 (dua) komponen: Pengungkit
(Enablers) dan Hasil (Results). Hubungan sebab akibat antara
Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil dapat mewujudkan
proses perbaikan bagi instansi melalui inovasi dan pembelajaran,
dimana proses perbaikan ini akan meningkatkan kinerja instansi
pemerintah secara berkelanjutan. Komponen Pengungkit sangat
menentukan keberhasilan tugas instansi sedangkan Komponen
Hasil berhubungan dengan kepuasan para pemangku kepentingan.
Model PMPRB yang menunjukkan keterkaitan Komponen
Pengungkit, Komponen Hasil, dan Indikator Keberhasilan RB dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5.4
Keterkaitan Antar Komponen dan Kriteria Model PMPRB
1) Komponen Pengungkit (Enablers)
Terdapat 5 (lima) kriteria yang menjadi kunci keberhasilan
Komponen Pengungkit, yaitu: Kriteria Kepemimpinan, Kriteria
Perencanaan Stratejik (Renstra), Kriteria Sumber Daya Manusia
Aparatur, Kriteria Kemitraan dan Sumber Daya, dan Kriteria Proses.
(a) Kriteria Kepemimpiman
Kriteria kepemimpinan mencerminkan kapasitas pimpinan
dalam mengarahkan dan mendorong pencapaian visi, misi, tujuan
dan sasaran instansi pemerintah sesuai dengan
nilai yang
disepakati, serta membangun saling percaya, dan mengambil
langkah-langkah
untuk mewujudkannya. Kriteria Kepemimpinan
memiliki 4 (empat) sub-kriteria dan masing-masing sub kriteria terdiri
atas beberapa pertanyaan.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-57

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Pertama, menentukan arah bagi instansi untuk pencapaian visi


dan misi. Untuk menilai sejauh mana pemimpin telah menentukan
arah bagi instansi dalam pencapaian visi dan misi, dipergunakan
beberapa pertanyaan berikut:
Apakah para pemimpin telah:
(1) mengembangkan dan merumuskan visi dan misi instansi
dengan melibatkan pegawai dan pemangku kepentingan
utama?
(2) menjabarkan visi dan misi menjadi tujuan dan sasaran?
(3) menerapkan prinsip-prinsip good governance?
(4) memperkuat rasa saling percaya dan saling menghormati
antar pegawai?
(5) menci[takan suasana kondusif untuk komunikasi yang
efektif, memastikan dan mengkomunikasikan visi, misi, nilai,
tujuan, dan sasaran kepada pegawai dan pemangku
kepentingan utama lainnya?
Kedua, mendorong penyempurnaan manajemen dan memimpin
perubahan. Untuk melakukan penilaian sampai sejauh mana para
pemimpin telah mendorong penyempurnaan manajemen dan
memimpin perubahan, digunakan pertanyaan sebagai berikut:
Apakah para pemimpin telah:
(1) menetapkan tujuan, sasaran dan Indikator Kinerja Utama
(IKU) yang terukur untuk semua unit kerja?
(2) menerapkan sistem informasi manajemen termasuk Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)?
(3) menerapkan sistem manajemen kinerja?
(4) memperkuat akuntabilitas kinerja instansi?
(5) membentuk tim manajemen perubahan?
(6) menetapkan strategi manajemen perubahan dan strategi
komunikasi?
(7) melakukan
sosialisasi
dan
internalisasi
manajemen
perubahan dalam rangka reformasi birokrasi?
Ketiga, memberikan motivasi, inspirasi, dan mendukung pegawai,
serta menjadi panutan (role model). Untuk melakukan penilaian
sejauh mana para pemimpin telah memberikan motivasi, inspirasi,
dan mendukung para pegawai, serta menjadi panutan (role model),
digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah para pemimpin telah:
(1) menjadi panutan bagi para pegawai di instansi?
(2) menyampaikan informasi tentang isu-isu aktual yang
berkaitan dengan instansi kepada pegawai?
(3) membantu pegawai untuk melaksanakan tugas, rencana
dan tujuan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan
dan sasaran instansi?
(4) mendorong pendelegasian wewenang, tanggung jawab dan
peningkatan kompetensi?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-58

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(5) mendorong berkembangnya budaya inovatif?


(6) menghargai upaya tim dan individu?
Keempat, mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan.
Untuk melakukan
penilaian sejauh mana para pemimpin telah
mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan, digunakan
beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah para pemimpin telah:
(1) mendorong dan memelihara komunikasi dengan para
pemangku kepentingan?
(2) membangun
reputasi,
kesadaran
masyarakat,
dan
pengakuan publik atas kinerja instansi dan pelayanan
publik yang diberikan?

Gambar 5.6.
Contoh Penilian Kriteria Kepemimpinan
(b) Kriteria Perencanaan Stratejik
Kriteria Perencanaan Stratejik
menunjukkan kemampuan
instansi dalam melakukan proses perencanaan yang berorientasi pada

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-59

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

hasil yang ingin dicapai dengan memperhitungkan potensi,


peluang,
dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Rencana
Stratejik (Renstra) mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, cara
mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program
dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan
masa depan.
Pertama, mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan
pemangku kepentingan saat ini dan yang akan datang. Untuk
melakukan penilaian sejauh mana instansi telah mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pemangku kepentingan
saat ini dan yang akan datang digunakan beberapa pertanyaan
sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan?
(2) mengumpulkan dan mereviu informasi yang dibutuhkan
beserta sumber, akurasi dan kualitasnya secara teratur?
(3) mengumpulkan informasi terkait kekuatan (strenght) dan
kelemahan (weakness) organisasi serta tantangan (threats)
dan kesempatan (opportunities) yang terkait dengan tugas,
fungsi, dan peran instansi?
Kedua, mengembangkan, mereviu, dan memperbaharui Renstra
dengan memperhatikan kebutuhan pemangku kepentingan dan
ketersediaan sumber daya. Untuk melakukan penilaian sejauh mana
instansi telah mengembangkan, meriviu, dan memperbaharui renstra
dengan memperhatikan kebutuhan pemangku kepentingan dan
ketersediaan
sumberdaya
yang
ada,
digunakan
beberapa
pertanyaan sebagai berikut.:
Apakah instansi telah:
(1) secara sistematis menganalisis berbagai kekuatan dan
kelemahan
internal
serta
berbagai
tantangan
dan
kesempatan serta mengidentifikasi berbagai faktor penentu
keberhasilan organisasi?
(2) mengevaluasi berbagai program dan kegiatan yang ada
dengan membandingkan pencapaian keluaran (output) dan
hasil (outcome) dengan target yang telah ditetapkan?
(3) menyeimbangkan
antara
program/kegiatan
dengan
sumberdaya
yang
ada;
antara
tujuan
jangka
pendek/jangka panjang dengan harapan dan kebutuhan
pemangku kepentingan?
(4) mengkaji
kebutuhan
untuk
pengorganisasian
ulang
(reorganization/ restructuring) untuk mendukung strategi
dan sasaran organisasi?
(5) menyelaraskan Renstra dengan RPJMN?
(6) mengaitkan sasaran Rencana Kerja Tahunan (RKT) dengan
sasaran Renstra?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-60

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Ketiga, melaksanakan Renstra. Untuk melakukan penilaian


sejauh mana instansi telah melaksanakan
renstra di seluruh
jajarannya, digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) menetapkan Renstra melalui kesepakatan dan penetapan
prioritas, penetapan kerangka waktu, proses tata laksana,
dan struktur instansi yang tepat?
(2) melibatkan
pemangku
kepentingan
dalam
proses
pelaksanaan Renstra dan dalam pembuatan prioritas dari
harapan dan kebutuhan pemangku kepentingan?
(3) mengejawantahkan tujuan-tujuan strategis dan operasional
instansi kedalam berbagai rencana dan kegiatan untuk
berbagai unit dan individu dalam instansi?
(4) Melakukan
penataan
berbagai
peraturan
perundangundangan yang dikeluarkan/diterbitkan instansi
dalam rangka peningkatan kinerja?
(5) melakukan restrukturisasi/penataan tugas dan fungsi unit
kerja untuk mendapatkan organisasi yang tepat ukuran
dan tepat fungsi?
(6) memperkuat unit kerja yang menangani fungsi organisasi,
tatalaksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat
untuk mendukung tercapainya tujuan dan sasaran
reformasi birokrasi?
Keempat,
merencanakan,
melaksanakan
dan
mereviu
modernisasi dan inovasi. Untuk melakukan penilaian sejauh mana
instansi
telah merencanakan, melaksanakan
dan
meriviu
modernisasi dan inovasi, digunakan beberapa pertanyaan sebagai
berikut.
Apakah instansi telah:
(1) menciptakan dan mengembangkan budaya organisasi yang
berorientasi pada peningkatan kinerja, antara lain melalui
diklat,
evaluasi
kinerja
unit
kerja
dan
pegawai,
sosialisasi, benchmarking, dan laboratorium pembelajaran?
(2) merencanakan perubahan menuju berbagai proses inovasi
dan modernisasi berdasarkan masukan dari hasil diskusi
dengan pemangku kepentingan?
(3) menyediakan berbagai sumberdaya yang dibutuhkan
untuk melaksanakan proses perubahan yang telah
direncanakan?
(4) mengembangkan dan menerapkan sistem monitoring dan
evaluasi untuk inovasi dan modernisasi pada semua
tingkatan organisasi?
(5) melakukan penilaian unit kerja dan individu dengan
menggunakan instrumen yang berbasis kinerja?
(6) secara sistematis memonitor dan mengevaluasi pencapaian
berbagai indikator kinerja dan tuntutan eksternal terkait
reformasi dan modernisasi untuk perubahan?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-61

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(7) melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas


LAKIP dan menyampaikannya secara tepat waktu?
(c) Kriteria Sumber Daya Manusia Aparatur
Kriteria SDM Aparatur terkait dengan kemampuan suatu instansi
dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh
SDM Aparatur yang ada dalam instansi untuk mencapai tujuan
organisasi.
Pertama, merencanakan,
mengelola
dan
meningkatkan
kualitas SDM Aparatur secara transparan dan akuntabel sesuai
dengan Renstra dan Road Map Reformasi Birokrasi Instansi
Pemerintah. Untuk melakukan penilaian sampai sejauh mana instansi
telah merencanakan, mengelola dan meningkatkan kualitas SDM
Aparatur secara transparan dan akuntabel sesuai dengan Renstra
dan Road Map Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah, digunakan
beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) mengembangkan
dan
mengkomunikasikan
kebijakan
manajemen sumberdaya manusia berdasarkan Renstra dan
Road Map Instansi?
(2) menata dan mengembangkan pola rekrutmen dan sistem
karir pegawai dengan mengedepankan kinerja dan aspek aspek
fairness,
keterbukaan,
akuntabilitas
dan
kesempatan yang sama?
(3) melakukan
analisis
jabatan
dengan
benar
untuk
mendapatkan peta dan uraian jabatan yang akurat?
(4) melakukan
evaluasi
jabatan
dengan
benar
untuk
mendapatkan peringkat dan harga jabatan yang akurat?
(5) mengembangkan dan menerapkan sistem penilaian kinerja
individu?
(6) mengembangkan database pegawai sehingga data pegawai
yang mutakhir dan akurat dapat diperoleh?
Kedua, mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan
kompetensi pegawai serta menyelaraskan tujuan individu dan instansi.
Untuk
melakukan
penilaian
sejauh
mana
instansi
telah
mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan kompetensi
pegawai serta menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan instansi,
digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) mengembangkan dan mengkomunikasikan strategi untuk
peningkatan
kompetensi
pegawai
yang
meliputi
keseluruhan perencanaan pelatihan sesuai kebutuhan
instansi dan individu pegawai saat ini dan masa yang
akan datang?
(2) Mengidentifikasi
dan menyusun standar kompetensi
jabatan untuk mendapatkan kualifikasi jabatan pegawai

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-62

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(3) yang dipersyaratkan?


