TIROID
Disusun oleh:
Kelompok 4
A.A Sagung Weni K D
1306377442
1306376534
Afifah Patriani
1306377581
1306480446
Hana Rosanna
1306405465
1306396901
1306377524
1306480591
1306480263
Rd Roro Altrista Y K
1306397160
1306479886
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul Obat Gangguan Endokrin - Tiroid. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada bapak Anton Bachtiar, M.Si., Ph.D., Apt. yang telah membimbing dalam
proses pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih atas bantuan semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan moril maupun materi
kepada penulis sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan baik dan benar.
Penulis berharap informasi-informasi yang terdapat dalam makalah ini dapat berguna
bagi pembaca. Sebelumnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran
untuk memperbaiki makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. I
Daftar Isi ........................................................................................................... II
BAB I
Pendahuluan...................................................................................................... III
BAB II
Fisiologi Kelenjar Tiroid....................................................................................... 1
Patofisiologis Kelenjar Tiroid............................................................................. 15
Farmakologi Kelenjar Tiroid............................................................................... 21
Farmakoterapi Kelenjar Tiroid...........................................................................36
BAB III
Penutup dan Kesimpulan.................................................................................. 43
Daftar Pustaka.................................................................................................. 44
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II ISI
2.1 Fisiologi Kelenjear Tiroid
2.2 Patofisiologi Kelenjar Tiroid
2.3 Farmakologi
2.4 Farmakoterapi
BAB 2
2.1 FISIOLOGI
Gambar 1.
Gambaran mikroskopik sel-sel
folikel
(S
dalam
ilverthorn, 2010)
kelenjar tiroid.
HORMON TIROKSIN
Hormon utama yang disekresikan dari kelenjar tiroid adalah hormon tiroid. Hormon
tiroid berasal dari asam amino tirosin yang mengandung iodium. Tirosin merupakan asam
amino non esensial sehingga diproduksi dalam tubuh dalam konsentrasi yang cukup. Hormon
tiroid yang disintesis terdiri dari dua jenis hormon yaitu hormon tetraiodotironin (T4 atau
Tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini dibedakan atas jumlah iodium yang
dikandungnya. Hormon lain yang berasal dari asam amino tirosin adalah katekolamin.
(Sherwood, 2010)
Gambar 3. Hormon yang berasal dari asam amino tirosin. (Tortora et al., 2009)
Pembentukkan Tiroglobulin
Tahapan sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin sendiri diproduksi oleh kompleks golgi / reticulum endoplasma
sel folikel dimana tiroglobulin ini akan dimasuki asam mino tirosin ketika yang
terakhir diproduksi . Selanjutnya, tiroglobulin yang mengandung tirosin akan
dikeluarkan dari sel folikel menuju lumen dengan mekanisme eksositosis.(Sherwood,
2010)
2.
3.
4.
membentuk hormon tiroksin (T4 ) dan penggabungan MIT dan DIT akan
Albumin juga dapat mengikat T4 ketika ikatan hormon tiroid dengan transporter lainnya sudah
jenuh. (Goodman and Gilman, 2006)
Hormon tiroid yang terikat dengan protein plasma akan meningkatkan waktu paruh
dalam sirkulasi sistemik karena ikatannya dengan protein plasma dapat melindungi hormon
tiroid dari proses metabolisme serta ekskresi. Hormon tiroid bebas dalam sistemik hanya
sekitar 0,03% untuk tiroksin dan 0,3 % untuk triiodotironin dari total hormon di plasma.
(Goodman and Gilman, 2006)
KONVERSI TIROKSIN MENJADI TRIIODOTIRONIN DI JARINGAN PERIFER.
3. Tipe 3 (D3 atau enzim iodotironin 5 deiodinase) yang terdapat di plasenta, kulit,
dan otak yang mengubah tiroksin menjadi bentuk triiodotironin yang tidak aktif.
(Goodman and Gillman, 2006).
Ga
mbar 5. Fungsi dan Letak Enzim Deiodinase yang berperan dalam konversi T4 menjadi T3. (Goodman
and Gilman, 2006)
Hormon tiroid yang berikatan dengan protein transport di dalam kapiler darah
dilepaskan dalam bentuk hormone bebas. Hormon larut air itu kemudian berdifusi ke dalam
sel. Kompleks hormon-reseptor yang teraktivasi akan menyebabkan perubahan pada ekspresi
gen. Hormon T3 memiliki afinitas yang tinggi pada reseptor nuclear, sehingga akan berikatan
dengan sequence DNA spesifik ( TREs) pada tempat promote gen target dan memodulasi
transkripsi gen. mRNA yang dihasilkan akan mencetuskan sintesis protein dalam ribosom dan
hasil proteinnya nantinya akan menyebabkan perubahan pada aktivitas sel.
DEGRADASI DAN EKSRESI
Tiroksin (T4) dieliminasi secara perlahan dalam tubuh dengan waktu paruh 6 8 hari.
Pada hipertiroid, waktu paruh dipersingkat menjadi 3-4 hari, sementara pada hipotiroid waktu
paruhnya diperpanjang menjadi 9-10 hari. Hati merupakan tempat utama degradasi nondeiodinative dari Hormon Tiroid.
