Anda di halaman 1dari 6

BAB III

TINJAUAN GEOLOGI

Daerah penelitian dengan luas 23 km2 ini terletak pada Pegunungan Kulon
Progo bagian utara, yaitu tepatnya pada kaki Perbukitan Menoreh. Daerah ini
merupakan kompleks pegunungan yang terbentuk dari hasil vulkanisme di masa
lampau dimana peran fluida hidrotermal pembentuk mineralisasi cukup besar,
sehingga daerah ini sangat layak diteliti lebih lanjut mengenai keterdapatan mineral
penciri alterasi hidrotermal yang erat kaitannya dengan struktur pembawa
mineralisasi, litologi batuan samping (jenis hostrock) serta morfologi/ bentukannya.
Secara regional, aspek geologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, serta mineralisasi regional.
III.1

Geomorfologi Regional
Penyebaran satuan Pegunungan Kulon Progo memanjang dari selatan ke utara

dan menempati bagian barat Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketinggian pegunungan


ini berkisar antara 100 - 1200 meter diatas permukaan laut dengan besar kelerengan
berkisar antara 15 - 60. Kulon Progo merupakan tinggian yang berbentuk kubah
memanjang dengan sumbu panjang berjarak kurang lebih 32 km dengan arah timur
laut barat daya. Sedangkan sumbu pendeknya berjarak kira kira 15 km dengan
arah barat laut tenggara. Daerah Kulon Progo merupakan tinggian yang dibatasi
oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat rendahan Yogyakarta di bagian
timur. Pada umumnya proses erosi sudah terjadi sangat intensif menghasilkan
morfologi dewasa hingga tua membentuk bentukan morfologi terbiku kuat oleh pola
penyaluran (van Bemmelen,1949).

15

III.2

Stratigrafi Regional
Secara regional daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi daerah

Pegunungan Kulon Progo (bagian utara) yang telah disusun oleh Rahardjo et al
(1995). Lokasi penelitian berada pada peta geologi lembar Yogyakarta. Berikut
merupakan tatanan stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo bagian utara :
1. Formasi Nanggulan (Teon)
Formasi ini merupakan batuan tertua di Pegunungan Kulon Progo dengan
lingkungan pengendapannya adalah litorial pada fase genang laut. Litologi
penyusun formasi ini terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit, batunapal
pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan batunapal dan
batugamping, batupasir dan tuf kaya foraminifera yang ketebalannya
diperkirakan mencapai 350 meter. Berdasarkan atas studi foraminifera
plankton formasi ini diperkirakan berumur Eosen Tengah sampai Oligosen
Atas.
2. Formasi Kebobutak (Tmok)
Formasi Kebobutak merupakan bagian dari Formasi Andesit Tua (OAF) yang
ada di Jawa Tengah. Litologi penyusun formasi ini adalah breksi andesit, tuf,
tuf lapili, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Lavanya terutama terdiri
dari andesit augit- hornblende. Kepingan tuf napalan yang merupakan hasil
rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai di kaki Gunung Mudjil, di
dekat bagian bawah formasi ini. Fosil plankton pada kepingan ini berupa
Globigerina Caperoensis Bolli, Globigerina Yeguaensis, dan Globigerina
bulloides menunjukkan umur Oligosen Atas. Dengan demikian, Formasi
Kebobutak berumur Oligosen Atas sampai Miosen Bawah dengan ketebalan
kira kira mencapai 660 m.
3. Formasi Jonggrangan (Tmj)
Litologi penyusun bagian bawah dari formasi ini adalah konglomerat yang
ditindih oleh napal tufaan dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit.
Ketebalan formasi ini mencapai 250 meter. Formasi ini berumur Miosen
Bawah, dan di bagian bawah menjemari dengan bagian bawah Formasi
Sentolo.

16

4. Formasi Sentolo (Tmps)


Formasi ini tersusun oleh batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah
dari formasi ini terdiri dari konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufaan
dengan sisipan tuf. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi
batugamping berlapis yang kaya akan fosil foraminifera.
5. Endapan alluvial (Qa)
Endapan aluvial ini terdiri dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang
sungai yang besar dan dataran pantai.
6. Endapan Gunungapi Sumbing Muda (Qsm)
Endapan ini tersusun oleh pasir tufan, tuf pasiran, dan breksi andesit.
III.3

Struktur Geologi Regional


Daerah Kulon Progo mengalami tiga kali fase tektonik (Rahardjo et al, 1995).

