Bab 1
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perkembangan pembangunan desa di Provinsi Jawa Barat, dihadapkan kepada berbagai
permasalahan, keterbatasan sarana dan prasarana pemerintahan, transportasi, perekonomian,
kesehatan, pendidikan, sosial budaya dan keamanan merupakan fenomena sebuah desa. Kondisi
infrastruktur yang memprihatinkan menyebabkan sanitasi kurang baik dan keterbatasan air bersih
merupakan salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam pengembangan pola hidup sehat di
desa. Di samping itu kesejahkteraan kelompok masyarakat yang hidup di desa sangat
memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Kondisi desa hingga saat ini sangat memprihatinkan karena rentan terhadap adanya
perkembangan kawasan yang tidak terkendali, banyaknya permintaan ijin pembangunan yang
tidak diimbangi dengan perencanaan tata ruang kawasan perdesaan, menyebabkan pembangunan
desa menjadi tidak beraturan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 11 Ayat (1), Bahwa agar pelayanan prasarana dan sarana
dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan
tentang pengembangan kawasan perdesaan dalam Peraturan Pemerintah ini perlu ditindaklanjuti
dengan pengembangan kawasan perdesaan. Kawasan perdesaan, juga memiliki fungsi yang sama
sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budidaya meskipun dalam skala kegiatan yang
lebih kecil dan terbatas.
Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat
meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Dengan demikian, pemanfaatan ruang kawasan
perdesaan diarahkan untuk melayani perkembangan berbagai kegiatan usaha dan/atau kegiatan
ekonomi, dan permukiman masyarakat perdesaan baik di desa tersebut maupun desa di
sekitarnya.
Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perdesaan nasional yang
melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perdesaan nasional saling terkait dan berjenjang,
serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan desa dan desa.
Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Kawasan
Perdesaan Berbasis Masyarakat Pasal 1, Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis
Masyarakat adalah hasil perencanaan pembangunan yang dilakukan bukan berdasarkan unit
administratif desa, melainkan atas dasar kesamaan fungsi kawasan perdesaan dan Pola Tata Desa
adalah tata penggunaan lahan atau ruang desa untuk keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya
masyarakat, sarana dan prasarana pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial.
Meningkatnya kebutuhan penduduk dan intensitas aktivitas pada suatu kawasan perdesaan perlu
untuk disikapi dan diantisipasi lebih awal oleh pemerintah daerah yang terkait. Hal ini perlu
dilakukan mengingat fenomena tersebut dapat membangkitkan banyak persoalan perdesaan
terutama yang terkait dengan ketersediaan infrastruktur perdesaan. Pengembangan kawasan
perdesaan yang kurang atau belum mengantisipasi dan mengakomodir fenomena perkembangan
desa yang ada, akan menimbulkan persoalan seperti :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Lemahnya kelembagaan, pembiayaan dan kerjasama antar daerah dan sektor terkait
dengan pengelolaan kawasan;
h.
Menindaklanjuti hal tersebut, diperlukan program pembangunan kawasan perdesaan yang lebih
di fokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi,
keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur dan sarana prasarana desa yang
berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, dimana masyarakat sebagai objek pembangunan dan
kesenjangan daerah-daerah maju dengan daerah tertinggal sebagai salah satu indikatornya.
Berdasarkan indikator-indikator masalah tersebut, penyebabnya adalah belum ada Penataan
Ruang Kawasan Perdesaan, karena setelah penetapan dan penegasan batas desa dibuat, perlu
ditindaklanjuti dengan Penataan Ruang Kawasan Perdesaan yang lebih detail sesuai dengan
karakteristik, tipologi dan potensi wilayah perdesaan yang secara ekonomi dapat mendorong
perkembangan wilayah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang kawasan
perdesaan diarahkan untuk :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Perdesaan-perdesaan.
Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten dapat dilakukan pada
tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa atau nama lain yang disamakan dengan
desa yang merupakan bentuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten.
1.2.
Maksud
1. Melakukan kajian yang secara operasional dapat dilaksanakan untuk mendorong sekaligus
mengendalikan perkembangan kawasan perdesaan di Provinsi Jawa Barat;
2. Mengembangkan konsep secara teoritis tentang Pentingnya Penataan Ruang
Kawasan Perdesaan dalam rangka optimalisasi pembangunan desa yang berorientasi
kepada kebutuhan masyarakat;
3.
4.
Tujuan
1.
2.
Bab 2
Pendekatan dan Metodologi
2.1.
2.1.1. Pendekatan
a. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif dalam kajian ini menekankan pada kajian terhadap
produk peraturan dan kebijakan yang terkait dengan Penataan Ruang
Kawasan Perdesaan. Pendekatan normatif
sebagai
pendekatan
untuk
merumuskan
kebijakan
yang
Dalam
hal
ini,
peran
masyarakat
ditekankan
pada
Pemerintah
peningkatan
Provinsi
pelayanan
sebagai
publik
fasilitator
dan
dengan
pengembangan
masyarakat
dan
menciptakan
lingkungan
yang
asri
b.
Memposisikan
pemerintah
sebagai
fasilitator
dalam
proses
pemanfaatan ruang;
c.
d.
tertuang
dalam
metodologi
pelaksanaan
kegiatan
perencanaan.
2.
3.
4.
yang
dimulai
dengan
mempresentasikan
konsep
akhir
yang
tertuang
dalam
dokumen
rencana
pembangunan
(Rencana
penanganan yang sifatnya sektoral, maka visi dan misi tersebut dalam penerapannya perlu
dijabarkan dan diturunkan dalam suatu arah pengembangan, visi, misi, kebijakan, dan
strategi yang sifatnya sektoral namun tetap memperhatikan arahan pembangunan kawasan
secara keseluruhan.
b.
Strategi penanganan yang terkandung dalam program tersebut pada dasarnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, akan ikut mengarahkan arah pembangunan desa. Semakin
banyak program penanganan yang masuk dan diimplementasikan di suatu desa, serta semakin
tidak terintegrasinya program-program yang masuk tersebut, maka belum tentu persoalan
pembangunan desa dan kawasan perdesaan yang ada dapat terselesaikan. Program beserta
strategi yang ada justru berpotensi untuk menimbulkan berbagai persoalan baru yaitu tidak
jelasnya arah pengembangan desa yang kemudian berujung pada pembangunan desa dan
kawasan perdesaan yang tidak terkendali. Adapun fenomena ini muncul karena programprogram penanganan desa dan kawasan perdesaan tersebut tidak didasarkan pada kebutuhan desa
yang merupakan penjabaran dari visi dan misi suatu daerah yang telah dirumuskan.
Ruang lingkup Pedoman mencakup apa dan bagaimana kiprah masyarakat
dan
pelaku
pembangunan
lainnya
dalam
setiap
langkah
kegiatan
seperti
RTRWN,
RTRW
Propinsi,
RTRW
Kabupaten,
dengan
kegiatan
dalam
pemanfaatan
ruang
sebagaimana
1)
2)
program
sesuai
dengan
tahapan
waktu
untuk
5)
Pelaksanaan pembangunan, yang mencakup kegiatan membangun yang bisa terdiri dari
rangkaian kegiatan survei, investigasi, design, konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
Bab 3
Mekanisme dan Prosedur Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdesaan
3.1.
Pelibatan masyarakat dalam proses pemanfaatan ruang wilayah Nasional, Propinsi dan
Kabupaten dilakukan melalui mekanisme dan prosedur pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, dengan langkah-langkah kegiatan yang
meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)
Adjustment/Penyesuaian;
2)
3)
4)
5)
Pelaksanaan pembangunan.
