Acne Vulgaris
Acne Vulgaris
PENDAHULUAN
Sebum, bakteria, herediter, hormon, diet, iklim, psikis, kosmetik dan bahan kimia
lain.1, 2
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara
lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. 2, 3
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan
diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.1, 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan gejala klinis polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus
dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan
parut yang hipotropik maupun yang hipertrofik. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Walaupun Akne
vulgaris merupakan penyakit self limited (sembuh sendiri) dapat terjadi gejala
sisa berupa pitted scar atau skar hipertrofik yang bisa menetap seumur hidup.1,
2, 3
2.2.
Epidemiologi
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh
Bloch. Pada umumnya insiden akne terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita
dan 16-19 tahun pada laki-laki, dengan lesi predominan adalah komedo dan
papul. Rothman (1997) mengatakan akne sudah timbul pada anak usia 9
tahun, namun puncaknya pada laki-laki terutama usia 17-18 tahun sedangkan
wanita usia 16-17 tahun.1, 2
Pada wanita akne vulgaris dapat terjadi premenarke. Setelah masa
remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama
pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan
lebih. Meskipun pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang,
namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat
biasanya terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina,
Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia
(Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih
daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya
prevalensi penyakit, hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui
bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih
berat.1
2.3.
Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya Akne Vulgaris belum diketahui secara pasti,
tetapi informasi mengenai faktor-faktor yang diduga berperan dalam
patogenesisnya telah dikemukakan. 4
Penyebab Akne Vulgaris bersifat multifaktorial melibatkan unit
pilosebasea, oleh karena itu paling sering didapatkan di area dengan jumlah
kelenjar sebasea paling banyak dan berukuran paling besar. Faktor-faktor yang
memainkan
peranan
sentral
dalam
patogenesisnya
antara
lain
1)
plug
pada
ostium
follikular.
Plug
ini
kemudian
menunjukkan
peningkatan
aktifitas
17-hidroksisteroid
asumsi bahwa Linoleic acid diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi
akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. 3
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi
dan pembentukan mikrokomedo ketika diberikan IL-1. Antagonis reseptor
IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokomedo.3
2) Peningkatan produksi sebum
Pernyataan bahwa sebum memainkan peranan penting pada proses
aknegenesis didukung oleh beberapa fakta, yaitu pasien dengan akne akan
memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne
meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama.
Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan
dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas
oleh P.acnes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam
lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.acnes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.2,3
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktifitasnya pada
Gambar 2.1
Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul/pustule d) Nodul
juga
memfalisitasi
inflamasi
dengan
merangsang
reaksi
lipogenesis sebasea.5
Diet
Kaitan antara akne vulgaris dan makanan masih diperdebatkan.
Saat ini belum ada bukti bahwa coklat, susu, seafood, atau makanan
lain dapat langsung menyebabkan akne. Makanan tersebut dapat
mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga mengaktifkan kelenjar
pilosebasea untuk menghasilkan sebum dan bila terjadi penyumbatan
pada folikelnya maka dapat menjadi awal dari akne, namun
metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang
yang
berasal
dari
kelenjar
hipofisis.
Hormon
Cuaca/Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne
bertambah parah pada musim dingin dan akan membaik pada musim
panas. Sinar ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada
permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis
bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada
bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar sebasea. Sinar ultraviolet
juga dapat menyebabkan pengelupasan kulit yang dapat membantu
menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea. 5
Kosmetik
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-menerus
dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang
terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi
papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan
akne ini terdapat pada berbagai krim muka seperti bedak dasar
(foundation), pelembab (moisturizer), krim penahan sinar matahari
(sunscreen) dan krim malam yang mengandung bahan-bahan, seperti
lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia
murni (butil stearat, lauril alkohol, danoleic acid).5
2.4.
Gejala Klinis
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian
atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya leher, lengan atas,
dan glutea kadang-kadang terkena. Dapat disertai rasa gatal, namun
umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis.2
Lesi awal akne dimulai dari sumbatan pada unit pilosebaseus yang
terdiri atas folikel rambut dan kelenjar sebasea. Lesi dapat berupa
inflammatory lesions atau non-inlamatory lesions.2, 3
Komedo merupakan non-inlamatory lesions dari akne. Hal tersebut
dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi, komedo dibagi
10
Gambar 2.2
Gambaran Patologi terkait lesi akne. A) Komedo tertutup B) Komedo terbuka C)
Papul inflamasi D) Nodul
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula
kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada
pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan
terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan.
11
Klasifikasi
Sampai saat ini belum ada keseragaman klasifikasi akne yang
memuaskan. Klasifikasi akne yang ada terutama digunakan untuk evaluasi
obat baru atau menilai hasil dari suatu pengobatan.