Hormon Tiroid memiliki jalur metabolisme yang nantinya akan membuat hormon tiroid
tersebut dieksresikan dari dalam tubuh. Pada jalur yang pertama, Tiroksin dapat mengalami
deiodinasi (kehilangan satu atom I-) menjadi T3 atau rT3. Selanjutnya keduanya akan
mengalami deiodinasi kembali menjadi T2s yang selanjutnya dapat dieksresian bersama urin.
Hal yang sama terjadi pada Triiodotironin.
Jalur kedua, hormon tiroid mengalami konjugasi dengan asam sulfat dan asam glukuronat
menjadi T4S dan T3S, apabila dengan asam sulfat, dan T4G dan T3S , apabila dengan asam
glukuronat. Hasil konjugasi ini menjadikan hormon tiroid menjadi senyawa yang polar,
mudah larut air, sehingga dapat dieksresikan bersama urin.
Jalur ketiga, T3 dan T4 mengalami dekarboksilasi oksidatif sebagai salah satu proses
metabolisme yang selanjutnya akan digunakan untu menghasilkan energi pada tahap terakhir
yaitu transfer elektron.
plasma
kardiomiosit,
yang
berfungsi
sebagai
penghantar
2.2 Patofisiologi
1. HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme terjadi karena penurunan kadar hormone tiroid yang bersirkulasi,
ditandai dengan adanya miksedema, edema non-pitting dan boggy disekitar mata, kaki,
tangan dan menginfiltrasi jaringan lain. Pada orang dengan hipotiroidisme sejak lahir timbul
keadaan yang disebut kretinisme. Karena kadar hormone tiroid yang memadai esensial untuk
pertumbuhan normal dan perkembangan SSP maka kretinisme ini ditandai dengan tubuh
cebol (dwarfisme) dan retardasi mental serta gejala-umum lain defisiensi tiroid. Klasifikasi
penyebab hipotiroidisme :
1. Hipotiroidisme yang disebabkan malfungsi kelenjar tiroid
Ditandai dengan kadar TH rendah, sedangkan kadar TRH dan TSH yang tinggi akibat
tidak adanya umpan balik negatif oleh TH pada hipotalamus dan hipofisis.
2. Hipotiroidisme yang disebabkan malfungsi hipofisis
Ditandai dengan kadar TH rendah yang disebabkan karena kadar TSH rendah,
sedangkan kadar TRH di hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif
pada pelepasannya oleh TSH dan TH.
3. Hipotiroidisme yang disebabkan malfungsi hipotalamus
Ditandai dengan kadar TH, TSH dan TRH yang rendah.
a. Penyebab Hipotiroidisme
Penyebab turunnya pelepasan hormon tiroid (hipotiroidisme) biasanya disebabkan oleh
kelenjar tiroid itu sendiri. Sintesis abnormal dari hormon tiroid terjadi dalam langkah-langkah
dalam proses sintesisnya, antara lain :
iodium berlebih.
Abnormalitas pemecahan tiroglobulin
Gangguan pada proses penggabungan iodium (pelekatan iodin ke tirosin)
Gangguan pada proses penggabungan dua residu tirosin (pada saat pembentukan T 3
dan T4).
Ketidakmampuan untuk melepaskan tiroksin dan triiodothyronine dari tiroglobulin.
Kurangnya kepekaan organ target karena cacat reseptor atau konversi yang tidak
memadai untuk mengubah dari bentuk T4 menjadi T3 yang lebih aktif.
Dua penyebab yang sangat umum dari hipotiroidisme adalah kerusakan pada kelenjar
tiroid atau operasi pengangkata kelenjar (akibat kanker tiroid), lebih jarang hipotiroidmse
ini disebabkan oleh defisiensi TSH/TRH (insufisiensi hipofisis atau kerusakan pada
hipotalamus).
b. Penyakit Hipotiroidisme
1. Hashimotos disease/tiroiditis autoimun
Terjadi akibat destruksi autoantibodi jaringan kelenjar tiroid. Menyebabkan
penurunan TH dan peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang
minimal. Penyebabnya tidak diketahui, namun tampak adanya kecenderungan
merupakan penyakit genetik.
2. Goiter endemic
Goiter merupakan pembesaran kelenjar tiroid. Terjadi akibat defisiensi iodide
dalam makanan, defisiensi terjadi karena sel tiroid menjadi over aktif dan mengalami
pembesaran (hipertrofik) dalam rangka usaha memisahkan semua iodida yang
mungkin ada dari aliran darah. Kadar TH rendah ini disertai dengan tingginya kadar
TRH dan TSH akibat umpan balik negatif yang minimal.
3. Karsinoma tiroid
Penyakit ini dapat menyebabkan hipotiroidisme atau pun hipertiroidisme.
