Nekri Krowen
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas tutorial yang diberi oleh
drg. Fajar Fatriadi, M.Kes.
Disusun Oleh :
Fara Salsabila Susilo
(160110140098)
(160110140099)
Irmayanti Meitrieka
(160110140100)
Salma Tufahati
(160110140101)
(160110140102)
An Nisaa Mardhatillah
(160110140103)
(160110140104)
(160110140105)
Rosita Nurdiani
(160110140106)
Umi Latifah
(160110140107)
Jane Randika
(160110140108)
Indah Permatasari
(160110140109)
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Tutorial
DS 1 kasus 4 mengenai Nekrosis Pulpa.
Laporan ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepadadrg. Fajar Fatriadi,
M.Kes.yang telah membimbing kami dalam proses penyelesaian makalah ini dan
berbagai arahan yang telah diberikan demi tersusunnya makalah ini serta semua pihak
yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu
persatu.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1
Latar Belakang................................................................................................1
1.2
Tujuan.............................................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Nekrosis Pulpa................................................................................................9
2.5.1
Definisi....................................................................................................9
2.5.2
Etiologi..................................................................................................10
2.5.3
Gejala.....................................................................................................11
2.5.4
Patogenesis............................................................................................16
2.6
2.6.1
2.6.2
2.6.3
2.6.4
2.6.5
2.6.6
2.6.7
2.6.8
2.7
2.7.1
2.7.2
2.7.3
Condensing Osteitis...............................................................................65
2.7.4
Granuloma.............................................................................................66
2.7.5
Kista Radicular......................................................................................68
BAB III
ANALISIS KASUS...................................................................................75
3.1
Case...............................................................................................................75
3.2
Therminology................................................................................................76
3.3
Problems.......................................................................................................76
3.4
Hypothesis.....................................................................................................77
3.5
Mechanisms..................................................................................................77
3.6
More Info......................................................................................................78
3.7
I Dont Know................................................................................................78
3.8
Learning Issues.............................................................................................78
BAB IV
PEMBAHASAN.......................................................................................80
BAB V
SIMPULAN..............................................................................................82
Daftar Pustaka..............................................................................................................83
BAB I
I.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nekrosis pupa ditandai dengan karies yang telah mencapai pulpa dimana
pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit karena pulpa dalam keadaan non vital.
Selain itu juga timbul bau mulut karena akumulasi sisa makanan yang terdekomposisi
oleh bakteri yang selanjutnya menyebabkan bau mulut.
Perawatan pulpa pada gigi sulung dapat dianggap sebagai upaya preventif
karena gigi yang telah dirawat dapat dipertahankan dalam keadaan nonpatologis
sampai saat anggalnya yang normal. Dengan demikian, lengkung geligi dapat
dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi kunyah dipertahankan, infeksi dan
peradangan kronis dapat dipertahankan. Selain itu, mempertahankan gigi anterior
1
dapat memperbaiki fungsi estetik, mencegah timbulnya kebiasaan buruk pada lidah,
membantu fungsi bicara, dan mencegah timbulnya efek psikologis.
I.2
Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Genus
Peptostreptococcus
Veillonella
Eubacterium
Propionibacterium
Arachnia
Porphyromonas
Gram-negatifbatang
Prevotella
Fusobacterium
Campylobacter
Wolinella
Fakultatif anaerobes
Gram-positifcoccus
Streptococcus
Gram-positifbatang
Gram-negatifbatang
Enterococcus
Lactobacillus
Eikenella
Capnocytophaga
endotoksin
(LPS)
dan
eksotoksin
(protease,
kolagenase,
Walaupun pada gigi nekrosis biasanya dimulai dengan proses karies gigi, oleh
bakteri Lactobacillus spp. yang terdapat pada karies gigi tetapi tidak ditemukan pada
saluran akar gigi nekrosis. Namun, bakteri Streptococcus spp masih ditemukan
saluran akar gigi nekrosis. Hal ini membuktikan jaringan pulpa bersifat selektif
sehingga memungkinkan pertumbuhan jenis bakteri tertentu.
Pertumbuhan jenis bakteri pada gigi nekrosis dipengaruhi oleh nutrisi pada
jaringan nekrosis, teganganoksigen yang rendah, dan interaksi antarbakteri. Nutrisi
yang menjadi media tumbuh bakteri diperoleh dari hasi lreaksi inflamasi jaringan
nekrosis yang mengandung polipeptida dan asam amino. Selain itu, interaksi
antarbakteri pada gigi nekrosis juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri tertentu.
Produk bakteri dapat menjadikan pasokan nutrisi untuk jenis bakteri lain. Namun,
bakteri tertentu dapat menghasilkan bakteriosin yang dapat menghambat jenis bakteri
lain. Hal ini yang dapat menentukan jenis bakteri yang dapat ditemukan pada saluran
akar gigi nekrosis. Contohnya bakteri Lactobacilli dapat menghasilkan asam laktat
Berdasarkan penelitian ini, bakteri yang paling dominan pada saluran akar
gigi nekrosis adalah bakteri anaerob fakultatif gram positif dan gram negative.
Bakteri gram negatif memiliki kemampuan proteolitik dan kolagenolitik yang dapat
mengubah struktur jaringan ikat pulpa. Selain itu, bakteri gram negatifjuga memiliki
kemampuan
meningkatkan
patogenesis
dengan
melepaskan
lipopolisakarida
A. Pemeriksaan Subjektif
1. Keluhan utama
Keluhan utama yaitu gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam
bahasanya sendiri berkaitan dengan kondisi yang membuatnya dating mencari
perawatan.
2. Riwayatmedis
Riwayat medis yang lengkap dan teliti tidak hanya membantu menegakkan
diagnose tetapi juga menyediakan informasi mengenai kerentanan dan reaksi
pasien terhadap infeksi, hal-hal mengenai perdarahan, obat-obat yang telah
diberikan, dan status emosionalnya.
B. Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan ekstraoral
Penampilan umum, tonus otot, asimetri facial, pembengkakan, perubahan
warna, kemerahan, jaringan parut ekstra oral, saluran sinus dan kepekaan nodus
jaringan limfe servikal atau facial yang membesar merupakan indicator status
fisikpasien.
2. Pemeriksaan intraoral
Jaringan lunak meliputi tes visual dan digital jaringan lunak rongga mulut
yang lengkap dan teliti. Gigi geligi yang diperiksa untuk mengetahui adanya
perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas atau
abnormalitas lainnya.
Pemeriksaan objektif dilakukan dengan pengujian dan observasi secara baik,
yaitu sebagai berikut :
2. Palpasi
3. Tes mobilitas
4. Uji pulpa dengan metode uji listrik, tes thermal panas dan dingin, uji
anastetik, dan uji kavitas
5. Radiografik
6. Tes perkusi
Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi
dan apical gigi. Terdapat dua metode perkusi: tesperkusi vertical dan tes perkusi
horizontal. Jika tes perkusi vertical + berarti terdapat kelainan di daerah
periapical, dan jika tes perkusi horizontal + berarti terdapat kelainan di
periodonsium.Tes perkusi dilakukan dengan cara sbb :
Ketukan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan
intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai
suatu instrument untuk mengetahui apakah gigi terasa sakit.
Gigi tetangga sebaiknya diperkusi dahulu dan kemudian diikuti gigi yang
menjadi keluhan. Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien,
reaksi reflek, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan. Nilai diagnostic pada
pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui apakah daerah atau jaringan apical
gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak menunjukkan pulpa dalam keadaan vital
atau nekrosis. Pada kasus gigi yang vital, iritasi dapat terjadi karena penempatan
restorasi dan bruxism, dimana kondisi ini menyebabkan iritasi pada ligament
periodontal. Pada kasus gigi yang nekrosis, jaringan nekrotik banyak di dalam
gigi akan terdorong keluar melewati foramen periapical menuju jaringan di
bawah gigi yang menyebabkan rasa sakit.
Pada kasus ini, anak tidak pernah mengeluh rasa sakit walaupun giginya sudah
berlubang besar. Pada beberapa kasus, karies gigi dapat mengarah pada keadaan
nekrosis pulpa. Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi pada saat tes vitalitas
sehingga pasien sering kali tidak merasakan adanya gejala.
Bau mulut atau disebut juga halitosis bias disebabkan berbagai macam faktor.
Kematian pulpa bukanlah yang menyebabkan bau mulut pada penderita nekrosis,
tetapi yang menyebabkannya adalah bakteri. Bakteri adalah penyebab utama
Halitosis. Bakteri ini hidup dan berkembang biak di dalam mulut dengan memakan
sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi. Lubang pada gigi yang
terdapat pada penderita nekrosis menyebabkan makanan dapat tertinggal di lubang
tersebut dan sulit dibersihkan. Lubang pada gigi tersebut dapat menjadi penyimpanan
makanan yang menjadi tempat kuman memperoleh media untuk memproses makanan
serta menjadi tempat kuman memperoleh media untuk proses pembusukan dan
berkembang biak. Halitosis yang sumbernya berasal dari rongga mulut muncul akibat
9
terbentuknya senyawa yang mengandung sulfur atau amonia yang merupakan hasil
pemecahan sisa makanan oleh bakteri maupun sisa sel yang mati. Oleh karena itu,
secara otomatis seluruh kondisi yang memudahkan terjadinya pemecahan sisa
makanan oleh bakteri akan memicu timbulnya bau mulut. Bakteri anaerob merupakan
penyebab utama bau mulut berdasarkan kemampuan mereka untuk mengeluarkan bau
busuk senyawa sulfur volatile sebagai hasil dari pencernaan protein dalam mulut,
lebih spesifik lagi bakteri anaerob gram negatif. Beberapa bakteri penyebab halitosis
adalah Prevotella, Veillonella, Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalis,
Streptococcus spp., Actinomyces viscosus.
Nekrosis
pulpa merupakan
merupakan proses
lanjutan dari inflamasi pulpa akut/ kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tibatiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis atau pun totalis. Ada 2 tipe
nekrosis pulpa, yaitu:
1.Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan
yang padat.
10
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang
lunak atau cair. Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa
H2S,
amoniak,
bersifat
air
dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang
menyebabkan
bau
busuk
pada
peristiwa
kematian
pulpa.
Bila
pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman kuman yang saprofit anaerob, maka
kematian pulpa ini disebut gangren pulpa.
II.5.2 Etiologi
11
ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi
pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.
II.5.3 Gejala
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total.
a. Nekrosis Parsialis
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku,
tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan
lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible
akan menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis
ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa
terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar
mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau
penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total
serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat
timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis
pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam
keadaan vital.
Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai
dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis
12
nekrosis pulpa parsialis. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang
ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus
panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan
untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal
dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik ditandai dengan suatu paroksisme
(serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur
yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau
pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang
menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut
jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa
penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk,
tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentarsebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan
tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal.
- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.
13
b. Nekrosis Totalis
Gejala klinis :
Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri
spontan dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi
merupakan indikasi awal matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang
buram atau opak dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan
serta bau busuk dari gigi.
14
Pemeriksaan Klinis :
a. Pemeriksaan subyektif
b. Pemeriksaan obyektif
15
1. Gigi dengan pulpa nekrotik tidak bereaksi terhadap tes termal dingin, tes pulpa
listrik, atau tes kavitas. Namun, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitive
terhadap perkusi dan palpasi asalkan disertai dengan inflamasi periapikal.
2. Rontgenologis
16
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria
pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa
dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal
exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan
radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi
pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di
dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat
terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik
atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena
fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal
tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan
peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses trauma,
operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini
mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan
pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan
nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya
prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada
akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan
obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya
dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan
17
degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral
pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan
menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri
untuk penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.
Diagnosis
Radiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu
jalan terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal.
II.5.4 Patogenesis
karies yang dalam dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan
perubahan inflamasi yang lebih parah.
Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya
sel-selinflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi
18
dan neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah
penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel
imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik.
Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk
mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme
dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa.
19
Perawatan untuk gigi dengan pulpa mengalami kerusakan atau kematian adalah
perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar bertujuan membersihkan rongga
pulpa dari jaringan pulpa yang terinfeksi kemudian membentuk dan mempersiapkan
saluran akar tersebut agar dapat menerima bahan penngisi yang akan menutup seluruh
sistem saluran akar.
