Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOLOGI BATUBARA

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Disusun Oleh:
Muhammad Syaikhul Afif
21100116120012

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN


BATUBARA
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
NOVEMBER 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Geologi Batubara, Acara lingkungan pengendapan


batubara yang disusun oleh Muhammad Syaikhul Afif, disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Sebagai tugas Laporan Praktikum Mata Kuliah Geologi Batubara

Semarang, 1 November 2018


Asisten Acara Praktikan

Irvan Maulana Muhammad Syaikhul Afif


NIM 2110015120034 NIM 211000116120012

2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 4
1.1 Maksud 4
1.2 Tujuan 4
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 4
BAB II Pembahasan 5
BAB III Penutup 10
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Saran 10
Daftar Pustaka 11
Lampiran 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
1. Mempelajari macam macam jenis lingkungan pengendapan Batubara berdasarkan statigrafi
litologi
1.2 Tujuan
1. Dapat menentukan jenis litologi dari data Gamma Ray
2. Dapat menentukan jenis lingkungkungan pengendapan dari data seismic
1.3 Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Jumat, 12 Oktober 2018 dan Jumat, 19 Oktober 2018
Waktu : 18.30
Tempat : Ruang 302 Gedung Pertamina Sukawati, UNDIP

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penentuan Litologi


Penentuan litologi dari data log bisa digunakan dengan cara menentukan
base line pada gamma ray, kemudian menentuan garis dimana garis bagian kiri

1. Terlebih dahulu lihat kecenderungan


defleksi Log GR.
2. Tentukan GR max (warna hijau) dan GR
min (warna kuning).
3. Nilai Base line diperoleh melalui :
a. (GRmax + GRmin)/2 (Acuan nilai 0 dari
log GR)
b. (GRmax – GRmin)/2 (Acuan dari nilai
log GR min)

menentukan litologi berupa batupasir dan garis bagian kanan menunjukan lapisan
batulanau. Dengan cara seperti yang telah di lampirkan diatas.

2.1.1 LOG BK_212


Pada kedalaman 155 m – 130 m dari data log didapatkan perselingan
antara batulanau, batubara dengan sisipan batupasir, dimana terapat batulanau
yang cukup tebal dengan batupasir memiliki ketebalan yang tipis. Kemud
pada kedalaman 130 m – 90 m dari data log ditemukan lapisan batubara yang
membaji dengan dilapisi batulanau yang tebal, dan jjuga terdapat sisipan
batupasir dibawah lapisan batubara. lalu pada kedalaman 90 m – 75 m
ditemukan lapisan batubara yang cukup tebal yang sebelumnya terendapkan
batulanau dengan sisipan batupasir, kemudian pada kedalaman 75 m – 45 m
terendapkan batupasir yang sangat tebal dengan kenampakan membaji. Pada

5
ketebalan 45m – 35 m terdapat lapisan batulanau dengan sisipan batupasir
dan kenampakan batubara yang menjari. Kemudian terendapkan kembali
batubara dengan kedalaman 35 m – 10 m dengan lapisan batubara yang cukup
tebal dan sisipan batupasir, lalu dilanjutkan dengan terendapkan batupasir
yang tebal membaji, lalu diikuti pengendapan batubara dengan sisipan batu
pasir hingga kedalaman 0 m.

2.1.2 LOG BK_209


Pada kedalaman 135 m – 120 m dari data log didapatkan perselingan
antara batulanau, batubara dengan sisipan batupasir, dimana terapat batulanau
yang cukup tebal dengan batupasir memiliki ketebalan yang tipis. Kemudian
pada kedalaman 120 m – 85 m dari data log ditemukan terendapkan
batulanau dengan ketebalan yang sangat tebal dengan struktur yang masif.
lalu pada kedalaman 85 m – 58 m ditemukan lapisan batulanau yang cukup
debal dengan sisipan batupasir, lalu diatasnya terendapkan batubara yang
cukup tebal dengan sisipan batupasir, kemudian pada kedalaman 58 m – 35
m terendapkan batupasir sisipan pada tubuh batulanau yang cukup tebal, lalu
diikuti pengenndapan batubara yang cukup tebal, dan terdapat sisipan batu
pasir yang tipis, kemudian pada kedalaman 35 m – 16 m terendapkan kembali
batulanau yang cukup tebal. Pada ketebalan 16 – 0 m terendapkan perselingan
antara batubara yang cukup tebal dengan sisipan batupasir serta diikuti oleh
pengendapan batulanau dengan sisipan batupasir.