Terapi untuk jenis kanler ini menggunakan tiroidektomi, obat supresi TSH atau terapi
iodin radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroidnya. Semua terapi ini dapat
meyebabkan hipotiroidisme. Pajanan radiasi pada masa kanak-kanak yang
hipotiroidisme.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar TH (T3 dan T4). TSH dan TRH akan
memungkinkan diagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat sistem saraf pusat
atau kelenjar tiroid.
d. Manifestasi Klinis
a. Pembengkakan dan edema kulit terutama di bawah mata dan pergelangan kaki
b. Penurunan tingkat metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu
makan dan penyerapan nutrisi di usus
c. Intoleransi terhadap suhu dingin
d. Penurunan denyut jantung, myxedemic heart, dan penurunan curah jantung
e. Lemah, berpikir lambat, kaku, pergerakan lambat
f. Sembelit
g. Perubahan fungsi reproduksi
e. Komplikasi
a. Koma miksedema, ditandai dengan pemburukan semua gejala hipotiroidisme
termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi,
koma
b. Tidak adanya penggantian TH dan stabilisasi gejala dapat menyebabkan
kematian
c. Terapi memiliki risiko mencakup penggantian hormon yang berlebihan,
kecemasan, atrofi otot, osteoporosis, fibrilasi atrium
f.
Pengobatan
Biasanya terapi mencakup penggantian hormone tiroid dengan tiroksin sinetik.
Pada goiter endemik dengan cara penggantian iodide dapat mengurangi gejala.
Apabila penyebabnya berkaitan dengan tumor sistem saraf pusat, pengobatan dapat
dilakukan dengan cara kemoterapi, radiasi atau pembedahan.
2. HIPERTIROIDISME
Hipertiroidisme adalah keadaan ketika hormon tiroid (yang bersirkulasi) berlebihan.
Gangguan ini bisa terjadi karena disfungsi dari kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
(Corwin,2008).
1. Patofisiologi
Peningkatan hormon tiroid disebabkan oleh kerusakan kelenjar tiroid disertai
dengan menurunnya TSH dan TRF, akibat umpan balik negatif pada pelepasan
keduanya oleh TH. Hipertiroidisme yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis
menyebabkan kadar TH dan TSH yang tinggi. TRF rendah karena umpan balik
negatif dari TH dan TSH. Hipertiroidisme yang disebabkan oleh kerusakan dari
hipotalamus menunjukkan TH yang tinggi disertai dengan kelebihan TSH dan TRH.
Penyakit hipertiroidisme dapat menghambat pertumbuhan organ seksual jika
terjadi sebelum pubertas. Jika terjadi setelah pubertas, akan menghasilkan penurunan
libido pada laki-laki atau perempuan. Perempuan bisa mengalami ketidakteraturan
menstruasi dan penurunan fertilitas
2. Penyakit hipertiroidisme
a) Penyakit Graves
Gangguan autoimun yang biasanya ditandai dengan produksi autoantibodi
yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Antibodi merangsang sel-sel untuk
menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyakit Graves juga dapat terjadi pada Neonatus. Disebabkan karena
masuknya TSH-R Ab ibu melalui plasenta yang akan merangsang kelenjar tiroid
neonatus. Penyakit ini dapat terjadi juga karena adanya faktor genetik . Dalam hal
ini terjadi peningkatan tiroksin bebas (T3) dan TSH yang rendah, dimana pada
bayi normal terjadi peningkatan TSH pada saat lahir.
b) Goiter nodular
Peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan akan hormon
tiroid. Kelenjar berusaha memenuhi induksi TSH yang berlebihan.
3. Gambaran Klinis
Peningkatan denyut jantung
Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
Peningkatan laju metabolisme basal dan produksi panas, intoleransi terhadap
2.3 FARMAKOLOGI
1. Obat Antitiroid
Obat-obatan antitiroid sering disebut sebagai agen antitiroid. Obat ini meliputi
golongan tiourea. Obat antitiroid memiliki tujuan utama sebagai terapi hipertiroidisme
(Goodman et al., 2011). Hipertiroidisme dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit
lainnya dan akibat keadaan, seperti :
a. Kurangnya jumlah TSH
b. Peningkatan jumlah T4 dan T3 bebas
Mekanisme kerja golongan obat antitiroid berfokus pada mekanisme terbentuknya T4 dan T3
(hormon antitiroid).
Golongan obat antitiroid mula-mula diujikan kepada tikus dengan memberikan derivat
tiourea. Hasilnya, tikus menjadi hipotiroid dan tidak ada hormon yang terbentuk. Hal ini
menjadikan thiourea sebagai terapi hipertiroidisme. (Goodman et al., 2011)
Saat ini, terdapat tiga derivat utama tiourea yang dijadikan sebagai pengobatan
hipertiroidisme, yakni :
Contoh Sediaan
Mekanisme kerja utama obat tersebut adalah menginhibisi pembentukan hormon tiroid
(Goodman et al., 2011). Hal tersebut dilakukan beberapa cara seperti berikut, sesuai dengan
derivat obat yang terdapat di dalamnya.
A.
Methimazole
Methimazole bekerja dengan cara berikatan dengan thyroid peroksidase sehingga dapat
mencegah konversi iodida menjadi iodine. (Drugbank.ca, 2015) Seperti yang diketahui,
fungsi utama thyroid peroksidase adalah :
Mengkonversi iodida menjadi iodine (hidrogen peroksida berfungsi sebagai kofaktor)
yang dihasilkan
Mengkatalisis penggabungan molekul iodida yang dihasilkan ke posisi 3 dan/atau 5 dari
cincin fenol pada tyrosine yang ada di dalam thyroglobulin Thyroglobulin kemudian
akan mengalami degradasi untuk dapat menghasilkan thyroxine (T4) dan triiodothronine (T3) (Drugbank.ca, 2015)
Absorpsi
Diabsorpsi cepat dengan bioavaibilitas mencapai 93%
d)
Metabolisme
Metabolisme utama berlangsung di dalam hepar
e)
Toksisitas
Peringatan
Menembus plasenta sehingga dapat membahayakan janin penggunaan bagi wanita
hamil sebaiknya diganti jenis obat, atau menggunakan dosis terkecil. Selain itu,
B.
Propiltiourasil (PTU)
PTU bekerja dengan cara :
Menginhibisi TPO sehingga
coupling
residu
iodotyrosyl
dalam
proses
PTU bekerja dengan cara menginhibisi enzim D1 dan D2 karena kedua enzim tersebut
berfungsi dalam pembentukan T3 yang merupakan hormon tiroid yang paling aktif.
C.
Carbimazole
Carbimazole merupakan carbethoxy derivate (prodrug) dari methimazole. Setelah
2. Inhibitor Ionik
Senyawa yang berhubungan dengan konsentrasi iodida di kelenjar tiroid. Effective
agents berupa anion (resemble iodide) yang bersifat monovalen, hydrated anions dengan
ukuran yang mirip dengan iodida.
Berikut ini adalah contoh dari inhibitor ionik yang dapat digunakan :
a) thiocyanate yang dalam konsentrasi besar dapat menginhibisi ogranifikasi iodine
b) perchlorate (ClO4-) yang sepuluh kali lebih aktif dibandingkan thiocyanate bekerja
dengan memblok masuknya iodide ke kel. tiroid dengan menginhibisi secara kompetitif
NIS. Dosisnya 750 mg/hari untuk pengobatan Graves disease dan amiodarone-iodine
induced . Thyrotoxicosis. Perchlorate
iodida anorganik dari kelenjar tiroid dalam tes diagnostik organifikasi iodida.
c) Fluoborate (BF4-) yang sama efektifnya dengan perklorat
d) Lithium, prinsip utamanya menurunkan sekresi dari tiroksin dan triiodotironin (Takami,
1994) yang dapat menyebabkan hipotiroidisme
3. Iodida
Pendahuluan
Iodida adalah obat tertua untuk gangguan kelenjar tiroid. Sebelum obat antitiroid
digunakan, iodida merupakan satu-satunya senyawa yang tersedia untuk mengendalikan
tanda-tanda dan gejala hipertiroidisme. Meskipun iodida dalam jumlah kecil diperlukan untuk
biosintesis hormon tiroid, akan tetapi dalam jumlah besar dapat menyebabkan goiter dan
hipotiroidisme pada orang sehat.
Asupan iodida harian yang dianjurkan pada orang dewasa adalah 150 mcg (200 mcg
selama kehamilan). Iodida dengan konsentrasi yang tinggi tampaknya mempegaruhi hampir
semua aspek penting dan metabolisme iodin oleh kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid mengeluarkan sekitar 75 mcg iodida per hari dari kompartemen cairan
ekstrasel untuk sisntesis hormon dan sisanya dieksresikan ke dalam urin. Pada membran sel
apikal, iodida dioksidasi oleh enzim tiroid peroksidase menjadi iodine. Bentuk ini akan cepat
menimbulkan
iodinasi
residu-residu
tirosin
dalam
molekul
tiroglobulin
menjadi
monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Proses ini dinamakan organifikasi iodida.
Peroksidase tiroid dihambat secara secara transier oleh iodida berkadar tinggi dan dihambat
secara persisen oleh obat golongan tioamida. MIT dan DIT membentuk T3, sementara DIT
dan DIT membentuk t4. Pelepasan hormon ke dalam darah dalam bentuk T3 dan T4 yang
sudah dibentuk.
3.1
Farmakodinamika
Iodida mengambat organifikasi dan vaskulasi kelenjar tiroid yang hiperplastik. Pada
Penatalaksanaan Terapi
Pemberian iodida pada pasien hipertiroid menghasilkan efek terapi yang nyata, dimana
iodida mampu menekan fungsi tiroid. Goiter yang terjadi karena pemberian antitiroid, dapat
diperbaiki dengan pemberian sediaan tiroid dan iodide.
Peran iodida dalam tiroid
Bila Iodium di dalam tiroid dalam jumlah cukup banyak terjadi hambatan sintesis
Iodotironin dan Iodotirosin akibat penghambatan kerja enzim tiroid peroksidase
(terdapat Wolf-Chaikoff effect)
Iodida dalam pengobatan hipertiroidisme digunakan dalam periode praoperasi untuk
tiroidektomi dan digunakan dalam pengobatan krisis tirotoksik yang dikombinasi dengan obat
antitiroid dan propanolol.
