Pembimbing:
dr. Herry Boediyono
Oleh:
dr. Pramasanti Hera Kumala Sari
LEMBAR PENGESAHAN
Pada Tanggal :
April 2016
Disusun Oleh :
dr. Pramasanti Hera KS
Pembimbing :
BAB I
LATAR BELAKANG
Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal > 38 derajat celcius), tanpa adanya infeksi sistem saraf
pusat (SSP) pada bayi dan balita usia 6-60 bulan (AAP, 2011).
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak anak, dan merupakan penyebab
episode kejang tersering pada anak usia kurang dari 60 bulan (AAP, 2011).
Biasanya kejang demam merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya.
Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat
dan Eropa 27%, sedangkan di Jepang 910%. Dua puluh satu persen kejang
demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya
demam, dan 22% lebih dari 24 jam (Arief, 2015) Sekitar 30% pasien akan
mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika
kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sekitar 65-90% kejang demam adalah kejang demam sederhana (Waruiru and
Appleton, 2004). Sekitar 935% kejang demam pertama kali adalah kompleks,
25% kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi (de Siqueira,
2010)
Anak laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 1,2-1,6
: 1. Saing B (1999), menemukan 62,2% kemungkinan kejang demam berulang
pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 bulan dan 45%
pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 bulan (Deliana, 2002).
Angka kematian akibat kejang demam hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian
besar
PERMASALAHAN
Selama menjalani program internsip di PKM Sooko, penulis sering kali
menjumpai kasus kejang demam baik di IGD ataupun di balai pengobatan dasar.
Berikut penulis lampirkan salah satu kasus kejang demam yang datang ke IGD
Puskesmas Sooko pada tanggal 27 Maret 2016
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. MM
Usia
: 5 th
: Jambuwok
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD PKM diantar orangtua, dg keluhan pos kejang 20
menit yll. Kejang didahului demam tinggi, batuk, pilek dan nyeri tenggorok 1 hari
sebelumnya. Kejang berupa kaku di seluruh tubuh, selama 30detik. Saat kejang
tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang sadar lalu muntah. Riw kejang didahului
demam sebelumnya diakui 6 bulan yll. Keluarga khawatir bila kejang
mempengaruhi tumbuh kembang pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pertama kali mengalami kejang didahului demam saat usia 4,5
tahun, 1 x, 6 bulan yll. Tidak pernah mendapat obat antikejang secara rutin.
Riwayat Pengobatan
Pasien diberi obat turun panas bila demam. Tidak pernah konsumsi
obat antikejang
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang saat demam diakui pada ayah pasien saat masih kanakkanak. Kemudian setelah dewasa tidak pernah kejang. Pasien adalah anak
perempuan pertama, dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Ayah
bekerja sebagai buruh, Ibu adalah Ibu rumah tangga.
Riwayat Sosial
Pasien adalah murid TK, aktif bermain bersama teman teman. Beberapa
teman sepermainan sakit batuk dan pilek.
PEMERIKSAAN FISIK
KU/Kes: agak lemah/ CM.
o
TTV: Nd 96 x/m, reguler, isi dan tegangan cukup, RR 20 x/menit, S 39 C,
BB: 18 kg
Kepala
: mesocephal
Mata
:CA -/-, SI -/-, Mata cekung -/-, MC -/Hidung / telinga
: NC -/-,
Mulut
: mukosa bibir lembab, faring hiperemis +, Tonsil T2/T2
hiperemis, detritus +/+ kripte melebar -/Leher
Paru
Jantung
Abdomen
: tidak distended, bising usus normal, supel, tidak ada nyeri tekan,
hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba, turgor
cukup
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Sebelum memberikan intervensi yang sesuai, kita harus mengetahui terlebih
dahulu mengenai kejang demam pada anak.
A. Definisi
Kejang demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal > 38 derajat celcius), tanpa adanya infeksi sistem
saraf pusat (SSP) pada bayi dan balita usia 6-60 bulan (AAP, 2011).
B. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak anak, dan merupakan penyebab
episode kejang tersering pada anak usia kurang dari 60 bulan (AAP, 2011).
Biasanya kejang demam merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya.
Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika
Serikat dan Eropa 27%, sedangkan di Jepang 910%. Dua puluh satu persen
kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam
berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam (Arief, 2015) Sekitar
30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian
meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sekitar 65-90% kejang demam adalah kejang demam sederhana (Waruiru
and Appleton, 2004). Sekitar 935% kejang demam pertama kali adalah
kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah
epilepsi (de Siqueira, 2010)
Anak laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan
1,2-1,6 : 1. Saing B (1999), menemukan 62,2% kemungkinan kejang demam
berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 bulan
dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 bulan
(Deliana, 2002).
Angka kematian akibat kejang demam hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian
besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang
menjadi
epilepsi
sebanyak
BAB IV
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah kejang
demam berulang, mencegah status epilepsi, mencegah epilepsi/ mental retardasi
dan normalisasi kehidupan anak dan keluarga (Deliana, 2002).
A. Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3,
rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam) (IDAI, 2006).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif (IDAI, 2006).
Pengobatan rumatan
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid.
Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, oleh karena itu pengobatan rumat
hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 4050% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia kurang
dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan
phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.
C. Prognosis
Prognosis kejang demam secara keseluruhan baik. Kejadian kematian
karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan
kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. (IDAI, 2006).
Risiko berkembangnya KDS menjadi epilepsi hanya sekitar 2-7% total
kasus. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
Masing masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang
demam (IDAI, 2006).
Gambar 3. Faktor risiko KDS dan KDK (Graves, Oehler dan Tingle, 2015).
Tabel 1. Faktor Risiko Kejang demam berulang dan Epilepsi (Farrel dan Goldman, 2011)
Faktor Risiko
Kejang Demam
Berulang
Berikutnya (epilepsi)
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak dapat ditentukan
demam
Durasi yang semakin singkat dari
Ya
demam ke kejang
Suhu tubuh saat demam
Kejang demam fokal atau
Berbanding terbalik
Tidak
prolong
Kejang multipel dalam waktu 24
Mungkin
Tidak
jam
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasien dirawat di Puskesmas Sooko selama 3 hari. Berikut tindak lanjut
kondisi pasien selama perawatan,
Hari I, 27 Maret 2016
S: demam , kejang (-), batuk (+), pilek (+), nyeri tenggorok (+), Ma (+) N,
Mi(+)N , muntah (-) , lemas (-)
O:
KU/Kes: baik/ CM,
Tanda vital
Status lokalis
Faring
: hiperemis +,
Tonsil
Status lokalis
Faring
: hiperemis +,
Tonsil
Dexametason
GG V
Diet TKTP
Awasi KU, Kes, TTV
Hari III, 29 Maret 2016
S: demam (-), kejang (-), batuk (+), pilek (-), nyeri tenggorok (-), Ma (+) N,
Mi(+)N , muntah (-) , lemas (-)
O:
KU/Kes: baik/ CM,
Tanda vital
Status lokalis
Faring
: hiperemis +,
Tonsil
Peserta
( dr. Pramasanti Hera K.S)
Pendamping
(dr. Herry Boediyono)
DAFTAR PUSTAKA
American Acamedy of Pediatric. 2011. Clinical Practice Guideline Febrile
Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child with a
Simple Febrile Seizure. Pediatrics 2011;127:389394
Arief, Rifqi Fadli. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. CDK-232/ vol. 42 no.
9, th. 2015
De Siqueira LFM. 2010. Febrile seizures: Update on diagnosis and management.
Rev Assoc Med Bras. 2010; 56(4): 489-92.
Deliana, Melda. 2002. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol
4, No 2, September 2002: 59-62
Farrel, Kevin dan Goldman, Ran. 2011. BC Medical Journal. Vol 53 No 6
Graves, R C; Oheler, Karen dan Tingle, L E. 2012. Febrile Seizures : Risks,
Evaluation, and Prognosis. Am Fam Physician. 2012;85(2):149-153.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Permenkes, 2014. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Permenkes No 5 Tahun 2014
Waruiru C and Appleton R. 2004. Febrile seizures: an update. Arch Dis Child.
2004;89(8):751-756.