(4) Melakukan asesmen individu berdasarkan
standar
kompetensi
yang
telah
dikembangkan
untuk
memperolehprofil kompetensi individu?
(5) mengembangkan diklat pegawai berbasis kompetensi agar
mampu melayani publik dan pemangku kepentingan dengan
baik?
(6) mengkaji dan mengevaluasi dampak program diklat
dikaitkan dengan biaya diklat melalui monitoring dan
pelaksanaan analisis biaya manfaat?
(7) mengembangkan
kemampuan
manajerial
dan
kepemimpinan seperti halnya kemampuan kehumasan
instansi?
(8) mendukung dan membantu pegawai baru dalam bentuk
mentoring, coaching dan tutorial?
Ketiga, melibatkan pegawai dengan dialog terbuka dan
dengan pemberdayaan. Untuk melakukan penilaian tentang sejauh
mana instansi telah melibatkan pegawainya dengan dialog terbuka
dan pemberdayaan, digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) membudayakan dialog, kerja sama tim dan keterbukaan
berkomunikasi?
(2) secara aktif menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
memperoleh
ide
dan
saran
dari
pegawai
melalui
mekanisme yang tepat dalam penyampaian saran atau
keluhan?
(3) melibatkan pegawai dalam pengembangan Renstra dan
Road Map, tata kelola, dan pelaksanaan berbagai
program/kegiatan?
(4) mendorong pencapaian kesepakatan antara pimpinan dan
pegawai dalam perumusan Renstra dan Road Map serta
cara-cara mengukur pencapaian target?
(5) melaksanakan
survei
pegawai
secara
periodik,
mempublikasikan hasil survei, memberikan ringkasan,dan
tindak lanjut dari hasil survei tersebut?
(6) memberikan
kesempatan
kepada
pegawai
untuk
menyampaikan masukan atau umpan balik kepada
pimpinan?
(d) Kriteria Kemitraan dan Sumber Daya
Kriteria Kemitraan dan Sumber Daya merupakan kemampuan
suatu instansi
merencanakan dan mengelola sumber daya dan
hubungan dengan para pemangku
kepentingan
utama
untuk
mendukung Renstra dan Road Map serta kelancaran proses kerja
instansi.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-63

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Pertama, pengembangan dan pelaksanaan hubungan kemitraan


utama. Untuk melakukan penilaian tentang sejauh mana instansi telah
mengembangkan dan melaksanakan hubungan kemitraan dengan para
pemangku kepentingan utama, digunakan beberapa pertanyaan
sebagai berikut.
Apakan instansi telah:
(1) mengidentifikasi mitra kerjasama strategis dengan pola
hubungan kemitraan? (termasuk pola hubungan dengan
organisasi non pemerintah, lembaga/organisasi internasional,
perusahaan swasta, dan dengan institusi pemerintahan
lainnya).
(2) membangun kesepahaman atau perjanjian kerjasama
kemitraan yang tepat dengan mempertimbangkan pola
hubungan tersebut?
(3) menindaklanjuti kesepahaman kerjasama tersebut dalam
bentuk program dan kegiatan yang efektif?
(4) mengidentifikasi tanggung jawab masing-masing pihak dalam
mengelola kemitraan dan metode pengendaliannya?
(5) memonitor dan mengevaluasi proses, hasil, dan pola
kemitraan secara reguler?
Kedua, pengembangan dan pelaksanaan kemitraan dengan
masyarakat. Untuk melakukan penilaian sejauh mana instansi telah
mengembangkan dan melaksanakan hubungan kemitraan dengan
masyarakat, digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) melibatkan
komponen
masyarakat
dalam
proses
pengambilan kebijakan publik seperti melalui konsultasi
publik, survei, polling pendapat, dan sebagainya?
(2) melaksanakan keterbukaan terhadap ide, saran, dan
keluhan masyarakat dan memanfaatkan mekanisme yang
tepat untuk mendapatkan berbagai informasi tersebut?
(3) melaksanakan diseminasi informasi yang proaktif?
(4) menjamin penerapan akuntabilitas dan transparansi melalui
berbagai
kebijakan
serta
pelaksanaannya
seperti
penerbitan laporan tahunan, konferensi pers, dan lain
lain?
(5) secara aktif mendorong partisipasi masyarakat untuk
menyampaikan kebutuhan dan keinginannya?
Ketiga, pengelolaan keuangan. Untuk melakukan penilaian
tentang sejauh mana instansi telah melakukan
pengelolaan
keuangannya
dengan
optimal, digunakan beberapa pertanyaan
sebagai berikut.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-64

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Apakah instansi telah:


(1) menerapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan dan
penganggaran (mulai tahap formulasi, eksekusi dan
akuntabilitas anggaran)?
(2) meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
penggunaan
anggaran sehingga lebih optimal?
(3) menerapkan anggaran berbasis kinerja?
(4) menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
secara berkelanjutan untuk meningkatkan ketaatan,
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi?
(5) meningkatkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) sebagai quality assurance dan consulting untuk
meningkatkan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan negara?
(6) memiliki upaya berkesinambungan dalam menerapkan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) guna mendapatkan
opini WTP dari BPK?
(7) konsisten dalam melakukan tindak lanjut terhadap
seluruh rekomendasi pengawasan, baik oleh APIP maupun
BPK?
(8) mengaplikasikan sistem e-procurement dalam pengadaan
barang dan jasa?
(9) memerintahkan para pejabatnya untuk menandatangani
dan melaksanakan pakta integritas bagi para pimpinan?
(10) mendorong secara aktif kepada para pejabatnya untuk
menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara
(LHKPN)?
Keempat, pengelolaan informasi dan pengetahuan. Untuk
melakukan penilaian tentang sejauh mana instansi telah melakukan
pengelolaan informasi dan pengetahuan, digunakan beberapa
pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) mengembangkan sistem untuk mengelola, menyimpan dan
mengkaji informasi dan pengetahuan dalam instansi
sesuai dengan tujuan dan sasaran instansi?
(2) memantau secara teratur informasi dan pengetahuan,
memastikan
relevansi,
ketepatan,
kehandalan
dan
keamanan, juga menyelaraskannya dengan Renstra dan
Road Map serta kebutuhan pemangku kepentingan?
(3) mendorong pengembangan berbagai jalur internal untuk
meneruskan
informasi
ke
seluruh
instansi
dan
memastikan
setiap
pegawai
memiliki
akses
untuk
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang relevan
dengan berbagai tugas dan pengembangan karirnya?
(4) menyediakan dan menjamin akses dan pertukaran
informasi
yang
relevan
dengan
semua
pemangku

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-65

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

kepentingan dan menyajikan informasi dan data dengan


cara yang mudah?
(5) memastikan ketersediaan informasi dan pengetahuan yang
dimiliki pegawai, tetap berada di dalam instansi pada saat
yang bersangkutan meninggalkan instansi?
Kelima, pengelolaan teknologi. Untuk melakukan penilaian
sejauh mana instansi telah melakukan pengelolaan teknologi
dengan baik, digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) menyusun kebijakan pemanfaatan teknologi sesuai dengan
tujuan dan sasaran instansi?
(2) memanfaatkan teknologi yang efektif untuk: mengelola
kegiatan; mengelola pengetahuan; mendukung berbagai
kegiatan peningkatan dan pembelajaran; serta mendukung
interaksi dengan pemangku kepentingan dan mitra?
Keenam, pengelolaan fasilitas. Untuk melakukan penilaian
tentang sejauh mana instansi telah melakukan pengelolaan fasilitas
dengan baik, digunakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) menerapkan standar pengelolaan Barang Milik Negara
(SIMAK BMN) secara penuh?
(2) melaksanakan
pemeliharaan
bangunan,
kantor,
dan
peralatan
secara
efisien,
efektif,
terencana,
dan
berkesinambungan?
(3) mendorong
aksesibilitas
bangunan
sesuai
dengan
kebutuhan semua pegawai, para pemangku kepentingan
dan masyarakat (termasuk masyarakat dengan kebutuhan
khusus)?
(4) mendukung
kebijakan
terpadu
pengelolaan
aset
fisik,termasuk penghapusan sesuai dengan peraturan?
(e) Kriteria Proses
Kriteria Proses menunjukkan kapasitas suatu instansi dalam
mengindentifikasi,
mengelola,
meningkatkan
dan
membangun
proses inti (core processes), proses manajemen (management
processes)
dan proses
pendukung (support
processes)
untuk
mendukung
dan mengimplementasikan Renstra dan
Road Map
instansi. Proses inti merupakan rangkaian proses yang kritikal dalam
penyampaian suatu produk/layanan instansi kepada para pemangku
kepentingan/pengguna layanan. Proses manajemen merupakan
rangkaian proses yang mengarahkan instansi untuk memperoleh
sumber daya yang dibutuhkan dan menggunakannya untuk mencapai
tujuan instansi. Hanya proses menjadi fokus/obyek dari penilaian
model PMPRB.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-66

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Pertama,
mengidentifikasi, merancang, menerapkan dan
memperbaiki proses bisnis/tatalaksana secara berkelanjutan. Untuk
melakukan penilaian tentang sejauh mana
instansi telah
mengidentifikasi, merancang, menerapkan dan memperbaiki proses
bisnis/tatalaksana
secara
berkelanjutan,
digunakan
beberapa
pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) mengidentifikasi, membuat, dan mendokumentasikan proses
bisnis instansi secara berkelanjutan?
(2) mengidentifikasi kebijakan/peraturan yang mengatur proses
bisnis/tatalaksana yang telah diterbitkan oleh instansi?
(3) mengkoordinasikan dan melakukan sinkronisasi proses
bisnis yang ada di dalam instansi?
(4) melibatkan pegawai dan pemangku kepentingan eksternal
dalam desain dan pengembangan proses bisnis?
(5) mereviu
dan
memperbaiki
proses
bisnis
serta
melaksanakan benchmarking berdasarkan evaluasi periodik
dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan?
(6) menyempurnakan kebijakan dan peraturan lainnya untuk
memperlancar proses organisasi?
(7) menyusun Standard Operating Procedure (SOP)
(8) mengembangkan dan menerapkan e-government untuk
mendukung efektivitas dan efisiensi implementasi proses
bisnis instansi?
Kedua, mengembangkan dan menyediakan pelayanan yang
berorientasi pada kebutuhan masyarakat/pengguna layanan. Untuk
melakukan penilaian tentang
sejauh
mana instansi telah
mengembangkan dan menyediakan pelayanan yang berorientasi
pada
kebutuhan
masyarakat/pengguna
layanan,
digunakan
beberapa pertanyaan sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) melakukan
berbagai
upaya
untuk
mencegah,
meminimalisasi dan menangkal terjadinya korupsi atau
pemberian
gratifikasi
kepada
pegawai
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik?
(2) mengembangkan dan menerapkan standar pelayanan
untuk berbagai pelayanan di lingkungan instansi untuk
memberikan tingkat kepastian pelayanan yang lebih baik?
(3) melibatkan masyarakat/pengguna
layanan
untuk
berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik?
(4) menyampaikan
informasi
yang
dibutuhkan
oleh
masyarakat/pengguna layanan secara transparan untuk
mempermudah pelayanan dan menghindari penggunaan
calo?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-67