Sebelum pembedahan, iodida kadang-kadang diberikan tersendiri, akan tetapi diberikan
setelah gejala hipertiroidisme diatasi dengan antitiroid, yaitu biasanya diberikan selama 10
hari sebelum operasi dilakukan.
Alasan mengapa iodida tidak digunakan sebagai terapi tunggal adalah karena terapi
dengan menggunakan iodida saja tidak dapat sepenuhnya mengendalikan terapi
hipertirodisme. Hambatan pada kelenjar tiroid akan hilang dalam waktu 2-8 minggu dan bila
terapi iodida dihentikan, gejala hipertiroidisme dapat terjadi lagi, bahkan memberat, misalnya
timbul reaksi eksaserbasi tirotoksis. Iodida tidak diberikan pada wanita hamil karena dapat
menembus sawar darah plasenta dan menyebabkan goiter pada fetus.
Peningkatan simpanan iodin dalam kelenjar yang dapat memperlambat mula kerja
terapi dengan tioamida atau mencegah efektivitas terapi dengan iodin radioaktif selama
beberapa minggu. Jadi, pemberian iodida harus dimulai setelah dimulainya terapi tioamida
dan pemberian iodida harus dihindari dalam jangka waktu yang berdekatan dengan terapi
iodin radioaktif.
Pada individu yang eutiroid, pemberian dosis iodida 1,5-150 mg per hari
mengakibatkan sedikit penurunan konsentrasi tiroksin dan triiodotironin dalam plasma serta
diimbangi dengan sedikit peningkatan nilai TSH serum. Namun, pasien eutiroid dengan
riwayat berbagai gangguan tiroid mungkin akan mengalami hipotiroidisme yang diinduksi
oleh iodin jika diberi iodin dalam jumlah besar yang ada dalam obat-obat yang diresepkan.
3.3
organik yang mengandung iodin ketika dibiarkan secara intravena. Onset reaksi akut dapat
terjadi dengan segera atau beberapa jam setelah pemberian.
Angioedema adalah gejala yang menonjol, dan pembengkakan laring dapat
menyebabkan kematian karena tidak dapat bernapas. Berbagai hemoragia pada kulit dapat
muncul. Manifestasi jenis penyakit hipersensitivitas serum seperti demam, artalgia,
pembengkakan nodus limfe, dan eosinophilia juga dapat terjadi. Purpura trombositopenik
trombotik dan nodosa periarteritis yang fatal akibat hipersensitivitas terhadap iodida juga
terjadi.
Keparahan gejala intoksikasi kronis iodida (iodisme) berhubungan dengan dosis.
Gejalanya dimulai dengan rasa seperti tembaga yang tidak enak dan rasa terbakar pada mulut
dan tenggorokan, serta rasa sakit pada gigi dan gusi. Teramati pula peningkatan salivasi.
Koriza (rhinitis akut), bersin, dan iritasi pada mata disertai pembengkakan kelopak mata
biasanya juga terjadi, Keadaan iodisme ringan mirip dengan head cold. Pasien sering
mengeluh sakit kepala yang hebat yang berasal dari sinus frontal. Iritasi kelenjar mukosa
pada saluran pernafasan menyebabkan batuk produktif. Transudasi berlebihan ke dalam
batang bronkus menyebabkan edema paru-paru. Selain itu, kelenjar parotid dan submaksilari
dapat membengkak dan melunak, serta sindrom tersebut mungkin keliru dengan parotitis
gondong (mumps parotitis). Mungkin juga terjadi radang pada faring, laring dan tonsil.
Lesi kulit juga biasa terjadi dengan berbagai tipe dan intensitas, biasanya berbentuk
jerawat ringan dan terdistribusi pada daerah yang mengalami seborea. Meskipun jarang,
erupsi yang parah dan terkadang fatal (ioderma) dapat terjadi setelah pemakaian iodida dalam
jangka lama. Lesi yang timbul tampak aneh, mirip dengan lesi yang disebabkan oleh
bromisme, suatu masalah yang jarang terjadi, dan seperti biasanya, hilang dengan cepat
ketika pemberian iodida dihentikan. Gejala iritasi lambung biasa terjadi, dan diare yang
kadang-kadang berdarah, dapat terjadi.
Untungnya gejala iodisme menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa hari
setalah pemberian iodide dihentikan. Iodisme berat dapat diatasi dengan meningkatkan
eksresi I- dan Cl-, misalnya dengan dieresis osmotik, diuretik kloruretik dan pemberian
muatan garam.
3.4
Contoh Sediaan
OBAT
KANDUNGAN IODIN
ORAL atau LOKAL
Amiodaron
75 mg/tablet
26 mg/ml
Iodokuinol (diiodohidroksikuin)
134-416 mg/tablet
5-41 g/tetes
13-15 mg/ml
Iodoklorhidrosikuin
104 mg/tablet
0,15 mg/tablet
18 g/tetes
Kelp
0,15 mg/tablet
145 mg/tablet
Larutan lugol
6,3 mg/tetes
115 mg/tablet
5 mg/0,8 ml
38 mg/tetes
SEDIAAN PARENTERAL
Natrium iodida, larutan 10%
85 mg/ml
ANTISEPTIK TOPIKAL
Krim iodokuinol
(diiodohidrosikuin)
6 mg/g
Tingtur iodine
40 mg/ml
Krim iodoklorhidroksikuin
12 mg/ml
Kabut iodoform
Povidon iodine
10 mg/ml
SENYAWA KONTRAS RADIOLOGI
370 mg/ml
Propiliodon
340 mg/ml
Asam iopanoat
333 mg/tablet
Ipodat
308 mg/kapsul
Iotalamat
480 mg/ml
Metrizamida
Ioheksol
463 mg/ml
4. Iodin Radioaktif
Pendahuluan
Iodin memiliki beberapa isotop radioaktif. Isotop radioakif yang paling banyak
digunakan dalam pengobatan adalah Isotop 131 atau
131
sebanyak 8 hari. Hal ini menyebabkan lebih dari 99% radiasi dipancarkan dalam waktu 56
hari. Emisi radioaktif 131I terdiri dari sinar dan partikel .
Mekanisme Kerja
Isotop
131
I secara cepat dan efisien akan ditangkap oleh kelenjar tiroid, digabungkan ke
dalam asam iodoamino, dan disimpan dalam koloid folikel. Dari folikel tersebut
131
I akan
Natrium iodida I 131 tersedia dalam bentuk larutan atau dalam kapsul yang
mengandung
131
I bebas dengan pembawa yang cocok untuk pemberian oral. Dosis yang
diberikan berbeda-beda untuk tiap pasien. Pemilihan dosis bergantung pada ukuran tiroid,
uptake iodin oleh kelenjar, dan kecepatan pelepasasn RAI dari kelenjar setelah penyimpanan
dalam koloid. Dosis total lazimnya adalah 4-15 mCi
Pemberian dosis rendah disarankan untuk menurunkan angka kejadian hipotiroidisme.
Pemberian antitiroid atau iodida dapat digunakan untuk mempercepat pengendalian
hipertiroidisme. Obat antitiroid harus dihentikan selama beberapa hari sebelum dan sesudah
pemberian dosis terapeutik 131I.
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil setelah trisemester pertama, tiroid janin akan
mengkonsentrasi isotop sehingga mengalami kerusakan [Pregnancy Category X]
Jarang bahkan tidak digunakan untuk pasien muda dan anak-anak dikhawatirkan
dapat menyebabkan kanker dan efek pada sel-sel seksual
Efek Samping
Jangka pendek tiroidal ringan dan disfalgia
Jangka panjang karsinoma tiroid, leukimia, hingga cacat kongenital
Contoh Sediaan
Nama dagang
Nama generik
Bentuk sediaan
: Hicon Kit
: Natrium Iodida I-131 mCi dalam 1 ml
: larutan dan kapsul
a) Farmakokinetika
Absorpsi
Distribusi
8. Kapsul diletakkan dalam wadah polipropilen yang cocok dan tutup dalam wadah lagi.
Kapsul harus digunakan dalam waktu tujuh hari
2.4. FARMAKOTERAPI
1. Hipotiroid
Pada pasien dengan indikasi hipotiroid kadar TSH mengalami kenaikan, kemudian
dilakukan pengukuran kadar T4 dalam tubuh. Apabila rendah indikasi pasien ESS atau
hipotiroid primer. Apabila kadar T4 tinggi indikasi pasien resisten TSH, resisten dari hormon
tiroid itu sendiri. Apabila T4 rendah indikasi pasien mengalami ESS, subklinik hipotiroid dan
yiroid autoimun. Dengan adanya ketiga keadaan tersebut perlu dilakukan peninjauan ulang
tentang tiroid antibodies serta keberadaan triiodotironin (T3). Apabila T3 menunjukkan hasil
yang normal maka perlu peninjauan kembali penyebab dari hipotiroid itu sendiri, apabila T3
menunjukkan hasil yang rendah maka diberikan terapi T3. Sedangkan jika antibodi
menunjukkan hasil yang positif mengindikasikan pasien mengalami aoutoimun hipotiroid,
jika antibody menunjukkan hasil yang negatif mengindikasikan pasien mengalami perlu
ditinjau lagi enyebab dari hipotiroid itu sendiri.
Tujuan pengobatan dari hipotiroid dan hipertiroid ini adalah untuk menormalkan
hormon tiroid konsentrasi dalam jaringan, memberukan bantuan untuk identifikasi gejala
sedini mungkin, mencegah defisit neurologis pada bayi baru lahir dan anak-anak, dan
membalikkan kelainan biokimia baik dari hipotiroid maupun hipertiroid. Penggunaan
teraupetik hormon tiroid sebagai indikasi untuk terapi sulih hormon pada pasien dengan
hipotiroidisme atau kretinisme dan untuk terapi supresi TSH pada pasien dengan kanker
tiroid dan pasien dengan gondok nontoksik. Garam natrium sebagai isomer alami dari
hormon tiroid. Natrium levotiroksin (L-T4, SYNTHROID, LEVOXYL, LEVOTHROID, UNITHROID) tersedia dalam
bentuk tablet dalam berbagai dosis dan sebai serbuk terliofilisasi untuk injeksi dan memiliki
indeks teraupetik yang sempit. Natrium liotironin (L-T 3) tersedia dalam bentuk tablet
, bentuk injeksi
(CYTOMEL)
(TRIOSTAT).
(THYROLAR). Sediaan tiroid yang didesikasi, berasal dari tiroid binatang utuh dan
mengandung T4 dan T3, memiliki aktivitas biologis yang sangat beragam. Interaksi obat
yang mengganggu absorpsi koletiramin, suplemen besi dan kalsium, alumunium hidroksida,
produk kedelai. Interaksi obat yang menginduksi CYP hati dan eksresi empedu meningkat
interaksi obat fenitoin, karbamazepin, rifampisin. Merupakan ekspresi berlebihan
hipotiroidisme yang parah dan bertahan lama. Ciri utama dari koma miksedema adalah sebgai
berikut, Hiportemia, yang dapat menonjol, depresi pernapasan, ketidaksadaran.
Penanganan dari koma miksedema dapat dilakukan dengan berdasarkan absorpsi oral
yang tidak pasti, hormon tiroid biasanya diberikan secara parentral (dosis muatan L-T4 200300 g secara intravena diikuti oleh dosis kedua 100 g 24 jam selanjutnya). Onset kerja
lebih cepat, beberapa ahli klinis menambah L-T3 (10 g secara intravena setiap 8 jam).
Sedangkan penanganan untuk kretinisme dapat dilakukan dengan dosis awal LT4 10-15 g
untuk menormalisasi konsentrasi T4 serum secara cepat. Dosis tunggal disesuaikan pada
interval 4-6 minggu selama 6 bulan pertama, interval 2 bulan selama 6-18 bulan. Interval 3-6
bulan mempertahankan T4 bebas serum lebih dari setengah normal, dengan TSH normal.
Penanganan nodul-ndul tiroid dapat dilakukan dengan Hormon tiroid digunakan untuk
menekan pertumbuhan pasien dengan nodul tiroid tunggal tumor jinak dan TSH normal.
Terapi supresi tidak berguna bila nodul bersifat otonom, diindikasikan TSH subnormal.Terapi
supresi tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui menderita arteri koroner, risiko
kejadian aritmia jantung/angina yang tidak terduga. Untuk penanganan kanker tiroid dapat
dilakukan dengan Terapi LT4 menekan stimulasi TSH untuk pertumbuha kanker tiroid
terdiferensiasi. Pada tumor ciri prognostik yang lebih mengkhawatirkan tujuannya menekan
TSH hingga kadar yang tidak dapat terdeteksi.Tumor berisiko rendah dosis LT4 disesuaikan
sehingga TSH dibawah rentang normal, namun masih terdeteksi.
Evaluasi dari hasil terapi diharapkan konsentrasi TSH mengalami pemantauan yang
paling sensitif dan akurat serta menggunakan parameter yang spesifik untuk penyesuaian
penggunaan dosis levothyroxine. Konsentrasi TSH dan T4 harus diperiksa setiap 6 minggu
sampai tercapai keadaan euthyroid. Konsentrasi serum T4 dapat berguna dalam mendeteksi
ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, malabsorpsi atau perpindahan bioekivalensi produk
levothyroxine. TSH juga dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi ketidakpatuhan.
Pada pasien hipotiroid disebabkan oleh hipotalamus atau kegagalan hipofisis, pengentasan
sindrom klinis dan pemulihan serum T4 ke rentang normal adalah satu-satunya kriteria yang
tersedia untuk memperkirakan ketepatan atau penggantian dosis levothyroxine.
2. HIPERTIOIDISME
uji ultrasensitive thyroid stimulating hormone (uTSH), namun jika tidak, tidak perlu
pengujian lebih lanjut.
4. Ketika kadar TSH rendah, lakukan pemeriksaan kadar FT 3 (Free T3) dan FT4 (Free T4)
dengan thyroid autoantibody panel. Jika hasilnya adalah TSH rendah dan FT 3 atau FT4
meningkat maka pasien mengalami hipertiroid, kemungkinan mengalami Graves disease.
Jika kadar TSH rendah namun FT 3 dan FT4 normal maka pasien mengalami hipertiroid
subklinik. Jika TSH rendah, normal ataupun tinggi dengan FT 4 yang rendah lanjutkan
pemeriksaan dengan penyakit hipotalamus atau pituitary. Pada pasien pederita hipertiroid,
ditemukan beberapa keadaan seperti anemia makrositik, peningkatan kreatinin fosfat,
hiperlipidemia, hiperkalsemia, peningkatan alkalin fosfatase, dan penurunan granulosit.
5. Ketika kadar TSH tinggi, lakukan pemeriksaan kadar FT 4 dengan thyroid autoantibody panel.
Jika hasilnya normal maka pasien mengalami hipotiroid subklinis, namun jika hasilnya
rendah maka pasien mengalami hipotiroidisme.
