Anda di halaman 1dari 10

Konsep Astra Gatra

Geostrategic merupakan masalah penting bagi setiap bangsa baik pada masa
lampau, kini, maupun mendatang. Geostrategic menjadi sangat penting, karena
setiap bangsa yang telah menegara, membutuhkan strategi dalam
memanfaatkan wilayah negaranya sebagai ruang lingkup nasional untuk
menentukan kebijakan, sarana, dan sasaran perwujudan kepentingan dan tujuan
nasional melalui pembangunan, sehingga bangsa itu tetap eksis dalam arti
ideologis, politis, ekonomis, social budaya, dan hankam.
Geostrategic Indonesia pada dasarnya adalah strategi nasional bangsa
Indonesia dalam memanfaatkan wilayah Negara republic Indonesia sebagai
ruang hidup nasional guna merancang arahan tentang kebijakan, sarana, dan
sasaran pembangunan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional
tersebut di atas.
Geostrategic Indonesia dirumuskan dalam wujud konsepsi Ketahanan
Nasional.
Penegrtian geostrategic
Geostrategic merupakan strategi dalam memanfaatkn konstelasi geograf
Negara untuk menentukan kebijakan, tujuan, sarana-sarana untuk mencapai
tujuan nasional, geostrategic dapat pula dikatakan sebagai pemanfaatan
kondisi lingkungan dalam upaya mewujudkan tujuan politik.
Pengertian geostrategic Indonesia
Merupakan strategi dalam memanfaatkan konstelasi geograf Negara
Indonesia untuk menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana-sarana untuk
mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. Geostratei Indonesia memberi
arahan tentang bagaimana merancang strategi pembangunan guna
mewujudkan masa depan yang lebih baik, aman, dan sejahtera. Oleh karena
itu, geostrategic Indonesia bukan merupakan geo-politik untuk kepentingan
politik dan perang, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Unsur-unsur kekuatan nasional di Indonesia diistilahakan dengan gatra dalam
ketahanan nasional Indonesia. Sedangkan unsur-unsur kekuatan nasional
Indonesia dikenal dengan nama Astagatra yang terdiri atas Trigatra dan
Pancagatra. Trigatra adalah aspek alamiah yang terdiri atas penduduk, sumber
daya alam, dan wilayah. Pancagatra adalah aspek sosial yang terdiri atas
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan

Tiga aspek (tri gatra) kehidupan


alamiah, yaitu :
- Gatra letak dan kedudukan
geograf
- Gatra keadaan dan kekayaan
alam
- Gatra keadaan dan
kemampuan penduduk

Lima aspek (panca gatra)


kehidupan social, yaitu :
- Gatra ideology
- Gatra Politik
- Gatra ekonomi
- Gatra social budaya
- Gatra pertahanan dan
keamanan.

Unsur-unsur tersebut dianggap mempengaruhi negara dalam hal


mengembangkan kekuatan nasionalnya untuk menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara yang bersangkutan. Dalam praktiknya kondisi ketahanan
nasional dapat kita ketahui melalui pengamatan atas delapan gatra yang sudah
disebutkan diatas. Sedangkan lemah/menurunnya tingkat ketahanan nasional
akan menurunkan kemampuan bangsa dalam menghadapi ancaman kekuatan
yang terjadi.

Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional
negara yang bersangkutan. Faktor yang bersangkutan dengan penduduk negara
meliputi dua hal berikut:

a. Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, ketrampilan, etos kerja, dan


kepribadian.
b. Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan,
persebaran, perataan, dan perimbangan penduduk di tiap wilayah

Gatra Wilayah
Wilayah turut pula menentukan kekuatan nasional Negara. Adapun hal
yang terkait dengan wilayah Negara meliputi:
a. Bentuk wilayah Negara dapat berupa Negara pantai, Negara kepulauan, dan
Negara kontinental.
b. Luas wilayah Negara; ada Negara dengan wilayah luas dan Negara dengan
wilayah sempit (kecil).
c. Posisi geografs, astronomis, dan geologis Negara.
d. Daya dukung wilayah Negara; ada wilayah yang habitable dan ada wilayah
yang unhabitable

Gatra Sumber Daya Nasional


Hal-hal yang berkaitan dengan unsur sumber daya alam sebagai elemen
ketahanan nasional, meliputi:
a. Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber
daya alam hewani, nabati, dan tambang.
b. Kemauan mengeksplorasi sumber daya alam.
c. Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan
lingkungan hidup.
d. Kontrol atas sumber daya alam.

Gatra di Bidang Ideologi


Ideologi mendukung ketahanan suatu bangsa oleh karena ideologi bagi
suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu:
a. Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat yang bersangkutan,
artinya nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu menjadi cita-cita yang
hendak dituju.
b. Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, atinya
masyarakat yang banyak dan beragam itu bersedia menjadikan ideologi
sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.

Gatra di Bidang Politik


Politik penyelengaraan bernegara sangat memengaruhi kekuatan nasional
suatu Negara. Penyelenggaraan bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek,
seperti :
a. Sistem politik yang dipakai yaitu apakah sistem demokrasi atau non
demokrasi.
b. Sistem pemerintahan yang dijalankan apakah sistem presidensil atau
parlementer.
c. Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah republik atau kerajaan.
d. Susunan Negara yang dibentuk apakah sebagai Negara kesatuan atau Negara
serikat.

Gatra di Bidang Ekonomi

Ekonomi yang dijalankan oleh suatu Negara merupakan kekuatan nasional


Negara yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang
ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan
warga Negara.

Gatra di Bidang Sosial Budaya

Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu


Negara. Hal-hal yang dialami sebuah bangsa yang homogen tentu saja akan
berbeda dengan yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi
sosial budaya masyarakatnya.

Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan

Pertahanan keamanan suatu Negara merupakan unsur pokok terutama dalam


mengahadapi ancaman militer Negara lain. Oleh karena itu, unsur utama
pertahanan keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan
keamanan Negara juga merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara.

Perdamaian Dunia dan Bagaimana Strategi Indonesia Dalam


Usaha Mencapai Perdamaian Dunia

Perdamaian dalam pengertian negatifnya adalah suatu kondisi tidak adanya


peperangan, konflik kekerasan, ketegangan dan huru-hara kerusuhan
berskala besar, sistematis serta kolektif. Namun demikian, berlanjutnya
tindak kekerasan seperti terorisme, diskriminasi dan penindasan terhadap
minoritas dan kaum wanita serta anak-anak, kekerasan struktural oleh sebabsebab kemiskinan dan pengangguran, intoleransi agama, dan rasisme serta
sentimen kesukuan, bisa dikatakan merupakan keadaan tidak adanya situasi
damai bagi mereka yang menjadi korban. Oleh karena itu, perdamaian harus
dirumuskan pula secara lebih positif, tidak hanya dengan meniadakan
peperangan dan konflik bersenjata berskala besar, melainkan juga
memberantas berbagai tindak kekerasan, ketidakadilan, kriminalitas,
penindasan dan eksploitasi manusia oleh manusia lainnya yang lebih kuat
serta berkuasa.
Cita-cita perdamaian mungkin sudah berumur sama dengan usia manusia itu
sendiri. Namun demikian, kegagalan-kegagalan menciptakan perdamaian
juga sama usianya dengan cita-cita damai sepanjang zaman. Hal itu

menyebabkan berbagai konsekuensi, antara lain pesimisme bahwa


perdamaian abadi dianggap merupakan sebuah utopia belaka, mengingat
kenyataan bahwa kodrat manusia yang ditakdirkan heterogen dalam cita-cita
kelompok, keyakinan, serta kepentingan sosial politik, sudah mengandung
implikasi bahwa potensi konflik adalah sebuah keniscayaan di muka bumi ini.
Kalau demikian halnya, mengapa manusia modern di awal millennium ke-3
ini, masih terus mencoba tidak kehabisan akal untuk mencari cara dalam
mengupayakan terciptanya perdamaian bagi diri, keluarga, kelompok,
bangsa, serta perdamaian global? Salah satu jawabannya adalah bahwa
selain kodrat manusia yang berbeda-beda dan bertentangan berdasarkan
suku, bangsa, ras, agama, dan perbedaan kelompok-kelompok secara
primordial maupun pertentangan kepentingan politik dan ideologi, maka
merupakan kodrat/naluri (instinct) manusia pula untuk mempertahankan
jenisnya agar tidak mengalami kemusnahan total oleh saling menghancurkan
dan memusnahkan. Itulah sebabnya, dalam sejarah, setelah peperangan
demi peperangan, kekerasan demi kekerasan dilakukan oleh sesama
manusia, maka manusia secara akumulatif selalu berusaha menciptakan
mekanisme-mekanisme untuk mewujudkan pemulihan keadaan damai.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia dalam
menciptakan sebuah perdamaian Negara adalah:
Menghargai Keberagaman
Indonesia yang terdiri dari berbagai unsur dan bermacam-macam kelompok,
hanya akan terpelihara eksistensinya, apabila ada kerelaan untuk saling
menerima keberagaman dari setiap komponen bangsa terhadap komponen
atau kelompok lainnya. Setiap warga negara mesti menyadari, tidak mungkin
kedamaian dibangun secara hakiki, apabila suatu kelompok agama tertentu
menganggap dirinya adalah kelompok agama yang lebih istimewa
dibandingkan dengan yang lainnya.
Salah satu potensi besar dalam menyumbang terhadap perdamaian adalah
dengan kembali kepada ajaran-ajaran pokok setiap agama, karena mayoritas
sangat besar dari bangsa Indonesia adalah umat beragama. Agama melalui
para pemeluknya harus belajar meninggalkan sikap memutlakkan ajaran
agama (absolutisme agama) sendiri sebagai satu-satunya kebenaran yang
ada di dunia, dan sebaliknya dapat berbagi ruang hidup secara lapang dada
dengan menerima keanekaragaman agama-agama (pluralisme agama) di
Indonesia.
Dialog Perdamaian
Dalam dialog perdamaian ini, sekali lagi harapan dibebankan kepada para
pemeluk-pemeluk agama. Hal ini didasarkan oleh kenyataan, bahwa sudah
begitu banyak kekejaman dan kekerasan yang dilakukan oleh manusia
terhadap manusia lainnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, justru
dengan justifkasi yang berasal atas ajaran agama-agama tertentu. Apalagi
agamalah tampaknya yang paling sering menjadi alat politik untuk
membenarkan kelompok sendiri, serta menyalahkan kelompok lainnya.
Padahal, setiap orang beragama umumnya sepakat, bahwa pesan inti agama
adalah memelihara kehidupan damai serta saling mengasihi antar sesama
manusia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya dari pesan-pesan pokok
setiap agama, tentulah telah terjadi kesalah pahaman antar pemeluk agama.
Untuk itulah dialog perdamaian antar agama perlu dilakukan secara terus-

menerus. Dewasa ini sudah cukup banyak organisasi dan forum-forum dialog
agama-agama internasional, tidak hanya antara Islam dan Kristen, melainkan
juga antara Kristen dengan Yahudi, Kristen dengan Hindu, juga yang bersifat
multilateral antara berbagai agama. Hal ini kalau dilakukan secara terusmenerus dengan semangat saling menghargai serta sikap yang dilandasi
ketulusan dan kejujuran, diharapkan besar kemungkinan akan memberikan
sumbangan berarti bagi Perdamaian.
Menegakkan Kebenaran dan Keadilan
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses awal menciptakan
perdamaian yang hakiki adalah dengan upaya melakukan upaya
pengungkapan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM yang
terjadi di masa lalu. Tidak akan mungkin tercipta perdamaian yang hakiki
dengan tindakan menutup-nutupi atau menyembunyikan berbagai tindakan
kekerasan terhadap HAM di masa lalu, dan melepaskan para pelaku
penyalahgunaan kekuasaan politik atas nama Negara terhadap masyarakat
yang lemah yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Melalui Pendekatan Cultural (Budaya)
Untuk mewujudkan perdamaian kita harus mengetahui budaya tiap-tiap
masyarakat ataupun sebuah Negara. Jika tidak, maka akan percuma saja
segala upaya kita. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat atau
sebuah Negara maka kita bisa memahami karakteristik dari masyarakat atau
Negara tersebut. Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu
Negara, kita bisa mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam
mewujudkan perdamaian disana. Dan pendekatan budaya ini merupakan cara
yang paling efektif dalam mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia
serta dunia.
Melalui Pendekatan Sosial dan Ekonomi
Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi yang terkait masalah
kesejahteraan dan faktor-faktor sosial di masyarakat yang turut berpengaruh
terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia. Ketika masyarakatnya kurang
sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di dalamnya.
Masyarakat atau Negara yang kurang sejahtera biasanya akan cuek atas
isu dan seruan perdamaian. Boro-boro mikirin perdamaian dunia, buat
makan untuk hidup sehari-hari saja susahnya minta ampun, begitu fkir
mereka yang kurang sejahtera. Maka untuk mendukung upaya perwujudan
perdamaian dunia yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan
pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat dan Negara di dunia ini.

Melalui Pendekatan Politik


Melalui pendekatan budaya dan sosial ekonomi saja belum cukup efektif
untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perlu adanya campur tangan politik,
dalam artian ada agenda politik yang menekankan dan menyerukan
terwujudnya perdamaian dunia. Terlebih lagi bagi Negara-negara maju dan
adidaya yang memiliki power atau pengaruh dimata dunia. Negara-negara
maju pada saat-saat tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk
melakukan sedikit penekanan pada Negara-negara yang saling berkonflik

agar bersedia berdamai kembali. Bukan justru membuat situasi semakin


panas, dengan niatan agar persenjataan mereka terus dibeli.
Melalui Pendekatan Religius (Agama)
Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan
adanya perdamaian. Sebab tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan,
kekerasan ataupun peperangan. Semua Negara mengajarkan kebaikan, yang
diantaranaya kepedulian dan perdamaian. Maka dari itu setiap kita yang
mengaku beragama dan ber-Tuhan tentu harus memiliki kepedulian dalam
turut serta mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun di kancah dunia.
Para tokoh agama yang dianggap memiliki kharisma dan pengaruh besar di
masyarakat harus ikut serta aktif menyerukan perdamaian.

Permasalahan dalam Masyarakat Saat Ini


Kian Rendahnya Disiplin Social dalam Masyarakat
(Kecenderungan Bertindak Sesuka Hati dengan Melanggar Aturan
dan Norma Susila)

Dalam dunia akademik kita mengenal istilah disiplin sosial (social discipline).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata disiplin terkait
erat dengan kepatuhan untuk melaksanakan peraturan. Sementara kata
sosial berarti sesuatu yang terkait dengan masyarakat. Secara sederhana
disiplin sosial adalah sikap mental untuk mematuhi berbagai peraturan yang
ditransformasikan melalui perilaku baik dalam masyarakat. Mematuhi ramburambu dan lampu lalu lintas merupakan contoh sederhana dari disiplin sosial
tersebut.
Namun jika kita melihat sekitar, sikap mental masyarakat belum siap untuk
secara bersama mewujudkan disiplin sosial. Sehingga yang menjadi
pemandangan kita sehari-hari adalah kesemerawutan sosial (social chaos).
Dalam hal berlalu lintas misalnya, para pengguna jalan kerap tidak
memperhatikan fungsi rambu-rambu dan lampu lalu lintas. Belum lagi dalam
masalah kebersihan, masyarakat membuang sampah sembarangan. Apa
akibat yang ditimbulkan? Kecelakaan sering terjadi dan kemacetan lalu lintas
tak terhindarkan. Banjir pun telah menjadi rutinitas alam yang kita maklumi
terjadi. Inilah sederetan fakta pahit yang tersaji di kehidupan kita.

Disiplin sosial pada dasarnya berawal dari kesadaran individual


yang bergerak secara matang dan bermuara pada kesadaran kolektif. Hal ini
muncul karena adanya kehendak bersama (collective will) untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Tentu saja disiplin jenis ini menuntut kesiapan bahkan
kematangan mental. Disiplin sosial berkonsekuensi logis pada terwujudnya
sistem sosial yang rapi dan teratur. Penanaman nilai disiplin social hendaknya
dimulai sejak dini, dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dengan
mencontohkan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat bahwa pada usia kanakkanak mudah sekali terpengaruh baik apa yang ia lihat atau yang ia dengar.

Makin Lunturnya Etika dalam Kehidupan Budaya dan Social


(Menipisnya Sikap Hormat Kepada Orangtua, Guru, dan Warga
Senior Lainnya, Meningkatnya Kejahatan dengan Kekejaman)

Dewasa ini, kita melihat banyaknya gejala sosial yang berlaku di segenap
lapisan masyarakat kita. Terlalu banyak sebab yang dapat dikaitkan sebagai
punca berlakunya gejala-gejala tersebut. Salah satu dari sebab-sebab ini ialah
terkikisnya nilai-nilai murni yang disemaikan agama dan budaya.
Peran globalisasi saat ini sangat besar peranannya dalam membentuk
kepribadian bangsa. Dengan alih-alih ke-barat-barat-an adalah suatu yang
keren sehingga menghilangkan flter-flter mengenai batasan mana yang
sesuai dengan kepribadian bangsa dan mana yang tidak. Terlebih dengan
mudahnya mengakses banyak data melalui internet.
Pendidikan menjadi factor utama lemahnya flterisasi pada generasi muda
yang kian menurun. Perlu strategi baru dalam menanamkan nilai-nilai
pancasila dan nilai luhur agar generasi mendatang dapat berperan aktif

dalam era modern dengan tetap memegang teguh nilai luhur bangsa
Indonesia.

Lunturnya Toleransi Terhadap Perbedaan (Maraknya Benturan


Suku dan Penganut Agama)

Tidak satu pun manusia yang dapat hidup sendiri di dunia ini, satu
dengan yang lainnya akan saling membutuhkan, memerlukan, melengkapi,
dan memenuhi seputar kebutuhan hidupnya. Dengan adanya hal itulah
mereka berkomunikasi sehingga terciptalah interaksi dan tanggapan prilaku
seseorang, akan adanya interaksi-interaksi tersebut, karena konflik itu adalah
perbedaan fokus dan pemahaman manusia.

Dalam suatu masyarakat akan selalu ada kelompok atas yang


menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan,
kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah (yang lemah) akan
ditindas dan menjalankan kehendak kelompok atas. Fenomena ini akhirnya
memicu timbulnya konflik antar kelompok. Selain hal tersebut kurangnya
integrasi dalam masyarakat, perbedaan paham atau kepentingan juga
sebagai faktor timbulnya konflik.
Toleransi dan menghargai perbedaan harus ditumbuhkan kebali di lingkungan
masyarakat. Salah satu yang dapat dilakukan ialah dengan menambah
kegiatan yang dapat diikuti oleh berbagai pihak, missal gotong royong
bersama. Dengan memperbanyak kegiatan yang dilakukan bersama-sama
diharapkan tumbuh toleransi dan menghargai perbedaan dengan lebih baik.

Timbulnya Sikap Inferior (Memandang Segala Sesuatu yang


Berbau Asing itu Lebih Baik dan Lebih Tinggi)

Dampak langsung dari globalisasi dan modernisasi di Indonesia adalah


perubahan sosial budaya itu ada didalam kehidupan masyarakat. Sayangnya
perubahan ini tidak selalu baik, ada juga yang tidak baik dan tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia. Perubahan ini bisa dilakukan siapa
saja, baik secara individu, sekelompok orang, maupun mayoritas masyarakat.

Namun, ketika menganggap salah satu budaya lebih baik dari


budaya lainnya adalah sesuatu yang buruk. Mengapa demikian? Karena
setiap budaya memiliki sejarah perkembangannya sendiri. Boleh kita
menganggap unggul suatu budaya namun tidak boleh menjatuhkan budaya
lainnya. Dan lebih baik mencintai budaya asli kita sendiri.

Timbulnya Keinginan Mendapat Kemewahan dan Kenikmatan


dengan Mudah, Cepat, dan Lebih (Lebih Senang Meminta,
Menuntut, dan Korupsi)

Untuk masalah yang satu ini wajib diwaspadai. Hampir semua sektor
kehidupan dapat dijadikan instant, mulai mie instant, bubur instant, minuman

instant hingga pasangan instant. Sebut saja internet instant, dengan


bermodalkan 5000 kita sudah bisa mengakses internet instant dan koneksi
yang super duper. Terlebih lagi kian menipisnya rasa malu jika melakukan
kesalahan. Lebih ekstrim lagi banyak yang dengan bangga memamerkan
kepada khalayak mengenai apa yang dilakukannya meski jelas bahwa apa
yang dilakukannya salah
Kembali, masalah penanaman nilai luhur mestinya dimulai sejak dini.
Perlunya di beri pemahaman bahwa segala sesuatu memerlukan proses
sehingga di masa yang akan dating budaya instant kian menipis bahkan
hilang. Terlebih dengan menumbuhkan rasa malu, karena dengan
menumbuhkan rasa malu setiap individu akan memiliki kendali diri,
mengatur, sekaligus menjaga perilakunya agar tetap terhormat.

Etos Kerja yang Lembek atau Lamban dan Produktivitas Rendah

Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek
moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi
untuk dianut dan dilestarikan bersama. Perusahaan adalah sebuah lembaga
yang terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu yang berasal dari
latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dll. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari individu dengan
kultur bawaan yang berbeda-beda.

Pertanyaannya sekarang adalah, mampukah mereka yang beragam


tadi bersama mencapai satu tujuan perusahaan dengan cara saling
memahami, membantu, dan mengerti satu sama lain?

Perusahaan seperti juga halnya lingkungan tempat tinggal pasti


memiliki budaya yang dirumuskan oleh para pendiri dan top management
perusahaan dan dianut oleh setiap komponen perusahaan.

Namun menjadi belum maksimal manfaatnya bila setiap karyawan


belum memiliki satu budaya yang sama. Budaya perusahaan dapat
membantu perusahaan mencapai sukses. Untuk dapat memanfaatkan
budaya perusahaan dengan maksimal, maka perusahaan perlu menanamkan
nilai-nilai yang sama pada setiap karyawannya. Namun ketiadaan kata atau
kalimat yang menegaskan mengenai budaya yang dianut perusahaan,
menyulitkan para karyawan memahami budaya perusahaan. Untuk itu perlu
adanya sebuah pernyataan yang merupakan manifestasi dari budaya
perusahaan yang mengungkapkan secara garis besar dalam pengertian
spesifk mengenai tujuan perusahaan, dan cara-cara yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut.

Pengungkapan budaya perusahaan ke dalam sebuah pernyataan


dapat dilakukan melalui perumusan pernyataan visi dan misi. Hanya dengan
kalimat singkat, pernyataan visi dan misi dapat menyiratkan nilai, etika,
prinsip, tujuan, dan strategi perusahaan. Menuliskan pernyataan visi dan misi
perusahaan adalah cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa semua
karyawan
dapat
memahami
budaya
perusahaan
dan
mengimplementasikannya ke dalam usaha-usaha pencapaian tujuan
perusahaan.

Kecenderungan Senang Mengelak dari Tanggung Jawab dan


Melempar Kesalahan Kepada Pihak Lain

Permasalahan ini kian mengakar dalam kehidupan sehari-hari dan perlu


diwaspadai dan harus dihindari. Timbulnya lari dari tanggung jawab tidak lain
dan tidak bukan ialah dari pergaulan. Lari dari tanggung jawab lebih sering
disebut dengan menuduh pihak lain. Hal ini muncul karena rasa apabila
bertanggung jawab atas suatu hal akan dihadapkan kembali dengan masalah
yang lebih besar.

Menanamkan nilai tanggung jawab sejak dini menjadi salah satu


solusi. Dampak dari kurangnya memiliki rasa tanggung jawab adalah tidak
mendapat respek dari orang sekitar karena pada dasarnya mereka yang tidak
bertanggung jawab terhadap yang diembannya memberikan kerugian bukan
hanya pada dirinya tetapi pada orang di sekitarnya juga.

Anda mungkin juga menyukai