Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah Swt. yang dimana atas segala rahmat dan
karunia yang telah dilimpakan oleh-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah tentang penyakit saluran pernafasan pada hewan besar pada mata kuliah
Penyakit Parasitik yang dimana penyusunan tugas ini merupakan salah satu tugas
akhir mata kuliah Penyakit Parasitik.

Penyusunan tugas ini tentunya tidak terlepas dari adanya kekurangan dan
kealpaan dari penulis. Maka dari itu, saya meminta kesediaan pendapat baik berupa
kritik dan saran agar tugas ini dapat diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.

Darussalam, 8 Desember 2021

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................3
1.3.1 Memahami sinyalemen dan anamnesa Toxocariasis pada anjing.........................3
1.3.2 Memahami diagnosis Toxocariasis pada anjing...................................................3
1.3.3 Memahami gejala klinis Toxocariasis pada anjing...............................................3
1.3.4 Memahami pemeriksaan laboratorium Toxocariasis pada anjing.........................3
1.3.5 Memahami terapi Toxocariasis pada anjing.........................................................3
1.3.6 Memahami etiologi Toxocariasis.........................................................................3
1.3.7 Memahami epidemologi Toxocariasis..................................................................3
1.3.8 Memahami pencegahan dan pengendalian Toxocariasis pada anjing...................3
1.4 Manfaat....................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................................4
2.1 Sinyalemen dan Anamnesa............................................................................................4
2.2 Diagnosa........................................................................................................................5
2.3 Gejala Klinis..................................................................................................................6
2.4 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................................................7
2.5 Terapi.............................................................................................................................8
2.6 Etiologi.........................................................................................................................10
2.7 Epidemologi.................................................................................................................11

ii
2.8 Pencegahan dan Pengendalian......................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................13
3.2 Saran............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anjing adalah binatang yang setia, jujur, dan mudah untuk dijadikan teman.
Kehadiran anjing mampu mengurangi stres, meningkatkan kehidupan sosial dan
menjadi kebanggaan bagi pemiliknya. Di kota-kota besar, minat pemeliharaan hewan
kesayangan semakin meningkat pada kurun waktu terakhir ini. Modernisasi
berdampak munculnya fenomena sosial dalam masyarakat, di antaranya tingkat stres,
individualisme, dan gaya hidup modern. Fenomena tersebut mendorong masyarakat
untuk memberikan tempat kepada anjing (Canis familiaris) sebagai salah satu pilihan
teman pendamping
Kenaikan populasi anjing juga menimbulkan masalah pada kontaminasi
lingkungan oleh telur parasit cacing dan larva dari anjing. Di berbagai tempat dimana
hewan peliharaan dan manusia hidup berdampingan, tumpukan feses adalah jalan
utama penyebaran dari infeksi cacing yang melibatkan anjing dan dapat bersifat
zoonosis. Kebanyakan parasit internal pada anjing adalah cacing dan organisme
uniseluler yang berada di dalam usus anjing. Jenis cacing yang umum adalah
ascaridida, Ancylostoma, Trichuris dan cestoda.
Ascariasis merupakan penyakit terpenting dari penyakit cacingan oleh golongan
ascaridida. Ascaridida yang paling banyak mengakibatkan kerugian pada anjing
adalah Toxocara canis. Ascaridida lainnya, meskipun dapat menginfeksi anjing dan
kucing, yaitu Toxascaris leonina tidak begitu mengganggu dibandingkan Toxocara
canis. Toxocariasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh infeksi cacing
Toxocara sp. Terdapat tiga spesies Toxocara yang sangat penting di dunia kedokteran

1
hewan yaitu Toxocara canis menyerang anak anjing dan anjing dewasa, Toxocara cati
menyerang anak kucing dan kucing dewasa, dan Toxocara vitulorium menyerang
anak sapi dan anak kerbau beserta induknya. Toxocariasis tidak hanya terjadi pada
anjing, tapi juga dapat menginfeksi manusia. Toxocariasis pada manusia adalah salah
satu infeksi parasit yang paling umum pada manusia di dunia. Kejadian toxocariasis
pada manusia sangat tergantung pada kejadian toxocariasis pada hewan peliharaan.
Potensi terjadinya toxocariasis pada manusia sangat dimungkinkan mengingat anjing
adalah hewan peliharaan yang umum pada sebagian orang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaiamana sinyalemen dan anamnesa Toxocariais pada anjing?
1.2.2 Bagaiamana diagnosa Toxocariasis ?
1.2.3 Bagaimana gejala klinis Toxocariais pada anjing ?
1.2.4 Bagaimana pemeriksaan laboratorium Toxocariasis pada anjing ?
1.2.5 Bagaimana terapi Toxocariasis pada anjing ?
1.2.6 Bagaiamana etiologi Toxocariais ?
1.2.7 Bgaiamana epidemologi Toxocariasis?
1.2.8 Bgaiamana pencegahan dan pengendalian Toxocariais pada anjing ?