2.1.3 LOG BK_227


Pada kedalaman 105 m – 80 m dari data log didapatkan perselingan
antara batulanau, batubara dengan sisipan batupasir, dimana terapat batulanau
yang cukup tebal dengan batupasir memiliki ketebalan yang tipis. Kemudian
pada kedalaman 80 m – 50m terendapkan batu lanau yang sangat tebal tanpa
adanya sisipan ataupun litologi lain. Kemudian pada kedalaman 50 m – 36 m
terendapkan laposan batubara yang cukup tebal dengan sisipan batupasir,
diikuti pengendapan batulanau yang cukup tebal dengan sisipan batupasir

6
membaji dan terendapkan lapisan batupasir yang tipis, lalu pada kedalaman
36 m – 24 m terendapkan batubara dengan ketebalan yang cukup tebal dengan
sisipan batupasir membaji. Dan pada kedalaman 24 m – 0 m terendapkan
batulanau dengan sisipan batubara tipis membaji diikuti pengendapan
perlapisan batubara dengan batu pasir dimana batupasir menyisip pada
lapisan batubara.

2.1 Interpretasi Lingkungan pengendapan


Dari data yang telah diolah dan di buat pada kertas A0, berdasarkan
litologi dan korelasi litologi yang didapat dari LOG BK_212, LOG BK_209
dan LOG BK_227 dapat diinterpretasikan

kedalaman 155m – 125 m ditemukan perselingan lapisan batubara


yang cukup tebal dengan lapisan batupasir yang diinterpretasikan
merupakan pengendapan Backswamp dengan kenampakan lapisan batubara
yang cukup tebal dengan sisipan batupasir, lalu pengendapan batulanau
yang cukup tebal yang dinterpretasikan merupakan endapan leeve sehingga
dari statigrafi litologi tersebut diinterpretasikan daerah ini merupakan
lingkungan pengendapan Upper Delta Plain-Fluvial(Horne 1978 dalam
Larry Thomas 2013).

7
kedalaman 125 m- 75m berdasarkan hasil korelasi ditemukan adanya
pengendapan batulanau diikuti oleh pengendapan batupasir tipis yang
diinterpretasikan merupakan endapan levee, lalu diikutri oleh pengendapan
batubara yang cukup tebal dengan sisipan batupasir dimaana endapan ini
diinterpretasikan merupan endapan interdistributary bay setelah endapan
levee, sehingga dari statigrafi litologi ini di interpretasikan daerah ini
merupakan lingkungan pengendapan Transitional Lower Delta Plain (
Horne, 1978 dalam Larry Thomas 2013)

kedalaman 75 m- 25m berdasarkan hasil korelasi ditemukan adanya


pengendapan batupasir yang sangat tebal dengan kenampakan membaji
pada log BK_212 yang diinterpretasikan merupakan pengendapan dari
channel ke leeve dimana diikuti pengendapan batulanau dan terdapat sisipan
batubara dari backswamp, kemudian diikuti oleh pengendapan batubara dari
backswamp dengan struktur sisipan batupasir sehingga diinterpretasikan
daengan pada kedalaman ini merupkan lingkungan pengendapan Upper
Delta Plain-Fluvial(Horne 1978 dalam Larry Thomas 2013)

8
kedalaman 25 m- 0m berdasarkan hasil korelasi ditemukan adanya
pengendapan channel yang ditunjukkan dengan pengendapan batu pasir
membaji yang diinterpretasikn merupakan endapan channel distributary
dimana juga diikuti oleh pengendapan batubaradengan sisipan batupasir,
sehingga dari statigrafi litologi ini menunjukan pada kedalam ini merupakan
lingkungan pengendapan Lower delta plain Pengaruh Creavesse splay
(Horne 1978 dalam Larry Thomas 2013)

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Didapatkan 3 jenis litologi berdasarkan data Log Gamma Ray
 Dari korelasi data yang telah di kerjan maka dapat
diintepretasikan bahwa terjadi naik turunnya muka air laut yang
menyebabkan perubahan lingkungan pengendapan sedimen,
lebih spresifiknya pengendapan batubara, dimana didapatkan
dari tiap lapisan dan kedalaman tertentu didaptkan jenis
lingkungan pengendapan yaitu Upper, lower dan Transisional
delta plain (Horne 1978 dalam Larry Thomas 2013)
3.2. Saran
 Pemahanan Lingkungan pengendapan di dalami lagi

10
DAFTAR PUSTAKA
Purnama,B Asep, dkk. 2007. Penentuan Lingkungan Pengendapan Lapisan Batu-
Bara D, Formasi Muara Enim, Blok Suban Burung, Cekungan Sumatera
Selatan. UNPAD : Bandung.

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai