Budidaya Cacing Tanah Lumbricus Rubellus Dengan Media Dan Pakan Fermentasi
Budidaya Cacing Tanah Lumbricus Rubellus Dengan Media Dan Pakan Fermentasi
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan masyarakat dunia pada abad ke 21 telah menunjukkan
Kegunaan
Praktek Kerja Lapang ini dilakukan dengan harapan agar mahasiswa dapat
Air Tawar (UPBAT) Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kegiatan ini
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2014.
10
11
NO
1
2
Status
PNS
Tenaga kontrak
Jumlah
IV
-
Ruang/ Golongan
III
II
12
5
12
5
Jumlah
I
1
3
4
18
3
21
Fasilitas
Jalan dan Transportasi
Luas/kapasitas
-
Jumlah
1
Jaringan Listrik
Perpustakaan
24 m2
Ruang kelas/pertemuan
50 orang
Auditorium/gedung pertemuan
250orang,385 m2
35 orang, 515 m2
Asrama
66 m2
Ruang makan
9 unit
Ruang dapur
54 m2
Kamar mandi
10
11
Guest house
12
Rumah jaga
13
Musholla
12
14
Genset
3.2.2 Sarana
UPBAT Kepanjen dilengkapi dengan banyak sarana pendukung dan
fasilitas-fasilitas yang memadai serta luas bangunan yang cukup untuk
mendukung proses produksinya. Kolam induk, kolam pemuliaan, kolam
pendederan, kolam pembenihan, kolam budidaya pakan alami hingga tong
pembesaran belut semua tersedia dan masih dalam keadaan baik serta terawat.
UPBAT Kepanjen memiliki tiga laboratorium, diantaranya ialah Laboratorium
Kualitas Air dan Hama Penyakit, Laboratorium Basah dan Laboratorium kering.
Bak tandon air, bak pengendapan air, kandang katak serta ruang kantor. Adapun
sarana pendukung proses produksi budidaya yang terdapat pada UPBAT
Kepanjen dapat dilihat pada Tabel 4 adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Sarana UPBAT Kepanjen
No
Nama ruangan
Luas
Jumlah
13
Ruang kantor
103 m2
Laboratorium kering
60 m2
Laboratorium basah
54 m2
penyakit
5
pendederan lele
27
24
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Kandang katak
16
14
25
26
27
: Annelida
Kelas
: Oligochaeta
Ordo
: Opisthophora
Famili
: Opisthophora
Genus
: Lumbricus
Spesies
: Lumbricus rubellus
15
adalah merah sampai coklat dengan bagian dorsal yang lebih merah tua. Cacing
Lumbricus rubellus mempunyai tubuh bersegmen dimana pada seluruh tubuhnya
terdapat 85-140 segmen. Setiap segmen kecuali segmen pertama dan terakhir
terdapat 4 pasang seta menjulur ke arah lateral dan ventral. Gambaran umum
cacing tanah (Lumbricus rubellus) terdapat pada Gambar 2.
16
17
18
Kandungan (%)
19
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Treonin
Valin
Sistein
Glisin
Serin
Tirosin
4, 13
1, 56
2, 58
4, 84
4, 33
2, 18
2, 25
2, 95
3, 01
2, 29
2, 92
2, 88
1, 36
Dalam bidang perikanan, cacing tanah juga di produksi sebagai pengganti
tepung ikan. Lazim diketahui bahwa tepung ikan merupakan bahan baku
pembuat pakan atau pelet. Tepung ikan mengandung protein yang mutlak
diperlukan dalam ransum pakan, akan tetapi mahalnya harga bahan baku tepung
ikan membuat harga pakan ikan ikut terderak naik. Hal inilah yang melatar
belakangi penggunaan tepung cacing tanah sebagai pengganti tepung ikan.
Pemanfaatan cacing tanah sebagai pakan ternak unggas didasarkan pada hasil
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa cacing tanah memiliki kandungan
protein, lemak dan mineral yang sangat tinggi. Kualitas protein cacing tanah
olahan yang lebih tinggi daripada protein daging maupun ikan tersebut membuat
20
cacing tanah sangat berpeluang sebagai bahan pakan ternak unggas dan ikan.