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(5) membuat panduan atau SOP pelayanan yang praktis


serta membuat peraturan yang jelas dan mudah dipahami?
(6) menerapkan Standar Pelayanan Minimum dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan dasar, bagi instansi yang
memiliki kewenangan wajib?
(7) memberikan pelatihan pelayanan prima secara periodik
kepada pegawai yang bertugas memberikan pelayanan?
(8) mengembangkan
sistem
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi (TIK) untuk mempercepat pelayanan dan
mengurangi
interaksi
antara
pegawai
dan
masyarakat/pengguna layanan untuk mencegah terjadinya
gratifikasi?
(9) memiliki
dan
mengembangkan
sistem
pengaduan
masyarakat terkait pelayanan yang diberikan yang dapat
diakses melalui media elektronik/internet maupun melalui
kotak pengaduan?
(10) melakukan
survei
kepada
masyarakat/pengguna
layanan secara periodik terkait kepuasan mereka dalam
menerima pelayanan dari institusi?
Ketiga, inovasi proses yang melibatkan masyarakat/pengguna
layanan. Untuk melakukan penilaian tentang sejauh mana instansi
telah
melakukan
inovasi
proses
yang
melibatkan
masyarakat/pengguna layanan, digunakan beberapa pertanyaan
sebagai berikut.
Apakah instansi telah:
(1) melakukan pendekatan aktif pembelajaran terhadap berbagai
inovasi yang dilakukan oleh instansi lain baik secara
nasional maupun internasional?
(2) melibatkan masyarakat/pengguna layanan dan pemangku
kepentingan dalam proses pengembangan inovasi?
(3) menyediakan
sumberdaya
yang
memadai
untuk
pengembangan dan pelaksanaan proses inovasi?
(4) secara aktif mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi
permasalahan dalam melakukan inovasi?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-68

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Gambar 5.7
Contoh skema penilaian komponen pengungkit
2) Komponen Hasil
Komponen Hasil diukur dengan 4 (empat) kriteria kunci
keberhasilan, yaitu: Kriteria Hasil pada Masyarakat/Pengguna
Layanan, Kriteria Hasil pada Komunitas Lokal, Nasional dan
Internasional, Kriteria Hasil pada Sumber Daya Manusia Aparatur,
dan Kriteria Hasil Kinerja Utama. Pengukuran dilakukan terhadap
indikator kinerja internal dan eksternal yang menunjukkan
seberapa
baik
suatu
instansi
mencapai
target
yang telah
ditetapkan.
(a) Kriteria Hasil pada Masyarakat/Pengguna Layanan
Kriteria ini merupakan hasil yang telah dicapai suatu instansi
terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat/pengguna layanan.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan survei atau kuesioner
untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat/pengguna layanan
atas layanan yang telah diberikan instansi.
Pertama, hasil pengukuran kepuasan masyarakat/pengguna
layanan.
Untuk
mengetahui
sejauh
mana
kepuasan
masyarakat/pengguna layanan atas kinerja instansi yang telah
diberikan, dilakukan survey kepuasan masyarakat/pengguna layanan
secara keseluruhan. Survey dilakukan secara reguler yang secara
spesifik mrngukur kepuasan masyarakat/pengguna layanan instansi.
Survey tersebut setidak-tidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1) Kualitas layanan yang diberikan;

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-69

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(2) Kemudahan dalam mendapatkan layanan: Jam operasi


layanan dan lamanya waktu tunggu;
(3) Keramahan pegawai dalam memberikan layanan;
(4) Keterlibatan dan partisipasi masyarakat/pengguna layanan
dalam pemberian masukan atau saran perbaikan.

Gambar 5.8.
Contoh hasil pengukuran kepuasan masyarakat
Kedua,
indikator
pengukuran
yang
berorientasi
pada
masyarakat/pengguna layanan. Indikator ini diukur melalui survey
yang memiliki karakteristik yang sama dengan survey yang dilakukan
KPK, yaitu Survey Integritas Pelayanan Publik, yang dilakukan secara
reguler. Survei ini mengukur tingkat integritas, akuntabilitas dan
transparansi instansi dalam memberikan pelayanan kepada pemangku
kepentingan utamanya, dengan variabel,
indikator, sub indikator
beserta bobotnya sebagai berikut:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-70

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(b) Kriteria Hasil pada Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.


Kriteria ini mencerminkan pencapaian yang diperoleh oleh suatu
instansi terkait dengan kompetensi, motivasi, kepuasan, dan kinerja
para pegawai instansi.
Pertama, sub-kriteria hasil pengukuran motivasi dan kepuasan
pegawai. Untuk mengetahui sejauh mana kinerja instansi dalam
meningkatkan motivasi dan kepuasan pegawai dalam melaksanakan
tugas, harus dilakukan survei atas kepuasan pegawai. Survei
dimaksud paling tidak mencakup hal-hal berikut:
(1) Tingkat keterlibatan pegawai dalam pencapaian visi dan
misi instansi;
(2) Kemampuan
pimpinan
dalam
mengarahkan
instansi
sertamembina komunikasi;

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-71

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

(3) Kemampuan
instansi
dalam
mengelola
SDM,
mengembangkan kompetensi pegawai secara sistematis
dan mengelola karir pegawai;
(4) Penghargaan terhadap upaya individu dan tim serta
penghargaan
terhadap
upaya-upaya inovasi di dalam
instansi;
(5) Suasana dan budaya kerja, termasuk hubungan atasan dan
bawahan;
(6) Isu sosial terkait kehidupan pekerjaan dan pribadi/
keluarga;
(7) Kondisi fisik kantor dan ruangan kerja, serta kesehatan
dan keamanan.
Kedua, sub-kriteria indikator dalam hal Sumber Daya Manusia
(SDM) Aparatur. Pengukuran pencapaian hasil pada sub-kriteria
indikator dalam hal SDM Aparatur, dapat dilakukan melalui survei
terhadap antara lain:
(1) Indikator terkait pemantauan produktivitas kerja;
(2) Indikator
terkait
kepuasan
atas
pengembangan
kompetensi/skill;
(3) Tingkat kepuasan atas mobilitas/rotasi pegawai di dalam
instansi;
(4) Motivasi dan keterlibatan pegawai dalam berbagai aktivitas
instansi, seperti tingkat respons survei pegawai, jumlah
usulan untuk inovasi, tingkat partisipasi dalam kelompok
diskusi internal.
(c) Kriteria Hasil pada Komunitas Lokal, Nasional dan Internasional
Kriteria ini menunjukkan pencapaian yang diperoleh oleh
suatu instansi terkait dengan tingkat kepuasan atas tercapainya
kebutuhan dan harapan dari komunitas lokal, nasional dan
internasional.
Pertama, sub-kriteria
Hasil
yang
dirasakan
oleh
para
pemangku kepentingan, berdasarkan hasil pengukuran sosial. Untuk
mengetahui sejauh mana kinerja instansi telah memberikan hasil
yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan, instansi dapat
melakukan survei atas hal-hal berikut:
(1) Reputasi instansi di mata masyarakat atas kontribusinya
terhadap masyarakat dan lingkungan;
(2) Dampak sosial/ekonomi terhadap
masyarakat, baik di
tingkat lokal, nasional dan internasional;
(3) Pendekatan atas isu lingkungan hidup serta nilai-niai
kesadaran atas lingkungan;
(4) Etika institusi dan Prinsip Good Public Governance;
(5) Persepsi media atas institusi

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-72

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Kedua,
sub-kriteria Indikator kinerja dalam bidang
kemasyarakatan yang dicapai oleh institusi. Untuk
mengetahui
sejauhmana pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan
dalam bidang kemasyarakatan, instansi, dapat melakukan penilaian
melalui survey atas hal berikut:
(1) Hubungan
instansi dengan perwakilan masyarakat dari
berbagai tingkatan sosial;
(2) Dukungan
instansi
atas kegiatan pembangunan yang
bersifat internasional;
(3) Dukungan
instansi
atas
keterlibatan
sosial
antara
masyarakat/pengguna layanan dan pegawai;
(4) Adanya transfer pengetahuan dan informasi pihak lain;
(5) Aktivitas yang dilakukan oleh instansi untuk menjaga
ketersediaan sumber daya dan fasilitas (contoh: pemenuhan
peraturan/standar lingkungan hidup, penggunaan bahan
daur ulang, penghematan dalam penggunaan air, listrik, dan
lainnya)
(d) Kriteria Hasil Kinerja Utama
Kriteria Hasil Kinerja Utama mencerminkan capaian yang didapat
oleh suatu instansi terkait dengan Renstra dan Road Map yang telah
ditetapkan. Kriteria ini terdiri dari dua sub-kriteria, yaitu Sub-Kriteria
Internal dan Sub-Kriteria Eksternal. Sub-Kriteria Internal terkait
dengan manajemen dan perbaikan internal instansi guna mendukung
program dan aktivitas reformasi birokrasi di instansi masing-masing.
Sedangkan Sub-Kriteria Eksternal terkait dengan kebutuhan,
permintaan dan harapan dari berbagai pemangku kepentingan.
Pertama, Sub-kriteria Pemenuhan Target Indikator Internal.
Untuk mengetahui sejauhmana kinerja instansi dalam memenuhi
target indikator internal, yang digunakan adalah Indikator Kinerja
Utama (IKU) yang terkait dengan 'Hasil yang Diharapkan' pada
tingkatan Mikro dari 9 Program Reformasi Birokrasi yang tercantum
dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2010 (Permenpan dan RB Nomor
20 tahun 2010).

Gambar contoh penilaian terhadap pemenuhan target-target yang telah


ditetapkan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-73

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Kedua, Sub-kriteria Pemenuhan Target Indikator Eksternal. Subkriteria ini menyangkut penilaian terhadap pencapaian IKU dari
masing-masing kementerian/lembaga yang disarikan dari RPJMN
2010-2025, yang mendukung pencapaian keberhasilan reformasi
birokrasi, seperti di bawah ini:
(1) Opini BPK (WTP), yang didasarkan atas 4 kriteria:
i. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
ii. Kecukupan pengungkapan
iii. Kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
iv. Evektifitas sistem pengendalian internal
(2) Integritas Pelayanan Publik, yang didasarkan atas 2 variabel:
i. Pengalaman integritas
Pengalaman korupsi
Cara pandang terhadap korupsi
ii. Potensi integritas
Lingkungan kerja
Sistem administrasi
Perilaku individu
Pencegahan korupsi
(3) Peringkat Kemudahan Berusaha, yang terdiri dari 8 aspek:
i. Kemudahan Dalam Memulai Usaha (Starting a business)
ii. Kemudahan Dalam Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
(Dealing with construction permits)
iii. Kemudahan Dalam Mendaftarkan Properti (Registering
property)
iv. Usaha Dalam Penegakan Kontrak (Enforcing contract)
v. Usaha Dalam Melindungi Investor (Protecting investors)
vi. Kemudahan Dalam Membayar Pajak (Paying taxes)
vii. Kemudahan Dalam Perdagangan Lintas Batas (Trading
across borders)
viii. Kemudahan Dalam Menutup Usaha (Closing a business)
(4) Instansi Pemerintah Yang Akuntabel, yang terdiri atas 5
komponen, yaitu:
i. Perencanaan kinerja
ii. Pengukuran kinerja
iii. Pelaporan kinerja
iv. Evaluasi kinerja
v. Capaian kinerja

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-74

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Gambar 5.9
Contoh skema penilaian komponen hasil
Untuk keperluan penilaian tercapainya sasaran dan target
reformasi birokrasi secara nasional, model PMPRB mengelompokkan 6
(enam) indikator
keberhasilan
Reformasi
Birokrasi
Nasional
dikelompokkan menjadi dua kategori:
(1) Empat (4) indikator dikategorikan sebagai Actionable
Indicators; dan
(2) Dua (2) indikator dikategorikan sebagai Non-Actionable
Indicators.
Actionable Indicators artinya Indikator yang menunjukkan
bahwa capaian
suatu
keberhasilan
diperoleh
dari
satu
penilaian/pengukuran yang dapat dipengaruhi atau dicapai secara
langsung oleh berbagai usaha yang dilakukan. Indikator ini
mencakup:
(1) Opini BPK (WTP)
(2) Integritas Pelayanan Publik
(3) Kemudahan Berusaha
(4) Instansi Pemerintah Yang Akuntabel
Non-Actionable Indicators artinya Indikator yang menunjukkan
capaian suatu keberhasilan diperoleh dari gabungan dari berbagai
indikator atau indeks penilaian (composite index) dan bersifat
persepsi atau tidak langsung dapat dipengaruhi. Indikator ini
mencakup:
(1) Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
IPK untuk Indonesia diukur dengan menggunakan hasil
survei (composite index) dari 6 lembaga independen di bawah ini:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-75

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.

