Anda di halaman 1dari 18

Referat Psikiatri

HOMOSEKSUAL

Disusun Oleh :
Trigen Rahmat Yulis, S.Ked
Adhisti Handarie Agung, S.Ked
Dede Yolla Maulidya, S.Ked
Tuko Gustari Lisa, S.Ked

Pembimbing :
dr. Djusnidar, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PEKANBARU
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Homoseksual merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan konsep dari homoseks. Homoseks itu sendiri
diartikan

sebagai

orientasi

seksual

yang

tertarik

secara

emosional maupun seksual terhadap jenis kelamin yang sama,


yang

dipahami

sebagai

subjek

pelaku

dari

homoseksual.

Homoseks terdiri dari gay dan lesbian. Gay ditujukan untuk


homoseks laki laki, yaitu ketertarikan seorang laki laki secara
seksual maupun emosional terhadap laki laki yang lain,
sedangkan lesbian ditujukan untuk homoseks perempuan, yaitu
ketertarikan

seorang

perempuan

secara

seksual

maupun

emosional terhadap perempuan yang lain. Kelompok homoseks


telah ada sejak zaman dahulu dan ada dalam semua peradaban
serta suku bangsa. Keberadaannya disikapi dalam masyarakat
secara berbeda beda, dan pada umumnya berubah ubah
sepanjang zaman, ada yang dapat mentolerir, namun ada juga
yang tidak, terutama dalam pandangan agama.1
Kelompok homoseksual dan biseksual dalam PPDGJ III tidak
berdiri sendiri sebagai suatu kelainan. Kelompok ini telah dihapus
sebagai kelainan jiwa sejak 1973 di USA oleh American
Psychiatric Association dan di tahun 1980 telah dikeluarkan dari
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).
Pada tahun 1992, revisi ke 10 dari International Statistical
Classiffcation of Diseases and Related Health Problems (ICD-10)
menyatakan

bahwa

orientasi

seksual

sendiri

tidak

dapat

dianggap sebagai kelainan. Homoseksual ada dalam bentuk egodistonik, yang artinya mereka tidak merasa identitas diri mereka
sebagai homoseks atau kurang nyaman atau tidak cocok.1,2
Menurut penelitian Kinsey, Pomeroy dan Martin di tahun
1984 tentang seksualitas di Amerika, mengungkapkan sebanyak
37% laki-laki pernah mempunyai pengalaman homoseksual
dalam suatu masa kehidupannya, tetapi hanya 4% yang benar1

benar

homoseksual

dan

mengekspresikan

kecenderungan

erotisnya pada sesama laki-laki. Edward Lautmann dan kawan


kawan di tahun 1994, mengungkapkan terdapat sekitar 1,3%
perempuan

dan

2,7%

lelaki

yang

termasuk

homoseksual,

terdapat sekitar 4,1% perempuan dan 4,9% lelaki mempunyai


hubungan sejenis sejak umur 18 tahun, 7,5% perempuan dan
7,7% lelaki mempunyai nafsu untuk sejenis, 1,4% perempuan
dan

2,8%

lelaki

mempunyai

identitas

homoseksual

atau

biseksual.1,3
Perkembangan jumlah homoseksual di Indonesia tiap tahun
terus bertambah. Data statistik menunjukkan 8 10 juta populasi
pria

di

Indonesia

homoseksual.

Dari

pada

suatu

jumlah

waktu
ini,

terlibat

sebagian

pengalaman
masih

aktif

melakukannya. Hasil survei Yayasan Pelangi Kasih Nusantara


(YPKN) pada tahun 2003 mencatat jumlah kaum homoseks
sebesar 1% dari total penduduk Indonesia. Berdasarkan hasil
survey Kementerian Kesehatan di 13 kota di Indonesia yang
dilakukan sejak 2009 hingga 2013, tercatat jumlah homoseks
lelaki meningkat drastis dari 7% di tahun 2009 menjadi 12,8 %
pada 2013 atau mengalami peningkatan sebesar 83%.4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Homoseksual
Menurut

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

(KBBI),

homoseksual diartikan sebagai suatu keadaan tertarik terhadap


orang lain dari jenis kelamin yang sama, sedangkan menurut JS
Badudu homoseksual diartikan dengan mempunyai rasa birahi
terhadap orang yang sama jenis kelaminnya, sesama lelaki atau
perempuan. Pengertian lain dikemukakan oleh Dede Oetomo,
seorang pendiri gerakan homoseksual di Indonesia, homoseksual
merupakan orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada
seseorang atau orang orang dari jenis kelamin yang sama atau
ketertarikan

orang

secara

emosional

dan

seksual

kepada

seseorang atau orang orang dari jenis kelamin yang sama.5


Direktorat Kesehatan Jiwa juga mengartikan homoseksual
sebagai rasa tertarik secara perasaan (kasih sayang, hubungan
emosional) dan atau secara erotik, baik secara predominan (lebih
menonjol) maupun eksklusif (semata mata) terhadap orang
orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan
fisik (jasmaniah). Jadi pengertian homoseksual ini tidak dibatasi
sebagai sebuah ketertarikan seksual semata tetapi juga sebagai
sebuah perpaduan emosi sekaligus birahi terhadap sesama jenis.
Homoseksual

merupakan

tindakan

seksual

(sexual

acts)

sekaligus perilaku seksual (sexual behavior), karena disamping


muncul oleh kecenderungan kesenangan secara erotis juga
menampilkan sisi sisi emosional atas pasangan sejenisnya.5
Penelitian terbaru menyatakan jumlah kaum homoseksual
sebanyak dua hingga empat persen dari seluruh total populasi di
dunia. Survei tahun 1994 oleh Sensus US Bureau menyimpulkan
prevalensi pria homoseksual sebesar dua hingga tiga persen dari
total populasi di Amerika, dan di tahun 1989 studi yang dilakukan
3

oleh Universitas Chicago menyatakan kurang dari satu persen


baik pria maupun wanita merupakan homoseksual. Tahun 1993
Institut Alan Guttmacher menemukan satu persen pria memiliki
riwayat

aktivitas

homoseksual

dan

dua

persen dilaporkan

memiliki hubungan homoseksual sepanjang hidupnya.


Kaum lesbian dan gay, diketahui lebih lanjut, memiliki
ketertarikan terhadap sesama jenisnya sebelum usia pubertas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinsey, menyatakan
bahwa remaja laki laki telah memiliki pengalaman genital
dengan sesama jenisnya sebelum usia pubertas. Biasanya hal
tersebut dilakukan karena rasa keingintahuan yang besar, yang
biasanya dilakukan dengan sesama remaja, dan bukan dengan
orang dewasa, yang masih belum memiliki jati diri yang kuat.
Pengalaman romantis dan erotis dengan sesama jenis tersebut
akan muncul kembali dalam memori otak ketika memasuki masa
peralihan dari remaja ke dewasa.
Pada

perempuan,

onset

perasaan

romantis

terhadap

sesama jenisnya muncul di masa dewasa muda atau dewasa


pertengahan hingga dewasa tua. Lebih banyak lesbian yang
memiliki pengalaman heteroseksual dibandingkan dengan gay.
Studi menyatakan 56 persen lesbian telah melakukan hubungan
intim dengan lawan jenisnya

sebelum mereka

mengalami

pengalaman homoseksual genital, dibandingkan dengan gay


yang hanya 19 persen. Dalam sebuah survei menyatakan
terdapat sekitar 40 persen lesbian yang juga memiliki hubungan
heteroseksual.2
Perkembangan jumlah homoseksual di Indonesia tiap tahun
terus bertambah. Data statistik menunjukkan 8 10 juta populasi
pria

di

Indonesia

homoseksual.

Dari

pada

suatu

jumlah

waktu
ini,

terlibat

sebagian

pengalaman
masih

aktif

melakukannya. Hasil survei Yayasan Pelangi Kasih Nusantara


(YPKN) pada tahun 2003 mencatat jumlah kaum homoseks
4

sebesar 1% dari total penduduk Indonesia. Berdasarkan hasil


survey Kementerian Kesehatan di 13 kota di Indonesia yang
dilakukan sejak 2009 hingga 2013, tercatat jumlah homoseks
lelaki meningkat drastis dari 7% di tahun 2009 menjadi 12,8 %
pada 2013 atau mengalami peningkatan sebesar 83%.4
Adapun beberapa teori mengenai sebab-sebab terjadinya homoseksual: 6,7
a

Psikodinamika
Menurut Freud, setiap orang dilahirkan dengan potensi biseksual. Selama

perkembangan psikoseksual, seorang anak dapat berkembang menjadi homoseks


atau

heteroseks,

tergantung

pada

pengalaman

masa

kanak-kanak

atau

pendidikannya. 6
Charles Socarides (Kadir, 2007), menerangkan adanya 5 tipe penyebab
homoseksual, yaitu:

Pre-oedipal, merupakan hasil fiksasi perkembangan pada 0-3 tahun.

Oediphal, timbulnya homoseksual karena kegagalan dalam fece oediphal.

Schizohomosexuality, schizoprenia dan homoseksual yang terdapat pada


satu orang.

Situational homoseksual, terjadi karena situasi.

Variational homosexual, sebagai variasi dari perilaku seksual seorang


heteroseksual. 7

Biologis Hormonal
Ellis pada tahun 1901 menyatakan bahwa ada/tidaknya homoseksual adalah

keadaan yang didapatkan seseorang sejak lahir, sehingga menjadi homoseksual


bukanlah sesuatu yang inmoral. Pada tahun 1992, Isay yang merupakan anggota
komite APA (American Psychiatric Association) untuk masalah homoseksual,
mengemukakan bahwa penyebab homoseksual adalah konstitusional (biologis,
telah ada sejak lahir). 8

Faktor Genetik
Dalam penelitian Master pada tahun 1992 dilaporkan temuan yang
mendukung pandangan bahwa homoseksual adalah hasil kondisi genetik.
Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa karena kedua anak kembar yang
5

terkena lingkungan orangtua dan postnatal yang sama, penyebab genetik


untuk homoseksual akan muncul sebagai tingkat konkordansi tinggi diantara
kembar inentical, akan homoseksual bukan yang satu menjadi homoseksual
dan satu heretoseksual. 8

Faktor Hormonal
Beberapa jenis penelitian telah membuktikan kemungkinan bahwa
hormonal merupakan penyebab atau predisposisi untuk homoseksual.
Pertama, telah didokumentasikan dengan baik bahwa pengobatan hormon
kehamilan dari berbagai jenis menyebabkan munculnya pola perilaku
homoseksual laki-laki atau perempuan pada beberapa spesies yang berbedabeda. Kedua, beberapa temuan menunjukkan bahwa kelebihan atau
kekurangan hormon kehamilan dapat berhubungan dengan homoseksual.
Ketiga, perhatian besar telah difokuskan pada perbandingan kadar hormon
dalam homoseksual dan heteroseksual dewasa. 6

Teori Belajar
Teori belajar

berasumsi bahwa kebanyakan perilaku (termasuk

didalamnya perilaku seksual) yang diakibatkan oleh adanya proses belajar. Sikap
ini mengarah pada perilaku homoseksual karena dorongan kepuasan, kepuasan
seks dengan sesama jenis, atau karena tidak senang, ketidakpuasan, serta
ketakutan terhadap pengalaman heteroseksual. 6
d

Teori Disonansi Kognitif


Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori yang membahas

mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap,


pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten. Kaum homoseksual, berdasarkan
pandangan mereka pada perilakunya, dapat dibagi menjadi dua yaitu
yang menerima perilaku homoseksual itu sendiri dan yang tidak menerima tetapi
tidak punya daya untuk mengatasi masalahnya. 6,7
Kaum homoseksual yang biasanya menerima perilaku homoseksualnya
sebagai sebuah aktivitas seksual yang membawa kesenangan, dan dapat
menikmati hubungan homoseksual (homoseksual dan lesbian), biasanya tidak
terlalu memikirkan akan adanya pertentangan antara perilakunya dengan
keyakinan agama dan kepercayaan yang dianutnya. Mereka akan berusaha
6

meyakinan masyarakat yang selama ini menolak perilaku homoseksual sebagai


sebuah penyimpangan. Kaum homoseksual ini bahkan sudah banyak yang
mendapatkan legalisasi hubungan mereka dibeberapa negera-negara Eropa dan
beberapa Negara bagian di Amerika Serikat. 6,7
Berbeda dengan kaum homoseksual yang tidak menerima perilakunya
sendiri, karena adanya perbedaan akan perilakunya selama ini dengan agama dan
keyakinan yang dianutnya. Selain itu, masyarakat juga masih massif menentang
akan perilaku tersebut. Masyarakat belum bisa menerima perlaku homoseksual
mereka. Inilah yang dimaksud dengan disonansi kognisif, dimana keyakinan yang
dimiliki oleh kaum homoseksual berbeda dengan perilakunya, tetapi mereka tidak
punya daya untuk keluar dari masalahnya. 6,7,8
Kaum homoseksual yang mengalami disonansi kognitif sebenarnya adalah
sebuah penyimpangan tingkah laku. Bantuan psikologis memang bisa diberikan
kepada kaum homoseksual yang mengalami disonansi kognitif ini untuk
membantu menyelaraskan antara keyakinan yang dimiliki, dan nilai-nilai yang
dianut dengan perilakunya yang abnormal. 6,7
Coleman, Butcher dan Carson menggolongkan homoseksual ke dalam
beberapa jenis yaitu :
a

Homoseksual Tulen
Jenis ini adalah gambaran streotipe populer tentang laki-laki yang
keperempuan-perempuanan atau sebaliknya.

Homoseksual Malu-malu
Kelompok jenis ini adalah laki-laki yang terdorong hasrat homoseksual,
namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang
cukup intim dengan orang lain.

Homoseksual Tersembunyi
Kelompok ini berasal dari kelas sosial ekonomi menengah dan memiliki
status sosial yang dirasa perlu dilindungi dengan cara menyembunyikan
identitas seksual.

Homoseksual Situasional

Kelompok ini adalah kelompok yang didorong oleh situasi disekitarnya


untuk melakukan seks dengan sesama jenis. Dan biasanya kelompok ini
akan mempraktikan heteroseksualnya setelah keluar dari situasi tersebut.
e

Biseksual
Kelompok ini adalah orang-orang yang mempraktikkan baik homoseksual
maupun heteroseksual sekaligus.

Homoseksual Mapan
Kelompok ini adalah kelompok homoseksual yang menerima keadaan
homoseksualnya,

memenuhi

aneka

peran

kemasyarkatan

secra

bertanggungjawab, dan mengikat diri dengan komunitas homoseksual


setempat. 6
Davison dan Neale kemudian menjelaskan bahwa sesungguhnya
homoseksual dibagi menjadi dua kategori, yaitu : 6
a

Gay
Istilah gay menunjuk pada homoseksual laki-laki. Gay adalah kecenderungan
pada pria untuk menyukai secara seksual terhadap sesama jenis.

Lesbian
Lesbian adalah kecenderungan pada wanita yang secara seksual menyukai
sesama jenis.
Alfred Kinsey, Wardell Pomeroy, and Clyde Martin ditahun 1948

mengadakan suatu penelitian terhadappopulasi yang dimasukkan dalam Jurnal


Sexsual Behavior in the Human Male. Penelitian ini berusaha menjelaskan bahwa
ada orang yang memiliki riwayat perilaku dan perasaan ketertarikan seksualnya
tidak konsisten selalu sama. Beberapa kasus dalam penelitian ini mengatakan
bahwa ada orang-orang yang tidak selalu berperilaku seksual sebagai
heteroseksual sebagai heteroseksual murni, tetapi juga sekali atau beberapa kali
juga berperilaku homoseksual. Penelitian ini akirnya menghasilkan suatu skala
yang disebut Skala Kinsey seperti yang tertera di bawah ini, yaitu: 5
0
1

Heteroseksual eksklusif
Heteroseksual

lebih

menonjol

(predominan),

homoseksualnya hanya
2

kadang-kadang
Heteroseksual predominan,

homsoseksual

lebih

dari
8

3
4

kadang-kadang
Heteroseksual dan homoseksual seimbang
Homoseksual predominan, heteroseksual lebih dari kadang-

kadang
Homoseksual predominan, heteroseksual cuma kadang-

kadang
Homoseksual eksklusif

Pola tingkah laku seksual pada lesbian dan gay sama


bervariasinya dengan heteroseksual, melakukan praktek seksual
serupa tetapi jelas berbeda secara anatomi. Banyak pola seksual
yang dilakukan oleh homoseksual, seperti tinggal serumah dan
ber-monogami atau menjalin satu hubungan yang bertahan
lama, ataupun beberapa hanya menjalin hubungan seksual
sesaat.

Cukup

banyak

yang

dapat bertahan

lama,

tetapi

kebanyakan dari gay memiliki hubungan yang tidak stabil dan


berganti ganti pasangan dibandingkan dengan lesbian. Stigma
masyarakat terhadap lesbian lebih rendah daripada gay. Banyak
perubahan yang terjadi, bahkan peraturan hukum di Amerika pun
sudah memperbolehkan pernikahan untuk homoseksual.2
Dalam ICD 10, homoseksual dimasukan dalam klasifikasi
diagnosis F.66 yaitu Gangguan Psikologis dan Perilaku yang
berhubungan dengan Perkembangan dan Orientasi Seksual. Kode
lima karakter berikut dapat digunakan untuk menunjukkan
variasi perkembangan atau orientasi seksual yang mungkin
menjadi problem bagi individu.10
F66.x0 Heteroseksualitas
F66.x1 Homoseksual
F66.x2 Biseksualitas
F66.x8 Lainnya, termasuk prapubertas
Biseksual

hanya

digunakan

apabila

terbukti

jelas

adanya

ketertarikan secara seksual kepada kedua jenis kelamin. Kategori


diagnosis

tersebut

termasuk

gangguan

maturitas

seksual,
9

orientasi seksual egodistonik, gangguan hubungan seksual,


gangguan perkembangan psikoseksual lainnya, dan gangguan
perkembangan psikoseksual Yang Tidak Tergolongkan (YTT).
1. F66.0 Gangguan Maturitas Seksual
Individu menderita karena ketidakpastian tentang identitas
jenis kelaminnya atau orientasi seksualnya, yang menimbulkan
kecemasan atau depresi. Paling sering terjadi pada remaja yang
tidak tahu pasti apakah mereka homoseksual, heteroseksual,
atau biseksual dalam orientasi, atau pada individu yang sesudah
suatu periode orientasi seksual yang tampak stabil, seringkali
setelah hubungan yang berlangsung lama, ternyata menemukan
bahwa dirinya mengalami perubahan orientasi seksual.
2. F66.1 Orientasi Seksual Egodistonik
Identitas jenis kelamin atau preferensi seksual tidak
diragukan, tetapi individu mengharapkan yang lain, disebabkan
oleh gangguan psikologis dan prilaku dan mungkin mencari
pengobatan untuk mengubahnya.
3. F66.2 Gangguan Hubungan Seksual
Abnormalitas

identitas

jenis

kelamin

atau

preferensi

seksual merupakan penyebab kesulitan dalam membentuk atau


memelihara hubungan dengan partner seksual.
Terapi yang paling utama dalam homoseksual adalah dengan adanya
motivasi yang kuat yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Sedangkan
untuk meminimalisir kemungkinan homoseksual pada masa kanak-kanak harus
diberikan pendidikan dan edukasi dini oleh kedua orang tua khususnya pada anak
usia 4 tahun keatas. Seorang ayah harus memerankan perannya sebagai seorang
bapak yang baik dan begitu pula seorang ibu harus memerankan perannya sebagai
seorang ibu secara baik pula. Oleh karena itu pola asuh orang tua yang baik dapat
meminimalisir kemungkinan individu menjadi homoseksual. 6,7,8
2.2 Dasar hukum Homoseksual

10

Secara normatif sebagaimana ketentuan berdasarkan Pasal 1 UndangUndang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri. Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
esa. Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya

dan

kepercayaannya.

ini

berarti

selain

negara

hanya

mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga mengembalikan lagi hal
tersebut kepada agama masing-masing.10
Perkawinan

sesama

jenis

secara

normatif

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan di Indonesia tidak dapat dilakukan, karena dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah disebutkan bahwa
perkawinan adalah jalinan batin dan biologis antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Di sisi yang lain berdasarkan perspektif hak asasi manusia atau HAM,
yang menyebutkan bahwa tidak ada seorangpun yang menghendaki dilahirkan di
dunia dengan keadaan yang menyimpang dan juga tidak dibenarkan adanya suatu
kaidah hukum apapun membedakan orang yang satu dengan yang lain. Artinya,
hubungan seksual yang menyimpang seperti perkawinan sejenis tidak dapat
dianggap perbuatan dosa dan aib, karena telah mendapat pengakuan dan
pengaturannya. Hal ini tercermin dari ketentuan UUD 1945 Bab XA Pasal 28B (1)
yang menyatakan Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah, artinya kaidah dasar normatif tidak
melarang berperilaku menyimpang (gaydan lesbian) maupun menuntut agar
keinginan berpasangan untuk membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah.
Hal tersebut ditekankan kembali pada Pasal 28I (5) yang menyatakan bahwa
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perkawinan sejenis yang akan datang haruslah
diupayakan menerima bagi kalangan agama dan masyarakat adat,baru kemudian
11

negara memberikan legalitasnya dan bentuk hukum. Namun, HAM menjadi tidak
berlaku apabila hubungan sejenis tersebut secara potensial menimbulkan penyakit
seks menular, yakni tidak berlakunya pelayanan hukum keabsahan bagi hubungan
mereka dalam peraturan perkawinan.11
Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan
antara pria dan wanita juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) UndangUndang

No.

23

Tahun

2006

tentang

Administrasi

Kependudukan

(UUAdminduk) beserta penjelasannya Dan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Daerah


Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk
danPencatatan Sipil (Perda DKI Jakarta No. 2/2011) beserta penjelasannya : 10
Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk: Perkawinan yang sah berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk
kepada Instansi Pelaksana ditempat terjadinya perkawinan paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk:

Yang dimaksud dengan

"perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Setiap perkawinan di
Daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib
dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Dinas di tempat terjadinya
perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal sahnya
perkawinan.
Penjelasan Pasal 45 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2/2011: Yang
dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri sesuai denganketentuan perundang-undangan.
Kemudian, dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis
secarategas dilarang. Hal ini dapat dilihat dalamSurah Al-Araaf (7): 80-84,
yangartinya sebagai berikut: "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada
kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan
oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi
lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita,malah
12

kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnyatidak lain hanya
mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut- pengikutnya) dari kotamu ini;
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.
Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman)
kecuali istrinya (istri Nabi Luth);dia termasuk orang-orang yang tertinggal
(dibinasakan). Dan Kamiturunkan kepada mereka hujan (batu); maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."
Selain itu,Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga secara tidak langsung
hanya mengakui perkawinan antara pria dan wanita, yang dapat kita lihat
dari beberapa pasal-pasalnya di bawah ini:12
Pasal 1 huruf a KHI : Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah
terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.
Pasal 1 huruf d KHI : Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria
kepada calonmempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Pasal 29 ayat (3) KHI : Dalam hal calon mempelai wanita atau wali
keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh
dilangsungkan.
Pasal 30 KHI :Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon
mempelaiwanita dengan jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua
belah pihak.
Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga
memberikan pendapatnya. Di dalam artikel Hukum online yang berjudul
Menilik Kontroversi Perkawinan Sejenis, sebagaimana kami sarikan,Ketua
KomisiFatwa MUI KH Ma'ruf Amindengan tegas menyatakan bahwa pernikahan
sejenis adalah haram. Lebih lanjut Ma'ruf Amin mengatakan, Masak lakilaki sama laki-laki atau perempuan sama perempuan. Itu kan kaumnya Nabi
Luth. Perbuatan ini jelas lebih buruk daripada zina. Penolakan serupa juga
dikatakan oleh pengajar hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
FaridaPrihatini. Dia mengatakan bahwa perkawinan sejenis itu tidak boleh
karenadalam Al Quran jelas perkawinan itu antara laki-laki dan perempuan. 13 Jadi,
13

dapat kiranya disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di


Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karenamenurut hukum,
perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum
agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.

BAB III
KESIMPULAN

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira SD, Hadisukanto G. Gangguan Psikoseksual. Buku Ajar
Psikiatri Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia, 2013;340 1.
2. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Homosexuality. Kaplan &
Sadocks

Synopsis

of

Psychiatry

Eleventh

Edition.

Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015;543 4.


3. Kristina S. Studi Etnometodologi Mengenai Informasi dan Gay
Pada

Komunitas

Gaya

Nusantara

Surabaya.

Surabaya:

Universitas Airlangga, 2012.


15

4. Pranata TD. Perilaku dan Realitas Sosial Kehidupan Gay di


Kota Samarinda. eJournal Sosiatri Sosiologi, 2015;3(3):135
50.
5. Herdiansyah H. Homoseksual; Sebuah Tinjauan Filosofis
[Skripsi]. Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2004.
6. Adesla,

Veronica.

Homoseksual.

Resiko

Yang

[Online].

Rentan

tersedia:

Dihadapi

Oleh

http://www.e-

psikologi.com/epsi/klinis_detail.asp?id=566
7. Mustanski, B. S., R. Garofalo, and E. M. Emerson. 2010b.
Mental

health

disorders,

psychological

distress,

and

suicidality in a diverse sample of lesbian, gay, bisexual, and


transgender

youths.

American

Journal

of

Public

Health

100(12):24262432.
8. Committee on Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender
Health Issues and Research Gaps and Opportunities Institute
of Medicine of The Natinal Academy. The Health of Lesbian,
Gay, Biseksual, and Transgender People. Washington D.C..
www.nap.edu
9. WHO. Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan
dengan Perkembangan dan Orientasi Seksual. PPDGJ III- ICD
10. WHO, 1992;288 9.
10.

Moelyanto. KUHP (kitab undang- undang hukum pidana). Bina

Aksara:Jakarta.
11.

Makhfudz, Muhammad., 2010, Berbagai Permasalahan Perkawianan

dalam Masyarakat Ditinjau dari Ilmu Sosial dan Persamaan Kesempatan


(EOC) Hukum, Jurnal Hukum UNDIP.
12.

Hasan

Ali Masail

Fiqhiyah

al-

haditsah

pada

Masalah-

masalah Kontemporer Hukum Islam.PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.


13.

Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta

Hukum Islam. CV. Haji Masagung. Jakarta.

16

17

Anda mungkin juga menyukai