Tepung cacing pernah juga dilaporkan mampu menekan pengaruh racun dalam
ternak (Palungkun, 1999).
3.5 Persyaratan Lokasi dan Konstruksi Bangunan Budidaya
3.5.1 Persyaratan Lokasi dan Konstruksi Bangunan Budidaya
Hermawan (2014), menjabarkan persyaratan lokasi untuk budidaya cacing
tanah adalah sebagai berikut :
a. Bahan organik yang tinggi
Tanah sebagai media hidup cacing tanah harus mengandung bahan organik
dalam jumlah yang besar. Bahan organik tanah dapat berasal dari serasah,
kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Ini disebabkan karena
cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih
mudah dicerna oleh tubuhnya.
b. pH
Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit
asam sampai netral dengan kisaran pH 6-7,2 karena dengan kondisi ini,
bakteri yang tedapat dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja secara optimal
untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
c. Kelembaban
Kelembaban optimal bagi pertumbuhan dan perkembang biakan cacing tanah
berkisar antara 15-30%.
d. Suhu
Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon
adalah sekitar 15-25oC atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih dari kisaran
tersebut dinilai masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban
dalam kisaran optimal.
e. Lokasi
Lokasi pemeliharaan cacing tanah sebisa mungkin ditempatkan pada tempat
yang teduh dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Selain itu,
lokasi haruslah mudah dijangkau dengan tujuan mempermudah pengawasan
dan penanganan sepanjang proses budidaya mulai dari awal sampai akhir.
21
Wadah budidaya juga sebaiknya terbuat dari bahan-bahan yang bersifat tidak
meneruskan sinar matahari dan tidak menyimpan panas.
Konstruksi bangunan budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)
bermacam-macam jenisnya. Kolam beton, rak dari alumunium dan juga rak dari
kayu dapat dijadikan sebagai tempat budidayanya. Kotak bekas yang tidak
terpakai juga bisa dimanfaatkan sebagai wadah budidaya cacing tanah
(Lumbricus rubellus). Hal inilah yang membuat usaha budidaya cacing tanah
(Lumbricus rubellus) layak untuk dijadikan usaha sampingan skala rumah tangga
karena tidak memerlukan lahan yang luas.
22
23
3.6.1 Tanah
Terdapat banyak jenis media dalam budidaya cacing tanah. Paradigma
masyarakat Indonesia secara umum, cacing tanah dibudidayakan dalam media
tanah. Secara umum komposisi tanah terdiri dari empat komponen utama yaitu
bahan mineral, bahan organik, udara dan air tanah. Kadar komposisi tanah ini
nantinya akan berpengaruh terhadap bentuk, warna, tekstur dan kesuburan
tanah (Wahyudi, 2011).
Suhardi (1983), menyatakan bahwa tanah merupakan lapisan permukaan
bumi yang memiliki tiga fungsi utama. Secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya akar tanaman serta sebagai suplai kebutuhan air dan udara. Secara
kimiawi, tanah berfungsi gudang penyuplai hara atau nutrisi. Dan secara biologi,
tanah berfungsi sebagai habitat organisme yang berpartisipasi aktif dalam
penyediaan hara seperti cacing tanah Lumbricus rubellus untuk menghasilkan
biomass dan produksi yang baik.
3.6.2 Log Jamur
Serbuk kayu mengandung beragam zat yang didalamnya dapat
menstimulasi pertumbuhan atau sebaliknya. Zat-zat yang dibutuhkan jamur untuk
tumbuh yaitu karbohidrat, serat dan lignin. Zat yang dapat menghambat
pertumbuhan yaitu zat metabolit sekunder atau yang umum dikenal sebagai
getah dan atsiri. Dalam pembuatan 100 kg log jamur diperlukan serbuk gergaji
sebanyak 100 kg pula, bekatul 10 kg, kapur 0,5 kg, tepung jagung 0,5 kg, air 4560% dari total berat, TSP 0,5 kg dan gipsum 0,5 kg (Muchlisin, 2013).