A.
Menurut FKUI, gradasi acne vulgaris dibagi sebagai berikut.2
1 Ringan, bila :
- beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
- sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
- sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
2. Sedang, bila :
-
3. Berat, bila :
-
Catatan:
Sedikit bila lesi <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi
Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam,papul
Beradang bila terdapat pustul, nodul,dan kista
Gambar 2.3
a)
Grade 0
Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
b Grade 1
Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
c
Grade 2
Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada (papul/pustul, tidak
ada lesi nodular )
d Grade 3
Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari
satu lesi nodular
e
Grade 4
Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengan sedikit lesi nodular.
dada, punggung.
Akne konglobata.
13
Grade 4
: Lebih dari 30 lesi papulopustul
Akne konglobata
14
Papul
Papul dapat timbul bila ada kerusakan pada dinding folikel. Sel
darah putih bekerja dan pori-pori tersebut menjadi terinflamasi.
2
Pustul
Nodul
16
Kista
Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Berdasarkan anamnesis, akne
vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul
sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk yang
berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya.3, 5
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo
tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe
lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.7
Diagnosis ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi
sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor
(sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat
17
seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang
berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak
spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea
dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang
diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang bercampur
dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas.2
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai
peran pada etiologi dapat digunakan untuk penelitian, tetapi hasil sering
tidak memuaskan. 2
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface
lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar
asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada
pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya. 2
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar
pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti
hiperandrogenisme,
evaluasi
hormonal
untuk
testeteron
bebas,
18
Diagnosis Banding3
2.7.
Tabel 2.1
Diagnosis banding akne
2.8.
Osteoma
cutis
Tertutup
- Trichoepiteloma
Milia
- Trichodiskoma
Sebaceous
- Fibrofolikuloma
hyperplasia
- Steatocystoma
multiplex
- Koloid Milia
Komedo
Komedo Terbuka
- Trichostasis
Terbuka
Dilatated pore
spinulosa
- Nevus
of Winer
Favrecomedonicus
Racouchot
syndrome
Akne
tipe Akne tipe inflamasi
- Pseudofolikulitis
inflamasi
- Rosasea
barbae
- Dermatitis
- Keratosis pilaris
- Neurotik eskoriasi
Perioral
- Lupus
miliaris
disseminata
Penatalaksanaan
Ada 5 prinsip dasar untuk mengobati akne yaitu dengan
menormalisasi keratinisasi/ eksfoliasi, eliminasi/mengurangi populasi
bakteria
P.acnes,
membersihkan
material
yang
to
menutup
pori-pori,
19
Terapi lokal
a Cleansing / mencuci wajah
Salah satu tatalaksana utama dalam terapi akne adalah
mencuci wajah. Dianjurkan untuk mencuci wajah dalam sehari
sebanyak 2 kali dan dilanjutkan dengan terapi lainnya seperti obat
topikal wajah. Terlalu sering mencuci wajah akan meningkatkan
paparan sabun alkali ke wajah sehingga dapat meningkatkan pH
wajah, mengganggu perlindungan lipid wajah dan meningkatkan
potensi terjadinya iritasi dalam penggunaan terapi topikal. Sabun
mencuci wajah yang digunakan adalah sabun yang mengandung
20
dapat
diberikan
sebagai
regimen
perimembranous
(sulfometoksasol/trimetoprim,
colitis.
160/800mg,
Kotrimoksasole
dua
kali
sehari)
21
Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling
efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin
mengurangi
komedogenesis,
mengecilkan
ukuran
untuk
dosis
pemberian
efek
samping
berupa
pseudotumor
serebri
22
glandula adrenal.3, 4
Topikal
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne
yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru, mempercepat
penyembuhan lesi dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat).
Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung
dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan
23
pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:2, 6,16
A. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (Peeling)
1 Sulfur / sodium sulfocetamide / resorcinol
Produk yang mengandung sulfur, sodium sulfocetamide dan
resorcinol merupakan salah satu terapi topikal yang sering
digunakan pada acne. Sulfonamid dan resorcinol diduga
memiliki reaksi antibakterial dengan menghambat
para-
dengan
sodium
sulfocetamide
untuk
eksfoliasi
pada
stratum
korneum
dengan
pada
postinflamasi.