3.1.1. Adjustment/Penyesuaian
Dalam proses adjustment dari rencana tata ruang wilayah Nasional, tata ruang wilayah
Propinsi, tata ruang wilayah Kabupaten, stakeholder yang berwenang membuat/mengambil
kebijakan, khususnya dari lembaga eksekutif yang terdiri dari Menteri terkait, Gubernur,
Bupati wajib mensosialisasikan dan mengadaptasikan kepada stakeholder yang akan
terkena dampak langsung atas pelaksanaan pembangunan. Dalam hal adjustment Penataan
Ruang Kawasan Perdesaan, sosialisasi dan adaptasi kepada masyarakat pada wilayah
peruntukan sebagaimana dilakukan melalui instansi yang berwenang.
Ketiga stakeholder lainnya melakukan pengawasan, dorongan, mediasi, dan penciptaan
iklim yang kondusif agar proses adjustment berjalan lancar, transparan dan akuntabel.
Inisiatif dari adjutment bisa dimulai dari Eksekutif mapun stakeholder yang terkena
dampak atau stakeholder lain yang telah mengetahuinya dengan mengajukan permintaan
kepada institusi yang berwenang.
Sosialisasi rencana tata ruang sebagaimana disebut diatas dilaksanakan paling tidak selama
7 (tujuh) hari berturut-turut melalui media cetak yang terbit dan atau beredar pada wilayah
setempat, media elektronik yang berada dan atau siaran/penayangan mencakup wilayah
yang bersangkutan, serta dimungkinkan melalui forum-forum pertemuan antar stakeholder.
Proses adaptasi dilaksanakan dengan waktu sesuai kebutuhan, paling tidak 14 (empat
belas) hari sebelum penyusunan program pemanfaatan. Forum pertemuan tersebut
diadakan sampai pada tingkat :
a.
b.
c.
Kecamatan dan kawasan perdesaan untuk sosialisasi dan adaptasi RTRW Kabupaten;
d.
Desa untuk sosialisasi dan adaptasi Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan.
3.1.2. Penyusunan Program Pemanfaatan
Penyusunan program dan kegiatan pemanfaatan ruang dikelompokkan menjadi penentuan
program dan kegiatan serta penentuan tahapan waktu pencapaian kegiatan.
a.
Penentuan program dan kegiatan disusun untuk mendorong implementasi rencana tata
ruang dengan pola pemberian insentif dan disinsentif atas pemanfaatan ruangnya.
Pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif tersebut ditetapkan dengan Keputusan
Menteri/Gubernur /Bupati.
Kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan rangsangan terhadap
kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang, yang dilaksanakan antara lain
melalui penetapan kebijakan di bidang ekonomi, sosial, fisik, dan pelayanan umum.
Sedangkan kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk membatasi
pertumbuhan atau mencegah kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang
dilaksanakan antara lain melalui penolakan pemberian perizinan pembangunan,
pembatasan pengadaan sarana dan prasarana.
Kebijakan Nasional atas kawasan yang perlu diberi insentif dan disinsentif ditetapkan oleh
Menteri, sedangkan kebijakan umum kriteria kawasan ditetapkan oleh Gubernur dengan
mengacu pada kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri. Sementara itu kebijakan teknis
kawasan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan mengacu pada kebijakan umum yang
ditetapkan oleh Gubernur. Pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif tidak boleh
mengurangi dan menghapuskan hak-hak penduduk sebagai warga negara dan tetap
menghormati hak-hak masyarakat yang melekat pada ruang. Selain itu program dan
kegiatan tersebut disusun dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari semua
stakeholder yang dijaring melalui berbagai media yang tersedia.
b.
Penentuan Tahapan
Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, RTRW Nasional Propinsi/Kabupaten/Kota
dijabarkan
dalam
Rencana
Pembangunan
Lima
Tahun
(jangka
menengah)
Penyusunan
pembiayaan
dilakukan
oleh
stakeholder
yang
akan
ini
antara
lain
mencakup
perhitungan
biaya
dan
Karena izin lokasi adalah hanya izin untuk membebaskan tanah bukan
untuk menguasai areal yang ditunjuk.