Log jamur tiram merupakan pencampuran dari beberapa bahan,
diantaranya serbuk gergaji kayu (Susilawati dan Budi, 2010). Komposisi yang
mengandung bahan organik tinggi inilah yang membuat log jamur merupakan
media yang baik untuk budidaya cacing tanah. Selain itu, dengan atau tanpa
24
fermentasi, log jamur merupakan bahan yang siap digunakan untuk budidaya
cacing tanpa perlu melewati banyak proses yang rumit terlebih dahulu.
3.6.3 Rumen Sapi dan Kotoran Sapi
Menurut Arora (1989), kandungan nutrisi dalam rumen sapi terdiri dari air
16,30%; abu 13,25%; PK 16,20%; SK 28,32%; kalsium 0,38%; dan phospor
0,55%. Selain itu isi rumen juga kaya akan vitamin khususnya vitamin B
kompleks dan K yang merupakan hasil sintesa mikroorganisme di dalam rumen
dan mineral.
Kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan
dalam meningkatkan ketersediaan phospor dan unsur mikro. Kotoran sapi
banyak mengandung hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, phospor,
kalium, kalsium, magnesium dan boron (Nurmawati dan Anang, 2000).
3.7 Teknik Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
3.7.1 Persiapan Media
Sebelum dilakukan budidaya cacing tanah, terlebih dahulu dilakukan
sejumlah persiapan antara lain persiapan media dan persiapan wadah budidaya.
Di UPBAT Kepanjen, kegiatan budidaya cacing tanah dilakukan dengan media
log jamur. Log jamur merupakan media yang terbuat dari sisa proses budidaya
jamur tiram. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, pemilihan
media log jamur disebabkan oleh ketersediaan bahan organik yang tinggi pada
log jamur itu sendiri karena komposisi log jamur yang terbuat dari serbuk gergaji
dan bahan-bahan lain. Sehingga log jamur merupakan bahan jadi siap pakai
untuk budidaya.Namun, untuk meningkatkan nilai kandungan unsur hara itu
sendiri terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi media menggunakan
probiotik. Media pemeliharaan cacing tanah terdiri dari serbuk gergaji dengan
campuran kompos (kotoran hewan) dan bahan organik (limbah pertanian dan
25
26
Media harus terdiri dari bahan organik yang berserat dan sudah mengalami
pelapukan serta tidak mengeluarkan gas yang tidak diinginkan cacing tanah.
Media harus mampu menahan kelembaban. Kelembaban yang baik untuk
budidaya. Untuk wadah berupa kolam beton, maka ketebalan media yang
optimal untuk pertumbuhan cacing pertama kali adalah 10 cm. Sedangkan untuk
sistem rak, ketebalan media berkisar antara 2 sampai 5 cm.
Fermentasi yang dilakukan memang bertujuan untuk menambah nilai
nutrisi yang ada pada media. Hal ini sependapat dengan pernyataan Pumphrey
dan Julien (1996), yang mengemukakan bahwa fermentasi merupakan suatu
teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk melakukan proses produksi
dalam rangka mendapatkan sebuah produk yang baru dan produk yang
dihasilkan akan mengalami pertambahan kandungan nutrisi.
3.7.2 Wadah Pemeliharaan
27
28
(a) (b)
Gambar 11(a) Kolam beton berukuran 2,5 m x 2,5 m x 1 m
(b) Kolam beton berukuran 3 m x 3 m x 1 m
(Dokumen pribadi, 2014)
Hermawan (2014) mengemukakan bahwa selain kolam beton dan sistem
rak, wadah yang digunakan dapat berupa kotak plastik berukuran 45 cm x 35 cm
x 16 cm, kotak kayu yang berukuran 45 cm x 45 cm x 25 cm dan anyaman
bambu (besek).
3.7.3 Pemeliharaan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
a. Pemilihan Bibit Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
Salah satu indikator bibit cacing tanah yang baik adalah yang sudah
dewasa dan sehat. Cacing tanah yang sudah dewasa adalah cacing tanah yang
sudah memiliki klitelium pada tubuhnya.Klitelium adalah bagian tubuh yang
menebal dan terletak pada segmen 26-32 dari bagian atas tubuh cacing. Pada 1
kg cacing dewasa diasumsikan terdapat sebanyak 1.000 ekor cacing tanah. Bibit
cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang siap menjadi induk ditunjukkan pada
Gambar 12.
Cacing tanah dewasa adalah cacing yang sudah memasuki umur 2,5-3
bulan sejak menetas dari kokon dengan panjang tubuh sekitar 8-14 cm. Warna
tubuh bagian punggung merah hingga ungu kemerahan serta berwarna krem
pada bagian perut. Jika sudah memenuhi beberapa indikator seperti ini, maka
29
cacing tanah sudah dapat dikategorikan cacing tanah yang sudah dewasa dan
siap untuk dijadikan bibit cacing tanah untuk diperbanyak jumlahnya dan
diproduksi dalam skala besar (Hermawan, 2014).
langsung.
Ambil bibit cacing tanah dan letakkan di beberapa titik media secara merata.
Amati beberapa saat, bila terlihat bibit langsung masuk dalam media, maka
bibit yang lainnya dapat dimasukkan. Artinya, media pemeliharaan telah
sesuai dengan syarat hidup cacing. Apabila terjadi sebaliknya, maka media
30
tersebut tidak disukai cacing akibat media terlalu kering dan perlu dilakukan
pemberian air secukupnya sedikit demi sedikit hingga dirasa media sudah
cukup lembab dan tidak terlalu basah. Jika media terlalau basah, maka media
harus segera diganti dengan yang baru atau diberikan penambahan media
secukupnya. Jika media mengeluarkan bau, maka media harus segera
diganti.
31
bertujuan untuk proses budidaya yang berkelanjutan. Pada saat cacing berumur
2 bulan, cacing dikategorikan cacing dewasa dan siap kawin. Cacing yang
sedang dalam proses perkawinan, maka keduanya akan saling melekat rapat.
Meskipun cacing adalah hewan hemaprodit protandri, tetapi untuk menghasilkan
kokon tetap dilakukan oleh sepasang cacing. Seekor cacingmenghasilkan 1
kokon dan setiap kokon akan menetaskan rata-rata 4 ekor anakan cacing.
Dalam penelitiannya, Mubarok dan Lili (2000) menyatakan bahwa sejak
awal siklus hidupnya, cacing tanah (Lumbricus rubellus) akan mengalami masa
produktif pada bulan ke 4 10 masa pemeliharaan sebelum kemudian
produktifitasnya akan menurun hingga cacing mengalami kematian.
d. Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat
cacing tanah yang ditebar. Apabila cacing yang ditebar sebanyak 2 kg, maka
pakan yang diberikan sebanyak 2 kg pula. Secara umum pakan cacing tanah
adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai
sebagai media serta dapat pula digunakan limbah bahan organik sebagai pakan.
Pemberian pakan di hari selanjutnyaterlebih dahulu dilakukan pengamatan pada
media budidaya, apabila masih tersisa pakan pada media, maka pakan harus
diaduk kedalam media dan pemberian pakan dikurangi. Tetapi apabila tidak
terdapat sisa pakan dalam media, maka pemberian pakan perlu dilakukan
penambahan jumlahnya.
Pakan yang diberikan berupa limbah sayur pasar serta ampas tahu yang
terlebih dahulu di fermentasi. Pakan berupa limbah sayur di fermentasi maksimal
4 hari dalam wadah yang kedap udara dan diletakkan pada ruangan tertutup
untuk mempercepat proses fermentasi. Apabila fermentasi melebihi waktu 4 hari,
maka akan terjadi penurunan nilai nutrisi pada pakan yang difermentasi dan
memicu tingginya kadar alkohol di dalam pakan sehingga pakan tidak layak
untuk diberikan pada cacing karena dikhawatirkan akan terjadi keracunan yang
32
menyebabkan kematian cacing dalam jumlah yang besar. Pakan ampas tahu dan
sayuran fermentasi di tunjukkan pada Gambar 14.
pada cacing
Pakan ampas tahu bisa langsung di fermentasi dan dibiarkan maksimal
selama 3 4 hari pula lalu diberikan pada cacing.
Dalam kondisi yang tepat, cacing tanah dapat makan sebanyak berat
tubuh mereka per harinya. Dengan kata lain, FCR cacing adalah 1. Untuk
menghasilkan 1 kg cacing maka harus diberikan pakan sebanyak 1 kg pula.
Namun, pada awal pemeliharaan sebaiknya cacing diberi makan sebanyak
setengah dari berat tubuhnya untuk selanjutnya disesuaikan dengan kemampuan
makan cacing. Jika makanan terlalu banyak dan cacing tidak mampu
menghabiskan dalam waktu yang relatif lama, maka media dan tempat
pemeliharaan akan menjadi bau. Tetapi jika terlalu sedikit, cacing akan kelaparan
dan stress (Hermawan, 2014).
e. Penanganan Telur (Kokon)
Cacing merupakan hewan hemaprodit yang pembuahan sel telur terjadi
secara eksternal atau diluar tubuh induk. Maka letak kokon dalam media akan
33
sangat sulit dibedakan karena bentuknya yang tidak terlalu besar. Apabila tidak
diamati secara jeli dan mendetail, tidak akan dapat dibedakan mana kokon dan
seresah-seresah sisa pakan yang ada didalam media. Kokon akan menetas
pada hari ke 14 sampai 21 hari setelah terlepas dari tubuh induknya.
Di UPBAT Kepanjen tidak dilakukan pemanenan kokon. Dalam artian,
apabila kokon ditemukan didalam media maka kokon tersebut dibiarkan menetas
didalam media hinggamenjadi larva dan anakan cacing. Setelah dirasa media
terlalu padat karena pertumbuhan cacing dan jumlah cacing yang semakin
banyak, barulah dilakukan pemanenan secara parsial cacing dewasa yang sudah
berada dibagian atas media. Sementara cacing yang masih anakan dan berada
dibagian tengah ditinggalkan dan dibesarkan. Begitu seterusnya. Kokon cacing
tanah (Lumbricus rubellus) dapat dilihat pada Gambar 15.
34
dilakukan pemanenan pada induk secara total beserta penggantian media, maka
media yang ditempati larva akan dikembalikan pada tempatnya dan diberikan
sedikit penambahan media baru. Larva diberi perlakuan berbeda pada pakan
dan komposisinya, namun tetap dilakukan proses fermentasi terlebih dahulu.
Pakan larva cacing berupa bubur. Ini untuk memudahkan cacing dalam
mencerna pakan. Larva dan pemberian pakan larva dalam bentuk bubur di
tunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Berikut penjelasan tentang
komposisi pakan, cara membuat serta pemberian pakan bagi larva :
Limbah sayur dan kotoran hewan digiling menggunakan air dengan
2
3 bagian media tidak boleh tertutup agar tetap
Gambar 16. Larva cacing tanah (L. rubellus) (Dokumen pribadi, 2014)
35
36
37
38
Diberi makanan ampas tahu atau ongok untuk meningkatkan bobot atau
perbaikan gizi
Bila produk cacing akan digunakan sebagai bahan pembuat obat, tepung
cacing dan cacing kering sebaiknya cacing dibudidayakan pada media yang
halal atau bukan kotoran ternak. Misalnya media ampas aren atau ampas
tebu. Ini berfunsi untuk perbaikan gizi, juga agar bakteri yang bersifat
merugikan hilang
Saat cacing akan dikirim, perlu diperhitungkan lama waktu transportasi untuk
menentukan berapa banyak media yang diperlukan agar cacing tidak mati
i.
dengan budidaya cacing tanah. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya
cacing tanah (Lumbricus rubellus) pun beragam. Mulai dari faktor lingkungan
yang sulit diatasi seperti suhu dan musim yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah, juga adanya hama maupun
penyakit yang menyerang cacing tanah. Selama ini, hama yang menyerang
cacing tanah berupa semut, tikus, predator seperti ayam dan bebek serta kutu
tanah yang berperan sebagai kompetitor pakan. Salah satu usaha pencegahan
hama penyakit pada cacing tanah (L. rubelllus) ditunjukkan pada Gambar 20.
Berbagai langkah dilakukan untuk menanggulangi gangguan hama ini.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
Pemberian kapur semut pada bagian luar wadah budidaya untuk mencegah
mencegah predator seperti tikus, ayam dan bebek masuk ke dalam wadah.
Pemberian air (perendaman) pada bagian kaki rak atau bagian luar wadah
budidaya.