Bertelsmann Transformation Index (BTI);


Country Risk Service and Country Forecast;
Global Risk Service;
World Competitiveness Report;
Asian Intelligence; dan
Global Competitiveness Report.

(2) Efektivitas Pemerintahan


Efektivitas Pemerintahan (Government Effectiveness) merupakan
indikator yang dikeluarkan oleh World Bank dalam World Governance
Index (WGI) yang mencakup 212 negara dan sudah diterbitkan
secara rutin sejak tahun 1996. Indikator ini memotret persepsi
kualitas pelayanan publik oleh instansi pemerintah dan tingkat
kemandirian
dari tekanan-tekanan
politis,
kualitas
formulasi
kebijakan dan penerapannya, dan kredibilitas dari komitmen
pemerintah atas kebijakan-kebijakan tersebut.
Fokus dari penilaian model PMPRB adalah capaian yang
diperoleh instansi atas Indikator Kinerja Utama (IKU) yang
disarikan dari RPJMN 2010-2025 yang juga dikatagorikan sebagai
actionable indicators.
b) Tata Cara dan Mekanisme Penilaian
Mekanisme penilaian dilakukan secara self-assessment atau
penilaian mandiri. Dalam melakukan penilaian mandiri, Tim Asesor
harus memberikan penilaian terhadap masing-masing kriteria dan
sub-kriteria secara obyektif dan professional. Oleh karena itu,
setiap penilaian harus didukung oleh
bukti dan analisis yang
memadai. Untuk memastikan bahwa proses penilaian mandiri yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dilakukan dengan benar,
Kementerian PAN dan RB akan melakukan pendalaman atas hasil
penilaian yang dilakukan instansi.
1) Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Untuk
melakukan
penilaian
mandiri,
Tim
Asesor
mengumpulkan data/informasi dan bukti (evidence), serta survei.
Bukti dapat berupa dokumen tertulis yang dihasilkan instansi,
hasil wawancara atau diskusi dengan para pegawai dan audio visual
yang dimiliki instansi. Sedangkan survei dilakukan dalam rangka
memperoleh data berdasarkan opini responden atas pertanyaan
yang diberikan guna mendukung obyektivitas hasil penilaian
mandiri.
Survei dibagi dua, yaitu survei yang dilakukan secara
internal dan ditujukan kepada pegawai instansi dan survei yang
dilakukan secara eksternal dan ditujukan kepada para pemangku
kepentingan, yaitu pengguna layanan instansi dan masyarakat.
Survei secara internal dilakukan untuk seluruh kriteria dan subkriteria Komponen Pengungkit dan untuk kriteria dan sub-kriteria
Hasil pada Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur dari Komponen

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-76

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Hasil. Skor yang diperoleh dari hasil survei untuk masing -masing
sub-kriteria pada Komponen Pengungkit akan dikonsolidasikan
dengan skor yang diperoleh dari hasil penilaian bukti. Sedangkan
survei secara eksternal dilakukan untuk kriteria Hasil pada
Masyarakat/Pengguna Layanan serta kriteria Hasil pada Komunitas
Lokal, Nasional dan Internasional.
Bukti dan hasil survei yang diperoleh dan dikumpulkan,
kemudian dianalisis dan dinilai oleh Tim Asesor sebagai dasar
dalam penentuan skor, baik skor untuk masing-masing subkriteria maupun skor akhir untuk masing -masing kriteria. Skor
yang diperoleh dari hasil survei diberikan bobot 40%, sedangkan
yang diperoleh dari hasil penilaian mandiri diberikan bobot 60%,
untuk mendapatkan skorakhir dari masing-masing sub-kriteria dari
Komponen Pengungkit. Skor akhir untuk masing-masing kriteria
dari Komponen Pengungkit diperoleh dari rata-rata skor yang
diperoleh dari masing-masing sub-kriteria (tiap-tiap sub-kriteria
memiliki bobot atau weight factoryang sama besar).
Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil survei
dan penilaian bukti, maka dilakukan diskusi dan pembahasan
lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih handal (dengan
tidak merubah skor yang diperoleh dari hasil survei). Penilaian
Kriteria Hasil pada Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, Hasil
pada Masyarakat/Pengguna Layanan dan Hasil pada Komunitas
Lokal,
Nasional
dan
Internasional
yang
secara
murni
menggunakan hasil survei, diberikan bobot 100%.
Penilaian Kriteria Hasil Kinerja Utama yang terkait dengan
sub-kriteria Pemenuhan Target Indikator Internal dan sub-kriteria
Pemenuhan Target Indikator Eksternal dilakukan secara mandiri
berdasarkan buktibukti yang menunjukkan pencapaian kinerja
instansi atas 9 (sembilan) Program Mikro Reformasi Birokrasi K/L
dan pencapaian kinerja dari Indikator Kinerja Utama (IKU) seperti
yang tercantum pada Lampiran 1 pedoman ini, dengan bobot 100%.
2) Pelaksanaan Survei dan Penetapan Sampel
Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner
untuk kriteria dan sub-kriteria Komponen Pengungkit bersifat
tertutup (closeended questions). Responden yang mengisi kuesioner ini
adalah pegawai instansi pemerintah yang terpilih secara acak.
Kuesioner untuk mendukung survei kriteria dan sub-kriteria Hasil
pada Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, Hasil pada
Masyarakat/Pengguna Layanan, dan Hasil pada Komunitas Lokal,
Nasional dan Internasional diserahkan kepada masing masing
instansi untuk pendesainan dan pembuatannya, dengan mengacu
pada arahan (guidance) yang telah disampaikan sebelumnya .
Responden untuk survei kriteria Hasil pada Sumber Daya
Manusia (SDM) Aparatur adalah juga pegawai instansi pemerintah
yang terpilih secara acak. Sedangkan responden untuk kriteria

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-77

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Hasil pada Komunitas Lokal, Nasional dan Internasional adalah


pengguna
layanan
dari
instansi tersebut
dan
masyarakat.
Pemilihan sampel masyarakat/pengguna layanan diserahkan kepada
pertimbangan profesional Tim Asesor. Besarnya sampel sebaiknya
sebanyak mungkin, semakin besar sampel yang diambil umumnya
akan semakin representatif dari populasinya dan hasil survei lebih
dapat digeneralisasikan. Dilihat dari substansi tujuan penarikan
sampel yakni untuk memperoleh representasi populasi yang tepat,
maka
besarnya
sampel
yang
akan
diambil
perlu
mempertimbangkan
karakteristik
populasi
serta
kemampuan
estimasi. Pertimbangan karakteristik populasi akan menentukan
teknik pengambilan sampel, ini dimaksudkan untuk mengurangi
atau menghilangkan
bias,
sementara
kemampuan
estimasi
berkaitan dengan presisi dalam mengestimasi populasi dari sampel
serta bagaimana sampel dapat digeneralisasikan atas populasinya.
Upaya
untuk
mencapai
presisi yang lebih baik memerlukan
penambahan sampel, seberapa besar sampel serta penambahannya
akan tergantung pada variasi dalam kelompok, tingkat kesalahan
yang ditoleransi serta tingkat kepercayaan.
Besarnya sampel didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin
sebagai berikut:

dimana:
n adalah jumlah sampel/responden
N adalah jumlah populasi/pegawai tetap terdaftar diinstansi
d adalah derajat kesalahan (derajat kesalahan di ambil sebesar
5% dengan tingkat keyakinan sebesar 95%)
Besarnya sampel menurut besarnya populasi dapat dilihat pada
Tabel berikut ini:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-78

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Tabel Jumlah Populasi dan Sampel Dengan Tingkat Keyakinan 95%

Sumber: Krejciedan Morgan (1970), Determining Sample Size for


Research Activities(Educational and Psychological Measurement, #30,
pp. 607-610).
Jawaban
atas
pertanyaan
survei
(untuk
komponen
Pengungkit) bersifat tertutup demi kemudahan pengisian, dan diukur
dengan menggunakan 5 skala likert (likert scale) dari 0 sampai
dengan 5. Skala 0 menunjukkan sangat tidak setuju dan skala
5 berarti sangat setuju dengan pernyataan yang disampaikan.
Dikarenakan skor penilaian bukti memiliki rentang 0 100,
diperlukan normalisasi
skor
hasil
survei
agar
dapat
dikonsolidasikan dengan skor penilaian bukti, dengan cara
mengalikan skor hasil survei dengan angka 20. Sebagai contoh,
bila rata-rata skor untuk sebuah sub-kriteria adalah 2.5, maka
skor normalisasinya adalah 2.5 x 20 atau 50.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-79

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

3) Metode dan Panel Penilaian


Metode penilaian yang diterapkan dalam Model PMPRB
adalah berdasarkan pada siklus kualitas (quality cycle) Plan, Do,
Check and Act (PDCA), sehingga pemahaman terhadap siklus
PDCA sangat diperlukan ketika melakukan penilaian. Siklus PlanDo-Check-Act (PDCA) adalah siklus
penuh penerapan prinsip
manajemen kualitas menuju perbaikan secara terus menerus
(continuous improvement). Penerapan prinsip ini menekankan bahwa
program perbaikan harus dimulai dengan perencanaan yang baik,
yang
memiliki
serangkaian
tindakan/aksi
yang efektif,
diperiksa/dimonitor kemajuannya dan pada akhirnya dilakukan
tindakan perbaikan, dan dilanjutkan secara terus menerus dalam
suatu siklus PDCA yang fleksibel.
Perencanaan
(Planning/P)
yang
baik
didasarkan
atas
harapan/kebutuhan pemangku kepentingan. Proses perencanaan
dilakukan melalui seluruh bagian terkait dalam organisasi secara
reguler. Pelaksanaan (Do/D) dikelola melalui berbagai proses dan
tanggungjawab Metode penilaian yang diterapkan dalam Model
PMPRB adalah berdasarkan pada siklus kualitas (quality cycle)
Plan, Do, Check and Act (PDCA), sehingga pemahaman terhadap
siklus PDCA sangat diperlukan ketika melakukan penilaian. Siklus
Plan-Do-Check-Act (PDCA) adalah siklus penuh penerapan prinsip
manajemen kualitas menuju perbaikan secara terus menerus
(continuous improvement). Penerapan prinsip ini menekankan bahwa
program perbaikan harus dimulai dengan perencanaan yang baik,
yang
memiliki
serangkaian
tindakan/aksi yang efektif,
diperiksa/dimonitor kemajuannya dan pada akhirnya dilakukan
tindakan perbaikan, dan dilanjutkan secara terus menerus dalam
suatu siklus PDCA yang fleksibel. Perencanaan (Planning/P) yang baik
didasarkan atas harapan/kebutuhan pemangku kepentingan. Proses
perencanaan dilakukan melalui seluruh bagian terkait dalam
organisasi secara reguler. Pelaksanaan (Do/D)
dikelola
melalui
berbagai proses dan tanggungjawab baku serta diserahkan kepada
bagian terkait dalam organisasi secara reguler. Pemantauan
(Check/C) adalah melakukan monitoring terhadap proses baku
dengan menggunakan berbagai indikator terkait dan diriviu melalui
bagian terkait yang relevan dalam organisasi secara reguler.
Tindak Lanjut (Act/A) adalah tindakan koreksi dan peningkatan
dilakukan atas dasar hasil pemantauan melalui berbagai bagian
terkait yang relevan dalam organisasi secara reguler.
Untuk melakukan penilaian, asesor menggunakan format
penilaian yang terdiri dari panel penilaian Pengungkit dan panel
penilaian Hasil. Tabel berikut ini memperlihatkan panel penilaian
Pengungkit. Penilaian dimulai dengan memilih fase yang telah
dicapai oleh instansi, apakah Plan, Do, Check atau Act. Penilaian
bersifat kumulatif dimana pencapaian suatu level yang lebih tinggi
(misalnya level Check) hanya dapat diperoleh bilamana level