Berdasarkan jumlah kunjungan, perawatan saluran akar ada dua macam, yaitu
perawatan saluran akar lebih dari satu kunjungan (multivisit endodontic) dan
perawatan saluran akar satu kunjungan (one visit endodontic). Perawatan satu
kunjungan meliputi pembersihan saluran akar, strelisasi dan obturasi dilakukan dalam
satu kunjungan. Perawatan satu kali kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu,
menurunkan resiko infeksi antar kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu, dan
jarang terjdi flare up, sehingga menjadikan perawatan saluran akar satu kunjunngan
banyak dilakukan oleh para dokter gigi (Rusin Savitri dkk, 2007).
20
2) Hilangnya fistel
1) Anatomi gigi meliputi morfologi saluran akar, adanya kanal tambahan, dan lainlain.
2) Keadaan jaringan pulpa dan periapeks, keterampilan operator, teknik dan bahan
yang dipakai.
21
3) Kesalahan yang mungkin terjadi dalam perawatan misalnya timbul birai (ledge)
atau perforasi(Wiwi Wediningsih, dkk. 1996).
1) Adanya rasa sakit pada gigi nekrosis tanpa fistula untuk drinase;
22
23
gigi nekrosis dengan kelainan periapeks dan 56,2% untuk gigi dengan fistel, lainnya
gigi nekrosis tanpa kelainan.Yang perlu diperhatikan adalah keadaan gigi dan saluran
akar yang akan dirawat.
Keuntungan yang didapat bila perawatan endodontik akar dilakukan dalam satu
kali kunjungan adalah menghemat waktu, tenaga dan biaya bagi pasien. Metode yang
dilakukan dalam sekali kunjungan endodontik adalah :
24
4) Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas isap dan dicobakan bahan
pengisian utama dan guttaperca dan dibuat radiograf.
25
mengisolasi daerah kerja antara lain : (Cohen & Hargreaves, 2006 ; Kidd & Smith,
2000 ; Pitt Ford, 2004 ; Scheller, 2006 ; Tarigan, 2004) :
a
Rubber dam
e
f
26
Kerugian - kerugian yang dapat terjadi pada waktu menggunakan rubber dam
antara lain: (Kidd & Smith, 2000 ; Torabinedjad & Walton, 1997)
Pasien masih merasakan sensitif atau rasa nyeri setelah pemakaian rubber
dam.
Isolator rubber dam tidak dapat digunakan pada gigi yang sangat
malposisi, pasien asma yang mengalami kesulitan bernapas melalui hidung
serta pada pasien yang mengalami peradangan jaringan periodontal.
Rubber sheets
warna : hijau/abu-abu/putih
Berupa karet dan tinta dan digunakan untuk memberi tanda letak gigi
Untuk membuat lubang pd rubber sheet 0,5-2,5 mm. Bentuk alat seperti tang,
dengan satu sisi berbentuk roda dan sisi lain berbentuk seperti karet runcing, dimana
bagian yang runcing akan masuk ke dalam lubang. Kalau punc ditekan maka rubber
sheet yang telah diberi tanda akan berlubang.
Clamps
Untuk memegang rubber sheet pada gigi dan menyisihkan gingiva dari gigi.
Ada macam-macam ukuran yakni untuk molar, premolar dan insisif.
Forceps
Bila ada kalkulus harus diskaling dulu, terutama pada gigi yg akan dirawat
Gunakan dental floss pada kontak point untuk memudahkan rubber sheets masuk
Cek pernafasan pasien, apakah terganggu karena tertutup rubber sheets atau tidak
Gigi dikeringkan
29
Oleskan larutan antiseptik pada gigi dan rubber dam di sekitar gigi
1.
2.
3.
Memasang clamp
4.
5.
Cara menstabilkan rubber dam sheet adalah dengan dental floss dengan
mengikatgigi yang sudah diberi clamp. Atau gunakan wood wedge yaitu kayu
yg berbentukseperti piramid.
6.
30
Sediaan
Mekansme kerja:
31
Glutaraldehid efektif melawan beberapa bakteri Gram-positif dan Gramnegatif. Glutaraldehid juga memiliki aktivitas yang efektif untuk melawan
Mycobacterium tuberculosis, beberapa spora, jamur, dan virus, termasuk virus
Hepatitis B dan HIV jika digunakan 30 hari setelah aktivasi. Aktivasi dimulai
melalui proses alkilasi oleh larutan glutaraldehid. Alkilasi membran dan inti sel
memberikan gugus alkil pada senyawa yang diserang sehingga senyawa tersebut
mengalami kerusakan. Pada membran sel glutaraldehid menyerang gugus amine (NH) dan gugus thiol (-SH) sehingga struktur membran sel rusak.
Indikasi
Kontraindikasi
Keuntungan
32
Kerugian
Efek Samping
Mual, sakit kepala, sesak napas, rhinitis, iritasi mata dan dermatitis, toxic
inhalation, potensial mutagenic dan carcinogenic, penggunaan jangka lama dapat
menimbulkan reaksi alergi
1. FORMOKRESOL
33
sejak saat itu telah digunakan sebagai medikasi untuk perawatan pulpa dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi.Teknik pulpotomi dengan menggunakan formokresol
digunakan oleh Sweet sebagai suatu modifikasi metode perawatan pulpa pada tahun
1930.Saat itu, Sweet melaporkan bahwa adanya keberhasilan penggunaan bahan ini
sebesar 97 % pada 16.651 kasus.
Komposisi Bahan
34
Trikresol (35 % )
Formaldehid (19 % )
Gliserin ( 15 % )
Aqua
Komponen
aktif
dari
formokresol
adalah
formaldehid
dan
dalam
rongga
mulut
harus
hati-hati.Para
peneliti
35
dan
mencegah
polimerisasi
formaldehid
menjadi
Indikasi:
Perawatan
pulpotomi
vital
dengan
menggunakan
formokresol
ini
36
37
Mensukhani melaporkan suatu penelitian secara histologis pada 43 gigi sulung dan
gigi tetap yang telah dilakukan perawatan pulpotomi vital dengan formokresol dan
setelah 7-14 hari terlihat tiga zona yang berbeda, yaitu:
Zona konsentrasi sel-sel radang yang luas, yang dijumpai di bawah zona pale
staining kea rah apeks gigi.
Pruhs menyatakan bahwa formokresol adalah bahan germicidal kuat yang dapat
menyebabkan fiksasi dari jaringan vital.Ketika ditempatkan pada sisi yang
diamputasi, formokresol menyebabkan nekrose koagulasi dari jaringan yang secara
langsung berkontak dengannya. Selanjutnya formokresol merembes ke saluran akar
sehingga menyebabkan perluasan reaksi jaringan yang diikuti dengan berkurangnya
jumlah sel dan perubahan bentuk morfologi pulpayang diakibatkan proses kalsifikasi
dan resorpsi. Sekitar ujung akar terjadi penumpukan sel-sel inflamasi dan
pembentukan jaringan fibrous yang diikuti dengan penyembuhan pada ujung
akar.Reaksi ini terjadi empat hari setelah dilakukan perawatan pulpotomi vital.
38
Berdasarkan evaluasi mikroskopik yang dilakukan Emmerson, dkk pada tahun 1959,
tentang perbedaan lamanya waktu pemberian formokresol ketika melakukan
perawatan pulpotomi vital, diketahui bahwa fiksasi dari jaringan pulpa vital dapat
terjadi dalam waktu lima menit.
Kelebihan Formokresol
Dengan adanya kandungan kresol dalam larutan formokresol, maka larutan ini
memiliki efek antiseptic yang dapat membunuh bakteri dengan baik.disamping itu,
formokresol ini dapat mengkoagulasi protein sehingga dapat berperan sebagai
bakterisid yang kuat dan kaustik. Sifat kaustik inilah yang dapat menyebabkan fiksasi
bakteri dan jaringan pada sepertiga bagian atas pulpa yang terlibat.
39
karies yaitu formokresol akan merembes melalui pulpa dan bergabung dengan protein
seluler untuk menguatkan jaringan.
Kekurangan Formokresol
Dikatakan pula bahwa meskipun zat ini dapat memfiksasi jaringan, tapi
aldehid tidak begitu efektif dalam memfiksasi jaringan nekrotik atau jaringan
yang mengalami dekomposisi. Bahkan pada kenyataannya, ketika jaringan
nekrotik terfiksasi oleh aldehid, jaringan tersebut akan lebih toksik dan antigenic.
Disamping itu, Menurut Ansari & Ranjpour (2010), kegagalan formokresol lebih
tinggi dibandingkan mineral trioxide aggregate sebab pada penggunaan
formokresol akan terjadi resorpsi internal.
2. FERRIC SULPHAT
40
Saat ini ferric sulphate dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk pulpotomi
gigi sulung. Ferric sulphate tersedia dalam larutan 15,5 % di bawah merk dagang
Astringedent.
Pulpotomi ferric sulfate memberikan hasil yang sama secara radiografik dan
klinis dibandingkan dengan pulpotomi formokresol. Ferric sulfate menghasilkan
respon inflamasi lokal tetapi reversible pada jaringan lunak mulut.Belum ada
penelitian mengenai adanya efek toksik atau merugikan dari ferric sulfate sampai saat
ini. Pulpotomi ferric sulfate lebih menguntungkan karena waktu kerja yang lebih
cepat dengan pasien anak.
3. Tri Kresol Formalin (TKF)
TKF atau Trikresol Formalin adalah disinfektan atau antiseptic yang
digunakan pada saluran akar sebelum dilakukan pengisian saluran akar, tujuannya
41
adalah mensterilkan dari bakteri anaerob. Adanya campuran ortho, metha, dan paracresol dengan formalin.
Sifat
Indikasi
bahan fiksasi
Kelebihan
Kekurangan
Komposisi Bahan
Liquid formaldehid
42
Cresol
43
beberapa kasus perawatan saluran akar bahan ini dapat bertahan selama beberapa
bulan dalam saluran akar.
Kekurangan Kalsium Hidroksida
Menurut Tam et al, (1989) kalsium hidroksida juga memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya kekuatan kompresif yang rendah sehingga dapat
berpengaruh pada kestabilan kalsium hidroksida terhadap cairan di dalam saluran
akar yang akhirnya dapat melarutkan bahan medikamen saluran akar. Selain itu,
Haapasalo et al dan Porteiner et al melaporkan bahwa dentin dapat menginaktifkan
aktivitas antibakteri kalsium hidroksida, hal ini berkaitan dengan kemampuan buffer
dentin yang menghambat kerja kalsium hidroksida. Kemampuan buffer dentin
menghambat terjadinya kondisi alkaline yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri,
juga menghambat penetrasi ion hydroxyl ke jaringan pulpa. Begitu juga penelitian
Peters et al, (2002) menunjukkan jumlah saluran akar yang positif mengandung
bakteri meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida.Kalsium
hidroksida menyebabkan resopsi interna sehingga gigi mudah fraktur.
Evaluasi Keberhasilan Kalsium Hidroksida
Tingkat keberhasilan CaOH dilaporkan rendah karena tingkat resorpsi
internalnya yang tinggi.Penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan mencapai 6080%.
45
47
48
dengan senyawa organik. Bahan ini digunakan dalam obat-obatan sebagai bahan
pengisi saluran akar untuk reaksi penyembuhan luka pada sekitar awal abad kedua
puluh, tetapi sejak itu telah digantikan oleh bahan antiseptik yang lebih kuat. Namun
demikian, berdasarkan biokompatibilitas bahan ini, resorbabilitas, dan efek
antimikrobanya yang tahan lama, pasta iodoform masih berhasil digunakan untuk
perawatan setelah pulpektomi pada gigi sulung.
Indikasi Penggunaan Pasta Iodoform
Pada kasus- kasus lesi yang refraktori dan lesi periapikal dengan resorpsi yang luas.
Komposisi Pasta Iodoform
Pasta iodoform (kri paste) sebagai bahan pengisi saluran akar mengandung iodoform
80,8%;camphor 4,86%; p-chlorophenol 2,025%; menthol 1,215%.
Mekanisme Kerja Pasta Iodoform
Senyawa yang mengandung Iodin sangat berguna dalam pengendalian infeksi
dalam kedokteran gigi. Iodin mempunyai reaktivitas yang tinggi dengan
mengendapkan protein dan oksidasi enzim penting. Iodin dapat larut dalam cairan
kalium iodida, alkohol, atau membuat ikatan dengan iodofore (senyawa Iodin).
Iodofore diklasifikasikan sebagai desinfektan tingkat menengah (senyawa ini juga
digunakan sebagai antiseptik).
Keuntungan Pasta Iodoform
1. Memiliki kemampuan resorpsi yang baik dan sifat desinfektan.
49
2. Mudah terserap dari jaringan apikal dalam satu sampai dua minggu,
settingnya tidak ke massa yang keras dan dapat disisipkan dan di buang
dengan mudah.
3. Tidak ada kerusakan pada enamel benih gigi permanen yang terlihat dan
kerusakan morfologi yang lain.
50
1. Definisi S. S. C
S. S. C adalah mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai ukuran
dan mempunyai bentuk anatomis sesuai gigi asli. Disamping sebagai retainer pada
beberapa kasus, SSC menjadi bahan restorasi pilihan dalam perawatan gigi sulung
dengan kerusakan gigi yang luas karena dapat menutupi seluruh mahkota gigi dan
membentuk kembali bentuk anatomi gigi serta lebih tahan lama dibandingkan
restorasi lainnya.
2. Komposisi
51
3. Macam S.S.C
a) Festooned
b) Unfestooned
52
Keterangan :
c : Bentuk festooned tepi servikal sudah digunting sesuai dengan servikal gigi.
4. Indikasi
SSC banyak digunakan dalam perawatan gigi anak anak karena banyak
keuntungannya SSC merupakan suatu bahan restorasi yang ideal untuk mencegah
kehilangan gigi susu secara prematur.
53
Kelainan hipoplastik akan merusak permukaan oklusal dari gigi molar satu
susu jika dijumpai adanya gangguan sistemik. Misalnya pada kasus amelogenesis
imperfekta dan dentinogenesis imperfekta akan merubah morfologi gigi.
54
setelah pulpotomi dan perawatan saluran akar, yang terbaik adalah dibuatkan restorasi
dengan mahkota logam. Hal ini disebabkan karena tidak hanya struktur jaringan gigi
yang umunya sudah rusak, tetapi dentin pada gigi yang non vital lebih rapuh dan
dapat menjadi fraktur oleh karena tekanan oklusal dari kekuatan pengunyahan. Untuk
mencegah kegagalan perawatan sebaiknya digunakan restorasi mahkota logam. Hal
ini disebabkan karena pada umumnya gigi sulung dengan indikasi perawatan pulpa
kemungkinan besar telah memerlukan mahkota sebagai restorasi.
SSC digunakan sebagai pegangan untuk space maintainer akar jika gigi
pegangan itu merupakan indikasi untuk pembuatan SSC. Misalnya pada kasus :
o Gigi molar satu permanen (M1) pada umur muda, dimanaselanjutnya akan
diganti dengan gold crown oleh karena pada umurtesebut morfologi pulpa dan
panjang mahkota gigi secara klinismungkin menghalangi penggunaan gold
crown.
55
5. Kontraindikasi
a) Tidak terdapat retensi untuk restorasi SSC
b) Gigi anterior, jika dengan terpaksa menggunakan SSC pada gigi anterior,
maka dibuatkan pigura di bagian fasial
c) Pasien dengan alergi logam
d) Anak yang memilii kelainan sistemik dan keganasan
e) Gigi pengganti yang akan erupsi
6. Teknik Preparasi
56
Permukaan labial dipreparasi 0,5 1,0 mm cukup dengan membuang karies dan
tidak membuang undercut.
h. Perlindungan pulpa
58
Sebelum gigi di preparasi jarak meso distal di ukur dengan kaliper. Pengukuran ni
bertujuan untuk memilh besarnya SSC yang akan dipakai, sesuai dengan besarnya
gigi.
Fisur-fisur yang dalam pada permukaan oklusal diambil sampai kedalaman 11,5mm dengan taperred diamond bur
59
60
Dengan tapered diamond bur permukaan bukal dan lingual dkurangi sedikit
sampai ke gingival margin dengan kedalaman lebih kurang 1-1,5mm. Sudut-sudut
antara ke-2 permukaan dibulatkan.
f. Perlindungan pulpa.
61
Pembuangan jaringan karies yang telah mencapai dentin cukup dalam sebaiknya
ditutupi dengan kalsium hidroksida, yang berfungsi melindungi pulpa terhadap
iritasi.
Ada
beberapa
pertimbangan
dalam
menentukan
keberhasilan
d. Kesehatan gingival yang tetap terjaga dengan adaptasi marginal yang akurat
62
b) Jika jarak mesio-distal dari gigi yang akan dipreparasi sudah tidak dapat
diukur, dapat diambil jarak gigi tetangga sebelah mesial ke gigi tetangga
sebelah distal dari gigi yang dipreparasi.
c) Bila gigi tetangga tidak ada, dapat diambil ukuran dari gigi yang kontra lateral
pada satu rahang.
d) Ukuran crown yang dipilih harus cukup besar untuk disisipkan diantara gigi di
bawah gingival margin dan sedikit bisa berotasi
63
2. Pemotongan SSC
a) Letakkan SSC yang sudah dipilih di atas gigi yang telah dipreparasi.
bila terlalu besar atau kecil, SSC tidak dapat memasuki sulkus gingiva.
64
d) Tentukan kelebihan SSC, kemudian buang dengan stone bur atau potong
dengan gunting.
65
jika gingiva terlihat pucat berarti SSC masih kepanjangan dan perlu
pemotongan bagian servikalnya.
a) Tempatkan tang dengan paruh cembung sebelah dalam dan paruh cekung
sebelah luar mahkota yang akan dibentuk.
b) Bagian bukal dan lingual serta servikal dibentuk dengan konfigurasi yang
sesuai dengan giginya.
c) Bagian servikal harus benar menempel pada posisi gigi untuk mendapatkan
retensi yang maksimal.
4. Penghalusan SSC
66
a) Penghalusan merupakan langkah terakhir dan penting jika SSC telah sesuai.
c) Untuk tindakan ini daerah margin SSC diasah ke arah gigi supaya
pinggirnya tidak mengiritasi gingiva, kemudian pinggir dihaluskan dan
dilicinkan dengan stone bur atau rubber whell.
5. Pemasangan SSC
67
b) Gunakan
adhesif
semen
misalnya
polikarboksilat,
diaduk
sampai
konsistensi seperti krim dan dialirkan ke dinding sebelah dalam SSC hingga
hampir penuh.
c) Pasang SSC dari lingual ke bukal, tekan dengan jari sampai posisi yang
tepat kemudian pasien disuruh menggigit dengan wooden blade diletakkan
di atas gigi tersebut.
e) Pasien diinstruksikan untuk diet setengah lunak selama satu hari dan
dianjurkan untuk membersihkan celah gingiva dan daerah interdental papil
dengan dental floss
68
Indika
si
Amalgam
Composite
Glass Ionomer
Cement
- Untuk kavitas
yang kecil hingga
sedang pada
permukaan
oklusal maupun
proximal
69
Resin-modified
Glass Ionomer
dibandingkan dengan
penggunaan Amalgam maka
akan menghasilkan restorasi
yang sama baiknya dengan
Amalgam dalam
mempertahankan gigi yang
ada
kontrai -Tidak untuk gigi anterior
ndikasi
Advan
tages
-Mudah dimanipulasi
maupun dipalikasi
-Cepat
-Ekonomis
-Memiliki durasi setting
yang cukup lama
-Adhesive
-Estetik
-Command set
Keuntungan
70
1) Adesif
2) Estetik
4) Simple
5) Melepaska fluoride
Kerugian
1) Menyerap air
2) Pemakaian tertentu
Keuntungan
1) Adesif
2) Estetik
71
3) Simple
4) Melepas fluoride
Kerugian
1) Menyerap air
Keuntungan
1) Adesif
2) Estetik
72
4) Simple
5) Radioopak
Kerugian
Keuntungan
2) Tahan lama
Kerugian
73
3) Tidak estetik
Tambahan:
Cara Menghitung Dosis Anak
Ada beberapa cara dalam menghitung dosis anak. Untuk itu, dipilih yang
dapat menunjukkan pengetrapan dosis individual. Untuk obat-obat yang mempunyai
rentang terapi sempit, maka memerlukan ketelitian yang tinggi dalam menentukan
dosis untuk anak.
Perhitungan:
1.
Berdasarkan umur:
Berdasarkan Fried
74
2.
Sinonim
75
Abses akut, abses apical akut, abses dentoalveolar akut, abses periapikal akut, dan
abses radicular akut.
Definisi
Abses alveolar akut adalah suatu kumpulan nanah yang terbatas pada tulang
alveolar pada apeks akar gigi yang terjadi setelah kematian pulpa, dengan perluasan
infeksi ke dalam jaringan periradikular melalui foramen apical. Abses akut adalah
kelanjutan proses penyakit yang mulai pada pulpa dan berkembang ke jaringan
periradikular, yang pada gilirannya bereaksi hebat terhadap infeksi.
Etiologi
Meskipun abses akut adalah akibat dari suatu trauma, atau iritasi kimiawi
maupun mekanis, namun penyebab umumnya adalah karena invasi bacterial jaringan
pulpa mati (pulpa nekrotis). Kadang-kadang tidak dijumpai kavitas maupun restorasi
pada gigi, tetapi pasien pernah mengalami trauma. Dikarenakan jaringan pulpa
tertutup rapat, tidak mungkin ada drainase dan infeksi terus meluas melalui foramen
apical, dan dengan demikian melibatkan jaringan periodontal dan tulang
periradikular. Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses periapikal
kronis yang mengalami eksaserbasi akut
76
Gejala :
3. Terjadi stasis usus, di dalam mulut ditunjukkan oleh lidah yang tertutup oleh
suatu lapisan dan napas yang berbau busuk
5. Jaringan lunak menjadi padat dan keras pada palpasi, keadaan demikian
disebut iridant
6. Gigi non-vital
77
Dampak
Diagnosis
78
mengintensifkan rasa sakit. Gigi tersebut juga dapat menunjukkan adanya mobilitas
(Weine, 2004).
Diagnosa Banding
Abses periodontal
Sekumpulan nanah di sekitar permukaan akar gigi yang berasal dari infeksi
pada struktur penyangga gigi. Pembengkakan terjadi pada daerah tengah akar atau
tepi gingival daripada apeks gigi. Abses periondontal berhubungan dengan gigi vital.
Histopatologi
Perawatan
79
80
dipilih yang sesuai untuk mikroorganisme penyebab.Ekstraksi gigi lebih dari satu
atau pembedahan radikal harus dihindarkan sampai infeksi reda.
Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan membentuk abses di
luar tulang harus dilakukan insisi dan drenase abses serta pencabutan gigi sekaligus.
Bila gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi dulu dan di
insisi untuk drenase abses.Insisi ekstra oral atau pun intra oral harus dipilih tempat
yang tidak merusak berkas neurovaskuler. Apabila sulit mencari yang aman, insisi
dilakukan hanya sampai submukus, kemudian dilanjutkan dengan arteri klem sampai
ke tulang, kemudian arteri klem dibuka sehingga pus akan mengalir keluar
Prognosis
Prognosis bagi gigi biasanya baik, tergantung pada tingkat keterlibatan local
dan jumlah kerusakan jaringan. Meskipun gejala abses alveolar akut dapat parah, rasa
sakit dan pembengkakan umumnya mereda bila dilakukan drainase yang memadai.
Pada kebanyakan kasus, gigi dapat diselamatkan oleh perawatan endodontic dan
keparahan gejala tidak perlu dihubungkan dengan mudah atau sukarnya perawatan.
81
Abses alveolar kronis adalah suatu infeksi tulang alveolar periradikular yang berjalan
lama dan bertingkat rendah
Etiologi
-
Abses akut
Suatu sekuela alami matinya pulpa dengan perluasan proses infektif sebelah
periapikal
Asimtomatik
Adanya fistula
Gejala Klinis
-
Tanda pertama pada kerusakan oseus dan perubahan warna pada mahkota
Rasa sakit menusuk yang tiba-tiba reda dan tidak timbul lagi
Gigi tidak bereaksi pada tes pulpa listrik dan tes termal
82
Gambaran Radiologi
-
Pemeriksaan Histopatologi
-
Limfosit dan sel plasma ditemukan ke arah perifer daerah yang mengalami
abses dengan jumlah leukosit polimorfonuklear bervariasi di pusat
Perawatan
83
84
Histopatologi
Daerah tulang padat dengan tepi trabekular yang dilapisi oleh osteoblas
Perawatan
85
Perawatan endodontik
II.7.4 Granuloma
86
terdiri dari kapsul fibrus luar yang bersambung dengan ligament periodontal dan
bagian dalamnya tersusun dari jaringan ikat longgar dan pembuluh darah serta
memiliki ciri adanya limfosit, sel plasma serta limfosit mononuclear dan polinuklear
dalam berbagai jumlah. Pada perbatasan dengan ligamen periodontal, granuloma
terlihat dibungkus oleh sel epitel Malassez.
Granuloma muda memiliki aktivitas sel lebih besar dan kurang padat dari
pada granuloma tua yang mengandung lebih banyak jaringan fibrus dan menjadi
solid. Permukaan akar dapat menunjukkan adanya resorpsi akar eksternal disebabkan
aktivitas sementoklas atau hipersementosis karena aktivitas sementoblas.
87
produktif. Granuloma hanya berkembang jika pulpa mati. Pada beberapa kasus,
granuloma didahului dengana daya abses alveolar kronis.
1. Kista odontogenic
2. Kista nonodontogenik
Kavitas bertulang yang tidak dilapisi epitelium dan karenanya bukan kista
sebenarnya. Kista macam ini dibagi menjadi kista traumatic, kavitas tulang
idiopatik, dan kista tulang aneurismal.
Kira-kira 75% dari semua kista terjadi pada rahang atas dan 25% pada rahang
bawah. Sebab suatu kista radicular mensyaratkan injury fisis, kimiawi, atau bacterial
yang menyebabkan matinya pulpa, diikuti oleh stimulasi sisa epithelial malassez yang
biasanya dijumpai pada ligament periodontal.
89
Gejala
Tidak ada gejala yang dihubungkan dengan perkembangan suatu kista. Kecuali
yang kebetulan diikuti nekrosis pulpa. Suatu kista dapat menjadi cukup besar untuk
secara nyata menjadi pembengkakan.
90
dan
diperiksa
dengan
elektroforesis,
cara
ini
berhasil
91
yang normal. Suatu kavitas normal kelihatan terpisah dari apeks akar pada radiograf
yang diambil pada sudut yang berlainan, sedangkan suatu kista tetap terikat pada
apeks akar tanpa memperhatikan sudut pengambilan radiograf. Suatu kista radicular
juga harus dibedakan dari suatu kista globulomaksiler, yang merupakan kista fisural
yang berkembang pada rahang atas di antara akar gigi lateral dan gigi kaninus. Suatu
kista globulomaksiler bukkanlah hasil matinya pulpa dan dapat dimarsupialisasi dan
kemudian diambil dan dibersihkan seluruhnya tanpa melibatkan vitalitas pulpa gig
didekatnya. Suatu kista radicular juga harus dibedakan dari suatu kista tulang
traumatic, yang disebut juga kista hemoragik atau kista ekstravasasi yang merupakan
suatu kavitas cekung tidak dilapisi oleh epitelium tetapi oleh jaringan penghubung
fibrus.
Bakteriologi
Suatu kista mungkin atau mungkin tidak terinfeksi. Sebagai suatu granuloma,
suatu kista menunjukkan suatu reaksi defensive jaringan terhadap iritan ringan.
Organisme actinomyces pernah diisolasi dari kista periapical
Histopatologi
Kista radicular terdiri dari suatu kavitas yang dilapisi oleh epitelium skuamus
berasal dari sisa sel malassez yang terdapat di dalam ligament periodontal. Suatu teori
pembentukan kista adalah bahwaperubahan inflamatoru periradikular menyebabkan
epitelium berproliferasi. Bila epitelium tumbuh dalam suatu massa sel, bagian pusat
92
Kista dikelilingi oleh jaringan penghubung yang diinfiltrasi oleh limfosit, sel
plasma, dan neutrophil polimorfonuklear. Kavitas kista mengandung debris dan bahan
eosinofilik. Jaringan pennghubung mempunyai belahan kolestrol, makrofag dan selsel raksasa
Perawatan
Pengambilan secara bedah seluruh kista radicular sehingga bersih tidak perlu
dilakukan pada semua kasus. Keberhasilan dan kegagalan studi memberikan cukup
bukti bahwa kista radicular sembuh setelah perawatan endodontic.
93
94
Pilihan perawatan adalah hanya terapi saluran akar saja, diikuti oleh observasi
periodic. Perawatan bedah diindikasikan bila suatu lesi gagal untuk pulih kembali
atau bila timbul gejala-gejala.
95
BAB III
ANALISIS KASUS
III.1 Case
Tutorial 1 Bagian 1
Seorang anak laki-laki bernama Nekri Krowen berumur 5 tahun diantar oleh
ibunya ke dokter gigi dengan keluhan gigi berlubang besar pada daerah belakang
kanan bawah. Anak tidak pernah mengeluh sakit, namun ibu mengeluhakan mulut
anaknya yang bau.
Tutorial 1 Bagian 2
Tutorial 2
Dokter gigi mendiagnosis gigi 85 yaitu nekrosis pulpa dan merencanakan
perawatan nekrosis pada gigi sulung. Saat dokter gigi menjelaskan tahap perawatan,
ibu pasien menginginkan anaknya dirawat dalam 1 kali kunjungan karena terbatasnya
96
waktu yang dimilikinya untuk mengantar anaknya. Setelah itu, dokter gigi melakukan
perawatan nekrosis gigi sulung satu kali kunjungan dengan tahapan sterilisasi kamar
pulpa dengan glutaraldehide, serta pengisian kamar pulpa menggunakan pasta
calcium hidroksida, serta dilanjutkan dengan Stainless Steel Crown.Untuk menjaga
sterilitas selama perawatan, dokter gigi menggunakan rubber dam.
III.2 Therminology
Karies profunda: karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan
menembus pulpa
Glutaraldehid : turunan aldehid, bahan yang efektif sebagai desinfektan dan strerilan
Stainless steel crown: mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai ukuran
dan mempunyai bentuk anatomis sesuai gigi asli
Rubber dam
: isolator berbahan dasar karet dan silikon tipis yang digunakan untuk
mengisolasi gigi selama melakukan perawatan
III.3 Problems
97
2) Vitalitas negatif
III.4 Hypothesis
Nekrosis Pulpa
Infeksi Periapikal
III.5 Mechanisms
Pemeriksaan Intraoral:
Karies sampai pulpa
Vitalitas negatif
Nekrosis Pulpa
98
Steinless steel crown
2. Bagaimana cara pemeriksaan subjektif dan objektif pada kelainan periapikal gigi
sulung?
5.
6.
7.
8.
9.
100
BAB IV
PEMBAHASAN
pulpa
adalah kematian
pulpa
yang
merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut, kronik atau terhentinya
sirkulasi darah secara tiba-tiba. Nekrosis pulpa disebabkan oleh injuri yang
membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma dan iritasi. Nekrosis atau kematian
pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang
pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat
luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa.
Nekrosis pulpa biasanya ditandai dengan adanya bau mulut. Bakteri adalah
penyebab utama Halitosis. Bakteri ini hidup dan berkembang biak di dalam mulut
dengan memakan sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi. Lubang
pada gigi yang terdapat pada penderita nekrosis menyebabkan makanan dapat
tertinggal di lubang tersebut dan sulit dibersihkan. Lubang pada gigi tersebut dapat
menjadi penyimpanan makanan yang menjadi tempat kuman memperoleh media
untuk memproses makanan serta menjadi tempat kuman memperoleh media untuk
proses pembusukan dan berkembang biak. Selain itu, pasien biasanya tidak
mengeluhkan sakit/nyeri karena pulpa sudah dalam keadaan non vital. anak tidak
pernah mengeluh rasa sakit walaupun giginya sudah berlubang besar. Gigi dengan
101
pulpa nekrotik tidak bereaksi pada saat tes vitalitas sehingga pasien sering kali tidak
merasakan adanya gejala.
Nekrosis pulpa pada kasus ini dapat diatasi dengan perawatan saluran akar 1
kali kunjungan (one visit endodontic). Perawatan satu kunjungan meliputi
pembersihan saluran akar, strelisasi dan obturasi dilakukan dalam satu kunjungan.
Perawatan satu kali kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu, menurunkan
resiko infeksi antar kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu, dan jarang terjdi
flare up. Perawatan nekrosis gigi sulung satu kali kunjungan dilakukan dengan
dengan tahapan sterilisasi kamar pulpa dengan glutaraldehide, serta pengisian kamar
pulpa menggunakan pasta calcium hidroksida, serta dilanjutkan dengan Stainless
Steel Crown. SSC adalah mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai
ukuran dan mempunyai bentuk anatomis sesuai gigi asli. SSC menjadi bahan restorasi
pilihan dalam perawatan gigi sulung dengan kerusakan gigi yang luas karena dapat
menutupi seluruh mahkota gigi dan membentuk kembali bentuk anatomi gigi serta
lebih tahan lama dibandingkan restorasi lainnya.
102
BAB V
SIMPULAN
pulpa
adalah kematian
pulpa
yang
merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut, kronik atau terhentinya
sirkulasi darah secara tiba-tiba. Nekrosis pulpa biasanya ditandai dengan adanya
bau mulut. Bakteri adalah penyebab utama Halitosis. Lubang pada gigi yang terdapat
pada penderita nekrosis menyebabkan makanan dapat tertinggal di lubang tersebut
dan sulit dibersihkan. Kemudian karena akumulasi sisa makanan yang terdekomposisi
oleh bakteri selanjutnya menyebabkan bau mulut. Selain itu, pasien biasanya tidak
mengeluhkan sakit/nyeri karena pulpa sudah dalam keadaan non vital.
Nekrosis pulpa pada kasus ini dapat diatasi dengan perawatan saluran akar 1
kali kunjungan (one visit endodontic). Perawatan satu kunjungan meliputi
pembersihan saluran akar, strelisasi dan obturasi dilakukan dalam satu kunjungan.
Perawatan nekrosis gigi sulung satu kali kunjungan dilakukan dengan dengan tahapan
sterilisasi kamar pulpa dengan glutaraldehide, pengisian kamar pulpa menggunakan
pasta calcium hidroksida, serta dilanjutkan dengan Stainless Steel Crown. SSC
menjadi bahan restorasi pilihan dalam perawatan gigi sulung dengan kerusakan gigi
yang luas karena dapat menutupi seluruh mahkota gigi dan membentuk kembali
bentuk anatomi gigi serta lebih tahan lama dibandingkan restorasi lainnya.
103
104
Daftar Pustaka
Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu Konservasi
Gigi, Edisi 3. Jakarta: EGC
Farmer ED, Lawton FE. 1966. Stones Oral and Dental Diseases. 5th ed. The English
Language Book Society and E. &S. Livingstone Ltd.
Glenny, M. 2004. Clinical practice guideline on emergency management of acute
apical periodontitis (AAP) in adults. Evidence-Based Dentistry 5 :711
Gould, J., 2010, Dental Abscess, WebMed (27/3/2011)
Grossman LI. 1998. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and
Febiger.
Mathewson, Richard and Robert E. Primosch. 1995. Fundamental of Pediatric
Dentistry.3rd edition. USA; Quintessence Publishing Co, Inc
Matthews, D.C., Sutherland, S., Basrani, B., 2003, Emergency management of acute
apical abscesses in the permanent dentition: a systematic review of the
literature, J Can Dent Assoc.; 69 (10): 660.
Shafer WG. 1983. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. Philadelphia. W.B. Saunders
Company.
Soames JV, Shoutham JC. 1985. Oral Pathology. Oxford University Press.
Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta : Widya Medika
105
Torabinejad M, Walton RE. 1994. Penyakit Jaringan Pulpa dan jaringan Sekitar
Akar di dalam Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi.
Ed.2. Alih Bahasa Sumawinata N, Shidarta W, Nursasongko B. Jakarta. EGC.
Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsi. Jakarta : EGC.
Weine, F. S. 2004. Endodontic Therapy. Elsevier Mosby Inc.: St. Louis.
Wellburry, Richard R. 2005. Paediatric dentistry 3 rd edition. New York : Oxford
University Press.
Yagiela, J.A. Dowd, F.J., Neidle E.A. 2005. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 5th ed.
106