Pengontrolan secara rutin.
39
Perawatan Media
Selain memperhatikan dan memantau kualitas media (kelembaban)
secara rutin, hal lain yang perlu dilakukan adalah perawatan media. Gambar 21
menunjukkan proses perawatan media budidaya cacing tanah (Lumbricus
rubellus). Log jamur merupakan media yang siap pakai dan mengandung bahan
organik yang tinggi. Sementara itu, peranan cacing tanah di alam sebagai
dekomposer juga menjadikan kandungan bahan organik yang ada dalam log
jamur lama-lama akan habis. Oleh sebab itu media akan menjadi kehitamhitaman menyerupai tanah. Rata-rata penggantian media dilakukan dalam
jangka waktu berkisar 5-6 bulan. Apabila dibiarkan tanpa dilakukan penggantian
maka cacing tanah akan terhambat proses pertumbuhannya bahkan menurun
produktifitasnya karena mengalami kematian. Untuk itu, pergantian atau
pembongkaran media akan dilakukan secara total apabila :
Dilakukannya proses panen total
Media berbau busuk, yang ditandai dengan banyaknya cacing tanah yang
40
dengan baik. Dalam artian, pelaku budidaya harus mempunyai contact person
dari beberapa pembudidaya jamur tiram dalam rangka ketepatan dan ketepatan
suplai log jamur. Juga dengan cara pemasaran yang lebih variatif berkenaan
dengan kemajuan teknologi dan komunikasi.
41
42
43
Analisis R/C ratio merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan relatif
suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan
tersebut. Menurut Praptowo (2008), R/C rasio merupakan perbandingan antara
total penerimaan dengan total biaya yang digunakan untuk melakukan proses
produksinya. Suatu usaha dikatakan layak apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C >
1), impas apabila (R/C = 1) dan tidak layak apabila (R/C < 1). Hal ini
menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi. Dalam kegiatan budidaya cacing tanah (L. rubellus) ini
diketahui nilai R/C (perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 2) adalah 2,8. Hal
ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi dapat dikatakan layak untuk
dikembangkan karena nila R/C dapat melebihi 1.
d. Analisis Rentabilitas
Menurut Riyanto (1984), rentabilitas merupakan suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan antar laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut. Besarnya nilai rentabilitas pada usaha budidaya
cacing tanah (Lumbricus rubeluus) adalah 171%. Angka tersebut berarti bahwa
dari Rp 100,00 yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.
171,00. Untuk lebih jelasnya, perhitungan rentabilitas dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3.9.2 Analisis Jangka Panjang (Payback Period)
Payback Periode adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama
modal yang ditanamkan dalam kegiatan tersebut dapat kembali (Niwanputri,
2007). Dari perhitungan PP (perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 2)
diketahui bahwa keseluruhan modal yang digunakan untuk budidaya cacing
tanah (L. rubellus) dapat dikembalikan dalam jangka waktu 0, 09 tahun atau 1,16
bulan.
44
45
4.1 Kesimpulan
Dari Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di UPBAT
Kepanjen, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
sendiri.
Padat tebar optimum untuk budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)sistem
kolam beton adalah sebanyak 2 kg per meter persegi dan 0,5 kg untuk
budidaya sistem rak. Ketebalan media yang baik dalam proses budidaya
46
4.2 Saran
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang dapat disarankan agar budidaya
cacing tanah (Lumbricus rubellus) dilakukan dengan baik dan benar agar para
pembudidaya tidak mengalami kerugian. Selain itu, perlu juga dikembangkan
budidaya cacing tanah spesies lain misalnya, Eisenia foetida, Pheretima asiatica,
dan Eudrilus eugeniae agar semakin beragam jenis cacing tanah yang
dibudidayakan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Koswara, E., Salam, D., dan Ruzhendi, A. 2001. Metode dan Masalah Penelitian
Sosial. Refika Aditama. Bandung. 348 hlm. Terjemahan dari Black, J.A.
48
Mubarok, Ahmad dan Lili Zalizar. 2000. Budidaya cacing tanah sebagai usaha
alternatif di masa krisis ekonomi. Karya Alternatif Mahasiswa. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang. 7 hlm.
49