Asam
azelaik
aman
digunakan pada ibu hamil dan tersedia dalam bentuk krim 20%
dan gel 15%.3
4 Benzoil peroksida
Benzoil peroksida (2,5 10%) merupakan salah satu obat topikal
yang sering digunakan pada dermatologis untuk terapi acne serta
24
kemampuan
untuk
berikatan
dan
wajah. 3, 11
B. Antibiotik Topikal
Kegunaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical
adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat
yang resisten terhadap Propionibacterium acnes dan S. Aureus.3, 4, 10
Efek klindamisin fosfat 1% adalah mengurangi jumlah
Propionibacterium acnes baik dipermukaan atau dalam saluran
kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil
25
karena
dapat
menyebabkan
resistensi.
dan
26
C. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi
tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya
adalah:
27
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.
Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah
pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.3, 6, 11
b. Glukokortikoid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau
krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan
perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan
dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 10 mg/ml
triamsinolon asetonid. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi
berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah
lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi.6,10
Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk
akne tipe nodular.
28
pada folikel dermal dan bila digunakan dosis yang lebih besar dapat
menyebabkan sunburn dan memicu terjadinya acne lebih lanjut.3, 4, 11
Tipe lainnya dari fototerapi dengan diberikan blue light spectrum
sebesar 407-420 nm yang akan menimbulkan irradiasi pada P.acnes
dengan blue light dapat memicu terjadinya fotoeksitasi dari bakterial
endogen porfirin dan menyebabkan destruksi pada bakteri itu sendiri.
Blue light ini telah disetujui oleh FDA untuk penatalaksanaan
moderate inflammatory acne, sebutan lainnya adalah Clearlight
(Lumenis).3,17
Ada juga Red light spectrum yang dapat penetrasi lebih dalam pada
folikel dermis dan memiliki efek antiinflamasi yang lebih baik,
namun fotoaktivasi terhadap bakterial endogen porfirin lebih rendah.
Oleh karena itu, pemberikan kombinasi blue light dan red light dapat
memberikan hasil yang lebik baik. Terapi ini dapat diberikan 2 kali
seminggu selama 15 menit pada bagian wajah saja, dan selama 45
menit untuk bagian wajah, dada dan punggung. Pada berbagai study
menunjukkan bahwa terapi dengan Clearlight selama 4 minggu
dapat menurunkan lesi akne sebesar 60%. Namun rekurensi
munculnya akne dapat timbul sekitar 3-6 bulan kemudian.3,17
Untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten dapat dilanjutkan
pemberian terapi fotodinamik. Terapi fotodinamik ini disertai dengan
pemberian obat topikal berupa asam aminolevulinik (ALA) selama 1
jam dengan paparan sinar lebih rendah. Paparan sinar ini dapat
berupa laser. Dengan pemberian topikal ALA akan diserap oleh
pilosebaseus,
dan
memetabolisme
protoporfirin
yang
akan
29
D. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita
akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan
makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga
saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi
makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan
mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
3,7
E. Pencegahan
Menghindari terjadinya peningktan jumlah sebum dan perubahan
isi sebum dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan
perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran yang
berperan pada etiopatogenesis akne vulgaris.
Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya
hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh,
hindari stres. Lebih baik penggunaan kosmetika secukupnya, baik
banyaknya maupun lamanya. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak
misalnya minuman keras, pedas, rokok, lingkungan yang tidak sehat
dan sebagainya. Hindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege
artis yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.
Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai
penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya,
serta prognosisnya. Hal ini penting agar penderita tidak underestimate
atau overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang
akan membuatnya putus asa atau kecewa.
2.9.
Komplikasi
Semua tipe lesi akne memiliki resiko untuk sembuh dengan gejala
sekuel. Hampir semua lesi akne meninggalkan eritema makular yang
sifatnya sementara. Pada tipe kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post
inflamasi bisa saja bertahan sampai berbulan bulan setelah
menghilangnya lesi akne. Pada beberapa individu, lesi akne menyebabkan
skar permanen.3
30
Prognosis
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8
tahun dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih. Kejadian
akne ini biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan.
Walaupun rata-rata pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal
20an tapi ada juga yang masih menderita akne hingga dekade ketiga
sampai dekade keempat. Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan
dengan siklus haid dan biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.
Kemunculan akne ini tidak seharusnya berhubungan dengan perubahan
aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak terjadi peningkatan produksi
sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi. Pada umumnya prognosis
dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai pada awal onset
munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang
bersifat permanen.3
31
BAB III
KESIMPULAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada
daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung. Akne pada pada
dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja
dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih
besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya,
involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan
kimia lainnya. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne
yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (inflamasi).
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara
lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral. Prognosis dari penyakit
ini cukup baik, namun dapat terjadi rekurensi terutama pada wanita akibat dari
siklus haid yang berhubungan dengan faktor perbubahan hormonal.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Harahap, M., 2000, Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Ed ke-6. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2013.
3. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008.
2007.
8. BMJ Best Practice. Acne Vulgaris. Cited on 14 June 2015.Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
33