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-80

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

sebelumnya (misalnya level Do) telah dicapai. Selain itu,


penilaian juga dilakukan dengan mempertimbangkan hasil survei
dan bukti yang tersedia untuk menentukan seberapa baik pencapaian
Plan, Do, Check or Act; semakin baik hasil bukti dan survei yang
diperoleh, semakin tinggi skor yang diberikan untuk
masingmasing fase.
Pemberian penilaian pada level PDCA hanya dapat
diberikan bilamana aktivitas bench learning instansi
merupakan
bagian dari siklus perbaikan yang berkelanjutan (continuous
improvement cycle).
Tabel Format Penilaian Komponen Pengungkit (Enablers)

Selanjutnya, tabel berikut ini menggambarkan panel penilaian


komponen Hasil. Seperti terlihat, bahwa hasil dinilai atas salah
satu
dari dua
aspek;
pertama,
penilaian
terhadap
Trend
(kecenderungan pencapaian hasil); dan kedua, penilaian terhadap
pencapaian Target yang sudah ditetapkan oleh instansi.
Instansi berada pada nilai terendah jika tidak terdapat
pengukuran terhadap indikator hasil dan/atau tidak terdapat
informasi mengenai target yang ingin dicapai. Sedangkan instansi
berada pada level tertinggi jika hasil yang sangat baik (excellent)
diperoleh dan berkesinambungan. Selain itu, semua target yang
relevan telah terpenuhi dan kecenderungan positif dibandingkan
instansi lain dan semua target yang sudah ditetapkan tercapai.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-81

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Tabel Format Penilaian Komponen Hasil (Results)

4) Rencana Perbaikan dan Tindak Lanjut


Berdasarkan sintesa penilaian dan hasil skor yang diperoleh dari
masingmasing
sub-kriteria
dan
kriteria Pengungkit,
rencana
perbaikan dan tindak lanjut perbaikan untuk masing-masing subkriteria dan kriteria dibuat seperti pada format di atas. Di dalam
format dimaksud juga diberikan kolom yang menunjukkan hal-hal
yang sudah baik yang telah dilakukan oleh instansi dan juga hal-hal
yang masih perlu untuk diperbaiki oleh instansi
Tabel Format Rencana Perbaikan dan Tindak Lanjut

Selain itu, untuk menjamin terlaksananya tindak lanjut


perbaikan, instansi agar menggunakan format pada Tabel berikut
sebagai lembar operasional dan kontrol guna mendukung Rencana
Perbaikan masingmasing kriteria dan sub-kriteria:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-82

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

5) Tahapan Penilaian Mandiri


Berikut adalah tahapan penilaian mandiri yang akan
dilakukan oleh Tim Asesor dengan kombinasi beberapa metode
pengumpulan bukti; survei, dan penilaian dokumen/bukti untuk
kriteria dan sub-kriteria Pengungkit:
(a) Pahami ruang lingkup penilaian mandiri yang difokuskan
pada Komponen
Pengungkit.
Pelajari
seluruh
bagian
instrumen
penilaian baik
yang
menyangkut
dengan
terminologi maupun panel-panel penilaian.
(b) Lakukan survei dengan menggunakan kuesioner. Tentukan
jumlah sampel yang representatif, dengan memperhatikan
keterwakilan dari masing-masing
unit
dan
juga
posisi/jabatan pegawai, untuk menjamin adanya data yang
valid dan handal. Tim juga memastikan bahwa kuesioner

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-83

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

bersifat anonim dan jawaban yang diberikan hanya


digunakan oleh Tim Asesor untuk menilai perkembangan
kinerja instansi pada setiap kriteria dan sub kriteria yang
dinilai.
(c) Distribusikan kuesioner kepada seluruh pegawai dari
berbagai golongan, baik struktural maupun fungsional dan
kepada pengguna layanan instansi dan masyarakat dengan
menggunakan media yang dianggap paling efektif. Berikan
tenggat waktu secara definif untuk pengumpulan seluruh
kuesioner guna pengolahan lebih lanjut agar tepat waktu.
(d) Lakukan pengolahan data terhadap kuesioner yang telah
diisi dan dikembalikan dan dapatkan nilai rata-rata untuk
masing-masing sub-kriteria dan kriteria.
(e) Kumpulkan seluruh bukti-bukti yang relevan untuk
masingmasing kriteria dan sub kriteria untuk menunjang
proses penilaian mandiri. Langkah ini dapat dilakukan sejak
awal dimulainya proses penilaian mandiri.
(f) Setelah
bukti
terkumpul, lakukan
penilaian
PDCA.
Usahakan untuk menggunakan contoh-contoh pertanyaan
(guiding questions) untuk
masing-masing sub kriteria
sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran yang lebih
obyektif,
lengkap
dan
akurat,
walau
tidak semua
pertanyaan harus digunakan/dijawab. Penilaian dilakukan
secara kumulatif dimana fase yang lebih tinggi hanya dapat
dicapai bilamana fase sebelumnya telah dicapai, dengan
didukung oleh bukti-bukti yang ada. Skor akan semakin
tinggi pada suatu fase bilamana didukung oleh bukti-bukti
yang baik dan lengkap serta hasil survei yang baik. Bila
lebih dari satu asesor melakukan penilaian, maka nilai akhir
sebaiknya ditentukan melalui konsensus bila terjadi perbedaan
dalam skor.
(g) Kombinasikan skor yang diperoleh dari hasil survei
dengan bobot 40% dan yang diperoleh dari hasil penilaian
mandiri dengan bobot 60%
(h) Dari hasil tahap 6-7, tentukan Hal-Hal Yang Sudah Baik,
yaitu hal-hal yang instansi telah lakukan dengan baik dan
dapat menjadi keunggulan organisasi, Hal-Hal Yang Masih
Perlu Diperbaiki, yaitu area-area
yang masih perlu
diperbaiki dan ditingkatkan oleh organisasi dan Tindak
Lanjut Untuk Perbaikan, yaitu rencana perbaikan yang
harus
dilakukan
instansi
untuk memperbaiki dan
meningkatkan kekurangan-kekurangan pada area yang ada.
(i) Buat Program Rencana Aksi Perbaikan untuk masing-masing
sub kriteria sebagai referensi untuk pengalokasian sumber
daya di dalam organisasi dalam pelaksanaan perbaikan dan
juga
sekaligus
sebagai
alat
pengendali atau kontrol
organisasi dalam pelaksanaan perbaikan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-84

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Berikut adalah tahapan evaluasi mandiri untuk kriteria dan subkriteria dari Komponen Hasil:
(a) Lakukan sintesa penilaian yang menggambarkan Trend
(kecenderungan)
dan/atau pencapaian Target.
Pertama,
lakukan penilaian atas trend pencapaian hasil tertentu. Bila
tidak diperoleh Trend dikarenakan belum memiliki baseline
data, lakukan penilaian apakah
target
yang sudah
ditetapkan
tercapai
atau
tidak.
Derajad ketercapaian
bergantung pada seberapa banyak dan/atau seberapa jauh
pencapaian yang diperoleh dibandingkan dengan targetnya.
Bila lebih dari satu asesor melakukan penilaian, maka
nilai akhir sebaiknya ditentukan melalui konsensus bila
terjadi perbedaan dalam skor.
(b) Khusus untuk Kriteria Hasil pada Sumber Daya Manusia
Aparatur dan Kriteria Hasil pada Masyarakat/Pengguna
Layanan dan Kriteria Hasil pada Komunitas Lokal,
Nasional dan Internasional yang menggunakan hasil survei,
masing-masing instansi diberikan kebebasan
untuk
mendesain kuesioner dan melaksanakan survei untuk
mengetahui substansi hasil.
(c) Buat Rencana Perbaikan.
5.1.6. Evaluasi
5.1.6.1. Pengertian, Metode, Model dan Implementasi Tahapan
Pengertian evaluasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti
penilaian; hasil. Menurut Bryan & White (1987), evaluasi adalah upaya
untuk mendokumentasi dan melakukan penilaian tentang apa yang
terjadi dan juga mengapa hal itu terjadi, evaluasi yang paling
sederhana adalah mengumpulkan informasi tentang keadaan sebelum
dan sesudah pelaksanaan suatu program/rencana.
Pengertian evaluasi menurut Charles O. Jones dalam Aprilia
(2009) adalah evaluation is an activity which can contribute greatly to
the understanding and improvement of policy development and
implementation (evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan
pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu
penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya).
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kegiatan evaluasi dapat
mengetahui apakah pelaksanaan suatu program sudah sesuai dengan
tujuan utama, yang selanjutnya kegiatan evaluasi tersebut dapat
menjadi tolak ukur apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat
dikatakan layak diteruskan, perlu diperbaiki atau dihentikan
kegiatannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
disebutkan
bahwa
Evaluasi
adalah
rangkaian
kegiatan
membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil
(outcome) terhadap rencana dan standar.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-85

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Menurut Ernest R. Alexander dalam Aminudin (2007), metode evaluasi


dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1) Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu
obyek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum
dan kondisi sesudahnya.
2) Actual versus planned performance comparisons, metode
ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan
kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang
ada (planned)
3) Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu
obyek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkendali
untuk mengetahui kondisi yang diteliti.
4) Quasi experimental models, merupakan metode yang
mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan
tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi
yang diteliti.
5) Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek
penelitian yang hanya berdasarkan pada penilaian biaya
terhadap suatu rencana.
Menurut Scriven (1999) ada dua model evaluasi yaitu:
1). Goal Free Evaluation
Dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu
diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
(kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi
penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal
yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang
negatif (yang tidak diharapkan).
2). Evaluasi Formatif-Sumatif
Evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan
ketika suatu program tertentu sedang dikembangkan dan
biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk
melakukan perbaikan. Tujuan dari evaluasi formatif adalah
untuk memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan
untuk melakukan perbaikan suatu produk atau program.
evaluasi formatif dilakukan untuk memberikan informasi
evaluatif yang bermanfaat untuk memperbaiki suatu program.
ada dua faktor yang mempengaruhi kegunaan evaluasi formatif,
yaitu kontrol dan waktu.
Evaluasi sumatif yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai
secara keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan.
Waktu pelaksanaan pada saat akhir proyek sesuai dengan jangka
waktu proyek dilaksanakan. Untuk evaluasi yang menilai
dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek berakhir dan
diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-86

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Merujuk pada PP No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara


Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, di
dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada
berbagai tahapan yang berbeda, yaitu;
1) Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi
dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan
tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari
berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang
telah dirumuskan sebelumnya;
2) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi
dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk
menentukan
tingkat
kemajuan
pelaksanaan
rencana
dibandingkan
dengan
rencana
yang
telah
ditentukan
sebelumnya, dan
3) Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu
evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana
berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian
(keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah
pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan
untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan
masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran),
ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu
program.
5.1.6.2.

Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan


publik, menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan,
sehingga sudah sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan
dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui
keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan, sehingga secara
normatif akan diperoleh rekomendasi apakah kebijakan dapat
dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan
harus dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori
(kebijakan) dengan prakteknya (implementasi) dalam bentuk dampak
kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai dengan yang diperkirakan
atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah sebuah
kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi masyarakat
yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai
bentuk pertanggungjawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang
makin kritis menilai kinerja pemerintah.
Analisis kebijakan publik (policy analysis) adalah kajian multi
disiplin
terhadap
kebijakan
publik
yang
bertujuan
untuk
mengintegrasikan dan mengkontektualsasikan model dan riset dari
disiplindisiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan
kebijakan (Parsons, xii). Atau yang menurut Wildavsky (1979) : analisis

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-87

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

kebijakan publik adalah subbidang terapan yang isinya tak dapat


ditentukan berdasarkan disiplin yang terbatas, tapi dengan segala
sesuatu yang tampaknya sesuai dengan situasi dari masa dan hakekat
dari persoalannya.
Analisis kebijakan publik menurut Harold Laswell dalam buku
Parsons tersebut adalah analisis yang :
Multimethod
Multidisciplinary
Berfokus pada problem
Berkaitan dengan pemetaan konstektualitas problem kebijakan,
opsi kebijakan, dan hasil kebijakan
Bertujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu
disipilin yang menyeluruh untuk menganalisis pilihan publik dan
pengambilan keputusan.
Dari yang dinyatakan oleh Lasswell, tampaknya lingkup analisis
kebijakan publik lebih berfokus pada persoalan proses pembuatan
kebijakannya, yakni dari tahap pendefinisian masalah, agenda setting,
formulasi kebijakan sampai legalisasi kebijakan. Sedang Parsons
menyatakan ada 2 kategori luas analisis dalam studi kebijakan publik
yakni:
1. Analisis
Proses
Kebijakan
yakni
analisis
bagaimana
mendefinisikan proses kebijakan, dimulai dari mendefinisikan
problem sampai pada implementasi dan pengevaluasiannya.
2. Analisis dalam dan untuk proses kebijakan, yakni kajian yang
menggunakan teknik analisis, riset, dan advokasi dalam
pendefinisian problem sampai implementasinya. Atau dengan
kata lain, kategori pertama menganalisis untuk tujuan deskripsi
dan eksplanasi proses kebijakan, sedang yang kedua analisis
untuk tujuan penilaian secara analitis terhadap proses kebijakan
(dan jika memugkinkan bersifat presriptif bagi kasus yang di
riset).
Dari rumusan Parsons di atas, maka analisis implementasi dan
analisis evaluasi adalah bagian dari analisis kebijakan publik, hanya
pada satu tahap proses dan kedalaman analisis yang berbeda tentunya.
Meski demikian pada umumnya yang dipahami sebagai analisis
kebijakan adalah yang lebih berfokus pada proses pembuatan
kebijakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Lasswell. Sedang analisis
implementasi dan analisis evaluasi memiliki focus berbeda sesuai
namanya, kendati juga tetap merupakan analisis yang multi disiplin.
Jika seseorang ingin mengkaji mengapa kebijakan X tidak
mencapai hasil yang diinginkan, maka kajian apakah yang harus ia
lakukan? Kajian implementasi atau kajian evaluasi? Bukankah daur
hidup sebuah kebijakan tidak bisa ditentukan, kapan ia dianggap telah
selesai diimplementasikan lalu bisa dievaluasi? Atau, apakah kita
sedang melakukan studi evaluasi saat kita mengkaji hasil suatu
kebijakan yang sedang diimplementasikan?

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-88

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Menurut rumusan Sabatier dan Mazamnian melakukan studi


implementasi berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi
setelah suatu program diberlakukan, yakni peristiwa dan kegiatan
dalam usaha untuk mengadministrasikannya dan usaha usaha
untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Dari rumusan
itu, maka lingkup studi implementasi adalah seluruh kegiatan dan
peristiwa yang terjadi setelah suatu kebijakan diberlakukan.
Analisis
dalam
studi
implementasi
misalnya
tidak
mempertanyakan apakah sebuah
kebijakan
yang
gagal dalam pengimplementasiannya
adalah sebuah kebijakan
yang benar-benar tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan (ini
adalah pertanyaan evaluatif). Studi implementasi mempertanyakan
apakah
terjadi
kesalahan
atau
kekurangan
dalam
proses
pengimplementasian dan apa sebabnya. Memang pada studi
implementasi juga dapat timbul pertanyaan evaluatif: Apakah
programprogram tindakan yang dipilih telah sesuai dengan tujuan
tersebut? atau apakah keputusankeputusan yang dibuat untuk
mengimplementasikan kebijakan sudah tepat? Tapi pertanyaan
tersebut tidak lepas dari koridor penyusunan programprogram
tindakan sebagai hasil penafsiran implementor atas sebuah kebijakan.
Antara analisis studi evaluasi dan analisis studi implementasi
memang sering terjadi overlap, karena keduanya bisa berangkat dari
permasalahan yang sama: Mengapa kebijakan X tidak mencapai
hasil yang diinginkan?, namun menjaga batas antara keduanya adalah
penting, studi implementasi hanya berkaitan dengan pertanyaan
bagaimana cara agen publik mengimplementasikan sebuah kebijakan
untuk mencapai perubahan sebagaimana yang dimaksudkan oleh
kebijakan tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pendapat Jenkins
berikut ini:
Studi implementasi adalah studi perubahan: bagaimana
perubahan itu terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa
dimunculkan. Juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari
kehidupan politik: bagaimana organisasi di dalam dan di luar
system politik menjalankan fungsi mereka dan berinteraksi satu
sama lain: apa memotivasi tindakantindakan mereka dan apa
motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara
berbeda (Jenkins, 1978, p.200).
Sementara tujuan dan lingkup analisis (riset) evaluasi menurut
Carol H. Weiss (1972, p.4) adalah:
To measure the effects of a program against the goals it set out to
accomplish as a means of contributing to subsequent decision
making about the program and improving future programming. The
effect emphasizes the outcomes of the program, rather than its
efficiecy, honesty, morale, or adherence to rule or standars. The
comparison of effects with goals stresses the use of explicit criteria
for judging how well the program is doing.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-89

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Weis secara tegas menyatakan bahwa tujuan analisis evaluasi


lebih pada pengukuran efek dan dampak sebuah program/kebijakan
pada masyarakat, dibanding pengukuran atas efisiensi, kejujuran
pelaksanaan, dan lain-lain yang terkait dengan standar-standar
pelaksanaan. Tujuan kebijakan itu sendiri adalah untuk menghasilkan
dampak/perubahan, sehingga wajar jika untuk itulah evaluasi
dilakukan. Adapun yang membedakan antara analisis studi
implementasi dengan analisis studi evaluasi dapat kita lihat yang
dinyatakan oleh Parsons: evaluation eximines how public policy and
the people who deliver it may be appraised, audited, valued and
controlled while the study of implementation is about how policy is put
into action and practice (1995, p. 461).
Meskipun dilakukan secara sistematis, namun ada beberapa hal
yang membedakan analisis evaluasi dengan analisis akademik lainnya,
yang menurut Weiss (p. 6-7) adalah:
1. Evaluasi ditujukan untuk pembuatan keputusan, untuk
menganalisis problem sebagaimana yang didefinisikan oleh
pembuat keputusan, bukan oleh periset, sebab si pembuat
keputusanlah yang berkentingan terhadap hasil evaluasi.
2. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan,
bukan dalam setting akademik, karenanya pertanyaanpertanyaan evaluasi diarahkan oleh program. Peneliti tidak
membangun asumsi dan hipotesisnya sendiri sebagaimana pada
studi-studi lain.
3. Evaluasi memberikan penilaian atas pencapaian tujuan, bukan
mengevaluasi tujuan
Atau dari pernyataan Browne & Wildavsky: Evaluators are able
to tell us a lot about what happened which objectives, whose objectives,
were achieved and a little about why the causal connections (Hill &
Hupe, 12), yang merupakan wilayah analisis implementasi. Karena
meski tujuan dan dampak saling berinteraksi namun dampak tidak
dapat dinilai melalui seperangkat tujuan yang dirumuskan secara
tegas.
TUJUAN EVALUASI
1. Mengukur efek suatu program/kebijakan pada kehidupan
masyarakat dengan membandingkan kondisi antara sebelum dan
sesudah adanya program tersebut. Mengukur efek menunjuk
pada perlunya metodologi penelitian. Sedang membandingkan
efek dengan tujuan mengharuskan penggunaan kriteria untuk
mengukur keberhasilan
2. Memperoleh informasi tentang kinerja implementasi kebijakan
dan menilai kesesuaian dan perubahan program dengan rencana
3. Memberikan umpan balik bagi manajemen dalam rangka
perbaikan/penyempurnaan implementasi

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-90

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

4. Memberikan rekomendasi pada pembuat kebijakan untuk


pembuatan keputusan lebih lanjut mengenai program di masa
dating
5. Sebagai bentuk pertanggung-jawaban public/ memenuhi
akuntabilitas public.
FUNGSI EVALUASI (William N. Dunn; Ripley)
Evaluasi kebijakan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas
publik, karenanya sebuah kajian evaluasi harus mampu memenuhi
esensi akuntabilitas tersebut, yakni:
1. Memberikan Eksplanasi yang logis atas realitas pelaksanaan
sebua program/kebijakan. Untuk itu dalam studi evaluasi perlu
dilakukan penelitian/kajian tentang hubungan kausal atau
sebab akibat
2. Mengukur Kepatuhan, yakni mampu melihat kesesuaian antara
pelaksanaan dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan
3. Melakukan Auditing untuk melihat apakah output kebijakan
sampai pada sasaran yang dituju? Apakah ada kebocoran dan
penyimpangan pada penggunaan anggaran, apakah ada
penyimpangan tujuan program, dan pada pelaksanaan program
4. Akunting untuk melihat dan mengukur akibat sosial ekonomi
dari kebijakan. Misalnya seberapa jauh program yang dimaksud
mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, adakah dampak
yang ditimbulkan telah sesuai dengan yang diharapkan, adakah
dampak yang tak diharapkan.
DIMENSI EVALUASI
Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh
informasinya dari studi dievaluasi dalam kebijakan public. Dimensi
tersebut adalah:
1. Evaluasi
kinerja
pencapaian
tujuan
Kebijakan,
yakni
mengevaluasi kinerja orang-orang yang bertanggungjawab
mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh
jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi,
efektifitas dan efisiensi yang terkait.
2. Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi
kebijakan itu sendiri serta kandungan programnya. Darinya kita
akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek) kebijakan,
dampak (outcome) kebijakan, kesesuaian kebijakan/program
dengan tujuan yang ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana
dan tujuan), dan lain-lain.
Kajian dalam studi evaluasi kebijakan meliputi dimensi-dimensi:
1. Evaluasi Proses pembuatan kebijakan atau sebelum kebijakan
dilaksanakan. Pada tahap ini menurut Palumbo diperlukan dua
kali evaluasi, yakni

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-91

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

a. Evaluasi Desain Kebijakan, untuk menilai apakah


alternatif-alternatif yang dipilih sudah merupakan
alternative yang paling hemat dengan mengukur hubungan
antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll
yang bersifat rasional dan terukur.
b. Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad
penerimaan
suatu
kebijakan
atau
program
oleh
masyarakat/stakeholder/kelompok sasaran yang dituju
oleh kebijakan tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui
jajak pendapat (pooling), survey, dan lain-lain.
2. Evaluasi
Formatif yang
dilakukan
pada
saat
proses
implementasi kebijakan sedang berlangsung Tujuan evaluasi
formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh
sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa
yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya.
Dalam
istilah
manajemen,
evaluasi
formatif
adalah monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi
Formatif banyak melibatkan ukuran-ukuran kuantitatif sebagai
pengukuran kinerja implementasi.
3. Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah
diimplementasikan dan memberikan dampak . Tujuan evaluasi
Sumatif ini adalah untuk mengukur bagaimana efektifitas
kebijakan/program tersebut memberi dampak yang nyata pada
problem yang ditangani.
EVALUASI FORMATIF
Tujuan evaluasi formatif:
Evaluasi Formatif adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Merupakan evaluasi terhadap proses
2. Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standard aturan
3. Menggunakan model-model dalam implementasi
4. Biasanya bersifat kuantitatif
5. Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanaan kebijakan/
program
Tujuan evaluasi formatif ini adalah untuk melihat:
1. Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang
tepat
2. Apakah penyampaian pelayanannya telah sesuai dan konsisten
dengan spesifikasi program atau tidak;
3. Sumberdaya apa yang dikeluarkan dalam melaksanakan program
tersebut (Rossi & Freeman dalam Parsons, h.550).
Jenis evaluasi formatif:
1. Evaluasi administratif : Biasanya evaluasi administrative
dilakukan dalam lingkup pemerintahan yang dikaitkan dengan
aspek-aspek ketaatan financial dan prosedur.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-92

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

2. Evaluasi Yudisial : Evaluasi yang berkaitan dengan obyek-obyek


hokum
3. Evaluasi Politik: Evaluasi yg dilakukan oleh lembaga-lembaga
politik
Aspek-Aspek Evaluasi Formatif
Aspek-aspek kinerja implementasi yang dievaluasi dalam evaluasi
formatif ini adalah :
1. Effort Evaluation: Mengevaluasi kecukupan input program
2. Performance Evaluation: Mengkaji output dibandingkan dengan
input program.
3. Effectiveness Evaluation: Mengkaji apakah pelaksanaannya
sesuai dengan sasaran dan tujuan
4. Effeciency Evaluation: Membandingkan biaya dengan output yang
dicapai
5. Process Evaluation: Mengkaji metode pelaksanaan, aturan dan
prosedur dalam pelaksanaan
Menurut Wiiliam N. Dun aspek-aspek kinerja kebijakan yang
harus dievaluasi sebagai berikut:
Kategori
Efektifitas

Pertanyaan
Apakah hasil yang diinginkan
telah tercapai?
Efisiensi
Seberapa banyak upaya yang
diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan?
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil
yang diinginkan untuk
memecahkan masalah
Pemerataan Apakah biaya manfaat
didistribusikan secara merata
kepada kelompok-kelompok yang
berbeda?
Responsivitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan
kebutuhan/preferensi atau nilainilai kelompok tertentu?
Ketepatan
Apakah hasil (tujuan) yang
diinginkan benar-benar berguna
atau bernilai
Sumber: William N. Dunn (1999; h 609)

Ilustrasi
Unit Pelayanan
Cost-benefit Ratio;
Manfaat bersih; Unit
Biaya
BIaya tetap, Efektifitas
tetap
Criteria Pareto; Kriteria
Kaldor-Hicks: Kriteria
Rawls
Konsistensi dengan
survey warga negara
Program public harus
merata dan eisien

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-93

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

EVALUASI SUMATIF/EVALUASI DAMPAK


Pengertian Dampak
1. Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai
akibat dari output kebijakan
2. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada
kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak
diharapkan),
dan
sejauh
mana
akibat
tersebut mampu menimbulkan
pola
perilaku
baru
pada
kelompok sasaran (impact)
3. Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada
kelompok sasaran, baik yang sesuai dengan yang diharapkan
ataupun tidak dan apakah akibat tersebut tidak mampu
menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects)
Tujuan Evaluasi Sumatif/Dampak
Evaluasi sumatif umumnya dilakukan untuk memperoleh
informasi terkait dengan efektifitas sebuah kebijakan/program
terhadap permasalahan yang diintervensi. Evaluasi ini bertujuan
untuk:
1. Menilai apakah program telah membawa dampak yang
diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga
2. Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi
program
3. Mengeksplore apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik
yang positif maupun yang negatif
4. Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran,
dan apakah perbaikan kondisi kelompok sasaran betul-betul
disebabkan oleh adanya program tersebut ataukah karena faktor
lain.
Dimensi Dampak
Dimensi dampak yang dikaji dalam evaluasi kebijakan ini meliputi:
1. Dampak pada masalah publik (pada kelompok sasaran) yang
diharapkan atau tidak.
2. Dampak pada kelompok di luar sasaran sering disebut
eksternalitas /dampak melimpah (spillover effects)
3. Dampak sekarang dan dampak yang akan datang.
4. Dampak biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai
program dan dampak biaya tak langsung yang dikeluarkan
publik akibat suatu kebijakan.
Aprraisal Dimensi Dampak
Menurut Langbein (1980) memperkirakan dampak perlu
memperhitungkan dimensi-dimensi sebagai berikut:
a. Waktu. Dimensi waktu ini penting diperhitungkan karena kebijakan
dapat memberikan dampak yang panjang, baik sekarang maupun pada

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-94

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

masa yang akan datang. Semakin lama periode evaluasi waktu semakin
sulit mengukur dampak, sebab:
1) Hubungan kausalitas antara program dengan kebijakan semakin
kabur,
2) Pengaruh faktor-faktor lain yang harus dijelaskan juga semakin
banyak,
3) jika efek terhadap individu dipelajari terlalu lama maka akan
kesulitan menjaga track record individu dalam waktu yang
sama.
4) Semakin terlambat sebuah evaluasi dilakukan akan semakin
sulit mencari data dan menganalisis pengaruh program yang
diamati.
b.Selisih antara dampak aktual dengan yang diharapkan.
Selain memperhatikan efektifitas pencapain tujuan, seorang
evaluator harus pula memperhatikan
1) Berbagai dampak yang tak diinginkan,
2) Dampak yang hanya sebagian saja dari yang diharapkan dan
3) Dampak yang bertentangan dari yang diharapkan
c. Tingkat Agregasi Dampak
Dampak juga bersifat agregatif artinya bahwa dampak yang
dirasakan secara individual akan dapat merembes pada perubahan di
masyarakat secara keseluruhan
d. Tipe Dampak
Ada empat tipe utama dampak program:
1) Dampak pada kehidupan ekonomi : penghasilan, nilai tambah
dan sebagainya
2) Dampak pada proses pembuatan kebijakan: apa yg akan
dilakukan pada kebijakan berikutnya
3) Dampak pada sikap publik : dukungan pada pemerintah, pada
program dan sebagainya
4) Dampak pada kualitas kehidupan individu, kelompok dan
masyarakt yg bersifat non ekonomis.
Ada beberapa model yang bisa digunakan sebagai desain evaluasi
kebijakan. Misalnya, objective approach (Tyler), goal free (Schriven),
CIPP (Stufflebeam), hierarchy of evaluation (Kirkpatrick), Naturalistic
(Guba), dan lain-lain.
Evaluasi kebijakan yang menggunakan model Context, Input,
Process, Product (CIPP) dari Stufflebeam, dengan gambaran desain
penelitian CIPP seperti berikut ini:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-95

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Gambar 5.10
Model CIPP
5.2. METODE PENELITIAN
5.2.1.Pendekatan Penelitian
Untuk mencapai maksud dan tujuan penelitian sebagaimana
telah dipaparkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka
pendekatan yang akan kami gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Pendekatan Evaluasi
Pendekatan evaluasi yang akan dipergunakan dalam pekerjaan ini
adalah Evaluasi Formal (formal evaluation), yaitu pendekatan
yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghimpun
informasi yang valid mengenai hasil kebijakan dengan tetap
melakukan evaluasi atas hasil tersebut berdasarkan tujuan
kebijakan yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal
oleh pembuat
kebijakan dan tenaga administratif kebijakan.
Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa tujuan dan target yang
telah ditetapkan dan
diumumkan (c.q Roadmap Reformasi
Birokrasi Kota Balikpapan tahun 2010-2014) secara formal
merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengevaluasi manfaat
atau nilai suatu kebijakan.
Evaluasi formal ini dilaksanakan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-96

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

dengan mengedepankan kombinasi evaluasi sumatif dan evaluasi


formatif.
Evaluasi sumatif dilakukan untuk program dan kegiatan yang
telah selesai dilaksanakan secara keseluruhan; sementara evaluasi
formatif dilakukan untuk program dan kegiatan yang belum
sepenuhnya selesai dilaksanakan. Jika merujuk pada ketentuan
legal formal yang dianut oleh Pemerintah sebagaimana dimuat
dalam PP No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; maka teknik
evaluasi yang akan dipergunakan merupakan kombinasi antara
Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going) = Evaluasi
Formatif, dan Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post)
= Evaluasi Sumatif
b. Pendekatan Gap Analysis
Gap analysis atau dapat kita sebut juga analisis kesenjangan
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
kinerja Pemerintah Daerah, khususnya dalam upaya penyediaan
pelayanan publik dan pembangunan.
Gap
analysis
sering
digunakan di bidang manajemen dan menjadi salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan (quality of services).
Bahkan, pendekatan ini paling sering digunakan di Amerika Serikat
untuk memonitor kualitas pelayanan Model yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) ini memiliki lima gap
(kesenjangan), yaitu:
1. kesenjangan antara persepsi manajemen atas ekspektasi
konsumen dan ekspektasi konsumen akan pelayanan yang
seharusnya diberikan oleh perusahaan
2. kesenjangan antara persepsi manajemen atas ekspektasi
konsumen dan penjabaran persepsi tersebut menjadi spesifikasi
kualitas pelayanan atau standar pelayanan
3. kesenjangan antara standar pelayanan tersebut dan pelayanan
yang diberikan
4. kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan informasi
eksternal yang diberikan kepada konsumen atau pelayanan yang
dijanjikan kepada konsumen
5. kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan oleh
konsumen dengan kinerja pelayanan aktual.
Kesenjangan 1 sampai kesenjangan 4 merupakan potensi
kegagalan di pihak penyedia jasa, sementara kesenjangan 5 potensial
terjadi di pihak konsumen.
Di bidang bisnis dan manajemen, gap analysis diartikan sebagai
suatu metode pengukuran bisnis yang memudahkan perusahaan
untuk membandingkan kinerja aktual dengan kinerja potensialnya.
Dengan demikian, perusahaan dapat mengetahui sektor, bidang, atau
kinerja yang sebaiknya diperbaiki atau ditingkatkan. Gap analysis
bermanfaat untuk mengetahui kondisi terkini dan tindakan apa yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-97

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

akan dilakukan di masa yang akan datang. Hubungan antara


perusahaan sebagai supplier barang dan jasa dengan konsumen yang
menggunakan barang dan jasa tersebut dapat membantu dalam
memahami konsep gap analysis. Gap pada Gambar 1 didefinisikan
sebagai perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan
pelayanan yang mereka terima.

Gambar 5.11. Model Expected dan Perceived Service Quality


Sumber : Parasuraman Zeithaml dan Berry (1988).
Boulding et al. (1993) menganalisis kualitas pelayanan dengan
menggunakan gap analysis.Kesenjangan kualitas pelayanan diartikan
sebagai kesenjangan antara pelayanan yang seharusnya diberikan dan
persepsi konsumen atas pelayanan aktual yang diberikan. Semakin
kecil kesenjangan tersebut, semakin baik kualitas pelayanan

level
Kinerja

Standar
Gap

waktu
Dari berbagai definisi mengenai gap analysis, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara umum, gap analysis dapat didefinisikan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-98

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

sebagai suatu metode atau alat yang digunakan untuk mengetahui


tingkat kinerja suatu lembaga atau institusi. Dengan kata lain, gap
analysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
kinerja dari suatu sistem yang sedang berjalan dengan sistem standar.
Dalam kondisi umum, kinerja suatu institusi dapat tercermin dalam
sistem operational maupun strategi yang digunakan oleh institusi
tersebut.
Gap akan bernilai (+) positif bila nilai aktual lebih besar dari nilai
target, sebaliknya bernilai (-) negatif apabila nilai target lebih besar dari
nilai aktual. Apabila nilai target semakin besar dan nilai aktual
semakin kecil maka akan diperoleh gap yang semakin melebar. Secara
sederhana pengukuran kinerja dengan menggunakan pendekatan ini
digambarkan pada Gambar 2. Secara singkat, gap analysis bermanfaat
untuk:
1. menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan
suatu standar kinerja yang diharapkan.
2. mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup
kesenjangan tersebut,
3. menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas
waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar
pelayanan yang telah ditetapkan.
c. Pendekatan Persepsi Para Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan oleh
organisasi publik, dapat pula dilihat dari sejauh mana pelanggan atau
orang yang dilayani menyatakan kepuasannya. Pernyataan tentang
kepuasan tersebut dapat dilihat dari persepsi mereka terhadap produk
pelayanan yang telah diberikan. Persepsi pelanggan sangat penting
dalam menilai kualitas pelayanan publik. Teknik pengukuran
kepuasan pelanggan sebenarnya banyak berasal dari teknik yang
dikembangkan di dalam pemasaran bagi perusahaan-perusahaan yang
berorientasi profit. Salah satu contohnya adalah konsep dari Morgan
dan Murgantryd (1994) yang menyebutkan 10 kriteria yang biasa
digunakan oleh pelanggan dalam persepsi mereka terhadap kualitas
pelayanan publik, yaitu:
1. Reliability,
merupakan
kemampuan
untuk
melaksanakan
pelayanan yang telah dijanjikan dengan tepat waktu.
2. Responsibility, kesediaan untuk membantu pelanggan dengan
menyediakan pelayanan yang cocok seperti yang mereka harapkan.
3. Competence, menyangkut pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk dapat melaksanakan pelayanan.
4. Access, berupa kemudahan kontak dengan lembaga penyedia jasa.
5. Courtesy, sikap sopan, ramah, menghargai orang lain, penuh
pertimbangan, dan penuh persahabatan.
6. Communication, selalu memberikan informasi yang tepat kepada
pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, mau mendengarkan
mereka yang berarti menjelaskan tentang pelayanan, kemungkinan

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-99

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

pilihan, biaya, jaminan pada pelanggan bahwa masalah mereka


akan ditangani.
7. Credibility,
dapat
dipercaya,
jujur,
dan
mengutamakan
kepentingan pelanggan.
8. Security, bebas dari resiko, bahaya, dan keragu-raguan.
9. Understanding the costumer, berusaha untuk mengenal dan
memahami kebutuhan pelanggan dan menaruh perhatian pada
mereka secara individual.
10. Appearance presentation, penampilan dari fasilitas fisik,
penampilan personel, dan peralatan yang digunakan.
Hampir sama dengan konsep di atas, Parasuraman (1990)
menyebutkan servqual dimension meliputi: (1) Tangibles, yaitu
penampakan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan komunikasi;
(2) Reliabilitas, yaitu kemampuan untuk menunjukkan pelayanan yang
dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan; (3) Tingkat
responsivitas, yaitu keinginan untuk membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang tepat; (4) Kemampuan atau kompetensi,
yaitu memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam memberikan
pelayanan; (5) Keramahan, yaitu sikap hormat, sopan, dan hangat; (6)
Kredibilitas, yaitu dapat dipercaya, kepercayaan dan kejujuran; (7)
Keamanan, yaitu aman dari resiko, bahaya, dan ragu-ragu; (8) Akses,
yaitu kedekatan dan kemudahan untuk melakukan kontak; (9)
Komunikasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan pada pelanggan
dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keluhannya;
(10) Pemahaman kepada pelanggan, yaitu usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
Dengan demikian, secara singkat dapat disimpulkan bahwa
servqual ini merupakan sistem manajemen yang berorientasi kepada
pelanggan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari reorientasi
pelayanan kepada pelanggan, sebagaimana dikemukakan oleh Osborne
dan Gaebler (1994) adalah:
1. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memaksa pemberi jasa
untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya;
2. Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendepolitisasi keputusan
terhadap pilihan pemberi jasa;
3. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memberi kesempatan
kepada orang untuk memilih diantara berbagai macam pelayanan;
4. Sistem yang berorientasi pada pelanggan pemborosannya lebih
sedikit karena pasokannya disesuaikan dengan permintaan;
5. Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendorong pelanggan
untuk membuat pilihan dan mendorong untuk menjadi pelanggan
yang berkomitmen;
6. Sistem yang berorientasi pada pelanggan menciptakan peluang lebih
besar bagi keadilan.
Dengan unsur-unsur dan dimensi-dimensi tersebut maka secara
operasionalisasi dijabarkan sebagai berikut:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-100

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

Tabel 5.2
Operasionalisasi Kepuasan Masyarakat Berdasarkan Konsep SERVQUAL

Persepsi kepuasan para pemangku kepentingan adalah data dan


informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari
hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat
masyarakat/penerima layanan dalam memperoleh pelayanan dari
aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan
antara harapan dan kebutuhannya. Dari definisi tersebut maka dapat
kita rumuskan alur fikir kita terhadap pekerjaan ini sebagaimana
tergambar pada diagram berikut ini

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-101

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

5.2.3. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini membutuhkan data primer dan sekunder. Kedua
jenis data tersebut diperoleh dengan teknik sebagai berikut:
a. Focus Group Discussion (FGD)
Diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu
masalah tertentu, Metode FGD yang bersifat kualitatif,
berupa eksploratori atau pendalaman terhadap suatu
masalah. FGD sebagai teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan
tujuan menemukan makna sebuah tema menurut
pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan
untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu
permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti
terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
b. Kuesioner
Pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner yaitu
dengan cara responden memberikan jawaban pada daftar
pertanyaan yang diberikan. Responden dipilih berdasarkan
pertimbangan tertentu sesuai dengan topik penelitian.

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-102

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

c.

Wawancara mendalam (in-depth interview)


Wawancara mendalam, yaitu melakukan serangkaian
tanya-jawab antara peneliti dengan informan (responden)
yang dilakukan secara terbuka dan leluasa.
d. Studi Pustaka (Dokumentasi)
Studi pustaka atau dokumentasi adalah teknik yang
digunakan untuk memperoleh data sekunder, yang
dipandang penting dan relevan dengan topik penelitian
sebagai referensi.
5.2.4. Teknik Analisis Data
Menurut Effendi dan Manning (Singarimbun dan Effendi, 1989:
263) analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Dalam penelitian ini
dipergunakan Analisis data kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen
(Moleong, 2004: 248), analisis kualitatif adalah suatu proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar. Teknik analisis data kualitatif yang digunakan
adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Teknik ini bertujuan untuk
menggambarkan fenomena tertentu secara lebih terperinci. Alasan
digunakannya teknik analisa deskriptif-kualitatif antara lain: pertama,
mampu menggali informasi yang lebih luas, mendetail dan mendalam
dari beberapa interaksi dan fenomena sosial terutama yang erat
kaitannya dengan apa yang diteliti. Kedua, Dapat mengkaji temuantemuan dari kasus yang terjadi di lokasi penelitian sehingga kajian
yang diperoleh diharapkan dapat mengembangkan konsep
Setelah data didapat, maka data tersebut diseleksi, diidentifikasi,
dan dikelompokkan berdasarkan nama, fungsi, dan ciri-cirinya.
Langkah selanjutnya yang telah penulis lakukan dalam menganalisis
data adalah mereduksi data-data yang telah terkumpul, sehingga bisa
ditemukan pokok-pokok tema yang dianggap relevan dengan masalah
dan tujuan penelitian. Reduksi data sangat penting dalam rangka
mempermudah analisis, karena dengan mereduksi data akan diperoleh
suatu gambaran yang lebih jelas dan tajam mengenai persoalan yang
dianalisis. Reduksi data dilakukan dengan membuat rangkuman yang
inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga
tetap berada di dalamnya. Agar dapat dilihat gambaran keseluruhan
atau bagian tertentu dari penelitian, maka data yang telah direduksi
disusun secara sistematis.
Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah menyajikan
data yang dipilih dan diinterpretasikan oleh penulis. Data dan
interpretasi penulis disajikan secara terpisah agar pembaca dapat
membedakan antara data dan persepsi penulis. Langkah yang terakhir
di dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan dari data yang
telah diinterpretasikan tersebut. Penyimpulan data dilakukan setelah
data disajikan dalam bentuk deskripsi dengan pemahaman interpretasi
logis. interpretasi atau inferensi dilakukan dengan dua cara. Pertama,

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-103

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

interpretasi secara terbatas karena peneliti hanya melakukan


interpretasi atas data dan hubungannya yang ada dalam penelitiannya.
Kedua, adalah peneliti bila mencoba mencari pengertian yang lebih
luas tentang hasil-hasil yang didapatkannya dari analisa dibandingkan
dengan kesimpulan peneliti lain atau dengan menghubungkan kembali
interpretasinya dengan teori (Effendi dan Manning, 1989:263-264).
5.3. PROGRAM KERJA
Program kerja disusun agar
pelaksanaan pekerjaan dapat
dilakukan secara sistematis, efektif dan efisien, maka kegiatan
perencanaan ini perlu ditetapkan urutan pelaksanannya. Dalam garis
besarnya tahapan dan jadwal pelaksanaan kegiatan ini dapat dibagi
kedalam tiga bagian besar, yaitu:

(a) Tahap Persiapan


Pada tahap ini dilakukan koordinasi dan pembahasan kerangka
acuan kerja serta mobilisasi personil sehingga dapat
mengarahkan tugas dan pemahaman bagi keseluruhan personil
serta kesiapan bagi personil yang bertugas sebagai tenaga
pendukung. Hal ini dimaksudkan agar para personil dapat
bekerja secara efisien dan efektif sesuai waktu yang telah
ditentukan.
(b) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini akan dilakukan:
- Pembahasan Laporan Pendahuluan
- FGD 1
- Survey, Kolekting data, Entry Data dan Kompilasi Data
- Pembahasan Laporan Antara
- FGD 2
- FGD 3
- Pembahasan Draft Laporan Akhir
(c) Tahap Penyelesaian Laporan
- Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan, berisi metodologi pelaksanaan
pekerjaan, rencana kerja, Hasil dari pengumpulan data atau
survey lapangan dan data pendukung lainnya baik data
primer maupun sekunder yang terkait dengan Evaluasi
Reformasi Birokrasi Laporan ini akan dipresentasikan dan
dibahas dengan tim teknis. dan akan diserahkan paling
lambat pada minggu ke 3 (tiga) setelah dikeluarkannya Surat
Perintah Mulai Kerja (SMPK) sebanyak 10 (sepuluh) buku.
- Laporan Antara
Laporan Antara (Interim) berisi hasil Kajian/analisis lengkap
meliputi Kesesuaian kebutuhan tersebut dengan segala
ketersediaan sarana dan prasaranan dan rencana lokasi yang

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-104

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

memadai untuk Evaluasi Reformasi Birokrasi Laporan ini


akan dipresentasikan dengan Tim teknis dan diserahkan
paling lambat minggu ke 8 (delapan) setelah dikeluarkannya
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) sebanyak 10 (sepuluh)
buku.
Laporan Akhir
Laporan akhir (final) merupakan penyempurnaan Laporan
Akhir Sementara dan Laporan Akhir yang berisi hasil
kajian/analisis lengkap serta rujukan tempat lokasi yang
memadai setelah mengakomodasi masukan/saran/koreksi
dari Tim Teknis. Laporan ini akan diserahkan pada akhir
proyek yaitu minggu ke 12 (duabelas) setelah dikeluarkannya
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Laporan akhir (buku
utama) disiapkan sebanyak 10 (sepuluh) buku. Laporan akhir
ini akan dilengkapi dengan Laporan dalam bentuk CD
sebanyak 5 (lima) buah.

5.4. KERANGKA KERJA


Untuk menghasilkan pekerjaan yang berkualitas, perlu dibuat
kerangka kerja pelaksanaan Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
di Kota Balikpapan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Kerangka kerja yang diusulkan dimaksudkan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan secara lebih efektif dan efisien sehingga
kualitas keluaran dapat lebih terjamin sesuai dengan waktu yang
ditetapkan dan pada tingkat biaya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akhir masing-masing tahap juga ditandai dengan keluaran berupa
laporan-laporan sehingga kemajuan pekerjaan dapat terus dimonitor.
Kerangka kerja yang menunjukkan secara ringkas rancangan kegiatan
dalam bentuk Gambar berikut ini:

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-105

[Type the document title]


www.sinergivisiutama.com

PERSIAPAN

Pembahasan laporan
Pendahuluan

Penyerahan Laporan
Pendahuluan

Diserahkan
Paling lambat
minggu ke- 3
(tiga) setelah
SPMK

Pendahuluan

FGD I

Survey, Kolekting data,


Entry data dan Kompilasi
Data.

Pembahasan Laporan Antara

Penyerahan Laporan
Antara

Diserahkan
Paling lambat
minggu ke- 8
(delapan)
setelah SPMK

FGD 2

FGD 3

Pembahasan Draft Laporan


Akhir

Penyerahan Laporan Akhir

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Di Kota Balikpapan
USTEK VI-106

Diserahkan
Paling lambat
minggu ke- 12
(duabelas)
setelah SPMK

Anda mungkin juga menyukai