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Memahami sinyalemen dan anamnesa Toxocariasis pada anjing

1.3.2 Memahami diagnosis Toxocariasis pada anjing

1.3.3 Memahami gejala klinis Toxocariasis pada anjing

1.3.4 Memahami pemeriksaan laboratorium Toxocariasis pada anjing

1.3.5 Memahami terapi Toxocariasis pada anjing

1.3.6 Memahami etiologi Toxocariasis

1.3.7 Memahami epidemologi Toxocariasis

1.3.8 Memahami pencegahan dan pengendalian Toxocariasis pada anjing

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penyusun Makalah
Makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang penyakit Toxocariasis
pada anjing dan merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas mata
kuliah Penyakit Parasitik.
1.4.2 Bagi Pembaca
Makalah ini dapat memberikan informasi dan masukann terhadap
pembaca mengenai Toxocariasis pada anjing.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sinyalemen dan Anamnesa

1. Sinyalemen
Anjing basset hound bernama Roxy, berwarna putih coklat, berjenis kelamin
betina, umur 3 bulan, dan berat badan 4,5 kg. Anjing ini memiliki postur dan
tingkah laku yang normal. Pemilik anjing bernama Pak Made Witra beralamat
di Jalan Batur Raya, Gang Danau Tamblingan No.30 Jimbaran, Kuta, Badung,
Bali.

2. Anamnesis
Anjing Roxy mulai batuk tiba-tiba saat berada di tempat penitipan anjing pada
hari ke-9 (sembilan) pada tanggal 30 Desember 2017. Anjing dititipkan
selama 12 (dua belas) hari. Kondisi lingkungan dan kandang tempat penitipan
bersih. Sistem pemeliharaan anjing selama berada di tempat penitipan dengan
dikandangkan dan terpisah dari anjing lainnya. Pakan yang diberikan di
tempat penitipan adalah dry food. Pemberian pakan terpisah dengan anjing
lain. Saat pemilik mengambil anjingnya, didapati sudah batuk-batuk sampai
saat pemeriksaan. Sistem pemeliharaan anjing setelah kembali ke rumah
seperti biasa yaitu dikandangkan terkadang dilepaskan. Saat dilepaskan,
anjing sering meminum kubangan air yang ada di halaman rumah. Anjing
tidur di kandang di dalam rumah. Anjing Roxy telah divaksin Eurican 4
(Distemper, Hepatitis, Parvo, dan Parainfluenza) namun belum diberikan obat
cacing. Jenis batuk yang dialami oleh anjing sama seperti batuk sebelumnya

4
yakni batuk kering dan diakhir batuk hendak mengeluarkan sesuatu dari
tenggorokannya. Pemilik juga melihat hidung anjing mengeluarkan leleran
encer berwarna bening ( Widyastuti et al., 2018).