Fase tektonik pertama terjadi pada Oligosen Awal dengan disertai aktifitas
vulkanisme. Fase kedua terjadi pada Miosen Awal terjadi penurunan daerah Kulon
Progo. Kemudian, fase ketiga terjadi pada Pliosen sampai Pleistosen terjadi fase
tektonik berupa pengangkatan dan aktivitas vulkanisme.
1. Fase Tektonik Oligosen Awal Oligosen Akhir.
Fase tektonik Oligosen Awal terjadi proses pengangkatan daerah Kulon
Progo yang dicirikan oleh ketidakselarasan Formasi Nanggulan yang diendapkan
di darat. Fase tektonik ini juga mengaktifkan vulkanisme di daerah tersebut ,yang
tersusun oleh beberapa sumber erupsi. Perkembangan vulkanisme di Kulon Progo
tidak terjadi bersamaan, namun di mulai oleh Gunung Gajah (bagian tengah
Pegunungan Kulon Progo), kemudian berpindah ke selatan pada Gunung Idjo, dan
terakhir berpindah ke utara pada Gunung Menoreh.
2. Fase Tektonik Miosen Awal.
Pada pertengahan Miosen Awal terjadi fase tektonik kedua berupa penurunan
daerah Kulon Progo. Penurunan ini dicirikan oleh berubahnya lingkungan
pengendapan , yaitu dari Formasi Kebobutak yang diendapkan di darat menjadi
Formasi Jonggrangan yang diendapkan di laut dangkal. Pada fase ini, hampir

17

semua batuan gunungapi Formasi Kebobutak tertutup oleh batugamping Formasi


Jonggrangan, menandakan adanya genangan laut regional.
3. Fase Tektonik Pliosen Pleistosen.
Pada akhir Pliosen terjadi fase tetonik ketiga di daerah Kulon Progo, berupa
pengangkatan. Proses ditandai oleh berakhirnya pengendapan Formasi Sentolo di
laut dan diganti oleh sedimentasi darat berupa aluvial dan endapan gunung api
kuarter. Fase tektonik inilah yang mengangkat daerah Kulon Progo menjadi
pegunungan kubah memanjang yang disertai dengan gaya regangan di utara yang
menyebabkan terpancungnya sebagian Gunung Menoreh. Bisa dikatakan bahwa
fase tektonik inilah yang membentuk morfologi Pegunungan Kulon Progo saat ini.
III.4

Magmatisme Regional
Berdasarkan Rahardjo et al. (1995), magmatisme yang terjadi di daerah

Pegunungan Kulon Progo umumnya berasosiasi dengan aktifitas vulkanisme, yaitu


aktifitas vulkanisme pada ketiga gunung api pembentuk morfologi perbukitan
tersebut. Magmatisme pada pembentukan Gunung Api Gadjah, Idjo dan Menoreh
berlangsung pada Oligosen hingga Awal Miosen terjadi akibat pengangkatan daerah
Kulon Progo yang kemudian mengaktifkan vulkanisme. Kemudian pada pertengahan
Miosen terjadi penurunan daerah Kulon Progo yang menyebabkan hadirnya
penerobosan magma akibat beberapa struktur yang terbentuk pada saat itu. Aktivitas
magmatisme ini membawa fluida hidrotermal yang kemudian mendesak naik ke atas
melewati rekahan yang timbul akibat aktivitas tektonik. Pada peta geologi regional,
terlihat kehadiran intrusi dasit (da) dan intrusi andesit (a) yang menerobos satuan di
bawahnya pada Miosen Tengah.
Menurut kajian peneliti, daerah penelitian berada di atas Formasi Kebobutak
yang merupakan bagian dari Formasi Andesit Tua (OAF) dimana daerah tersebut
tersusun oleh litologi lava. Intrusi dasit serta intrusi andesit yang terdapat secara
regional ternyata tidak dijumpai di daerah penelitian. Sedangkan intrusi pembawa
mineralisasi diduga masih berada di bawah dan belum tersingkap. Kemudian terdapat
pula formasi dari endapan kuarter yang melampar pada beberapa bagian tepi kapling
penelitian.

18

Tema Geologi dan Mineralisasi Bijih Emas Tipe Epitermal Sulfidasi


Rendah ini akan membahas mengenai aspek geologi yang mengakibatkan kondisi
seperti saat ini, yang juga berhubungan dengan adanya ke-intensifan tingkat alterasi
yang terbentuk. Pada bab selanjutnya akan membahas mengenai dasar teori yang
meliputi acuan dari pembagian aspek geologi, kemudian penjelasan mengenai tipe
endapan emas yang terbentuk di daerah penelitian.

Kondisi geologi secara regional

daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1

19

Gambar 3.1 Peta Geologi Pegunungan Kulon Progo bagian utara Lembar Yogyakarta
(Rahardjo et al. 1995 dengan modifikasi)

205

Anda mungkin juga menyukai