Hak menguasai atau menggunakan tanah pada areal izin lokasi dapat
diberikan apabila pemegang izin lokasi telah membebaskan atau telah
mengadakan ganti rugi kepada pemilik semula dan telah mempunyai
tanda bukti yang syah atau autentik. Izin lokasi ditandatangani oleh
Bupati, tetapi data pertanahan sebagai bahan untuk penerbitan SK izin
lokasi dipersiapkan oleh Badan/Kantor pertanahan setempat. Sebelum
izin lokasi diterbitkan, pemegang izin lokasi harus melaksanakan
penjelasan, pemaparan, konsultasi, koordinasi dan pendekatan dengan
masyarakat
untuk
memperoleh
dukungan
dan
partisipasi
dari
masyarakat.
Pelaporan dan evaluasi dalam rangka pengawasan pemanfaatan ruang
pada tingkat Nasional dilaksanakan oleh Menteri terkait, pada tingkat
Propinsi dilaksanakan oleh Gubernur yang dibantu oleh Bappeda
Propinsi, pada tingkat Kabupaten dilaksanakan oleh Bupati yang dibantu
oleh Bappeda Kabupaten.
Pemantauan dalam rangka pengawasan pemanfaatan ruang pada
tingkat Nasional dilaksanakan oleh Menteri terkait bersama masyarakat,
pada tingkat Propinsi dilaksanakan oleh Dinas Teknis terkait bersama
masyarakat, dan pada tingkat Kabupaten dilaksanakan oleh Dinas
Kabupaten terkait bersama masyarakat.
Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan
b.
c.
d.
e.
1)
Tingkat Nasional
Peran masyarakat pada tingkat nasional dapat berupa pemberian data
atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan yang terkait dengan
mekanisme Penataan Ruang Kawasan Perdesaan tersebut diatas.
Informasi
tersebut
disampaikan
kepada
Menteri
terkait
setelah
2)
Tingkat Propinsi
Peran masyarakat pada tingkat Propinsi dapat berupa penyampaian
data atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, disampaikan
kepada Gubernur selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
disosialisasikan dan diadaptasikan. Pemberian masukan dapat dilakukan
secara tertulis yang tembusannya dapat disampaikan kepada Ketua
DPRD atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara
yang dibuat oleh Bappeda Propinsi. Pemberian masukan tersebut dapat
dilakukan melalui seluruh media komunikasi yang tersedia. Informasi,
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan
dari masyarakat tentang indikasi kebijakan maupun yang berkaitan
dengan mekanisme pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud diatas
yang dianggap signifikan dibahas dalam forum pertemuan yang lebih
luas dengan melibatkan para pakar dan tokoh masyarakat yang
merupakan representasi stakeholder bersama Gubernur yang dibantu
oleh TKPRD Provinsi dan instansi terkait.
3)
Tingkat Kabupaten
Peran masyarakat pada tingkat Kabupaten dapat berupa penyampaian
data atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, disampaikan
kepada Bupati untuk kawasan perdesaan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari setelah disosialisasikan dan diadaptasikan. Pemberian
masukan dapat dilakukan secara tertulis yang tembusannya dapat
disampaikan kepada Ketua DPRD atau secara lisan yang dicatat dan
dituangkan dalam berita acara yang dibuat oleh Bappeda Kabupaten.
Pemberian masukan tersebut dapat dilakukan melalui seluruh media
komunikasi yang tersedia.
Informasi, saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan dari masyarakat tentang penentuan arah pengembangan dan
hal
lain
yang
terkait
dengan
mekanisme
pemanfaatan
ruang
lebih luas dengan melibatkan para pakar dan tokoh masyarakat yang
merupakan representasi stakeholder bersama Bupati yang dibantu oleh
TKPRD Provinsi instansi terkait.