2.2 Diagnosa
Diagnosa toxocariasis yang dilakukan adalah berdasarkan gejala klinis yang
ditunjukkan dan ditemukannya telur pada feses. Diagnosa dengan cara
pemeriksaan feses adalah yang paling sering dilakukan, dapat juga diikuti dengan
pemeriksaan patologi anatomi dan klinik. Diagnosa kecacingan kadang-kadang
tidak selalu didasarkan ditemukannya telur atau larva cacing didalam pemeriksaan
feses, baik secara visual, natif, metode apung atau pemeriksaan endapan.
Berdasarkan gejala klinis anjing yang terinfeksi sering dapat digunakan sebagai
pegangan dalam penentuan diagnosis antara lain batuk, pilek, anoreksia, kadang-
kadang diare, perut membesar dan menggantung, bahkan konvulsi merupakan
petunjuk kuat dalam 11 menentukan diagnosa. Diagnosa pascamati juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cacing Toxocara sp. yang belum dewasa dapat
ditemukan di dalam mukosa usus.
A. Pemeriksaan Feses Penemuan telur Toxocara canis pada feses dapat
menggunakan metode natif, metode apung atau pemeriksaan endapan. Dalam
pemeriksaan sangat sulit membedakan telur dari ketiga species Toxocara sp.,
oleh karena itu diperlukan ketelitian dalam pemeriksaan.
B. Pemeriksaan Patologi Anatomi dalam pemeriksaan pasca mati, jaringan
tampak anemis dan hidremis. Hati tampak pucat, membesar dengan beberapa
bagian mengalami perdarahan titik atau ekimosa. Begitu juga dengan paru-
paru tampak pucat. Jantung membesar, pucat, dengan kemungkinan terjadinva
hidroperikard. Saluran pencernaan pucat dengan di beberapa tempat terjadi
perdarahan titik. Rongga perut berisi cairan transudat. Cacing dewasa

5
ditemukan dalam lumen usus. Mukosa usus mengalami radang eosinofilik
yang bersifat fokal.
C. Pemeriksaan Klinik Perubahan patologi klinik yang ditemukan meliputi
lekositosis, eosinofilia, hipoalbuminemia, kadar β-globulin yang sangat
meningkat serta adanya kenaikan serum glutamic piruvic transaminase.

2.3 Gejala Klinis


Gejala penyakit yang terjadi pada anjing yang menderita toxocariasis,
mulai dari gejala klinis ringan, dimana hewan tidak menunjukkan gejala sakit
sampai dengan gejala klinik yang berat. Tidak jarang kematian pada anjing,
disebabkan anjing tersebut terinfeksi cacing Toxocara canis. Berdasarkan
pada siklus hidup, gejala klinis yang muncul mencakup gejala yang muncul
karena migrasi larva dan gejala klinis yang muncul karena cacing dewasa.
Gejala klinis yang muncul juga tergantung kepada seberapa berat infestasi
parasit, yang bergantung kepada jumlahnya. Gejala klinis dapat mencakup
pembesaran abdomen, kegagalan pertumbuhan, muntah dan diare. Penderita
cacingan memperlihatkan gejala kelemahan umum. Hal tersebut juga terutama
disebabkan oleh anemia yang diderita. Ekspresi muka tampak sayu, mata
berair, dan mukosa mata maupun mulutnya tampak mucat serta gejala
anoreksia juga sangat mencolok. Karena kelemahan yang diderita, hewan
malas berjalan-jalan maupun bergerak. Pada hewan muda tidak jarang gejala
konvulsi ditemukan akibat rangsangan syaraf pusat oleh toksin cacing.
Migrasi larva juga menyebabkan batuk, dispnoea dan adanya radang paru
ringan (verminous penumonia). Hewan yang mengalami infestasi cacing yang
berat dapat menunjukkan gejala kekurusan, bulu kusam, dan gangguan usus

6
yang ditandai dengan sakit perut (colic) (Subronto, 2006). Gejala klinis pada
anak anjing yang terinfeksi Toxocara canis terlihat adanya pneumonia akibat
migrasi larva ke trachea dan bisa mengakibatkan kematian dalam waktu 2-3
hari .
Gejala klinis pada anak anjing yang terinfeksi Toxocara terlihat
adanya pneumonia akibat migrasi larva ke trakea dan bisa mengakibatkan
kematian dalam waktu 2-3 hari . Pada anak anjing yang berumur 2-3 minggu,
nafsu makannya menurun dan terjadi gangguan pencernaan akibat adanya
cacing Toxocara dewasa yang berada dalam lambung atau usus . Tandatanda
klinis lainnya adalah diare, konstipasi, muntah, batuk-batuk dan keluar lendir
dari hidung. Kematian terjadi kemungkinan disebabkan adanya penyumbatan
di kandung kemih, saluran empedu, pankreas dan adanya kerusakan pada
usus. Gejala klinis pada anjing dewasa jarang terlihat karena rendahnya
tingkat infeksi T. canis . Selama migrasi somatic, larva pada anjing dewasa
jarang memperlihatkan gejala klinis.
Contoh kasus pada anjing lokal bernama Ciko, berwarna coklat hitam,
berjenis kelamin jantan, umur 5 tahun, dan berat badan 15.5 kg. Anjing
memiliki postur tubuh sedang dengan perut buncit dan tanda klinis diare
(Savitri et al., 2020).

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


Metode yang digunakan untuk mendeteksi infeksi helminthiasis
dengan mengambil sampel feses dan dilanjutkan dengan uji laboratorium.
Sampel feses diletakkan ke dalam pot sampel dan diberi label berisi nama
hewan, jenis kelamin, waktu pengambilan, dan tempat pengambilan. Uji
laboratorium yang dilakukan untuk pemeriksaan feses tersebut adalah secara
makroskopis dan mikroskopis.

7
a. Makroskopis adalah dengan melihat warna, bau, dan konsistensi feses.
b. Mikroskopis adalah dengan menggunakan uji natif, uji sedimen, dan uji
apung. Feses sebanyak 4 gram dihomogenkan dengan 56 mL larutan
pengapung kemudian disaring beberapa kali. Filtrat dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sampai larutan membentuk meniscus atas cembung. Kaca
penutup diletakkan di filtrat yang telah dibuat. Kaca penutup didiamkan
selama 15 menit diatas filtrat. Setelah 15 menit kaca penutup diangkat dan
diletakkan di atas gelas obyek, kemudian diperiksa di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40x dan 100x.
Hasil pemeriksaan parasitologik pada feses anjing lokal Ciko
menunjukkan ada infeksi parasit cacing pada saluran pencernaan. Berdasarkan
pemeriksaan feses anjing lokal Ciko dengan uji natif, uji sedimen, dan uji
apung menghasilkan positif terinfeksi T. canis. Telur T. canis mempunyai
permukaan dinding berlubang dengan struktur poligonal berbentuk bulat
berwarna kecoklatan, permukaannya berbintik-bintik, dinding luar sangat
tebal, ukuran telur cacing T. canis 80x 75 µm yang berbentuk oval dengan
permukaan bergerigi, berwarna cokelat muda, dan berdinding tebal.

2.5 Terapi
Sebelum tahun 1960-an, pengobatan cutaneous larva migrans menggunakan
Chlorethyl, obat anastesi semprot dingin (biasa juga dipakai di persepakbolaan).

8
Ternyata obat semprot tersebut hanya menghambat, tidak membunuh cacing.
Perlu diketahui, cacing Toxocara canis terhambat pada suhu di bawah 10 derajat
cecius, tetapi tidak mati, dan baru bisa mati pada suhu minus 15 derajat celcius.
Itulah mengapa disemprot Chlorethyl tak kunjung sembuh.

Obat yang dianjurkan antara lain:

Obat pilihan adalah: thiabendazole, ivermectin dan albendazole, sedangkan obat


lainnya Mebendazole.

 Thiabendazole
Dosis: 25-50 mg/kg berat badan/hari, diberikan 2 kali sehari selama 2-5
hari. Tidak diperkenankan melebihi 3 gram perhari. Dapat juga diberikan
secara topikal (obat luar) 10-15% dalam larutan.
 Albendazole. ( pilih yang ini )
Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 400 mg perhari, dosis tunggal,
selama 3 hari atau 200 mg dua kali sehari selama 5 hari. Dosis anak
kurang dari 2 tahun: 200 mg perhari selama 3 hari. Atau 10-15 mg per kg
berat badan, 4 kali perhari selama 3-5 hari.
 Mebendazol
Dosis dewasa dan anak di atas 2 tahun: 100-200 mg dua kali sehari,
selama 4 hari . Anak kurang dari 2 tahun: tidak dianjurkan Anti alergi,
untuk mengurangi alergi lokal, misalnya menggunakan hidrokortison
cream atau sejenisnya. Antibiotika, diberikan bila ada infeksi sekunder
(bernanah).

Anjing yang berumur dibawah umur 6 bulan harus diobati untuk


mengeluarkan cacing dari tubuhnya dengan pemberian piperazin sekali tiap
bulan, dan bila berumur lebih dari 6 bulan maka diberikan obat cacing sekali

9
setiap dua bulan. Albendazole adalah pengobatan pilihan bagi toxocariasis.
Hewan yang terinfeksi diobati dengan mebendazol atau ivermectin. Anak
anjing atau kucing rutin diobati mulai usia 2-3 minggu hingga berusia 1 tahun.
Untuk Anjing atau kucing dewasa diobati setiap 6 bulan sekali. Hetrazan
efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh cacing. Untuk membunuh
cacing dewasa dapat digunakan obat-obat berikut.

1. Dietilkarbamasin (Caricide, Hetrasan, dll) : dosis 25 mg/bb atau 60 mg/kg.

2. Pyrantel pamoat, embonat, dan citrat.

3. Mebendazole 30 –50 mg/kg, selama 3 hari.

4. Fenbendazole 30 –50 mg/kg, selama 3 hari.

5. Ilium Pyraquantal.

2.6 Etiologi
Toxocara cati berpledeleksi di dalam usus halus kucing. Cacing jantan
panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya tidak sama besar dan bersayap. Cacing
betina panjangnya 4 – 12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron. Kucing jantan
dan anak kucing bertindak sebagai hospes definitif dari Toxocara cati.
( hubner et al., 2001 ). Telur infektif di keluarkan bersama feses. Feses yang
mengandung Toxocara sp jatuh di tanah dengan temperatur 10 – 35 ºC dan
kelembaban 85 % serta kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit
5 hari akan berkembang menjadi telur infektif yang mengandung embrio.

10
2.7 Epidemologi
Anjing dan kucing yang terinfeksi mengeluarkan telur Toxocara dalam
kotorannya ke lingkungan. Begitu berada di lingkungan, dibutuhkan 2 hingga
4 minggu bagi larva Toxocara untuk berkembang di dalam telur dan menjadi
menular. Telur Toxocara memiliki lapisan pelindung yang kuat, yang
memungkinkan telur bertahan hidup di lingkungan selama berbulan-bulan
atau bahkan bertahun-tahun dalam kondisi yang tepat. Manusia atau hewan
lain (misalnya kelinci, babi, sapi, atau ayam) dapat terinfeksi dengan menelan
telur Toxocara secara tidak sengaja. Misalnya, manusia dapat terinfeksi jika
bekerja dengan kotoran dan secara tidak sengaja menelan kotoran yang
mengandung telur Toxocara. Meskipun jarang, orang dapat terinfeksi dengan
memakan daging setengah matang atau mentah dari hewan yang terinfeksi
seperti domba atau kelinci. Karena anjing dan kucing sering ditemukan di
tempat orang tinggal, mungkin ada sejumlah besar telur yang terinfeksi di
lingkungan tersebut. Begitu berada di dalam tubuh, telur Toxocara menetas
dan larva dapat melakukan perjalanan dalam aliran darah ke berbagai bagian
tubuh, termasuk hati, jantung, paru-paru, otak, otot, atau mata. Kebanyakan
orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala apapun. Namun, pada beberapa
orang, larva Toxocara dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ
tersebut. Gejala toksocariasis, penyakit yang disebabkan oleh larva yang
bermigrasi ini, termasuk demam, batuk, radang hati, atau masalah mata.

Sebuah penelitian di AS pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 30%


anjing yang berusia kurang dari 6 bulan menyimpan telur Toxocara dalam
kotorannya; penelitian lain menunjukkan bahwa hampir semua anak anjing
yang lahir sudah terinfeksi Toxocara canis. Penelitian juga menunjukkan
bahwa 25% dari semua kucing terinfeksi Toxocara cati. Tingkat infeksi lebih

11
tinggi untuk anjing dan kucing yang ditinggalkan di luar dan dibiarkan
memakan hewan lain. Pada manusia, telah ditemukan bahwa 5% dari populasi
AS telah terinfeksi Toxocara. Secara global, toksokariasis ditemukan di
banyak negara, dan tingkat prevalensi dapat mencapai 40% atau lebih di
beberapa bagian dunia. Ada beberapa faktor yang telah dikaitkan dengan
tingkat infeksi Toxocara yang lebih tinggi. Orang lebih mungkin terinfeksi
Toxocara jika mereka memiliki anjing. Anak-anak dan remaja di bawah usia
20 tahun lebih mungkin dites positif terinfeksi Toxocara daripada orang
dewasa. Ini mungkin karena anak-anak lebih cenderung makan kotoran dan
bermain di lingkungan luar, seperti kotak pasir, di mana kotoran anjing dan
kucing dapat ditemukan. Infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang hidup
dalam kemiskinan. Lokasi geografis juga berperan, karena Toxocara lebih
banyak ditemukan di daerah yang panas dan lembap di mana telur dapat
bertahan lebih baik di dalam tanah.

2.8 Pencegahan dan Pengendalian


Dokter hewan memainkan peran penting dalam mencegah penyebaran
infeksi Toxocara sp. Dokter hewan sebaiknya merekomendasikan
pemeriksaan tinja secara rutin dari hewan kesayangan dan pemberian obat
cacing secara rutin. Hal ini telah terbukti efektif dalam mengendalikan infeksi
toxocariasis. Selain itu pemberian antilhelmentik secara teratur dan terus-
menerus pada anak anjing dan kucing dapat mencegah terjadinya infeksi
toxocariasis. Untuk menekan terjadinya kontaminasi telur Toxocara sp. di
lingkungan bisa dilakukan dengan cara mencegah pembuangan feses anjing
atau kucing 13 peliharaan secara sembarang terutama di tempat bermain anak-
anak dan kebun sayuran.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyebab Toxocariasis pada anjing adalah cacing Toxocara canis. Gejala
penyakit yang terjadi pada anjing yang menderita Toxocariasis, mulai dari gejala
klinis ringan, dimana hewan tidak menunjukkan gejala sakit sampai dengan gejala
klinik yang berat. Tidak jarang kematian pada anjing, disebabkan anjing tersebut
terinfeksi cacing Toxocara canis. Anjing yang terinfeksi mengeluarkan telur
Toxocara dalam kotorannya ke lingkungan. Begitu berada di lingkungan, dibutuhkan
2 hingga 4 minggu bagi larva Toxocara untuk berkembang di dalam telur dan menjadi
menular. Diagnosa toxocariasis yang dilakukan adalah berdasarkan gejala klinis
yang ditunjukkan dan ditemukannya telur pada feses. Diagnosa dengan cara
pemeriksaan feses adalah yang paling sering dilakukan, dapat juga diikuti dengan
pemeriksaan patologi anatomi dan klinik.

Dokter hewan memainkan peran penting dalam mencegah penyebaran infeksi


Toxocara sp. Dokter hewan sebaiknya merekomendasikan pemeriksaan tinja secara
rutin dari hewan kesayangan dan pemberian obat cacing secara rutin. Hal ini telah
terbukti efektif dalam mengendalikan infeksi toxocariasis. Selain itu pemberian
antilhelmentik secara teratur dan terus-menerus pada anak anjing dan kucing dapat
mencegah terjadinya infeksi toxocariasis.

3.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah :

13
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kejadian toxocariasis tidak hanya
pada anak anjing namun juga dapat dikembangkan terhadap anjing yeng
berumur dewasa dan induk anjing untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian toxocariasis sebagai bahan untuk merancang program
pengendalian toxocariasis.
2. Client education kepada pemilik mengenai pemeliharaan anjing dan
pemberian obat cacing kepada anjing perlu untuk dilakukan dengan lebih giat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Estuningsih, S. E. (2005). Toxocariasis pada hewan dan bahanya terhadap mansia.


Jurnal Wartazoa, 15(3) : 136-142.

Evayana, M., Dwinata, I. M. dan Puja, I. K. 2017. Prevalensi infeksi cacing Toxocara
canis pada anjing kintamani di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli, Bali. Jurnal Indonesia Med. Vet., 6(2) : 115-123.

Safitri, R. C., Oktaviana, V. dan Fikri, F. (2020). Infeksi Toxocara canis pada anjing
lokal di Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 3(1) : 127-131.

Supratini, J. (2013). Kasus Toxocariasis di Rumah Sakit Hewan Pendidikan


Universitas Airlangga. Junral VetMedika J Klin Vet, 2(1) : 18-24.

Widyastuti, W. A., Soma, I. G. dan Arjentinis, I. P. G. Y, (2018). Studi Kasus:


pneumonia karena migrasi larva Toxocara Sp. pada Anjing Basset Hound. Jurnal
Indonesia Medicus Veteriner, 7(6): 675-688.

15

Anda mungkin juga menyukai