Anda di halaman 1dari 104

Pengertian Sistem Pemerintahan Demokrasi

Liberal
Srikandi Rahayu
Add Comment
Demokrasi, pemerintah, Politik, seputar politik, Sistem
Pengertian Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal. Semasa perang dingin istilah
Demokrasi Liberal sangat bertolak belakang dengan Komunisme. Demokrasi Liberal lebih
menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun
masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat representasi warga negara dan
melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Amerika adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi liberal dengan konstitusi
yang dipakai berupa republik. Amerika serikat sering dijadikan acuan keberhasilan demokrasi
liberal oleh Negara-negara barat maupun Negara dunia ketiga seperti Indonesia salah
satunya.Demokrasi liberal cukup berhasil di amerika serikat dimana kebebasan individu
mendapat tempat yang tinggi di Negara tersebut.Negara tidak berhak mengatur dan membatasi
kebebasan
individu
yang
telah
dilindungi
oleh
konstitusi.
Baca Juga Seputar Pengertian Demokrasi
Dalam system kepartaian Amerika menganut dwi partai atau hanya ada dua partai di Negara
tersebut yaitu partai republic dan democrat. Hal ini memberikan rakyatnya kebebasan memilih
pemimpin sesuai kepentingan politiknya baik yang berhaluan konservatif maupun yang liberal.
Berikut adalah beberapa pengertian tentang sistem pemerintahan Demokrasi liberal.
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara
konstitusional hak hak individu dari kekuasaan pemerintah Dalam demokrasi liberal,
keputusan keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada
sebagian besar bidang bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasanpembatasan
agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak hak individu seperti
tercantum
dalam
konstitusi
Baca Juga Seputar Pengertian Kabinet Pemerintahan
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori
kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jackques Rousseau. Semasa Perang
Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat.
Pada zaman sekaran demokrasi konstitusional umumnya dibandingbandingkan dengan
demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika
Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika, India,

Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya dan Spanyol). Demokrasi liberal dipakai
oleh negara yang menganut sistem presiedensial (AS), sistem parlementer (sistem westminster :
Britania Raya dan Negara negara persemakmurannya) atau sistem semi presidensial (Perancis).
Baca Juga Seputar Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer
Demokrsi liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih
tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.
Perdana Menteri dan menteri menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal
sering
disebut
sebagai
demokrasi
parlementer.
Baca Juga :
1. Pengertian Sistem Pemerintahan Semi Presidensial
2. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial
Di Indonesia, demokrasi ini dilaksanakan setelah keluarnya maklumat pemerintah No. 14 Nov.
1945. Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. Demokrasi liberal lebih menekankan pada
pengakuan terhadap hak hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat.
Ciri-ciri Demokrasi Liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
4. Kelompok minoritas (agama,etnis) boleh berjuang untuk memperjuangkan dirinya
Sumber
www.academia.edu

Artikel Pada Blog ini kami kutip dari berbagai sumber. Semoga Artikel Tentang Pengertian
Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal Dapat Bermanfaat Dan Apabila artikel ini berguna
untuk anda silahkan copy paste dengan menyertakan Sumbernya. Kami Mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika ada Kesalahan Dan Kekurangan Pada penulisan Artikel ini. Terima kasih
atas perhatiannya.

Pengertian Demokrasi Liberal, Sistem dan Prinsipnya

Pengertian Pakar

Pengertian Demokrasi Liberal adalah suatu sistem politik yang menganut sistem kebebasan
individu. Demokrasi liberal ini memberikan kebebasan penuh kepada individu. Dalam demokrasi
liberal, keputusan dari mayoritas (dari perwakilan atau langsung) diberlakukan untuk sebagian
besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang patuh pada pembatasan pembatasan supaya
keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak dari individu seperti yang
tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal ini dipakai dalam menjelaskan sistem politik dan
demokrasi barat di Amerika Serikat, Kanada, Britania Raya. Konstitusi yang dipergunakan dapat
berupa republik, sistem parlementer atau sistem semipresidensial.
Sistem Demokrasi liberal yaitu sistem lembaga dalam pemerintahan (presiden ditambah dengan
DPR) yang mengutamakan kebebasan berpendapat atau berargumen dalam menentukan
kebijakan publik untuk kepentingan publik tanpa memandang nilai nilai atau norma norma
budaya atau moral dan agama atau secara modern.
Demokrasi liberal atau demokrasi barat dianggap sebagai antitesis demokrasi komunis. Asumsi
itu ada benarnya paling tidak dari sisi berikut :
1. Secara teoritis kedua bentuk demokrasi ini memiliki asumsi, pola-pola kekauasaan, teori,
pandangan hidup dan bentuk bentuk lembaga sosial politik yang tidak hanya berbeda namun
bertentangan satu sama lain.
2. Terjadinya pertikaian, rivalitas dan kompetisi terus-menerus antara kedua sistem kenegaraan
tersebut terutama saat Perang Dunia 1 hingga terjadinya disintegrasi Uni Soviet pada dekade
1980. Pertikaian itu terjadi misalnya antara Amerika Serikat dan negara negara Eropa Barat yang
menganggap diri mereka sebagai pembela gigih demokrasi liberal dengan Uni Soviet serta
negara negara Eropa Timur yang mengklaim diri mereka sebagai pembela demokrasi komunis.
Demokrasi liberal atau demokrasi barat memiiki akar akar doktrinal dalam Liberalisme John
Locke, Rousseau, John Stuarl Mill, Montesquieu, Jeremy Bentham dan lain lain. Oleh karena itu,
untuk memahami pengertian demokrasi liberal diperlukan pemahaman terhadap liberalisme,
prinsip prinsip serta kehidupan politik. Kriteria itu merupakan kriteria atau prinsip prinsip pokok
demokrasi liberal.
Demokrasi liberal terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Demokrasi liberal menurut
Macpherson hanya akan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang tingkat
perkembangan kapitalismenya relatif sangat tinggi. Dengan kata lain perkembangan demokrasi
liberal paralel dengan perkembangan kapitalisme. Hanya dalam masyarakat kapitalisah
demokrasi liberal bisa diwujudkan dalam makna yang sesungguhnya. Macpherson mengatakan :
Demokrasi liberal hanya ditemui pada negara negara yang sistem ekonominya seluruhnya atau
didominasi oleh usaha kapitalis, dan dengan beberapa pengecualian yang biasanya bersifat
sementara, setiap negara kapitalis memiliki sistem politik demokrasi liberal
Demokrasi liberal menurut Macpherson didasarkan pada liberalisme. Jadi, suatu negara yang
mengklaim sebagai negara demokrasi liberal harus bersifat liberal pada mulanya, baru kemudian
demokratis. Karena menurut Macpherson, negara negara demokrasi liberal barat telah
mengalami proses liberalisasi dulu baru kemudian mengalami demokratisasi. Nilai nilai
liberalisme telah dianut lebih dulu sebelum nilai nilai demokrasi dianut masyarakat.

Prinsip Prinsip demokrasi liberal, yaitu :


1. Prinsip Kebebasan Individual
Dalam demokrasi liberal kebebasan individu menempati posisi terpenting karena kebebasan ini
merupakan nilai dasar manusia. Dengan memiliki kebebasan individu akan menemukan jati
dirinya sebagai manusia yang kreatif, kritis, kaya inisiatif dan lain-lain. Kreativitas manusia
hanya akan berkembang apabila ia tidak dikekang dalam struktur sosial politik yang bersifat
membatasi kebebasannya. Manusia yang dibatasi kebebasannya, menurut paham liberalisme ini
tidak ada bedanya dengan seorang budak. Kebebasan juga membuat individu tidak takut
mengambil inisiatif. Kebebasan dalam pengertian liberalisme bukan saja dimaksudkan sebagai
kebebasan tanpa batas untuk melakukan apa saja yang dikehendaki individu. kebebasan dapat
dibenarkan atau ditolerir sejauh kebebasan itu tidak mengganggu atau mengancam kebebasan
individu lain dalam masyarakat.
Demokrasi liberal menganut prinsip kebebasan individual karena mempercayai manusia sebagai
makhluk rasional (berpikir logis). Manusia, meskipun diberikan kebebasan, akan mampu
bersikap rasional. Contohnya : manusia tidak akan melanggar kebebasan individu yang lain
karena tindakan itu secara rasional akan berakibat buruk bagi dirinya. Rasionalitas manusia juga
dipercayai mampu membimbing manusia untuk selalu berkompromi, membuat konsensus dan
tidak saling menyerang.
2. Kontrak Sosial
Menurut Michael Margolis, Kontrak sosial merupakan suatu pandangan politik yang sangat
liberal. Dalam bentuknya yang laing revolusioner menurut Margolis kontrak sosial menekankan
hak hak warga negara dan memberikan pembenaran politis bagi pembentukan lembaga-lembaga
yang dibentuk dari kehendak rakyat seperti di Inggris dan Amerika Serikat. Dalam bentuknya
yang konservatif, Kontrak sosial menekankan arti pentingnya kepentingan-kepentingan
komunitas, sikap-sikap moderat dan gradualisme.
3. Demokrasi Liberal Menganut Prinsip Masyarakat Pasar Bebas
Dalam demokrasi ini segala sesuatu yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan individu
atau rakyat bayak ditentukan sepenuhnya oleh negosiasi, proses tawar-menawar individu
(masyarakat) bersangkutan. Keputusan-keputusan penting ditentukan oleh pasar secara bebas.
Dalam bidang ekonomi, contohnya, produk produk konsumtif ditentukan sepenuhnya oleh
mekanisme pasar bebas.
Sekian dari saya mengenai pengertian demokrasi liberal, sistem demokrasi liberal dan prinsip
prinsip demokrasi liberal, semoga tulisan saya mengenai pengertian demokrasi liberal, sistem
demokrasi liberal dan prinsip prinsip demokrasi liberal dapat bermanfaat.

Sumber : Buku dalam Penulisan Pengertian Demokrasi Liberal, Sitem


Demokrasi Liberal dan Prinsip Prinsip Demokrasi Liberal :
Ahmad Suhelmi, 2007. Pemikiran Politik Barat : Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Pengertian Demokrasi Liberal Secara Umum Adalah


Pengertian Demokrasi Liberal Secara Umum Adalah, Pasti banyak orang yang
telah mendengar kata kata Demokrasi, hampir tiap hari kita mendengar kata - kata
itu. Baik mendengarkan melalui Televisi ataupun percakapan orang disekitar kita.
Salah satu macam Demokrasi adalah Demokrasi Liberal.

Pengertian Demokrasi Liberal Secara Umum Adalah


Demokrasi Liberal adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hakhak individu dari kekuasaan pemerintah. Keputusan - keputusan mayoritas
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang
tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar
kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal digunakan untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat
di Britania Raya, Amerika Serikat dan Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa
republik (Perancis, Amerika Serikat, India) atau monarki konstitusional (Spanyol,
Britania Raya). Demokrasi liberal dipakai oleh negara yang menganut sistem
presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem Westminster: Britania
Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial (Perancis).

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan oleh penggagas teori kontrak sosial
seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau pada Abad
Pencerahan.

Ciri-ciri demokrasi liberal :


1. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan,
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat
terkontrol,
4. Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan
dirinya,

Demikian Pengertian Demokrasi Liberal Secara Umum, semoga Artikel Pengertian


Demokrasi di atas dapat bermanfaat untuk Anda. Baik untuk membantu
mengerjakan tugas atau untuk menambah pengetahuan.

II.1. Demokrasi Liberal


A. Sejarah munculnya Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer
yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi
Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan
Undang undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat
pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet)
yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai partai
politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi Liberal tidak cocok dan tidak
sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai
pembubaranKonstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950
karena dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.
B. Pelaksanaan Pemerintahan
1. Bidang Politik
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik
terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam
DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang
a.

kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;


Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi)
sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam
parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat

formasinya di mana tokoh tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
1.
2.
3.
4.
5.

Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:


Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Kendala yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat dan

Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,


seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS. Keberhasilan
Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi
tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh kemenangan,
sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 3 April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk
Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal, sehingga ia mengembalikan mandatnya
kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April 1951).Presiden Soekarno
kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi )
sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini
terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh
Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1.Menjamin keamanan dan ketentraman
2.Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani.
3.Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4.Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.

5. Di bidang hukum, menyiapkan undang undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian
kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini yaitu
adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta
Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana
dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar
politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai
telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya krisis moral yaitu korupsi yang terjadi
pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah. Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik karena kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi
pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden karena
adanya pertentangan dari Masyumi dan PNI.
c.

KABINET WILOPO (3 April 1952 3 Juni 1953)


Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI )
dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk
Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet
baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini
mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:

1.

Program dalam negeri

: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan

DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan


2.

keamanan.
Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,Pengembalian Irian
Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut; adanya kondisi krisis
ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme

yang mengancam keutuhan bangsa, terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI
sebagai alat sipil, munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin diperparah
dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan.Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan
tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli), peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa
bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli).Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari
Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
d.

KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 12 Agustus 1955)


Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli
1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana
Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
1.
2.
3.
4.

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:


Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu;

Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada
29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan memiliki
pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa bangsa Asia
Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di
Irian Barat.
Kendala/

Masalah

yang

dihadapi

oleh

kabinet

ini

sebagai

berikut.

Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di
Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang
menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin

memburuk,

maraknya

korupsi,

dan

inflasi

yang

menunjukkan

gejala

membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara


PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya
pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya
dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
e.

KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 3 Maret 1956)


Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin
Harahap

berasal

dari

Masyumi.,

sedangkan

PNI

membentuk

oposisi.

Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:


1.Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat
dan masyarakat kepada pemerintah.
2.Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
3.Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4.Perjuangan pengembalian Irian Barat
5.Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahapyaitu;
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota
DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar
tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh
suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan
masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan
menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara
Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini
adalah

banyaknya

mutasi

dalam

lingkungan

pemerintahan

dianggap

menimbulkan

ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.
Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh.
Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f.

KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)


Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet

baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
1.
2.

Perjuangan pengembalian Irian Barat


Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota

DPRD.
3.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4.
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan

kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
Pembatalan KMB
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri

bebas aktif
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet
ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya semangat anti Cina di
masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer Memuncaknya krisis di berbagai
daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya. Pembatalan
KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha
Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Mundurnya sejumlah
menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya
pada presiden.
G. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah
Programnya disebut Panca Karya yaitu:

Membentuk Dewan Nasional


Normalisasi keadaan RI
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

Perjuangan pengembalian Irian Jaya


Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Hasil

atau

prestasi

yang

berhasil

dicapai

oleh

Kabinet

Djuanda

yaitu.

Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan
Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Kendala/
Masalah

yang

dihadapi

oleh

kabinet

ini

sebagai

berikut.

Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat.


Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini. Kabinet
Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah
babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
C. Bidang Ekonomi
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut;

Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban
tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah

2,8 Triliun rupiah.


Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul

perekonomian Indonesia.
Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh

Belanda.
Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi

kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.


Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli

dan dana yang diperlukan secara memadai


Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya

pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.


Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk

operasi-operasi keamanan semakin meningkat.


Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.

Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.


Kelebihan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai berikut;

a) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.


b) Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia secara
demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih
c)
d)
e)
f)

konstituante).
Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB
Indonesia dapat mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda
Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini berdiri.
Kegagalan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;

Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan
pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering jatuh dan

terinflasi.
Timbul berbagai masalah keamanan
Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan kekuasaan.
Praktik korupsi meluas.
Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang

politik bukan pada ekonomi.


D. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi
baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan
konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja
tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah
utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di
antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila
menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai
dasar negara. Pemungutan suara dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu
lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu
kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah karena masih belum memenuhi syarat. Dengan
kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya menyatakan

tidak akan menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah
berhasil merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang situasi politik Indonesia
saat

itu.

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden
Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante.
Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi
sebagai berikut;

Pembubaran Konstituante.
Berlakunya kembali UUD 1945.
Tidak berlakunya UUDS 1950.
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka
secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di Indonesia.

Daftar Pustaka
Nasution, Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal
atas Konstituante 1956-1959 (second ed.). Jakarta; Grafiti.
Crouch, Herbert, (2001). Militer & Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.
Karim, Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut, Jakarta:
Rajawali Pers.
Marwati Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: DepdikbudBalai Pustaka.
http://209.85.175.104/search?
q=cache:S3YhgBx1fgJ:avaproletar.blogspot.com/2007/12/indonesiautopiademokrasi.html+siste
m+pemerintahan+setelah+proklamasi&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&xclient=firefox-a (13
November 2011)

Makalah Demokrasi Liberal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak munculnya konsep demokrasi yang bermula pada zaman Yunani kuno,
konsep demokrasi tidak pernah ada habisnya dibahas. Perkembangan konsepkonsep demokrasi terus tumbuh dan menggelinding demikian pula teori-teori
demokrasi,

baik

klasik

maupun

kontemporer,

terus

menjadi

kajian

dan

perbincangan sehingga selalu ditinjau kembali [1].


Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi. Apa yang dinamakan
demokrasi konstitusional, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi
Pancasila,

Demokrasi

Rakyat,

Demokrasi

Soviet,

Demokrasi

Nasional,

dan

sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut kata
berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti
rakyat,

kratos/kratein

berarti

kekuasaan/berkuasa)2[2].

Dalam

kepustakaan,

demokrasi memiliki dua makna: formal, yakni bersifat sempit dan substansial, yakni
bersifat luas. Dalam banyak hal, dua makna tersebut digabung. Dalam makna
formal, demokrasi dapat didefenisikan sebagai suatu system politk yang memiliki
banyak partai, yang satu sama lain saling berkompetensi dengan prosedur yang
bebas dan jauh dari manipulasi suara, serta memiliki system mekanisme pemilihan
yang menjamin kebebasan dan terlaksananya hak-hak asasi manusia, guna
menentukan pimpinan negara. Artinya, demokrasi formal menekankan bagaimana
proses demokrasi tersebut berjalan. Sebaliknya, makna substansia menekankan
pada keputusan apa yang telah diambil. Artinya, apa yang dilakukan oleh kelompok
mayoritas yang telah memenangkan suara rakyat3[3].
Di dunia Barat, demokrasi berkembang didalam suatu system masyarakat yang
liberal (bebas/merdeke). Oleh karena itu, lahirlah suatu bentuk demokrasi yang
1
2
3

disebut demokrasi liberal. Demokrasi liberal yang menjunjung hak-hak asasi


manusia yang setinggi tingginya bahkan terkadang diatas kepentingan umum.
Sebagai akibat demokrasi ini, lahirlah system-sitem pemerintahan yang liberal.
Didalam system pemerintahan ini, peranan dan campur tangan pemerintah tidak
begitu banyak dalam kehidupan masyarakat dikarenakan system ini sesuai dengan
aspirasi rakyat di dunia Barat, system pemerintahan yang liberal ini mendapat
dukungan penuh dari rakyat.
Pelaksanaan demokrasi liberal yang pernah dianut Indonesia sesuai dengan
konstitusi yang berlaku pada saat itu, yakni Undang-Undang Dasar Sementara
1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sjak dikeluarkannya maklumat pemerintah
tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian
terbukti bahwa demokrasi liberal (Parlementer) yang meniru system Eropa kurang
sesuai diimplementasikan di Indonesia. Pada tahun 1950 sampai tahun 1959
merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik dan dua partai terkuat pada
masa itu adalah PNI dan Masyumi silih berganti memimpin cabinet. Karena sering
bergantinya cabinet berimplikasi terhadap ketidak stabilan politik, ekonomi, social
dan keamanan.
Demokrasi

liberal

tidak

bisa

dilepaskan

oleh

konsep

liberalisme,

yakni

merupakan ideologi yang mendasarkan pada prinsip bagaimana memberikan aspek


kehidupan individu untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dalam berbagai
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 4[4]. System politik pada
masa demokrasi liberal di Indonesia (1950-1959) mendorong untuk lahirnya partaipartai politik, karena system kepartaian menganut system multi partai. Konsekuensi
logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya Barat
dengan

system

multi

partai

yang

dianut,

maka

partai-partai

inilah

yang

menjalakankan pemerintahan melalui pertimbangan kekuasaan dalam parlemen.


Oleh karena itu, system ini digantikan oleh system demokrasi terpimpin dengan
ditandai keluarnya dekret presiden pada 5 Juli 1959 5[5] dikarenakan system
demokrasi liberal tidak cocok untuk Indonesia.

4
5

B.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Pengertian demokrasi liberal (Parlementer)?
Sejarah singkat masuknya pemikiran liberal serta perkembangannya di Indonesia?
Optimalisasi eksekutif, legislative, dan yudikatif pada era tersebut 6[6]?
BAB II
PEMBAHASAN

1.

Pengertia Demokrasi Liberal (Parlementer)


Demokrasi liberal adalah demokrasi yang memberi kebebasan yang seluasnya
kepada warga negaranya. Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut
Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang
dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab
pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan
anggota parlemen. Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya
kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak
ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh
sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (kabinet formatur).
Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri
dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya
menunjuk seseorang (umumnya ketua partai) untuk membentuk kabinet, kemudian
setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Berbicara tentang demokrasi liberal itu berarti membahas sebuah konsep
liberalisme.
Liberalisme ialah falsafah yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik
tertinggi7[7]. Seseorang yang menerima fahaman liberalisme dipanggil seorang

6
7

liberal. Walau bagaimanapun, maksud perkataan liberal mungkin berubah mengikut


konteks sebuah negara.
Liberalisme menekankan hak-hak pribadi serta kesamarataan peluang. Dalam
fahaman liberalisme, pelbagai aliran dengan nama "liberal" mungkin mempunyai
dasar dan pandangan yang berlainan, tetapi secara umumnya aliran-aliran ini sama
dengan prinsip-prinsip yang termasuk kebebasan berfikir dan kebebasan bersuara.
Paham liberalisme modern dimulai dari Barat dan kini mengandungi pemikiran
politik yang luas dan kaya dari sumber. Liberalisme monolak tanggapan asas dalam
hampir semua teori pembentukan negara/kerajaan awal seperti hak-hak raja yang
diberikan oleh Tuhan8[8], status yang berasaskan keturunan dan institusi-institusi
agama. Liberal beranggapan bahwa system ekonomi pasar bebas lebih baik dan
dapat membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Indonesia sebagai negara yang pernah memakai system demokrasi liberal
antara tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa itu terjadi pergantian kabinet, partaipartai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai
yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan
Masyumi

silih

berganti

memegang

kekuasaan

dalam

memimpin

kabinet.

Pendeknya usia kabinet menyebabkan programnya tidak bisa berjalan dengan baik
dan ini akan menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
keamanan.

2.

Sejarah Singkat Masuknya Pemikiran Liberal Serta Perkembangannya Di


Indonesia
Sekularisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui
proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara
sekular telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119
yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak
memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama 9[9].

Prinsip sekular dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada
pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politiek, yaitu kebijakan pemerintah
kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam
sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politiek adalah :
(1). Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan,
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda;
(2). Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat
kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda;
(3).Dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya
yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam.
Politik Etis yang dijalankan penjajah Belanda di awal abad XX semakin
menancapkan liberalisme di Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu disebut
unifikasi, yaitu upaya mengikat negeri jajahan dengan penjajahnya dengan
menyampaikan

kebudayaan

Barat

kepada

orang

Indonesia.

Pendidikan,

sebagaimana disarankan Snouck Hurgronje, menjadi cara manjur dalam proses


unifikasi agar orang Indonesia dan penjajah mempunyai kesamaan persepsi dalam
aspek sosial dan politik, meski pun ada perbedaan agama. (Noer, 1991:183).
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi momentum
untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut pemikiran sekularliberal yang ditanamkan penjajah. Tetapi ini tidak terjadi, revolusi kemerdekaan
Indonesia hanyalah mengganti rezim penguasa, bukan mengganti sistem atau
ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular.
Revolusi ini tak ubahnya seperti Revolusi Amerika tahun 1776, ketika Amerika
memproklamirkan kemerdekaannya dari kolonialisasi Inggris. Amerika yang semula
dijajah lantas merdeka secara politik dari Inggris, meski sesungguhnya Amerika dan
Inggris sama-sama sekular.
Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi
(seperti dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta,
Ahmad Soebarjo, dan M. Yamin telah memenangkan kompetisi politik melawan
kelompok Islam dengan tokohnya Abdul Kahar Muzakkar, H. Agus Salim, Abdul
9

Wahid Hasyim, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. (Anshari, 1997:42). Jadilah Indonesia


sebagai negara sekular.
Karena sudah sekular, dapat dimengerti mengapa berbagai bentuk pemikiran
liberal sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di
bidang politik, ekonomi, atau pun agama. Dalam bidang ekonomi, liberalisme ini
mewujud dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu sebuah
organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi (private ownership),
perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition), dan motif
mencari untung (profit). (Ebenstein & Fogelman, 1994:148). Dalam bidang politik,
liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang meniscayakan
pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan selalu
mengagungkan kebebasan individu. (Audi, 2002:47). Dalam bidang agama,
liberalisme mewujud dalam modernisme (paham pembaruan), yaitu pandangan
bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah nilai-nilai peradaban Barat 10[10].
Pada perkembangannya, system demokrasi liberal (Parlementer) memang
banyak menuai problem, selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh
Pemerintah dalam beberapa bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa
terjadi kemunduran11[11]. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
a.

Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya,
sehingga berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi
panglima ini. Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum
utama politik, sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena
umur kabinet pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa
17 Oktober 1952, pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam
suasana liberal, PEMILU diikuti oleh puluha partai, organisasi maupun perorangan.
Anggota ABRI pun ikut serta sebagai pemilih.
10
11

Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib.
Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama,
dan PKI. Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan
pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan konstituante setelah lebih dari dua
tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota
PBB ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah
Indonesia terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian Jaya ( Papua ) tidak
memperoleh penyelesaian yang memuaskan, seperti telah tercantum dalam
persetujuan KMB, sehingga secara sepihak Pemerintah Indonesia membatalkan
perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun 1956. Sumbangan positif Indonesia
dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya tentara Indonesia dalam United
Nations Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah.
Pasukan ini diberi nama Garuda I dan diberangkatkan Januari 1957.
b.

Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan
mengadakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950).
Uang Rp. 5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan
setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat
menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk
mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE
yang

dapat

diperjualbelikan.

Harga

BE

meningkat,

sehingga

pemerintah

membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan


perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang
bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur (1959). Tetapi peningkatan belum juga terjadi, karena
labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah juga cenderung bersikap
konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga rupiah merosot.

c.

Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa
(ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi
yang kian merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam
pemerintahan karena dapat menguasai massa. PKI makin berkembang, dalam
Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu dari empat besar dan kegiatannya
ditingkatkan yang mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).

d.

Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam
bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi,
Pemerintah membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas
(Thomas

Cup)

Indonesia

yang

baru

pertama

kali

mengikuti

kejuaraan

ini

berhasilmemperoleh piala tersebut (Juni 1958). Selain itu juga Indonesia berhasil
menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah
peraturan dari pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan
Lingkungan Maritim Tahun 1939, yang menyebutkan wilayah teritorial HindiaBelanda dihitung tiga mil laut diukur dari garis rendah pulau-pulau dan bagian pulau
yang merupakan wilayah daratannya. Peraturan ini dinilai sangat merugikan bangsa
Indonesia. Karena itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember
1957 yang juga disebut sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan
Indonesia. Indonesia juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu
peraturan tentang batas wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya.
Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen
tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian dengan
negara-negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak
terjadi kesalah pahaman.
Di Indonesia, system politik liberal berjalan kurang lebih 9 (sembilan) tahun
sekitar 17 Agustus 1950-5 Juli 1959. Akan tetapi pada waktu yang singkat itu
Indonesia telah 7 (tujuh) kali pergantian cabinet yang memerintah antara lain :

a.

Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)


Kabinet merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi, yang

b.

dipimpin oleh Moh. Natsir.


Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Pada kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI, yang dipimpin

c.

oleh Sukiman Wiryosanjoyo.


Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Kabinet ini terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya dan dipimpin okeh Mr.

Wilopo.
d. Kabinet Ali- Wongso (31 Juli1953-12 Agustus 1955)
Merupakan koalisi antara PNI dan NU yang dipimpin oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.
e. Kabinet Burhaduddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
f. Kabinet Ali Satromidjojo II (20 Maret- 4 Maret 1957)
Merupakan hasi koalisi 3 (tiga) partai yakni, PNI, MASYUMI, dan NU yang dipimpin
oleh Ali Sastroamijoyo.
g. Kabinet Djuanda/ Kabinet Karya (9 April 1957-5 Juli 1959)
Kabinet ini meupakan cabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya yang dipimpin langsung oleh Ir. Djuanda.
3.

Optimalisasi Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif Pada Era Demokrasi


Liberal di Indonesia
Memahami politik hanya sebagai proses rational dalam negosiasi antar individu
sama saja dengan merenggut seluruh dimensi kekuasaan (power) dan antagonism
yang oleh Mouffe diartikan sebagai yang politis itu sendiri. Karenanya politis itu
sendiri telah kehilangan kodrat dari yang politis. Pengertian politik tradisi liberal
juga

telah

mengabaikan

peran

besar

hasrat

dan

keyakinan

yang

dapat

menggerakkan perilaku manusia12[12]. Ancamana globalisasi ekonomi tehadap


demokratisasi politik di Indonesia dapat dilihat dari dua ranah yang berbeda yaitu,
pertama

ancaman

demokrasi

yang

berasal

dari

perusahaan-perusahaan

multinasional yang kini telah mempresentasikan dirinya sebagai kekuatan ekonomi


dan politik kedua jika perluasan terhadap ruang kemerdekaan dilihat sebagai tujuan
utama dan cara terpenting pembangunan maka globalisasi telah mengancam
tujuan dan cara tersebut yang menurut Sen dapat disebut sebagai perasn
konstitutif13[13].

12
13

System politik parlementer sebagai suatu system atau keseluruhan prinsip


penataan hubungan kerja antar lembaga negara yang secara formal memberikan
peran utama kepada parlemen atau badan legislative dalam menjalankan
pemerintahan negara. Presiden hanya menjadi symbol kepada negara saja. Contoh
kedudukan satu Inggris Raja di Muangthai dan Presiden India. Seperti halnya di
Inggris dimana seorang Raja tak dapat diganggu gugat, maka jika terjadi
perselisihan antara Raja dan rakyat, Mentrilah yang bertanggung jawab terhadap
segala tindakan raja. Sebagai catatan, dalam pemerintahan cabinet parlementer
perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk membentuk
cabinet atas kekuatan senidiri. Kalau tidak, dibentuk suatu cabinet koalisi
berdasarkan kerja sama antar beberapa partai. Pada perjalanannya system ini
a.

memiliki prinsip yaitu :


Rangkap jabatan, konstitusi negara yang menganut system parlementer akan
menentukan bahwa mereka yang menduduki jabatan mentri harus merupakan

b.

anggota parlemen. Prinsip ini berada dengan ajaran trias politika.


Dominasi resmi parlemen, parlemen tidak saja membuat undang-undang baru,
melainkan juga memiliki kekuasaan untuk merevisi atau mencabut undang-undang
yang

berlaku

dan

menentukan

apakah

sebuah

undang-undang

bersifat

konstitusional/tidak.
Pada saat tahun 1950-1959 dimana tahun tersebut Indonesia yang menerapkan
system parlementer mengalami kerancauan/kekacauan dimana parlemen memiliki
kekuasaan atas negara sehingga apa yang dikehendaki oleh parlemen harus
diwujudkan walaupun rakyatlah yang dikorbankan. Eksekutif dalam hal ini presiden
tidak dapat berbuat banyak karena adanya pembatasan gerak oleh sebuah system.
Eksekutif yang seharusnya sebagai kepala negara yang memiliki otoritas atas
negara terkalahkan karena alasan system, oleh karena itu system ini tidak dapat di
terapkan di Indonesia sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkanlah dekret
Presiden untuk menyelamatkan negara dari bencana perpecahan, maka pada saat
itu Indonesia memakai system politik terpimpin.

DAFTAR PUSTAKA

Idris Irfan, dkk. 2009. Ilmu Politik, Makassar: Alauddin Press


Budiardjo Mirian. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Zamroni. 2013. Pendidikan Demokrasi Pada Masyarakat Multikultur, Yogyakarta: Ombak
Radjiman. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/SMK, Karanganyer: Pratama Mitra
Aksara
Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir (Political Ideology Today), Penerjemah Ali
Noerzaman, Yogyakarta: Penerbit Qalam
Iddris Irfan, dkk. 2009. Ilmu Politik, Makassar: Alauddin Press
Noer, Deliar. 1991. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES
Budiardjo Mirim. 1984. Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi, Jakarta: PT Gramedia
Suhelmi Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Sunaryo, Jurnal Ultima Humaniora, vol 1 nomor 1, Maret 2013, hal 84-95, Kritik Chantal
Mouffe atas Liberalisme Rawls: Mengembalikan Yang Politis dalam Demokrasi
Agonistik, Universitas Paramadina
Rianto Puji, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol 8 nomor 2, November 2004, hal 161-180,
Globalisasi Liberalisasi Ekonomi dan Krisis Demokrasi

INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )


April 1, 2010abigdream Uncategorized 7 Komentar

INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI


LIBERAL
( 1950-1959 )
1. PENGERTIAN DEMOKRASI
Kata Demokrasi berasal dari Yunani, yaitu demos, yang berarti rakyat, dan kratos, yang berarti
pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi ialah rakyat yang berkuasa.
Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara
di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai
demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang
mengatasnamakan dirinya demokrasi namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada
komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf
perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan.
Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami
tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )
2. MASA DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut
pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung
jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota
parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena
jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap
kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai
( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung
mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya

menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah
berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia
memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju
ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh
tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu
setengah tahun. Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk
menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan
rakyat.
Sementara para elit politik sibung dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami kesulitan karena
adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya
sosial-ekonomi. Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain :
a. Pemberontakan Kahar Muzakar
Kahar Muzakar adalah putra Sulawesi yang pada zaman perang kemerdekaan berjuang di Jawa.
Setelah kembali ke Sulawesi bergabung dengan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan
pada tahun 1950 menuntut agar pasukannya masuk APRIS. Tuntutannya ditolak tetapi kepada
anggotanya yang memenuhi syarat diperbolehkan masuk, sedangkan sisanya dimasukkan ke
dalam Corps Cadangan Nasional. Kahar akan diberikan pangkat letkol, tetapi saat pelantikan,
tanggal 17 Agustus 1951, ia bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dan mengacau.
Januari 1952 menyatakan diri ikut sebagai bagian anggota Kartosuwiryo. Selama empat belas
tahun memberontak, namun akhirnya berhasi dilumpuhkan setelah salah seorang anak buahnya,
yaitu Bahar Matiliu menyerahkan diri. Ia berhasil ditembak oleh pasukan Divisi Siliwangi pada
bulan Februari 1965.
b. Pemberontakan di Jawa Tengah
Pengaruh DI meluas di Jawa Tengah, yaitu di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan yang
dihadapi pemerintah dengan operasi-operasi militer. Di Kebumen pemberontakan dilakukan oleh
Angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai Somalangu, yang setelah intinya dapat
ditumpas, sisanya bergabung dengan DI/TII. Di lingkunganAngkatan Darat juga terjadi
perembesan pemberontakan ini, sehingga Batalyon 426 di Kudus dan Magelang juga
memberontak dan bergabung dengan DI/TII (Desember 1951). Sebagian dari mereka
mengadakan gerilya di Merbabu-Merapi Complex (MMC). Untuk menghadapi mereka,
pemerintah membentuk pasukan khusus yang diberi namaBanteng Raiders. Juni 1954 kekuatan
mereka bisa dipatahkan.
c. Pemberontakan di Aceh
Pengikut DI di Aceh memproklamirkan daerahnya sebagai bagian dari NII pada tanggal 20

September 1953. Pemimpinnya adalah Daud Beureueh, seorang ulama dan pejuang kemerdekaan
yang pernah menjabat gubernur Militer Daerah Aceh tahun 1947. Pada mulanya mereka dapat
menguasai sebagian besar daerah Aceh termasuk kota-kotanya. Setelah pemerintah mengadakan
operasi, mereka menyingkir ke hutan. Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kol. M. Jasin
mengambil prakarsa mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang berhasil
mengembalikan Daud Beureueh ke masyarakat (Desember 1962).
d. Peristiwa 17 Oktober 1952
Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan Angkatan Darat. Kol.
Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan Kol. A.H. Nasution selaku KSAD. Ia
mengajukan surat kepada Mentri Pertahanan dan Presiden dengan tembusan kepada parlemen
berisi soal tersebut dan meminta agar Kol. A.H. Nasution diganti. Manai Sophian selaku anggota
parlemen mengajukan mosi agar pemerintah segera membentuk panitia untuk mempelajari
masalahnya dan mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap usaha campur tangan parlemen
terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD mendesak kepada Presiden untuk membubarkan
Parlemen. Desakan ini jugas dilakukan oleh rakyat dengan mengadakan demonstrasi ke gedung
parlemen dan Istana Merdeka. Presiden menolak tuntutan ini dewngan alasan tidak ingin menjadi
seorang diktator, tetapi akan berusaha segera mempercepat pemilu. Kol. A.H. Nasution akhirnya
mengundurkan diri, diikuti oleh Mayjen T.B. Simatupang. Jabatan ini akhirnya digantikan oleh
Kol. Bambang Sugeng.
e. Peristiwa 27 Juni 1955
Peristiwa ini merupakan lanjutan peristiwa sebelumnya. Karena dianggap bahwa pemerintah
belum mampu menyelesaiakan persolan tersebut. Bambang Sugeng mengundurkan diri dari
jabatannya. Sementara belum terpilih KSAD yang baru, pimpinan KSAD dipegang oleh Wakil
KSAD yaitu Kol. Zulkifli Lubis. Kemudian pemerintah mengangkat Kol. Bambang Utoyo
sebagai KSAD yang baru, tetapi pada saat pelantikannya, 27 Juni 1955, tidak ada satupun
perwira AD yang hadir. Peristiwa ini menyebabkan kabinet Ali-Wongso jatuh. Kemudian pada
masa Kabinet Burhanudin Harahap, bekas KSAD yang lama, yaitu Kol. A.H. Nasution, kembali
diangkat menjadi KSAD (7 November 1955). Peristiwa di Angkatan Perang yang bersifat liberal
juga terjadi pada tanggal 14 Desember 1955. Yaitu ketika Komodor Udara Hubertus Suyono
dilantik menjadi Staf Angkatan Udara di Pangkalan Udara Cililitan (Halim Perdanakusuma),
segerombolan prajurit pasukan kehormatan maju dan menolak pelantikan tersebut. Kemudian
mereka meninggalkan barisdan diikuti oleh pasukan pembawa panji-panji Angkatan Udara,
sehingga upacara batal.
f. Dewan-dewan Daerah
Diawali dengan pembentukan Bewan Banteng oleh Kol (pensiun) Ismail Lengah di Padang (20
November 1956), dengan ketuanya Ahmad Husein, Komandan Resimen IV Tentara Teritorium
(TT) I di Padang. Mereka mengajukan tuntutan kepada pemerintah pusat tentang otonomi
daerah. Larangan KSAD agar tentara tidak berpolitik tidak dihiraukan. Mereka malah
mengambil alaih pemerintahan daerah Sumatra Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyodiharjo (20
Desember 1956).
Tindakan tersebut diikuti oleh daerah-daerah lain seperti pembentukan Dewan Gajah di Sumatra
Utara (Kol. M. Simbolon), Dewan Garuda di Sumatra Selatan (Kol. Barlian), dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara (Letkol. H.N.V. Samual). Peristiwa-peristiwa ini dilatarbelakangi

oleh karena pembangunan yang tidak merata, padahal daerah-daerah tersebut telah memberikan
devisa bagi negara.
Pemerintah berusaha mengatasi masalah tersebut dengan mengadakan perundingan dan janji
pemerataan pembangunan. Namun usaha tersebut tidak berhasil. Akhirnya operasi militerpun
dilancarkan (17 Desember 1957).
g. Usaha Pembunuhan terhadap Kepala Negara
Rasa tidak puas golongan ekstrim kanan memuncak dan dilampiaskan dalam bentuk usaha
pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Perguruan Cikini Jakarta (30 November 1957).
Usaha tersebut gagal, tetapi menimbulkan banyak korban. Para pelaku dapat ditangkap, dan
dijatuhi hukuman mati.
Usaha kedua terjadi pada saat Idhul Adha di halaman Istana Jakarta. Kemudian terjadi lagi.
Pelakunya Letnan Udara II D.A. Maukar dengan mempergunakan pesawat Mig 17. Istana
Merdeka dan Bogor ditembakinya dari udara (9 Maret 1960). Dilakukan Maukar bersama
kelompoknya, Manguni, dengan tujuan agar pemerintah mau berunding dengan PRRI dan
Permesta. Usaha tersebut sia-sia.
h. Pemberontakan PRRI dan Permesta
Akhmad Husein, beserta para tokoh Masyumi dan dewan daerah mengadakan rapat di Sungai
Dareh, Sumatra Barat (9 Januari 1958). Keesokan harinya pada saat rapat akbar di Padang,
Akhmad Husein mengultimatum pemerintah agar Kabinet Juanda dalam waktu 524 jam
menyerahkan mandat kepada Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX agar
membentuk zaken kabinet dan agar Presiden kembali sebagai Presiden Konstitusional.
Ultimatum tersebut ditolak oleh Pemerintah. Akhirnya Husein membentuk Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berikut pembentukan kabinetnya dengan Syafrudin
Prawiranegara sebaga Perdana Mentri (15 Februari 1958). Hal tersebut diikuti oleh Sulawesi
Utara di bawah pimpinan Letkol D.J. Somba yang membentuk Gerakan Piagam Perjuangan
Semerta (Permesta). Pemberontakan ini ditumpas dengaan operasi militer selama beberapa
tahun.
Selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh Pemerintah dalam beberapa bidang.
Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi kemunduran. Kesulitan-kesulitan tersebut
antara lain dalam bidang:
a. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya, sehingga berlombalombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi panglima ini. Lembaga seperti DPR
dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum utama politik, sehingga persoalan ekonomi
kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena umur kabinet
pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952,
pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal, PEMILU diikuti oleh
puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun ikut serta sebagai pemilih.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib. Ada empat
partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI.
Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil seperti
yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan,

sedangkan konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru
untuk menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota PBB ke-60 (27
Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah
Belanda tentang Irian Jaya ( Papua ) tidak memperoleh penyelesaian yang memuaskan, seperti
telah tercantum dalam persetujuan KMB, sehingga secara sepihak Pemerintah Indonesia
membatalkan perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun 1956. Sumbangan positif Indonesia
dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya tentara Indonesia dalam United Nations
Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi
nama Garuda I dan diberangkatkan Januari 1957.
b. Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan mengadakan
sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas
dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari
tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk
menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk mengimbangi
import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang dapat
diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai 32,5%.
Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan tersebut
dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang bertugas
menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
(1959). Tetapi peningkatan belum juga terjadi, karena labilnya politik dan inflasi yang
mengganas. Pemerintah juga cenderung bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga
rupiah merosot.
c. Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa (ormas),
khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi yang kian merosot
menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan karena dapat menguasai
massa. PKI makin berkembang, dalam Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu dari
empat besar dan kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).
d. Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam bidang budaya
ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah membuka banyak
universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas (Thomas Cup)
Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini berhasilmemperoleh piala tersebut
(Juni 1958). Selain itu juga Indonesia berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan
sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah peraturan dari
pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim Tahun
1939, yang menyebutkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut diukur dari

garis rendah pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan wilayah daratannya. Peraturan ini
dinilai sangat merugikan bangsa Indonesia. Karena itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Deklarasi 13 Desember 1957 yang juga disebut sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah
Perairan Indonesia.
Indonesia juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan tentang batas
wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman
Pemerintah tentang Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia
mengadakan perjanjian dengan negara-negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar
kelak tidak terjadi kesalahpahaman.
SUMBER PUSTAKA
1. Dasar Ilmu Politik
2. Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia. Kelas 3 SMA. 1992
PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
A.Pengertian Liberalisme
Kata Liberalisme berasal dari kata libre yang berarti bebas dari perbudakan,
perkosaan, dan penganiyaan.
B. Ciri-ciri Sistem Politik Liberalisme
Sistem politik liberalisme memiliki beberapa ciri, yaitu:
a. Sangat menekankan kebebasan/kemerdekaan individu.
b. Sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak
hidup,hak kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan, dan lain-lain.

Kata Liberalisme berasal dari kata libre yang berarti bebas dari perbudakan,
c. Dalam sistem pemerintahan, terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
d. Menganggap sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk
suatu negara karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi.
e. Infra struktur/struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya
demokrasi dan tumbangnya sistem kediktatoran.
f. Adanya homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada
kebebasan individu.

g. Melahirkan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan


agama. Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat
sedangakan negara adalah urusan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak
boleh turut campur dalam hal agama.
h. Menentang ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga
hak-hak asasi manusia banyak dirampas dan diperkosa.
i. Melahirkan kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini
sedang diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk
menghilangkan jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin.
j. Berusaha dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh
anggota masyarakat atau seluruh warga negara. Mengingat penderitaan dan
kesengsaraan dapat menyebabkan perbuatan-perbuatan yang bertentang
dengan konstitusi negara.
k. Adanya budaya yang tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas,
efektifitas, dan inovasitas warga negaranya.
l. Mengusahakan di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber
sehingga pergantian pemerintahan berjalan secara normal.
m. Menentang sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia.
C. Sistem Politik Demokrasi Liberal
Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 November 1945, yaitu sejak
sistem multi-partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini
lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer
dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, karena
berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD
1945 periode pertama, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Dengan demikian
demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara
material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan.
Dalam periode demokrasi liberal terdapat beberapa hal yang secara pasti dapat
dikatakan telah melekat dan mewarnai prosesnya, yaitu:
1. Penyaluran Tuntutan
Tuntutan terlihat sangat intens (frekuensinya maupun volumenya tinggi) dan
melebihi kapasitas sistem yang hidup, terutama kapasitas atau kemampuan mesin
politik resmi. Melalui sistem multi-partai yang berlebihan, penyaluran input sangat
besar, namun kesiapan kelembagaan belum seimbang untuk
menampungnya. Selektor dan penyaring aneka warna tuntutan itu kurang efektif
berfungsi, karena gatekeeper (elit politik) belum mempunyai konsensus untuk
bekerja sama, atau pola kerjasama belum cukup tersedia.
2. Pemeliharaan dan Kontinuitas Nilai
Keyakinan atas Hak Asasi Manusia yang demikian tingginya, sehingga
menumbuhkan kesempatan dan kebebasan luas dengan segala eksesnya.
Ideologisme atau aliran pemikiran ideologis bertarung dengan aliran pemikiran
pragmatik. Aliran pragmatik diilhami oleh paham sosial-demokrat melalui PSI,
sedangkan yang beraliran ideologik diilhami oleh nasionalisme-radikal melalui PNI.
3. Kapabilitas
Pengolahan potensi ekstraktif dan distributif menurut ekonomi bebas dilakukan oleh

kabinet yang pragmatik, sedang kapabilitas simbolik lebih diutamakan oleh kabinet
ideologik. Keadilan mendapat perhatian kabinet ideologik, sedang kemakmuran oleh
kabinet pragmatik.
4. Integrasi Vertikal
Terjadi hubungan antara elit dengan massa berdasarkan pola integrasi aliran.
Integrasi ini tidak selalu berarti prosesnya dari atas (elit) ke bawah (massa) saja,
melainkan juga dari massa ke kalangan elit berdasarkan pola paternalistik.
5. Integrasi Horisontal
Antara elit politik tidak terjalin integrasi yang dapat dibanggakan. Walaupun
pernah terjalin integrasi kejiwaan antarelit, tetapi akhirnya berproses ke arah
disintegrasi. Di lain pihak, pertentangan antar elit itu bersifat menajam dan
terbuka. Kategori elit Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity
makers) lebih menampak dalam periode demokrasi liberal. Walaupun demikian,
waktu itu terlihat pula munculnya kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana
keselangselingan pergantian kepemimpinan seperti kelompok administrators yang
dapat memegang peranan.
6. Gaya Politik
Bersifat idiologis yang berarti lebih menitikberatkan faktor pembeda. Karena
ideologi cenderung bersifat kaku dan tidak kompromistik atau reformistik.
Adanya kelompok-kelompok yang mengukuhi ideologi secara berlainan, bahkan
bertentangan, berkulminasi pada saat berhadapan dengan penetapan dasar negara
pada sidang Konstituante. Gaya politik yang ideologik dalam Konstituante ini oleh
elitnya masing-masing dibawa ke tengah rakyat, sehingga timbul ketegangan dan
perpecahan dalam masyarakat.
7. Kepemimpinan
Berasal dari angkatan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang lebih cenderung,
belum permisif untuk meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap
aliran, agama, suku, atau kedaerahan.
8. Perimbangan Partisipasi Politik dengan Kelembagaan
a) Massa
Partisipasi massa sangat tinggi, sampai-sampai tumbuh anggapan bahwa seluruh
lapisan rakyat telah berbudaya politik partisipasi.
b) Veteran dan Militer
Adanya pengaruh demokrasi barat yang lebih dominan, maka keterlibatan militer
dalam dunia politik tidak terlalu terlihat, sehingga supremasi sipil yang lebih
menonjol.
9. Pola Pembangunan Aparatur Negara
Berlangsung dengan pola bebas, artinya ditolerir adanya ikatan dengan
kekuatankekuatan politik yang berbeda secara ideologis. Akibatnya, fungsi aparatur
negara yang semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi
cenderung melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial.
10. Tingkat Stabilitas
Terjadi instabilitas politik yang berakibat negatif bagi usaha-usaha pembangunan.
D. Pelaksanaan Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang
melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.

Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan


atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan
pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum
dalam konstitusi. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan
demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat,
dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi
yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang undang Dasar Sementara
tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen
( DPR ).
A. Keadaan Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai
partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer
gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai partai inilah yang
menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam
tahun 1950 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR,
dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti
memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang
menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut.
1. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 21 Maret 1951 ).

Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan


Mohammad Natsir (
Masyumi ) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan cabinet koalisi di
mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan
kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh tokoh terkenal duduk di dalamnya,
seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo,sehingga cabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Program Kabinet ini yang penting di antaranya meliputi:
a. mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante;
b. mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat;
c. menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
d. menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat;
e. memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
f. mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar
bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat;

g. membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha usaha


meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat;
Kegagalan menyelaskan masalah Irian Barat dan pencabutan PP No.39/ 1950
tentara DPRS dan DPRDS yang dianggap menguntungkan Masyumi telah
menimbulkan adanya mosi mosi tidak kembali kekuasaan / mandatnya kepada
Presiden.
2. Kabinet Soekiman ( 27 April 1951 3 April 1952 )
Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik
Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan
berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal
dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh
Soekiman, tetapi kabinet ini tidak berumur panjang akibat ditandatanganinya
persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada
Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan
tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan
dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif, jatuhlah Kabinet
Soekiman. Adapun program kabinet Soekiman sebagai berikut.
a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan tindakan yang tegas sebagai negara
hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b) Sosial ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c) Mempercepat persiapan persiapan pemilihan umum.
d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e) Di bidang hukum, menyiapkan undang undang tentang pengakuan serikat
buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian
pertikaian buruh.
3. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 3 Juni 1953 ).
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (
PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.
Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua
minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari
Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Adapun program dari kabinet ini
terutama ditunjukan pada persiapan pelaksaan pemilihan umum unutuk
konstituante, DPR dan DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamananan.
Sedang program luar negri terutama ditunjukan pada penyelesaian masalah
hubungan Indonesia Belanda dan pengembalian Irian Brat ke Indonesia serta
menjalankan politik luar negri bebas aktif menuju perdamaian dunia. Kabinet
Wilopo berusaha menjalankan program itu dengan sebaik baiknya, tetapi
kesukaran kesukaran yang dihadapi sangat banyak. Di antaranya timbulnya
provinsialisme dan bahkan menuju separatisme yang harus diselesaikan dengan
segera.di beberapa tempat,terutama di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak
puas terhadap pemerintahan pusat. Alasan yang
terutama adalah kekecewaan karena tidak seimbangnya alokasi keuangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Daerah merasa
bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada pusat hasil ekspor lebih besar

dari pada yang dikembalikanke daerah.Mereka juga menuntut diperluasanya hak


otonomi daerah. Timbul pula perkumpulan perkumpulan yang berlandaskan
semangat kedaerahan seperi, paguyuban Daya Sunda di Bndung dan Gerakan
Pemuda federal Republik Indonesia di Makassar. Keadaan ini sudah tentu
membahayakan bagi kehidupan negara kesatuan dan merupakan langkah mundur
dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal
dalam angkatan darat yang terkenal dengan nama peristiwa17 Oktiber. Peristiwa ini
dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan bulan mengenai
masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan
darat.Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras dari
pihak angkatan darat.aksi ini diikuti dengan penangkapan enam orang anggota
parlemen dan pemberangsungan surat kabar dan demokrasi demokrasi
pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah
goyah semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan
nama peristiwa Tanjungan Morawa. Peristiwa ini terjadi akibat pengusiran penduduk
yang mangarap tanah perkebunan yang sudah lama ditinggalkan dengan
kekerasaan oleh aparat kepolisian. Sementara pendudukan sudah terkena hasutan
kader kader komunis sehingga menolak untuk pergi, maka terjadilah bentrokan
senjata dan memakan korban. Peritiwa ini mendarat sorotan tajam dan emosional
dari masyarakat, sehingga meluncurlah mosi tidak percaya dari sidik kertapati,
sarekat tani indonesia ( sakti ) dan akhirnya pada tanggal 2 juni 1952, wilopo
menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.
4. Kabinet Ali II [ 31 Juli 1954-24 Juli 1955 ].

Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk


pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun
kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil
perdana Menteri Mr. Wongsonegoro ( partai Indonesia Raya PIR ).Kabinet ini dikenal
dengan nama kabinet Ali Wongso. Program kabinet adalah:
a. Dalam negri mencangkup soal keamanan,pemilihan umum,kemakmuran dan
keuangan negara,perburuh dan perundang undangan.
b. Pengembalian Irian barat.
c. Politik luar negri bebas aktif.
Gangguan keamanan dalam negri masih ada,namun dalam masa ini dapat
dilaksanakan konferensi Asia Afrika I.. konferensi asia afrika I ini disenggarakan
dibandung pada tanggal 18-24 April 1955.konferensi dihadiri oleh 29 negara
negara Asia Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang.KAA
I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan
kemerdekaan bangsa bangsa Asia Afrika dan juga membawa akibat yang lain,

seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi
dinegaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih
bertahan di Irian Barat. Konferensi Asia Afrika I ini menghasikan beberapa
kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio
Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan
terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa
indonesia.
B. Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih
sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949,
bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah
ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5
Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1
Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah
sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum
memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung
banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di
wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran
pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang
telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai
dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1. Mengurangi jumlah uang yang beredar
2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
1. Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
Kekurangan Demokrasi Liberal :
1. Multipartai, yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan
seluruhnya dengan baik.

2. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada


pertanggungjawabannya.
Kelebihan Demokrasi Liberal :
HAM dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh negara
Sumber : rangkuman dari berbagai sumber.

INDONESIA MASA DEMOKRASI


LIBERAL (1950-1959)
Mar 26
Posted by Pak RM

Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai dengan


konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini
bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan
maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950
sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa itu
(PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya kabinet sering
menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri
demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
3. Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
4. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden
A. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET NATSIR (6 September 1950 21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.


Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
Program

1.

Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

2.

Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.

3.

Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.

4.

Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.

5.

Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Hasil

Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah


Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).

Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai
DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD
terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program

1. Menjamin keamanan dan ketentraman

2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai


dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke
dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil

Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha
keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan
ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan
Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik
luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.

Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas
aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam
blok barat.

Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.

Masalah Irian barat belum juga teratasi.

Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman
harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
biangnya.

Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo


Program :
1. Program dalam negeri
: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan
DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian
Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebasaktif.
Hasil :
Kendala/ Masalah yang dihadapi :

Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.

Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih
setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras.

Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan


bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat
ke daerah yang tidak seimbang.

Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan


TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab
dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan
KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim
ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel
Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.

Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya


parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan
menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan
perang dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar
membubarkan kabinet.

Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di


Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan.
Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar
Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak
mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa
petani terbunuh.

Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian
dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia
terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.


2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil

Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955.

Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi

Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut
dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17
Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan
berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk
Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena
proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak
seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil
KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.

Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.

Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk


menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai
lainnya.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :


Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah
yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 3 Maret 1956)
Dipimpin Oleh

: Burhanuddin Harahap

Program

1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan


Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil

:
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik

yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik
besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni


Indonesia-Belanda.

Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.

Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.

Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH


Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :


Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk
kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah,

Pembatalan KMB,

Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,

Melaksanakan keputusan KAA.

Hasil

Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning
and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.

Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada


gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di
Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan,
Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi
Utara.

Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan


pembangunan di daerahnya.

Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib
modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya.
Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.

Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan
parlementer.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar
pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Program

Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya,
programnya yaitu :

Membentuk Dewan Nasional

Normalisasi keadaan Republik Indonesia

Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

Perjuangan pengembalian Irian Jaya

Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil

Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang
mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan
telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu
kesatuan yang utuh dan bulat.

Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan


menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai
ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.

Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai


daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah,
pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.

Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam


negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi


Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.

Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.

Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden


Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya
bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin
memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet

Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak
baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.
Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa
bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam
KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang
dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. 3.
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang
akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang
oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga
ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.

7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya


pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1.

Mengurangi jumlah uang yang beredar

2.

Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :


1.

Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA


LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan
yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi
adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang
bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah
uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang
direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Indonesia). Programnya :
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan
bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak
dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan
program ini disebabkan karena :
1. Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
2. Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
3. Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
4. Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5. Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
6. Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan
kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga
masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan
bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undangundang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet
Ali I). Tujuan dari program ini adalah

Untuk memajukan pengusaha pribumi.

Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.

Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka


merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.

Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan
non pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha
non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
1. Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab
kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
2. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
3. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaanperusahaan asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam
memperoleh bantuan kredit.

Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.


Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh
Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan
Finek, yang berisi :
Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian
lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil
langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3
Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum
mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka
panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun
1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas
RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT
diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal
tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap).
Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan
rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana
pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
1. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
2. Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
3. Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
4. Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga
meningkatkan defisit Indonesia.
5. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat
mencapai konfrontasi bersenjata.

DEMOKRASI LIBERAL
Menurut bang Wikipedia, demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) itu adalah sistem
politik yang ngelindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.
Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakuin pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada
pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah nggak melanggar kemerdekaan dan hak-hak
individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi liberal pertama kali dikemukain pas Abad Pencerahan sama penggagas teori kontrak
sosial kayakl Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin,
istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Di zaman
sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingin dengan demokrasi langsung
atau demokrasi partisipasi.
Demokrasi liberal dipake tuk ngejelasin sistem politik dan demokrasi barat di Amerika Serikat,
Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipake bisat berupa republik (Amerika Serikat, India,

Perancis) atau juga bisa monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal
dipake sama negara yang nganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer
(sistem Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem
semipresidensial (Perancis).
Dampak Demokrasi Liberal pada Pemerintahan Indonesia
1. Karena kabinet mengalami perubahan yang sering, maka pembangunan tidak berjalan lancar.
Pada akhirnya masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongan.
2. Tidak memunculkan partai yang dominan, sehingga presiden bersikap di antara banyak partai
pula.
3. Dengan banyaknya partai, tidak ada badan yudikatif dan eksekutif yang kuat.
Dampak Demokrasi Liberal pada Masyarakat
1. Memunculkan pemberontakan di berbagai daerah (APRA, RMS, DI/TII).
2. Krisis kepercayaan rakyat pada pemerintahan.
Berbagai Daftar Kabinet yang Ada pada Masa Demokrasi Liberal di Indonesia
1. Kabinet Natsir (September 1950 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (April 1951 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (April 1952 Juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 (Juli 1953 Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 Maret 1956)
Karena kebijakan-kebijakan yang dalam pandangan parlementer tidak menguntungkan Indonesia
dan tidak mampu menangani pemberontakan-pemberontakan yang terjadi dibeberapa daerah,
mengakibatkan kabinet-kabinet jatuh bangun. Akibat situasi dan kondisi pemerintahan dan
negara yang mengalami gejolak pada waktu itu, maka presiden mengeluarkan dekrit mengenai
pembubaran konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak diberlakukannya UUDS
(Undang Undang Dasar Sementara) 1950.

Demokrasi Liberal

November 16, 2008, 6:55 am


Filed under: Uncategorized | Tags: PPKN

SISTEM POLITIK
(DEMOKRASI LIBERAL)
I. Pengertian Sistem Politik
A. Pengertian sistem:
a. Menurut Prajudi, Suatu jaringan daripada prosedur-prosedur yang berhubungan satu
sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakan suatu fungsi yang
utama dari suatu usaha atau urusan.
b. Menurut Musanef, Suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan agar dalam
menjalankan tugas dapat teratur.
Jadi, menurut kedua ahli tersebut kita dapat mengetahui bahawa sistem itu adalah
kesatuan yang utuh dari sesuatu rangkaian, yang kait mengkait satu sama lain, bagian atau
anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.

B. Pengertian politik:
Asal mula kata politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota, adapun politik berarti
ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan,
kewenangan, kelakuan pejabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik
juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan pemerintahan, pengaturan
konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat.
Pendapat G.A. Jacobsen dan W.H. Lipman, dikatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu tentang
negara. Hal itu bertalian dengan:
1. Hubungan-hubungan antara individu dengan individu satu sama lain, yang diatur oleh
negara dengan undang-undang.
2. Hubungan antara individu individu atau kelompok orang-orang dengan negara.
3. Hubungan antara negara dengan negara.
Sedangkan George Simpsons menyebutkan, Ilmu politik bertalian dengan bentuk-bentuk
kekuasaan, cara memperoleh kekuasaan, studi tentang lembaga-lembaga kekuasaan dan
perbandingan sistim kekuasaan yang berbeda.

C. Pengertian Sistem politik:


a. Robert Dahl menyatakan bahwa sistem poltik merupakan mencakup dua hal yaitu pola
yang tetap dari hubungan antar manusia. Kemudian melibatkan sesuatu yang luas
tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan.
b. Almond mengatakan bahwa sistem poltik pada hakekatnya melaksanakan fungsi-fungsi
mempertahankan kesatuan masyarakat, menyesuaikan dan merubah unsur pertautan
hubungan, agama dan sistim ekonomi, melindungi kesatuan sistem politik dan
ancaman-ancaman dari luar atau mengembangkannya terhadap masyarakat lain.
c. Miriam Budiardjo nenyatakan bahwa sistem politik merupakan studi tentang gejalagejala politik dalam konteks tingkah laku di dalam masyarakat.
Jadi sistem politik merupakan salah satu dari bermacam-macam sistem yang terdapat
dalam suatu masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial ataupun sistem teknik dan
lainnya.

II. Sistem Politik Demokrasi


A. Pengertian Demokrasi
Terdapat berbagai macam istilah demokrasi yang sudah kita kenal, seperti demokrasi
liberal, demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
pancasila, demokrasi rakyat, dan sebagainya. Semuanya mengandung istilah demokrasi, yang
menurut katanya berasal dari bahasa Yunani yaitu, demos berarti rakyat dan kratos/kratein
berarti kekuasaan/berkuasa.
B. Ciri-ciri Sistem Politik Demokrasi
Sistem politik demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Selalu ada pembagian kekuasaan, dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
berada pada badan yang berbeda. Apabila ketiga kekuasaan itu berada pada suatu
badan atau orang, kemudian kekuasaan di dalam badan itu disentralisasikan tanpa
didistribusikan kembali maka pelaksanaan kekuasaan akan mengarah atau menjadi
sistem kediktatoran.
b. Selalu dipertahankan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang fundamental,
yaitu:
a) Hak hidup
b) Hak mengejar kebahagiaan
c) Hak kemerdekaan, yang meliputi:
(a) Kemerdekaan berbicara
(b) Kemerdekaan berfikir
(c) Kemerdekaan untuk bebas dari kelaparan
(d) Kemerdekaan dari rasa takut
(e) Kemerdekaan untuk beragama
c. Selalu terdapat organisasi politik sebagai penyalur aspirasi rakyat dan biasanya lebih
dari satu organisasi politik. Apabila hanya ada satu oraganisasi politik di dalam
negara yang bersangkutan, rakyat tidak punya pilihan untuk menyampaikan aspirasi.
Karena hal itu, rakyat tidak mendapat kebebasan berfikir, berbicara, dan berbuat.
Adanya organisasi politik yang lebih dari satu, mendorong rakyat untuk menjadi lebih
kreatif, berprestasi, dan produktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sehingga negara akan didorong lebih maju untuk kepentingan semua.
d. Terdapat pemilu yang berasaskan Luber (Langsung, Bebas, Rahasia). Dengan asas ini
diharapkan akan terpilih calon-calon pemimpin yang terbaik dalam pendidikan,
pengalaman, disiplin, loyal, dan sebagainya. Selain itu, asas ini diharapkan juga dapat
mencegah tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh partai pemerintah atau yang
sering disebut korupsi.
e. Adanya open/democratic management terbuka (ikut serta rakyat dalam pemerintahan
melalui pemilu yang bebas), adanya social responsibility (pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyat sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam undangundang), adanya social control (pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya
pemerintahan baik melalui supra struktur atau infra struktur), dan adanya social
support (dukungan rakyat terhadap pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap
terselenggaranya kesejahteraan rakyat secara nasional).
f. Adanya rule of law (pemerintahan berdasarkan hukum), dengan menjalankan asas
supremacy of law (hukum yang tertinggi), equality before the law (persamaan di

muka hukum), dan protection of human right (perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia).
g. Adanya pers yang bebas untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat, baik
kepentingan politik, sosial, ekonomi, budaya, maupun kepentingan yang bertalian
dengan hak-hak asasi manusia.
h. Adanya social control (kontrol masyarakat) yang dilakukan oleh supra struktur maupun
infra struktur terhadap pemerintah/partai yang memerintah untuk selalu menaati UUD
dan UU sehingga pemerintah itu tetap korektif, kreatif, produktif, dan inovatif serta
memihak keadilan bagi seluruh rakyat.

III. Sistem Politik Liberalisme


A. Pengertian Liberalisme
Kata Liberalisme berasal dari kata libre yang berarti bebas dari perbudakan, perkosaan,
dan penganiyaan.

B. Ciri-ciri Sistem Politik Liberalisme


Sistem politik liberalisme memiliki beberapa ciri, yaitu:
a. Sangat menekankan kebebasan/kemerdekaan individu.
b. Sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak
kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan, dan lain-lain.
c. Dalam sistem pemerintahan, terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
d. Menganggap sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu
negara karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi.
e. Infra struktur/struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi
dan tumbangnya sistem kediktatoran.
f. Adanya homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan
individu.
g. Melahirkan sekularisme, yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan agama.
Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangakan negara
adalah urusan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur
dalam hal agama.
h. Menentang ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak
asasi manusia banyak dirampas dan diperkosa.
i. Melahirkan kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini
sedang diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk menghilangkan
jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin.
j. Berusaha dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota
masyarakat atau seluruh warga negara. Mengingat penderitaan dan kesengsaraan
dapat menyebabkan perbuatan-perbuatan yang bertentang dengan konstitusi negara.
k. Adanya budaya yang tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas,
efektifitas, dan inovasitas warga negaranya.
l. Mengusahakan di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga
pergantian pemerintahan berjalan secara normal.
m. Menentang sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia.

IV. Sistem Politik Demokrasi Liberal


Di Indonesia demokrasi liberal berlangusng sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem
multi-partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan

sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode
pertama.
Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, karena berlangsung dalam
sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS,
dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli
1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan.
Dalam periode demokrasi liberal terdapat beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan
telah melekat dan mewarnai prosesnya, yaitu:
a. Penyaluran Tuntutan
Tuntutan terlihat sangat intens (frekuensinya maupun volumenya tinggi) dan melebihi
kapasitas sistem yang hidup, terutama kapasitas atau kemampuan mesin politik resmi.
Melalui sistem multi-partai yang berlebihan, penyaluran input sangat beasr, namun
kesiapan kelembagaan belum seimbang untuk menampungnya. Timbullah krisis akibat
meningkatnya partisipasi dalam wujud labilitas pemerintahan/politik.
Selektor dan penyaring aneka warna tuntutan itu kurang efektif berfungsi, karena
gatekeeper (elit politik) belum mempunyai konsensus untuk bekerja sama, atau pola
kerjasama belum cukup tersedia.
a. Pemeliharaan dan Kontinuitas Nilai
Keyakinan atas Hak Asasi Manusia yang demikian tingginya, sehingga menumbuhkan
kesempatan dan kebebasan luas dengan segala eksesnya. Ideologisme atau aliran
pemikiran ideologis bertarung dengan aliran pemikiran pragmatik. Aliran pragmatik
diilhami oleh paham sosial-demokrat melalui PSI, sedangkan yang beraliran ideologik
diilhami oleh nasionalisme-radikal melalui PNI.
a. Kapabilitas
Pengolahan potensi ekstraktif dan distributif menurut ekonomi bebas dilakukan oleh
kabinet yang pragmatik, sedang kapabilitas simbolik lebih diutamakan oleh kabinet
ideologik. Keadilan mendapat perhatian kabinet ideologik, sedang kemakmuran oleh
kabinet pragmatik.
a. Integrasi Vertikal
Terjadi hubungan antara elit dengan massa berdasarkan pola integrasi aliran. Integrasi ini
tidak selalu berarti prosesnya dari atas (elit) ke bawah (massa) saja, melainkan juga dari
massa ke kalangan elit berdasarkan pola paternalistik.
a. Integrasi Horisontal
Antara elit politik tidak terjalin integrasi yang dapat dibanggakan. Walaupun pernah
terjalin integrasi kejiwaan antarelit, tetapi akhirnya berproses ke arah disintegrasi. Di lain
pihak, pertentangan antar elit itu bersifat menajam dan terbuka.

Kategori elit Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity makers) lebih
menampak dalam periode demokrasi liberal. Walaupun demikian, waktu itu terlihat pula
munculnya kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselang-selingan pergantian
kepemimpinan seperti kelompok administrators yang dapat memegang peranan.
a. Gaya Politik
Bersifat idiologis yang berarti lebih menitikberatkan faktor pembeda. Karena ideologi
cenderung bersifat kaku dan tidak kompromistik atau reformistik.
Adanya kelompok-kelompok yang mengukuhi ideologi secara berlainan, bahkan
bertentangan, berkulminasi pada saat berhadapan dengan penetapan dasar negara pada
sidang Konstituante.
Gaya politik yang ideologik dalam Konstituante ini oleh elitnya masing-masing dibawa
ke tengah rakyat, sehingga timbul ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.
a. Kepemimpinan
Berasal dari angkatan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang lebih cenderung, belum
permisif untuk meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap aliran, agama,
suku, atau kedaerahan.
a. Perimbangan Partisipasi Politik dengan Kelembagaan
a) Massa
Partisipasi massa sangat tinggi, sampai-sampai tumbuh anggapan bahwa seluruh
lapisan rakyat telah berbudaya politik partisipasi.
b) Veteran dan Militer
Adanya pengaruh demokrasi barat yang lebih dominan, maka keterlibatan militer
dalam dunia politik tidak terlalu terlihat, sehingga supremasi sipil yang lebih
menonjol.
a. Pola Pembangunan Aparatur Negara
Berlangsung dengan pola bebas, artinya ditolerir adanya ikatan dengan kekuatankekuatan politik yang berbeda secara ideologis. Akibatnya, fungsi aparatur negara yang
semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung
melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial.
a. Tingkat Stabilitas
Terjadi instabilitas politik yang berakibat negatif bagi usaha-usaha pembangunan.
Sistem Pemerintahan di Indonesia :
1. Presidensial (19451950)
PM : Sutan Syahir

Presiden : Simbol Kepala Negara


1. Parlementer (1950-1959)
PM : Bertanggungjawab pada parlemen
Presiden : Kepala Negara
1. Terpimpin (1959-1970)
Presiden : Seumur Hidup
1. Pancasila
Kekurangan Demokrasi Liberal :
1. Multipartai, yang mengakibatkan aspirasi yang belum tersalurkan seluruhnya dengan
baik.
2. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang terlalu bebas, sehingga tidak ada
pertanggungjawabannya.
Kelebihan Demokrasi Liberal :
1. HAM dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh negara

Juni 9, 2013
CONTOH DEMOKRASI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA
Contoh Demokrasi dan Pelaksanaanya di Indonesia

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas dasar negara untuk dijalankan
oleh pemerintah negara tersebut. atau dengan kata lain, Demokrasi dapat dikatakan sebagai
kekuasaan atau pemerintah rakyat, yaitu kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakya, dan
untuk rakyat.
Macam-macam Demokrasi :
1. Demokrasi sederhana (terdapat di desa)
2. Demokrasi Barat (Kontinen dan Amerika, terdapat di barat)

3. Demokrasi Kapitalis
4. Demokrasi Timur
5. Demokrasi Tengah ( Dianut saat Jerman pada masa Hitler)
6. Demokrasi Parlementer
7. Demokrasi sistem Pemisahan
8. Demokrasi Sistem referendum
Model Demokrasi :
1. Model Demokrasi berwawasan radikal (radical democracy) adalah demokrasi yang di tandai
dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak setiap warga negara dilindungi dengan prinsip
persamaan di depan hukum.
2. Model Demokrasi berwawsan Liberal Merupakan demokrasi yang lebih menekankan pada
pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
3. Model Demokrasi Klasik Athena.
4. Model Demokrasi Republikanisme Protektif dan republika-nisme perkembangan.
5. Model Demokrasi Protektif dan Demokrasi Fundamental.
6. Model Demokrasi Langsung, yang menempatkan tiap individu memilih dan merealisasikan
keinginan sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
7. Model Demokrasi Kompetisi Elit, yang berisi metode pemilihan elite politik yang mampu
mengambil keputusan yang diperlukan.
8. Model Pluralisme, yaitu mementingkan kebebasan politik bagi minoritas.
9. Model Demokrasi Legal, yang mementingkan prinsip mayoritas yang mampu berfungsi
dengan pantas dan bijak.
10. Model Demokrasi Partisipatif .
11. Model emokrasi Deliberatif.
12. Model Otonomi demokrasi dan demo-krasi kosmopoliyan, yaitu demokrasi yang
mementingkan kesetaraan dalam sebuah komunitas nasib yang saling melengkapi.

13. Model Demokrasi Terpimpin


14. Model Demokrasi Pancasila.
Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi:
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 1950 )
Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan
oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan
hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA
dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP.
Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah
mengeluarkan :
* Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga
legislatif.
* Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
* Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn
presidensil menjadi parlementer.
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa demokrasi Liberal 1950 1959
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai
Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen,
akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
* Dominannya partai politik
* Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
* Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
* Bubarkan konstituante
* Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
* Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa demokrasi Terpimpin 1959 1966
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang
progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
3. Jaminan HAM lemah
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya peranan pers
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 1998
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde
Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal
Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II,

III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
2. Rekrutmen politik yang tertutup
3. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4. Pengakuan HAM yang terbatas
5. Tumbuhnya KKN yang merajalela.
Sebab jatuhnya Orde Baru:
1. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2. Terjadinya krisis politik
3. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
4. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden
5. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke
Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun
1999 dan tahun 2004
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok
penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori
oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya
demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan
kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan
dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1) komposisi elite polit
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite
dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan
demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan langkah yang harus dilakukan dalam
transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang
besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkutperumusan kembali
falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment),yang menyangkut
pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yanglebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas
kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang
dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya
multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 ayat 1 yang

menyatakan partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga
negara Indonesia yang telah
berusia 21 tahun dengan akta notaris.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga
negara untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga
dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung
jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti
dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk
melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya
sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan
laporan kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2
periode masa kepemimpinan.

Referensi :
[1] Pelaksanaan demokrasi di indonesia. http://www.edupkn.smansarbg.com/ pelakdemo.html

[2] Mengawal demokrasi. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id


wacana/kliping_wawasan/klip_wsn_2006/wawasan_179.htm
.pdf

[3] Pelaksanaan demokrasi di indonesia dalam berbagai kurun waktu. http://www.edukasi.net/mol/mo_full.php?

Solusi Kebuntuan Demokrasi Liberal


Saat membahas tema-tema demokrasi, saya sering mendapat kritik. Kalau memang demokrasi
bathil, lalu apa solusinya? Jangan ngomong saja dong! Ayo mana solusinya? Paling-paling hanya
bisa mengkritik, hanya bisa nyalah-nyalahin orang, tapi miskin solusi. Lebih baik kita bekerja
kongkret daripada nyalah-nyalahin kerja orang lain, begitulah kira-kira nadanya. Meskipun
redaksinya tentu tidak seperti itu.
Sebenarnya gemas juga mendengar istilah SOLUSI ini. Bukan apa, seolah kalau kita mengkritisi
demokrasi kita tidak memiliki suatu konsep alternatif yang lebih baik. Alhamdulillah, konsep itu
ada. Bahkan bagi saya sendiri, ia telah tersusun dalam buku. Hanya saja, karena penerbit
bukunya pro demokrasi, naskah itu tidak bisa diterbitkan. Ya, konsep solusi itu ada, bukan hanya
omong doang. Lagi pula dalam tulisan-tulisan yang sudah saya publish disini, sebagian sudah
saya kemukakan corak solusi itu.
Disini kita ingin lebih terus terang dalam menyampaikan jalan yang diyakini, serta membuat
tema khusus tentang SOLUSI, biar nanti tidak ada lagi pertanyaan, Mana solusinya, Mbah?

DEMOKRASI LIBERAL
Mula-mula harus dipahami bahwa demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini adalah
DEMOKRASI LIBERAL, bahkan mungkin ultra liberal. Di negara-negara Amerika dan Eropa,
yang katanya dianggap Mbah-nya demokrasi, situasinya tidak seliberal kondisi demokrasi di
Indonesia saat ini.
Indikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut:
[1] Pemilu multi partai yang diikuti oleh sangat banyak partai. Paling sedikit sejak reformasi,
Pemilu diikuti oleh 24 partai (Pemilu 2004), paling banyak 48 Partai (Pemilu 1999). Pemilu
bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai
diijinkan ikut Pemilu, bisa muncul ratusan sampai ribuan partai.
[2] Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), juga memilih anggota DPD (senat).
Selain anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan kerjanya, hal itu juga mencontoh sistem di
Amerika yang mengenal kedudukan para anggota senat (senator).

[3] Pemilihan Presiden secara langsung sejak 2004. Bukan hanya sosok presiden, tetapi juga
wakil presidennya. Untuk Pilpres ini, mekanisme nyaris serupa dengan pemilu partai, hanya
obyek yang dipilih berupa pasangan calon. Kadang, kalau dalam sekali Pilpres tidak diperoleh
pemenang mutlak, dilakukan pemilu putaran kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang
kuat.
[4] Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung (Pilkada), yaitu pilkada gubernur,
walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya persis seperti pemilu Partai atau pemilu Presiden. Hanya
sosok yang dipilih dan level jabatannya berbeda. Disana ada penjaringan calon, kampanye,
proses pemilihan, dsb.
[5] Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yaitu KPU sebagai panitia, dan Panwaslu
sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim pengamat independen yang dibentuk secara
swadaya. Disini dibutuhkan birokrasi tersendiri untuk menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada
dasarnya birokrasi itu masih bergantung kepada Pemerintah juga.
[6] Adanya lembaga surve, lembaga pooling, lembaga riset, dll. yang aktif melakukan riset
seputar perilaku pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu. Termasuk adanya media-media yang
aktif melakukan pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun paca
pelaksanaan.
[7] Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal (duit). Banyak sekali biaya yang
dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu. Konsekuensinya, pihak-pihak yang berkantong tebal,
mereka lebih berpeluang memenangkan Pemilu, daripada orang-orang idealis, tetapi miskin
harta.Akhirnya, hitam-putihnya politik tergantung kepada tebal-tipisnya kantong para politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi lainnya telah terlembagakan secara kuat dengan payung UU
Politik yang direvisi setiap 5 tahunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem demikian telah
menjadi realitas politik legal dan memiliki posisi sangat kuat dalam kehidupan politik nasional.

SISTEM BERBAHAYA
Harus diingat, sistem demokrasi liberal itu sangat berbahaya. Ia bisa menghancurkan bangsa
Indonesia secara cepat. Lihatlah kebobrokan bangsa ini selama 10 tahun terakhir, sejak
Reformasi!!! Kalau kebobrokan ini terus berjalan, dalam masa 15 tahun atau 20 tahun ke depan,
saya yakin negara ini akan bubar atau terpecah-belah.
Namanya juga demokrasi liberal. Ia tidak punya komitmen terhadap KEPENTINGAN
INTERNAL. Komitmen dia hanyalah pada pasar alias market. Negara manapun yang diserahkan
ke market, lama-lama akan bubar. Eropa saja sangat protektif dengan EURO-nya. Sementara di
Indonesia, proteksi dilarang karena dianggap tidak demokratis. Aneh bin ajaib!

KEMAUAN MENCARI SOLUSI

Sebenarnya, tidak ada suatu masalah dalam kehidupan ini yang tidak terpecahkan. Segala sesuatu
ada solusinya. Seperti yang dikatakan oleh Nabi Saw, Tidaklah Allah menurunkan penyakit,
melainkan Dia juga menurunkan obatnya. (HR. Bukhari). Dapat dikiaskan, bahwa segala
masalah yang kita hadapi ada solusinya. Hanya saja, maukah kita mencari solusi itu? Atau, kalau
sudah ada solusinya, maukah kita mengamalkannya?
Dalam soal demokrasi liberal, sebenarnya bukan tidak ada solusi, hanya kita malas untuk
menggalinya. Kalaupun sudah menemukan solusi, tidak ada kemauan untuk menjalankannya.
Jadi, jangan salahkan solusi, tetapi salahkan diri sendiri yang mau dikurung oleh pemikiranpemikiran sempit.
Kalau mau jujur, siapa sangka kita akan mendapati demokrasi liberal seperti saat ini, padahal
dulu selama puluhan tahun dalam kungkungan regim otoriter Soeharto? Tetapi karena ada
kemauan kuat, dan ada kesediaan berkorban, akhirnya sistem itu kan berubah juga. Iya kan?
Disini saya akan sebutkan beberapa model SOLUSI yang bisa ditempuh Ummat Islam untuk
memecahkan kebuntuan politik liberal selama ini. Saya mulai dari solusi yang lebih praktis dan
tingkat kesulitannya lebih rendah.

(1) PARTAI SYARIAT ISLAM


Di Indonesia saat ini nyaris tidak ada satu pun partai yang komitmen menegakkan Syariat Islam.
PKS semakin lama semakin inklusif dan ketakutan sendiri mendengar istilah Syariat Islam.
Padahal komunitas ini pada mulanya dibangun dengan materi-materi tarbiyah yang isinya sering
mengolok-olok hukum thaghut. Kalau saat ini mereka berani berbicara lantang tentang hukum
thaghut di depan publik, saya akan mengacungkan 4 ibu jari sekaligus (2 ibu jari tangan, 2 ibu
jari kaki).
Setali tiga uang, PBB juga begitu. Sejak 1999, PBB eksis di Parlemen, tetapi tidak ada hasil
pembelaan yang nyata dari mereka berkenaan dengan Syariat Islam. Apalagi setelah mereka
terjungkal pasca Pemilu 2004. Syariat Islam di mata PBB hanya slogan saja, untuk menarik suara
dari pasar simpatisan Syariat Islam. PBB dengan Yusril Ihza dkk. lebih berkepentingan kepada
birokrasi, daripada pembelaan Syariat Islam.
Seharusnya, Ummat Islam membuat partai alternatif yang komitmen menegakkan Syariat Islam.
Misinya jelas, membangun negara dengan dasar nilai-nilai Islami. Selama belum dilarang, ya
terang-terangan saja mengklaim sebagai pendukung Syariat Islam. Kalau misal ada aturan
larangan tegas, ya kita memperjuangkan nilai-nilai Syariat Islam secara substansial. Kalau secara
eksplesit dilarang, kita berjuang secara implisit. Zhahirnya partai umum, tapi concern-nya
membela nilai-nilai Islam.
Tidak seperti selama ini. Banyak yang mengklaim partai Islam, tetapi bersikap oportunis
pragmatis. Nilai-nilai Islam bisa dianulir, jika merugikan kepentingan partainya. Ya, begitulah!

(2) OPTIMALISASI KERJA POLITIK EKSTRA PARLEMEN


Kalau peranan kita melalui mekanisme demokrasi terhambat, sehingga tidak bisa survive sama
sekali, sebenarnya masih ada langkah lain yang efektif, yaitu: Politik ekstra Parlemen. Peluang
ini bagus dikembangkan, sebab di Indonesia kebijakan-kebijakan publik tidak sepenuhnya
mengikuti sistem demokrasi. Masih banyak kebijakan-kebijakan yang ditelorkan lewat posisi
birokrasi atau person pejabat. Kalau peluang ini bisa dimaksimalkan, hasilnya bisa melebihi
kerja lewat institusi Parlemen.
Contoh kerja politik ekstra Parlemen: Menulis surat nasehat kepada pejabat, terserah dia akan
membacanya atau tidak; Menasehati perjabat melalui silaturahim atau pendekatan personal;
Membuat media massa yang menegakkan amar makruf nahi munkar, termasuk kepada para
umara; Melakukan lobi-lobi politik melalui tim silaturahim ke anggota dewan, partai politik,
instansi negara, lembaga-lembaga, dll.; Membuat surat terbuka, petisi, memorandum, dan
lainnya yang isinya memberi peringatan kepada pihak-pihak berwenang; Melakukan advokasi
terhadap kepentingan-kepentingan Ummat yang dirugikan atau terancam; Mengeluarkan fatwa
publik yang sifatnya mendukung amar makruf nahi munkar (melalui badan seperti MUI);
Mengangkat kebenaran melalui khutbah Jumah, Shalat Id, tabligh akbar, rapat Ummat, dan
sebagainya; dan banyak cara yang bisa dilakukan. Bahkan sejujurnya, selama ini Ummat Islam
telah menjalankan sebagian atau semua dari upaya-upaya ini.
Hanya kelemahannya, cara demikian tidak bisa menjangkau wewenang penetapan UU,
pengawasan terhadap anggaran, dan meminta pertanggung-jawaban pejabat publik. Ya, itu sih
tugas Parlemen.

(3) KEMBALI KE SISTEM LAMA


Saya menyarankan, sebaiknya kita kembali ke sistem Pemilu lama, dengan perbaikan-perbaikan
tertentu. Pemilu cukup 5 tahun sekali, untuk memilih anggota DPR/DPRD. Adapun untuk
memilih Presiden, Wapres, Gubernur, Walikota, Bupati, serahkan saja kepada DPR dan DPRD
itu. Sudahlah, tidak perlu terlalu banyak Pemilu, cukup sekali dalam 5 tahun. Kalau bisa jumlah
partai dibatasi, maksimal 10 partai. Jangan lebih dari 10 partai. Pihak-pihak yang memiliki
kesamaan ideologi politik, sudah satu kan saja dalam satu kamar. Kemudian pihak
penyelenggara Pemilu ini serahkan saja ke Departemen Dalam Negeri. Untuk menjamin
kejujuran, Panwaslu perlu dipertahankan, yang anggotanya dipilih dari wakil-wakil partai politik.
Perbaikan yang bisa diterima: Tidak apa-apa jabatan Presiden 2 kali, nama-nama caleg boleh
disebutkan dalam kartu suara, sistem mencontreng juga boleh (meskipun tidak significant
dibandingkan mencoblos).
Secara struktural, setengah dari anggota DPR bisa menjadi anggota MPR, lalu MPR bertugas
salah satunya menyusun dan mengesahkan GBHN. GBHN ini penting untuk mengkoridori
proses pembangunan. Jangan seperti selama ini, segalanya berjalan liar, tanpa koridor yang jelas.

(4) MODIFIKASI SISTEM DEMOKRASI


Kalau demokrasi dianggap sebagai pilihan paling riil. Katakanlah begitu, ia sebenarnya bisa
dibuat sangat simple, mudah, praktis, teratur, hemat, dan menghasilkan hasil yang baik. Caranya,
pemilihan partai atau tokoh politik, jangan hanya beberapa menit di TPS. Tetapi bisa selama
seminggu di rumah. Sehingga masyarakat berkesempatan menimbang-nimbang calon yang mau
dipilihnya. Sebelum pembagian kartu suara, daftar caleg bisa diumumkan di dinding-dinding
sekitar rumah warga, atau dipusatkan di setiap RT. Setelah warga memilih calon masing-masing,
kartu suara dikumpulkan. Kartu yang sah dihitung, yang tidak sah dianulir.
Istilah RAHASIA itu harusnya dibuang. Tidak perlu lagi dipertahankan. Apa artinya rahasiarahasiaan bagi kemajuan masyarakat dan bangsa? Apa ada artinya? Tidak ada sama sekali.
Biarkan saja, bagi mereka yang memperlihatkan pilihannya, tidak masalah. Bagi yang
menyembunyikan juga tidak masalah. Istilah RAHASIA seharusnya diganti RASIONAL. Jadi,
bukan soal rahasia atau tidak rahasia, tetapi yang penting bisa memilih secara rasional,
berdasarkan maslahat dan madharatnya obyek yang dipilih.
Toh, kalau mau jujur, dengan seseorang menjadi pengurus partai, kader partai, tim sukses, dan
pendukung fanatik partai, dia TIDAK ADA YANG RAHASIA lagi. Iya kan? Contoh, dijamin
100 % Jusuf Kalla dalam Pemilu nanti akan memilih Golkar. Itu pasti kan? Lalu apa lagi yang
rahasia darim pilihannya?

(5) SISTEM PERMUSYAWARAKATAN


Idealnya, sistem yang ditempuh negara ini PERMUSYAWARATAN. Artinya, aspirasi politik
berbasis musyawarah. Musyawarah dibentuk dari level RT, RW, Kelurahan, Camat, sampai ke
tingkat Gubernur, bahkan Presiden. Setiap aspirasi masyarakat dikelompokkan dalam tema-tema
tertentu, misalnya keluhan, permintaan, usulan, pengaduan, dsb.
Cara seperti ini bias dilakukan, dari bawah aspirasi dialirkan ke atas untuk mendapat tanggapantanggapan. Masyarakat bisa menilai apakah aspirasinya sampai atau tidak. Dengan cara seperti
ini, maka hanya aspirasi yang baik-baik saja yang akan dipenuhi. Sedangkan aspirasi yang
buruk-buruk akan terselesaikan secara sistematik.
Cara demikian logis dan riil. Toh, selama ini hierarki RT, RW, Kelurahan, dan seterusnya sampai
Pusat, itu sudah ada. Dalam organisasi-organisasi juga ada, mulai dari kepengurusan tingkat
rendah sampai Pusat. Begitu pula partai-partai politik juga ada jenjang hierarki seperti itu.
Artinya, semua ini sudah biasa dilakukan.
Kalau cara demikian ditempuh, tidak perlu lagi ada parpol, Pemilu, dan sebagainya. Semua bisa
ditempuh dengan mekanisme musyawarah untuk mufakat. Sudah hemat, dinamis, tetapi hasilnya
efektif. Dan itu demokratis juga, sebab menampung aspirasi masyarakat sejak lapisan paling
bawah.

(6) Melihat Sistem Kerajaan


Kalau berani, sekalian saja kita mencoba membuka wacana tentang sistem kerajaan (monarkhi).
Sistem ini bukan kuno, lho. Sampai saat ini masih banyak negara yang eksis dengan sistem
kerajaan, termasuk negara-negara modern. Inggris, Belanda, Belgia, Spanyol, Denmark,
Finlandia, Monaco, dll. Menerapkan sistem kerajaan. Arab Saudi, Kuwait, Qatar, UEA,
Yordania, Maroko, dll. juga menerapkan sistem kerajaan. Bahkan di ASEAN, ada Brunei,
Malaysia, Thailand, Kambodja, juga menerapkan sistem kerajaan.
Kalau melihat Dunia Islam, negara-negara bersistem kerajaan, rata-rata kesejahteraan
pendudukanya baik, negaranya stabil, rakyatnya terdidik. Dan satu lagi, jarang dari mereka
dikenal sebagai negara koruptor. Rata-rata kasus korupsi itu terjadi di negara-negara Republik.
Ferdinand Marcos, Pinochet, Pol Pot, Kim Il Sung, Soeharto, dan paara koruptor lainnya, ratarata muncul di negara Republik.
Andai kita menolak sistem kerajaan, pada dasarnya kekuasaan itu kalau tidak mengumpul di
tangan bangsawan, ia akan mengumpul di tangan elit-elit politik. Yang namanya demokrasi
sejati tidak pernah ada. Tetap saja yang akhirnya berkuasa adalah elit-elit politik tertentu.
Tidak mungkin rakyat akan berkuasa secara bersama-sama, seluruhnya.
Dengan demikian, Anda harus mewaspadai munculnya bangsawan-bangsawan politik yang
biasanya lebih korup daripada bangsawan kerajaan.
(7) SISTEM KHILAFAH
Sistem paling ideal di muka bumi adalah KHILAFAH. Inilah sistem terbaik yang
diwariskan sejarah Islam sampai ke tangan kita saat ini. Hanya saja, dalam konteks
kondisi di Indonesia saat ini, tampaknya masih sangat lama hal itu bisa terwujud.
Kondisi masyarakat kita masih terlalu jauh untuk diajak menegakkan amanah
kepemimpinan Islam. Bukannya putus-asa, tetapi kita realistik juga. Paling yang
relevan dilakukan adalah terus menyerukan dakwah, pembinaan, dan penyebaran
informasi-informasi yang lurus.
Demikian tentang berbagai SOLUSI yang bisa ditempuh untuk memecah kebuntuan
sistem demokrasi liberal. Tinggal sekarang, Kita mau menempuhnya atau tidak?
Seperti kata pepatah, where is the will, there is the way (dimana ada kemauan
disana ada jalan).
Tapi nanti jangan pula mengatakan, Semua solusi ini tidak relevan. Sulit
diwujudkan! Sebenarnya, bukan tidak relevan. Hanya Anda saja yang malas
berpikir! Diberi akal sehat, kok tidak digunakan? Sayang sekali. Kalau solusi-solusi di
atas tidak relevan, lalu dimana relevansi sistem demokrasi liberal yang penuh
konflik, kebusukan, kemunafikan, buang-buang energi, terbukti tidak banyak
manfaat, dan semakin menenggelamkan dakwah Islam itu?

Apakah untuk perbaikan disebut tidak relevan, sementara untuk kebobrokan ada
segunung alasan untuk membenarkananya? Sangat ironis dong!
Wallahu alam bisshawaab.
Bandung, 27 Maret 2009.
AM. Waskito.

DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA


A. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET NATSIR (6 September 1950 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
Program

1.

Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

2.

Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.

3.

Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.

4.

Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.

5.

Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Hasil

:Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama

kalinya mengenai masalah Irian Barat.


Kendala/ Masalah yang dihadapi
-

Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami

jalan buntu (kegagalan).

Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir

di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan


Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah
No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program

1. Menjamin keamanan dan ketentraman


2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat
ke dalam wilayah RI secepatnya.
Hasil

:Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir

hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti
awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya
diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia


Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada
Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam
MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.

Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara


Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.

Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi
pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang
mewah.

Masalah Irian barat belum juga teratasi.

Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang


tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952 3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
Program :
1. Program dalam negeri

: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante,

DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan


rakyat, dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif.
Hasil : Kendala/ Masalah yang dihadapi :

Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga


barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus
meningkat.

Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimport beras.

Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam


keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat
alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.

Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk


menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan

kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern


dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H
Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan
yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan
perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut
dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution
menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran
tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan
reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan
Sukarno agar membubarkan kabinet.

Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah


perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB
pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan
memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah
ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani
di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret
1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia
yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak

mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata
dan beberapa petani terbunuh.
Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat
kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.


2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil

:
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.

Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi

Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat


terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya


kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI AD yang merupakan
kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai
Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh
kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang
Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku
di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27
Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka
berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima
dengan KSAD baru.

Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi


yang menunjukkan gejala membahayakan.

Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU


memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli
1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :


Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 3 Maret 1956)
Dipimpin Oleh

: Burhanuddin Harahap

Program

1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan


Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil

:
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos
seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara
terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan


pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang


dilakukan oleh polisi militer.

Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.

Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel


AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :


Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.


Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada
parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggotaanggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,

Pembatalan KMB,

Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan


politik luar negeri bebas aktif,

Hasil

Melaksanakan keputusan KAA.


:Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai

titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan
seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi

Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.

Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan


mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer
seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera
Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di
Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.

Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap


mengabaikan pembangunan di daerahnya.

Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya


mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.

Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki


agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah,
sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti
meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini
jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Program

:Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut

sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :

Membentuk Dewan Nasional

Normalisasi keadaan Republik Indonesia

Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

Perjuangan pengembalian Irian Jaya

Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,


perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta
keuangan yang sangat buruk.
Hasil

:
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.

Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah


Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh
dan bulat.

Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung


dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan
presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem
demokrasi terpimpin.

Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan


di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan
nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian
wilayah RI.

Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah


krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi


-

Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah

semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
-

Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program

pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.


-

Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap

Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah
tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan
negara.

Berakhirnya kekuasaan kabinet

Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat
buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang
sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai
berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949,
bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah
ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5
Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. 3.

Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu

pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.

8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran


pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang
telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai
dirancang.
10.

Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.


Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1.

Mengurangi jumlah uang yang beredar

2.

Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :


1.

Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH


EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong
semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada
masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950
berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.

Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke
atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari
pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan
pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo
(menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya :
Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program
Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953)
lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari
program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun
beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan
karena :

Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi
dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara
hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara
cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban
defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit
anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan
Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan
pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para
pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam
menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor,
serta melakukan penghematan secara drastis.

Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia


sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember
1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri
perekonomian kabinet Ali I).Tujuan dari program ini adalah

Untuk memajukan pengusaha pribumi.

Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.

Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam


rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.

Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha


pribumi dan non pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan


sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.
Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,
Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung
jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatanjabatan staf.
Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaanperusahaan asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:

Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk


mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan
bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari
1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :
Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet
Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :

Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha


pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih
berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan
pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi
pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai
menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan
Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961
dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan
prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun
1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuandiadakan Munap adalah untuk mengubah
rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan
tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian
Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

Pelaksanaan demokrasi liberal


Pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia terjadi antara kurun waktu 27 desember 1949 sampai
dengan 5 juli 1959. Pada tahun1950 bentuk Negara mengalami perubahan yaitu dari serikat
menjadi Negara kesatuan RI. UUD yang berlaku adalah UUDS 1950. Pelaksanaan UUD RIS
sampai UUDS cenderung kearah kebebasan yang tak terbatas, maka dapat dikatakan bahwa
sistem demokrasi liberal yaitu sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan individu secara
mutlak. Karena adanya kebebasan yang mutlak tersebut menyebabkan tidak adanya kesetabilan
pemerintah sehingga kurun waktu 1950-1959 tidak kurang 6 kali ganti cabinet. Terpaksa
presiden pada tanggal 5 juli 1959 mengeluarkan dekrit presiden yang isinya;
1. Bubarkan konstituante
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlaku UUDS 1950
3. Segera dibentuk MPRS dan DPAS

Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal


dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya
Hallo AganKali ini saya mau memposting artikel tentang Masalah Ekonomi Masa
Demokrasi Liberal dan Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya. Pada masa Demokrasi
Liberal dan Demokrasi Terpimpin, perekenomian Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah ekonomi, seperti beban ekonomi dan keuangan yang harus
ditanggung oleh Indonesia sebagaimana yang disepakati dalam konferensi meja
bunda(KMB), defisit keuangan serta upaya mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional yang tersendat-sendat. Bagaimanakah perkembangan
ekonomi Indonesia pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin?
Baca juga: Pengertian BUMN, contoh, dan fungsinya

Pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, perekonomian Indonesia


tengah menghadapi berbagai permasalahan, di antaranya adalah beban ekonomi dan
keuangan sesuai kesepakatan Konferensi Menja Bundar (KMB). Beban tersebut berupa
utang luar negeri dan utang dalam negeri.
Baca juga: 7 cara pembayaran transaksi Internasional
Tanggungan beban ekonomi dan keuangan sesuai kesepakatan KMB membuat defisit
keuangan bertambah hingga mencapai 5,1 milyar rupiah. Defisit tersebut dapat
dikurangi dengan pinjaman pemerintah. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib
sebesar 1,6 miliar rupiah. Kemudian, Indonesia mendapat kredit dari Uni IndonesiaBelanda sebesar 200 juta rupiah. Selanjutnya, Indonesia juga mendapatkan kredit dari
Exim Bank of Washington sejumlah 100 juta dolar AS yang sebagian digunakan untuk
pembangunan prasarana ekonomi seperti proyek-proyek pengangkutan automotif,
pembangunan jalan,telekomunikasi, kereta api, dan perhubungan udara.
Dalam rangka memperbaiki keadaan ekonomi, pemerintah berupaya mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Caranya dengan memberi bantuan
kredit kepada pengusaha-pengusaha pribumi agar usahanya dapat berkembang maju

dan perubahan struktur ekonomi akan tercapai. Namun pada kenyataannya, bantuan
kredit ini tidak efektif sehingga program pemerintah tidak berhasil dan justru menjadi
salah satu sumber defisit.
Masalah perekonomian yang muncul ini pun akhirnya menimbulkan berbagai upaya
pemerintah indonesia untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antaralain adalah
sebagai berikut.
a. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua
uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini
dilakuakan oleh Menteri Keuangan Syarifuddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 untuk
menanggulangi defisit anggaran. Melalui kebijakan ini uang yang beredar dapat
dikurangi.
Baca juga: 6 Lembaga keuangan bukan bank
b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah untuk mengubah
struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Indonesia). Sistem Ekonomi Gerakan Benteng memiliki tujuan antara lain sebagai
berikut.
1. Menumbuhkan kelas pengusaha di kalangan bangsa Indonesia. Para pengusaha
Indonesia yang bermodal lemah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi nasional.
2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
3. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.
Gerakan benteng dimulai pada bulan april 1950. Hasilnya selama 3 tahuan (1950-1953)
kurang lebih 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program
ini. Tetapi, tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik dan mengakibatkan
beban keuangan pemerintah makin besar.
Kegagalan Gerakan Banteng disebabkan oleh hal-hal berikut.
1). Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
2). Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif
3). Para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah.
4). Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.

5). Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara
hidup mewah.
6). Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara
cepat dari kredit yang mereka peroleh.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche
Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya, terdapat peraturan bahwa mengenai
pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat
pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan nasionalisasi
De Javasche Bank adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor,
serta melakukan penghematan.
d. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Pada pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), Menteri
Perekonomian Mr. Iskaq Tjokroadisurjo memprakarsai sistem ekonomi yang dikenal
dengan nama Sistem Ali-Baba. Sistem ini merupakan bentuk kerja sama ekonomi
antara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan pengusaha nonpribumi
(khususnya China) yang diidentikkan dengan Baba. Sistem ekonomi ini bertujuan
mendorong tumbuh dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional
pribumi. Dalam pelaksanaannya, sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan seperti yang
diharapkan. Hal ini disebabkan para pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman
daripada pengusaha pribumi. Akibatnya, para pengusaha pribumi hanya dijadikan
sebagai alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk mendapatkan kredit dari
pemerintah.
e. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Dalam usaha memperbaiki kondisi ekonomi, pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah
mendevaluasi mata uang Rp1.000 dan Rp500 menjadi Rp100 dan Rp50. Pemerintah
juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi
jumlah Rp25.000. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai
rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Namun, kebijakan pemerintah ini ternyata tidak
dapat mengatasi kemunduran ekonomi secara keseluruhan.
f. Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi
Deklarasi Ekonomi (Dekon) dikeluarkan pada tanggal 26 Mei 1963. Pemerintah
menganggap bahwa untuk menanggulangi kesulitan ekonomi, satu-satunya jalan
adalah dengan sistem Ekonomi Terpimpin. Namun, dalam pelaksanaan Ekonomi
Terpimpin, pemerintah lebih menonjolkan unsur terpimpinnya daripada unsur ekonomi
efisien. Sektor ekonomi ditangani langsung oleh Presiden. Akibatnya, kegiatan
ekonomi sangat bergantung pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomi pun
mengalami penurunan. Meski berbagai upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan,

pendapatan perintah tetap menurun karena saat itu Indonesia tidak memiliki ekspor
kecuali hasil perkebunan. Selain itu, adanya pemberontakan dan gerakan separatis di
berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri
mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin
meningkat. berbagai daerah di Indonesia dan tidak stabilnya situasi politik dalam negeri
mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan makin
meningkat.
Demikian artikel saya tentang Masalah Ekonomi Masa Demokrasi Liberal dan
Terpimpin Serta Upaya Mengatasinya semoga bermanfaat bagi agan sekalian yang
sedang mencari informasi seputar hal tersebut.
http://awalilmu.blogspot.co.id/2015/12/masalah-ekonomi-masa-demokrasi-liberalterpimpin-upaya-mengatasi.html

Kegagalan Demokrasi liberal pada Masa Orde Lama


10.42 actavia's No comments

TUGAS SISTEM POLITIK INDONESIA


Kegagalan Demokrasi liberal pada Masa Orde Lama

Oleh :
Angger Cahyaning Tyas Asih

20110510223

Kelas C

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Berbicara mengenai demokrasi liberal memang tak kunjung habis. Mulai dari
yang pro maupun yang kontra. Ada yang berpendapat bahwa sistem demokrasi di
Indonesia sudah on the track dan tinggal menyempurnakan. Ada pula yang
berpendapat sebaliknya bahwa demokrasi di Indonesia telah gagal karena tidak
mampu menghadirkan kesejahteraan dan keadilan. 14[1] Secara definisi demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Maksud dari mewujudkan kedaulatan
rakyat sendiri yaitu melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Karena, dalam demokrasi liberal keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar
bidang-bidang kebijakan pemerintah.
Namun, sebenarnya demokrasi tidak sesederhana itu. Demokrasi harus
dipahami dari dua dimensi, yaitu: dimensi normatif dan dimensi empirik. Dimensi
pertama mengajarkan kepada kita apa yang seharusnya secara idiil dari demokrasi.
Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Mejelis
Permusyawaratan Rakyat, kata Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi, benarkah
demikian? Kenyataannya, selama 32 tahun di bawah pemerintahan Orde Baru, jauh
panggang dari api. Rakyat hanya dijadikan pemanis dalam kehidupan politik agar
segala sesuatunya nampak indah.15[2]
14[1] http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=11737&coid=3&caid=31&gid=2

Sementara itu, dimensi empirik demokrasi memperlihatkan kepada kita apa


yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan politik sebuah negara, bagaimana
bentuk normatif-idiil tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedaulatan
rakyat diwujudkan dengan pemilihan umum yang bebas dan persaingan antara
partai politik berjalan secara wajar. Kedaulatan rakyat diwujudkan dalam pemberian
peluang bagi semua warga negara untuk menduduki jabatab politik. Kedaulatan
rakyat memberi kesempatan yang sebesar-besarnya kepada rakyat untuk ikut
berbicara, memberikan penilaian atas apa yang telah dan hendak dilakukan oleh
mereka yang berkuasa atau pemerintah. Kedaulatan rakyat juga diwujudkan dalam
kehidupan di mana rakyat menikmati hak-hak dasar mereka sebagai manusia.
Mereka boleh berbicara tentang apa saja, bukannya dibungkam. Mereka dapat
menikmati media massa yang bebas menulis dan menyiarkan apa saja sepanjang
tidak menghina, memfitnah, dan mengadu domba masyarakat. Dan rakyat dapat
setiap waktu berkumpul kemudian mendirikan organisasi apapun, apakah itu
organisasi sosial, ekonomi, keagamaan, atau politik. Akhirnya, kedaulatan rakyat
diwujudkan dalamkehidupan di mana rakyat bebas dari rasa takut. 16[3]
Demokrasi liberal yang hakikatnya bermula di Amerika Serikat mulai memasuki
Indonesia atau Indonesia mulai mengadopsi sistem ini pada kurun waktu 6
September 1950 10 juli 1959, dimana pada masa ini dilatar belakangi oleh
penolakan rakyat atas RIS pada kurun waktu 1949 1950. Karena pada umumnya
rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno
menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950. 17[4]

15[2] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2000.
16[3] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2000.
17[4] http://alhakiki.wordpress.com/2010/01/08/pemerintahan-pada-masademokrasi-liberal-dan-terpimpin/

B.

Rumusan Masalah

1.

Mengapa demokrasi liberal gagal diterapkan di Indonesia?

2.

Apa dampak demokrasi liberal dalam pemerintahan dan masyarakat?

KERANGKA TEORI
A. Demokrasi Liberal
Berbicara mengenai demokrasi liberal banyak definisi yang berusaha
mengartikan apa itu demokrasi liberal. Demokrasi liberal adalah suatu demokrasi
yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan
eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Mentri. Perdana
Mentri dan mentri-mentri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional
hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusankeputusan mayoritas baik itu dari proses perwakilan atau langsung diberlakukan
pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada
pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar
kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi negara yang
menganut demokrasi liberal itu sendiri.

Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga


negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan
menjaga tingkat represetansi warga negara dan melindunginya dari tindakan
kelompok atau negara lain.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol

2.

Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional

3.

Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan

4.

Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan

dirinya

A.

Demokrasi Liberal di Indonesia


Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 November 1945, yaitu sejak
sistem multi-partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini
lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer
dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer, karena
berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945
periode pertama, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi
liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material
berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. 18[5]

HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN


A. Hipotesis
Sistem pemerintahan Indonesia pada masa demokrasi liberal era Orde Lama
adalah sistem multipartai. Sistem ini disebut juga sistem Demokrasi Parlementer
yang menggunakan UUDS 1950 sebagai landasan konstitusionalnya. Namun setelah
diberlakukannya UUDS 1950 di Indonesia selama hampir 9 tahun, rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok dan tidak
18[5] Politik.kompasiana.com/2010/03/29/demokrasi-massa/

sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara serta merintangi pembangunan dalam mencapai masyarakat yang adil
dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950.

B. Pembahasan
Demokrasi liberal tidak berumur panjang, yaitu hanya antara tahun 19501959, ketika soekarno menjabat sebagai presiden dan mengeluarkan dekrit pada 5
juli 1959 yang membubarkan konstituante dan menyarakan kembali ke UUD 1945.
Karena ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Maka
hal ini menyebabkan jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai
berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari
kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk
seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah
berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen,
dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok
anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang
dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh
kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Dan
pada umumnya program kabinet tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk
menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada
menyelamatkan rakyat. Sementara para elit politik sibung dengan kursi kekuasaan,
rakyat mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan
beratnya perekonomian ysng menimbulkan labilnya sosial-ekonomi.
Menurut pendapat Affan Gaffar dalam bukunya yang berjudul Politik
Indonesia kegagalan Demokrasi Liberal di Indonesia disebabkan oleh :
1. Dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap
pengelolaan konflik.
Pemilahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pasca kemerdekaan boleh
dikatakan sangat tajam. Pemilahan tresebut bersumber dari agama, etnisitas,
kedaerahaan dan lain sebagainya. Pemilahan tersebut merupakan sumber
pengelompokan politik yang disebut dengan politik aliran, yang merupakan ciri
pokok perpolitikan pada masa pasca kemerdekaan. Proses pengelompokan politik

seperti ini sebenarnya diwariskan dari pengalaman politik belanda, karena sebagian
kalangan elit politik kita sangat dipengaruhi oleh sistem kepartaiian yang ada di
Belanda. Sebagaimana kehidupan politik di belanda masyarakat dikelompokkan
kedalam beberapa pilar atau aliran yang sesuai dengan latar belakang mereka yang
kemudian dijadikan partai politik. Hal itu tercermin pada sistem kepartaian di
indonesia yang terbagi dalam 5 kelompok besar yaitu: islam, java tradisionalis,
demokratik sosialis, radikal nasionalis dan komunis.
Dampak adanya beberapa aliran yang mewarnai kehidupan politik di
indonesia adalah : petama, konflik yang cenderung meluas melewati batas wilayah,
akibatnya sulit diatasi, dan akhirnya akan membawa dampak yang sangat negatif
terhadap stabilitas politik. Kedua, koalisi antara kekuatan politik yang ada terutama
dalam membentuk eksekutif menjadi sangat lemah. Satu kekuatan politik hampir
tidak dapat memberikan kesempatan agar kekuatan politik lainnya mempunyai
kesempatan untuk membentuk eksekutif dan menjalankan progaram
pemerintahannya. Sementara itu koalisi baru akan dapat terwujud apabila
memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kompabilitas kepemimpinan diantara
para tokoh partai dan kedekatan ideologi antara partai yang berkoalisi. 19[6]
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai
berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari
kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Suatu kabinet dapat
berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia
memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen
kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis
kabinet dan stabilitas politikpun menjadi sangat rendah. 20[7]
2. Basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah.
Sudah tidak heran kalau demokrasi liberal mengalami kegagalan dalam
memperlihatkan kinerjanya dengan baik, karena pada waktu itu tingkat pendapatan
perkapita masyarakat kita masih sangat rendah. Untuk menyehatkan
perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan mengadakan sanering yang
dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas
dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi merupakan
obligasi. Bari tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran uang
sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk
mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE
19[6] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2000.
20[7] http://abigdream.wordpress.com/2010/04/01/indonesia-pada-masa-demokrasiliberal-1950-1959/

yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah


membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan
perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas)
yang bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur (1959). Tetapi peningkatan belum juga terjadi,
karena labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah juga cenderung
bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga rupiah merosot. Demikian
juga dengan kemampuan baca tulis yang barang kali baru mencapai sekitar 20%.
Logikanya adalah, bagaimana orang dapat berpolitik dan menggunakan hak-hak
politik dengan baik dan penuh tanggung jawab kalau masyarakatnya masih
tradisional. Kesejahteraan rakyat juga terbengkalai karena pemerintah hanya
terfokus pada pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
3. Struktur sosial yang masih sangat hirarkis.
Struktur sosial yang masih sangat hirarkis, yang bersumber dari nilai-nilai
feodal, terutama yang bersumber dari masyarakat jawa. Barangkali benar seperti
apa yang dikatakan oleh Harry J. Benda, bahwa kehadiran kalangan elit problem
solvers adalah sesuatu yang asing dalam kehidupan politik masyarakat Indonesia
khususnya di Jawa. Makna dari semua itu bahwa nilai demokrasi tidak ditopang oleh
tatanan sosial kita yang masih sangat hirarkis. Terutama yang bersumber dari
sistem nilai dalam tatanan sosial jawa, dimana strarta sosial yang tegas antara
wong cilik dengan wong gedhe sangat mewarnai prilaku politik masyarakat pada
umumnya.21[8]
Serta adapun dampak dari demokrasi liberal bagi pemerintahan adalah:
Pembangunan tidak berjalan lancar karena Kabinet selalu silih berganti, karena
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partaiatau golongannya,
tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala negara terpaksa bersikap
mengambang diantara kepentingan banyak partai. Maka pengambil keputusan itu
menjadi tidak ada.. Karena tidak ada partai yang pionir (pelopor), istilah Bung Karno
Ini membahayakan untuk negara yang berkembang, dalam sistem multipartai tidak
pernah ada lembaga legislatif, yudikatif daneksekutif yang kuat, sehingga tidak ada
pemerintahan yang efektif.
Dampak Demokrasi Liberal dalam masyarakat adalah munculnya
pemberontakan di berbagai daerah(DI/TII, Permesta, APRA, RMS), memunculkan
ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang ada saat itu.

21[8] Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2000.

KESIMPULAN DAN SARAN


A.Kesimpulan
Mengapa demokrasi liberal tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia
hingga akhirnya mengalami keruntuhan adalah karena dominannya politik aliran
sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik, basis sosial ekonomi
yang masih sangat lemah, struktur sosial yang masih sangat hirarkis. Karena ciri
utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Sehingga hal ini
menyebabkan jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai
berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam
perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari
kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Sementara para elit politik
sibunk dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami kesulitan karena adanya
berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian yang menimbulkan
labilnya sosial-ekonomi.
Dan Serta adapun dampak dari demokrasi liberal bagi pemerintahan adalah:
Pembangunan tidak berjalan lancar karena Kabinet selalu silih berganti, karena
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partaiatau golongannya,
tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala negara terpaksa bersikap
mengambang diantara kepentingan banyak partai. Maka pengambil keputusan itu
menjadi tidak ada.. Karena tidak ada partai yang pionir (pelopor), istilah Bung Karno
Ini membahayakan untuk negara yang berkembang, dalam sistem multipartai tidak
pernah ada lembaga legislatif, yudikatif daneksekutif yang kuat, sehingga tidak ada
pemerintahan yang efektif.
Dampak Demokrasi Liberal dalam masyarakat adalah munculnya
pemberontakan di berbagai daerah(DI/TII, Permesta, APRA, RMS), memunculkan
ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang ada saat itu.

B.

Saran

Demokrasi Liberal saat itu hendaknya dijadikan pembelajaran dan acuan bagi
demokrasi saat ini. Dimana ini sangat berguna agar kejadian yang tidak diinginkan

tidak terulang kembali. Seperti masalah krisis ekonomi yang terjadi saat itu yang
menyebabkan kesejahteraan rakyat terabaikan. Untuk itu kita harus dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita di berbagai sektor. Khususnya sektor
lokal yang dapat membantu perekonomian rakyat. Dan juga hindarilah pergantian
kabinet karena itu dapat mengakibatkan instabilitas ekonomi.

REFERENSI

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=11737&coid=3&caid=31&gid=2

Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,


Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000.

http://alhakiki.wordpress.com/2010/01/08/pemerintahan-padamasa-demokrasi-liberal-dan-terpimpin/

http://abigdream.wordpress.com/2010/04/01/indonesia-padamasa-demokrasi-liberal-1950-1959/

Anda mungkin juga menyukai