Penggunaan propanolol beberapa minggu sebelum operasi dan sekitar 7-10 hari setelah operasi
bertujuan agar detak jantung pasien kurang dari 100 detak/menit, kadang dikombinasikan
propanolol dan potassium iodide. Untuk pasien asma dapat menggunakan diltiazem 60 mg 4 kali
sehari atau 120 mg tiga kali sehari
Komplikasi yang terjadi akibat pembedahan diantaranya adalah hipotiroidisme yang persistent
atau recurrent (0,6-18%), hipotiroidisme (sampai 49%), hipoparatiroidisme (sampai 4%), dan
kelainan pita suara (sampai 5%). Hipotiroidisme yang sering terjadi setelah pembedahan
mmebutuhkan follow-up secara berkala untuk identifikasi dan pengobatan.
Terapi Farmakologi:
Pasien hipertiroidisme dengan nodular goiter, pasien Graves disease dengan ophthalmopathy,
pasien geriatri, pasien yang tidak mentolerir obat antitiroid dapat diobati dengan radioactive
iodine (RAI).
Pasien hipertiroidsime dengan Graves disease tanpa ophthalmopathy diobati dengan methimazole
30-40 mg per hari.
Dilakukan evaluasi terhadap efek samping dari penggunaan obat. Jika tidak terjadi efek samping
lanjutkan penggunaan obat dengan mengevaluasi kadar FT 4 dalam tubuh 4-6 minggu kemudian,
jika kadar hormone thyroid sudah stabil (euthyroid) lanjutkan pengobatan dengan maintenance
dosis yaitu methimazole 5-10 mg per hari. Jika hasil lab menunjukkan hypothyroid maka
pertimbangkan penggunaan levotiroksin 75-100 mcg per hari.
Jika terjadi efek samping berupa kemerahan pada kulit (mucopapular rash) yang ringan maka
lanjutkan terapi methimazole dengan penambahan antihistamin, namun jika persisten, ganti
methimazole dengan golongan thioamida lainnya, jika tidak terjadi resolusi maka pertimbangkan
penggunaan radioactive iodine atau pembedahan.
Jika terjadi efek samping berupa sore throat, demam, dan ISPA kecuali pasien agranulositosis,
hentikan pemberian methimazole, lakukan pemeriksaan WBC (Whole Blood Cells) dan LFT
(Liver Function Test), jika tidak terjadi resolusi maka pertimbangkan penggunaan radioactive
iodine atau pembedahan.
Jika terjadi efek samping berupa mual, muntah, dan nyeri abdomen, kecuali pasien dengan
penyakit hepatitis, maka hentikan pemberian methimazole, lakukan pemeriksaan WBC (Whole
Blood Cells) dan LFT (Liver Function Test), jika tidak terjadi resolusi maka pertimbangkan
penggunaan radioactive iodine atau pembedahan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Yang berpengaruh terhadap pelepasan hormon tiroid dari kelenjar tiroid adalah
hipotalamus. Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid melibatkan langkahlangkah penyerapan iodida, sintesis triglobulin, oksidasi iodida, iodinasi tirosin,
penggabungan T1 T2, pinositosis, sekresi hormon tiroid, dan transpor di darah
Penyakit/kelainan yang dapat terjadi pada hormon tiroid adalah hipertiroidisme dan
hipotiroidisme. Obat yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit/kelainan pada pada
hormon tiroid adalah tioamida, iodida, adrenoreseptor blocking agent, radioaktif iodin, dan
inhibitor ion (penghambat ion iodida)
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22 (Terj) Ganongs Review
Of Medical Phsyiology (22nd ed.). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Goodman and Gilman. (2006). Goodman and Gilmans: The Pharmacological Basis of
Therapeutics. (K. L. P. Laurence L.Brunton , John S.Lazo, Ed.) (11th ed.). United States
of America: Mc Graw Hill. http://doi.org/10.1036/0071422803
Katzung, B. G., Francisco, S., Akporiaye, E. T., Aminoff, M. J., Francisco, S., Basbaum, A. I.,
Chrousos, G. P. (2006). Basic and Clinical Pharmacology (10th ed.). San Fransisco:
Mc Graw Hill.
Sherwood, L. (2010). Human Physiology: From Cells to Systems (7th ed.). USA: Yolanda
Cossio.
Silverthorn, D. U. (2010). Human Pshysiology: An Integrated Approach (5th ed.). San
Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.
Tortora, G. J., Wiley, J., Roesch, B., Wojcik, L., Salisbury, B., Gerdes, K., & Grossman, H.
(2009). Principles Of Anatomy And Physiology (12th ed.). United States: John Wiley and
Sons, Inc.
Drugbank.ca, (2015). DrugBank: Carbimazole (DB00389). [online] Available at:
http://www.drugbank.ca/drugs/DB00389 [Accessed 3 Oct. 2015].
Drugbank.ca, (2015).
DrugBank: Methimazole
at:
Kuiper, G., Kester, M., Peeters, R. and Visser, T. (2005). Biochemical Mechanisms of
Thyroid Hormone Deiodination. Thyroid, 15(8).
Medicines.org.uk, (2015). Carbimazole 5 mg Tablets - Summary of Product Characteristics
(SPC)
(eMC).
[online]
Available
at: