Anda di halaman 1dari 143

PENGENDALIAN PROSES (TKK 308 , 3 sks)

TUJUAN
1. Memahami ciri laku (karakteristik) masalah pengendalian proses dan persoalanpersoalan dalam pengendalian proses.
2. Mampu merumuskan model kelakuan dinamik dan statik proses-proses kimiawi
yang tidak terlalu kompleks.
3. Mampu melakukan analisis (melalui model) tentang kelakukan dinamik prosesproses kimiawi yang sederhana.
4. Mampu menggunakan berbagai teknik analisis dalam mengkaji sistem kendali
dengan umpan balik.
5. Memahami beberapa pendekatan dan metoda yang digunakan dalam merancang
sistem kendali umpan balik.
6. Mengenal beberapa segi dari ;
analisis dan perancangan sistem kendali yang lebih mutakhir.
Perancangan sistem kendali untuk proses-proses bervariabel ganda.
Pengendalian proses menggunakan komputer
Buku Referensi:
1. Stephanopoulos, G., Chemical Process Control : An Introduction to Theory
and Practice, Prentice Hall Inc., New York, 1984.
2. Coughanowr & Koppel, Process System Analysis and Control, McGraw Hill,
1991
3. Considine, Process Instruments and Control Handbook, McGraw Hill, 1957
4. Luyben, W.L., Process Modeling, Simulation, and Control for Chemical
Engineers, McGraw-Hill Book Co., NY, 1973.

MATERI PERKULIAHAN
Bagian I : Pengendalian Proses Kimiawi : Ciri laku dan Persoalan yang Berkaitan
dengannya.
1. Dorongan untuk mengendalikan proses-proses kimiawi
2. Segi-segi perancangan suatu sistem pengendalian proses
3. perangkat keras untuk suatu sistem pengendalian proses
Bagian II : Menyusun model dinamik dan statik dari proses-proses kimiawi.
4. Menyusun suatu model matematika
5. pertimbangan-pertimbangan dalam menyusun model untuk tujuan
pengendalian.
Bagian III : Analisis kelakuan dinamik proses-proses kimiawi
6. simulasi dengan komputer dan linearisasi sistem-sistem linear
7. transformasi laplace
8. penyelesaian persamaan differensial menggunakan transformasi laplace.
9. fungsi transfer dan model-model input-output
10. kelakuan dinamik sistem-sistem order satu
11. kelakuan dinamik sistem-sistem order dua
12. kelakuan dinamik sistem-sistem order yang lebih tinggi.
Bagian IV : Analisis dan perancangan sistem pengendalian dengan umpan balik
13. mengenal pengendalian dengan umpan balik
14. kelakuan dinamik proses-proses yang dikendalikan dengan pengendalian
dengan umpan balik.
15. analisis kestabilan sistem-sistem yang dikendalikan dengan pengendalian
umpan balik]
16. perancangan pengendali dengan umpan balik.
17. analisis respons frekuensi proses-proses linear

SISTEM PENILAIAN UJIAN


Nilai Ujian Tengah Semester

30 %

Nilai Ujian Akhir Semester

40 %

Nilai Tugas-Tugas

20 %

Nilai Quiz

10 %

Kehadiran

> 75 %

BAGIAN I
Pengendalian proses-proses kimiawi : ciri laku dan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengannya
Pembahasan akan mencakup 3 bab
Bahasan yang disampaikan dimaksudkan untuk :
1. memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pengendalian proses
2. memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang menimbulkan dibutuhkannya
pengendalian proses, dan apa yang memotivasi dilaksanakannya pengendalian
proses.
3. menganalisis ciri laku suatu sistem kendali dan merumuskan persoalan yang
perlu diselesaikan dalam perancangannya
4. mengemukakan dasar-dasar pemikiran untuk mengkaji masalah-masalah
pengendalian proses.

BAB I
Faktor-faktor pendorong dilaksanakannya pengendalian proses
Suatu pabrik kimiawi merupakan susunan dari satuan-satuan pemroses
(reaktor, absorber, pompa, dll) yang terstrukturkan dengan tujuan tertentu.
Tujuan umum suatu pabrik adalah mengkonversi bahan-bahan mentah tertentu
menjadi satu atau beberapa jenis produk, menggunakan energi dengan cara
seekonomik mungkin
Dalam pengoperasisannya suatu pabrik kimiawi harus memenuhi beberapa
persyaratan yang ditetapkan didalam perancangannya dan perlu memenuhi
kondisi (persyaratan) teknis, ekonomis, dan sosial.
Pemenuhan persyaratan-persyaratan tersebut berhadapan dengan keadaan
lingkungan yang berubah-ubah, yang dapat mempengaruhi jalannya proses
(keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses = gangguan =
disturbance).
Persyaratan-persyaratan yang dikemukan terdahulu, dapat dirangkum menjadi
5 bidang persyaratan utama :
1. Keselamatan (safety)
2. Spesifikasi produksi
3. Peraturan mengenai lingkungan hidup (the environment)
4. Kendala-kendala operasional
5. Ekonomi
Kelima persyaratan tersebut menuntut adanya pemantauan secara terus
menerus terhadap jalannya operasi suatu pabrik kimia yang memerlukan
intervensi (pengendalian) untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan
operasional pabrik
Pemantauan dan pengendalian tersebut dilaksanakan melalui penggunaan
peralatan (alat ukur, katup kendali, pengendali, komputer), dan intervensi
orang (perancang dan operator pabrik), yang 2 cara keseluruhan membentuk
sistem kendali terhadap pabrik.
Terdapat 3 kelompok tujuan umum yang perlu diwujudkan oleh suatu sistem
kendali :
menekan pengaruh gangguan-gangguan dari lingkungan (terhadap
operasi pabrik)
menjamin kestabilan proses
mengoptimasi kinerja (performansi) proses
1.1

Menekan pengaruh gangguan lingkungan


Tujuan yang paling umum suatu sistem kendali di pabrik kimia
adalah menekan pengaruh gangguan lingkungan ke proses
Gangguan tersebut, yaitu efek dari perubahan lingkungan proses
terhadap gerak operasi sistem-sistem pemroses (e.g. reaktor, heat exchanger,
evaporator, kompressor, dsb) pada umumnya diluar jangkauan kemampuan
dari operator proses untuk menangkalnya.

Maka
4

Diperlukan penggunaan mekanisme pengendalian yang memungkinkan pengubahan


terhadap gerak proses, sehingga efek merugikan yang timbul dari adanya gangguan,
dapat ditiadakan.
Contoh 1.1
Mengendalikan tangki pemanas berpengaduk
Fi (cm3/menit)
Ti (K)

Kondensat

F (cm3/menit)
T (K)

Fst
Steam
Asumsi : - Cairan didalam tangki tercampur sempurna
- Temperatur didalam tangki = temperatur aliran keluar tangki
Tujuan operasional tangki pemanas :
1. mendapatkan aliran cairan yang keluar tangki dengan suhu tetap, yaitu Ts.
2. menjaga agar volume cairan ditangki konstan, yaitu Vs.
Bila tak ada gangguan yang dapat mengubah kondisi proses,
Suhu cairan keluar tangki dan volume cairan ditangki tetap, masingmasing Ts dan Vs, sekali keadaan tersebut tercapai.
Tetapi :Fi, Ti dan Q dapat berubah (gangguan terhadap proses)
T dan V tak mungkin konstan pada Ts dan Vs.
Ti, Fi
Diperlukan sistem pengendali (control system) bila (T,V) dikehendaki tetap
berharga (Ts,Vs)
Thermocouple
Q
2) Pola pengendalian suhu yang
- dapat ditempuh
Set point
Ts

+
Pengendali

T, F
5
Fst

thermocouple mengukur suhu cairan ditangki, T.


Pembacaan thermocouple dibandingkan dengan harga suhu yang
dikehendaki, set point, yaitu Ts.
Selisih antara T dan Ts disebut kesalahan (error) : E = Ts - T
Harga E disampaikan ke pengendali (controller) yang akan memutuskan
tidakan apa yang perlu dilakukan agar harga T kembalimenuju Ts :
1. Bila E > 0 (T < Ts)
pengendali memperlebar bukaan katup
steam, sehingga Q membesar
T naik menuju ke Ts
2. bila E < 0 (T > Ts)
pengendalian memperkecil bukaan katup, Q
mengecil,
T turun menuju Ts.
3. bila E = 0 (T = Ts)
posisi bukaan katup tak diubah.
FEEDBACK CONTROL SYSTEM
(SISTEM KENDALI DENGAN UMPAN BALIK)

Sistem kendali suhu yang dibahas terdahulu melaksanakan fungsinya dengan


mekanisme sebagai berikut :
1. atas dasar hasil pengukuran terhadap variabel yang diinginkan
untuk dikendalikan, ditentukan besarnya penyimpangan (error)
(Jadi gangguan telah terjadi dan besaran proses telah terpengaruhi
gangguan tersebut)
2. berdasar pada pengetahuan tentang besarnya penyimpangan
(error) tersebut, dilakukan tindakan pembetulan (corrective
action)
Jadi tindakan pembetulan dilakukan setelah penyimpangan terjadi dan
dideteksi atau setelah efek gangguan dirasakan oleh proses
Sistem kendali dengan mekanisme kerja semacam itu disebut sistem kendali
dengan umpan balik (feedback control system)
Harga yang dikehendaki, Ts, disebut set point (titik acuan) ini ; titik acuan
ini ditetapkan dan diberikan oleh operator; dikatakan bahwa titik acuan itu
ditentukan secara external.

(b) Pengendalian volume cairan ditangki (~ pengendalian atas permukaan = level


control)
dikehendaki V = Vs (atau h = hs)
Fi
Ti
Alat ukur arus
cairan
h

+
E
F
T

Set point
hs

Pengendali

steam

(i)

Pola pendekatan I : pengendali mengatur bukaan katup


aliran keluar tangki
Fi
Ti

Pengendali

E
+

Set point hs

_
h
Alat ukur arus
cairan

(ii)

Pola pendekatan II ; pengendali mengatur bukaan katup


aliran masuk ke tangki

Kedua pola pendekatan menggunakan feedback control system.

FEED FORWARD CONTROL SYSTEM


Untuk pengendalian temperatur
Fi
Ti
Thermocouple

Set point
Ts

F
T

Pengendali
steam

suhu aliran masuk diukur dengan thermocouple


hasil pembacaan thermocouple ditransmisikan ke alat pengendali
atas dasar informasi tentang Ti, dan ketentuan tentang harga Ts, alat kendali
menggerakkan katup untuk menentukan bukaan katup yang tepat bagi
penyediaan panas agar efek perubahan dari Ti dapat dikompensasi, sehingga
T selalu ada pada harga Ts, atau dekat sekitar Ts.
Dalam sistem kendali dengan feedforward ini sistem kendali tidak
menunggu sampai efek gangguan dirasakan proses, tetapi mengantisipasi
penyimpangan yang dapat terjadi akibat perubahan harga Ti, dan melakukan
perubahan laju penyediaan panas untuk mengkompensasi perubahan T yang
diantisipasi tersebut.

1.2

Menjamin kestabilan proses

1.2.1

Sistem yang stabil (stable) atau self regulating


X

Xs

Waktu

to
8

x suatu variabel proses (e.g T, P, C, V)


gambar diatas menunjukkan response sistem (perubahan x) untuk t > to,
karena sesuatu gangguan
setelah saat to, akibat gangguan, x menyimpang darr harga semula xs,
berfluktuasi yang makin teredam disekitar xs, dan setelah beberapa saat
kembali ke harga xs.

Suatu sistem yang berkelakuan sebagaimana digambarkan diatas disebut yang


stabil atau self regulating
Sistem stabil, bila menerima gangguan akan memberikan response yang akhirnya
kembali ke harga semula.
1.2.2

Sistem yang tak stabil (unstable)

Y
A

B
Ys
C

y suatu variabel proses


gambar menunjukkan response sistem (perubahan harga variabel y dengan waktu)
setelah t = to, karena adanya gangguan.
Setelah t = to, responset sistem mengikuti alur perubahan A, atau
B, atau C. Jadi y
Waktu
o perjalanannya dengan waktu.
makin menjauhi ys dalam
Sistem yang menunjukkan kelakuan seperti itu disebut sistem yang tak stabil (unstable
system).
Sistem-sistem yangm menunjukkan kecenderungan tak stabil perlu pengendalian untuk
memungkinkan pengoperasiannya secara stabil ;
pengendalian diperlukan untuk menjaga kestabilannya.
Contoh 1.2 Mengendalikan operasi suatu reaktor tak stabil
CAi, Ti, Fi
Reaktan
TcQ, F

Tci, Fi
Pendingin

A B
B
9

CA, T, F
Produk

CSTR (Continous Stirred Tank Reactor) yang dilengkapicooling


jacket
Terjadi reaksi eksotermis A
B
untuk menjaga suhu campuran reaksi, dipasang pendingin.
Panas yang dihasilkan reaksi A
B berbanding lurus dengan
derajat konversi zat A (A =

Ao A
), dan A merupakan fungsi suhu, T, yang
Ao

berbentuk sigmoid (seperti huruf s). Maka laju produksi panas merupakan
fungsi T yang berbentuk sigmoid.
Laju perpindahan panas dari campuran reaksi ke pendingin , O,
berbentuk garis lurus , atau Q fungsi linear T.
(ingat : Q = UA (T Tc)
P3
Laju pendinginan (QL)
Atau
Laju produksi panas (Q2)

(2)
(1)

P2

P1
T2 T2 T3

T1

Pada keadaan stasioner (steady state) laju produksi panas = laju


perpindahan panas dari campuran reaksi ke pendingin.
Keadaan stasioner tersebut terjadi pada titik P1, atau P2, atau P3,
yaitu titik perpotongan kurva (1) dan kurva (2), dimana laju produksi panas (Q R)
= laju pendinginan (QL)
Titik P2 merupakan keadaan stasioner yang tak stabil, sedangkan
titik P1 dan P3 merupakan keadaan stasioner yang stabil.
-

Berikut ini uraian penjelasan :


bila oleh sesuatu sebab, suhu bergeser dari T2 ke T2dimana T2 lebih besar
dari T2 maka QR > QL. Suhu akan naik, reaksi makin cepat, produksi panas
makin tinggi mengikuti alur kurva 1, sedangkan laju pendinginan selalu tak
dapat mengimbangi. Di daerah antara P2 dan P3, QR > QL. Keadaan proses
akan bergeser ke P3
pada titik P3, bila T > T3

QL > QR
10

suhu turun kembali ke T3.

Jadi bila terjadi pergeseran suhu, keadaan akan kembali ke posisi P3


stabil
- bila dikehendaki untuk beroperasi di P2 karena
a.
untuk keadaan di P1 reaksi terlalu lambat
b.
untuk keadaan di P3 suhu terlalu tinggi dan akan menimbulkan
kerusakan katalis atau bahan, maka pengendalian diperlukan agar bila
keadaan (suhu) menggeser dari T2 proses dapat selalu dikembalikan ke
P2.
Jadi pada kasus ini pengendalian ditunjukkan untuk menjamin agar sistem dapat
dioperasikan secara stabil.
Empat kurva berikut ini menunjukkan ressponse sistem terhadap gangguan bila sistem
tak dikendalikan :

T3

T3

T2

T2

T1

T1
Waktu

Waktu

Operasi dititik P2. bila T >


T2
keadaan beralih ke
posisi P3

Operasi dititik P2. bila T <


T2
keadaan beralih ke
posisi P1

T3

T3

T2

T2

T1

T1
Waktu
11

Waktu

Operasi dititik P3.


Bila terjadi pergeseran suhu, T akan
berisolasi di sekitar T3, dan akhirnya
proses kembali ke posisi P3

1.3

Operasi dititik P1.


Bila terjadi pergeseran suhu, T akan
berisolasi di sekitar T1, dan akhirnya
proses kembali ke posisi P1

Mengoptimasi kinerja proses


Tujuan untuk menekankan pengaruh gangguan lingkungan dan menjaga
kestabilan proses yang pada dasarnya berkaitan dengan pemenuhan persyaratan
keselamatan dan persyaratan operasi dan produksi, merupakan dua tujuan dasar
dari pengendalian proses.
Setelah kedua tujuan tersebut dapat direalisasikan, kehendak selanjutnya adalah
membawa operasi
ke keadaan yang memungkinkan sistem produksi
menghasilkan keuntungan yang lebih baik.
Dalam kaitan usaha untuk mempertahankan atau meningkatkan keuntungan,
sistem pengendalian juga dapat dijadikan sarana untuk mengubah kondisi
operasi proses ; sehingga efek perubahan lingkungan dapat diimbangi, dengan
cara itu, yaitu mengubah kondisi proses sehingga proses beroperasi pada kondisi
yang selalu memaksimumkan economic objective.
Tindakan memaksimumkan tingkat perolehan keuntungan dari pengoperasian
sistem tersebut dengan memanfaatkan sarana sistem kendali, melibatkan tidak
hanya peralatan, tetapi juga keputusan dan tindakan pimpinan dan operator
dalam mengubah set points sistem kendali.

Contoh 1.3
Mengoptimumkan kinerja suatu batch reactor :
CAi, Ti, Fi
Reaktan

C
Pengendali

Kondensat
12

Deskripsi sistem :
Dalam suatu reaktor batch dilaksanakan reaksi konsekutif (berturutan), yang
merupakan reaksi endotermik
A
B
C
1
2
Kedua reaksi mengikuti kinetika reaksi order satu.
r1 = r A

= k1. CA

r2 = r B

= k2. CB

dimana ri (i = 1,2) =

dCi
= laju konversi untuk reaksi persamaan volume
dt

Karena reaksinya endotermik


perlu penyediaan panas yang
dilakukan dengan selubung pemanas (jacket heater). Sebagai medium
pemanas digunakan energi.
B merupakan produk yang diinginkan, sedangkan C tak diinginkan. Karena
itu pengoperasian proses yang memberikan keuntungan lebih baik bila :
konversi A ke B sebesar-besarnya
konversi B ke C sekecil-kecilnya
Untuk mencapai tujuan tersebut, suhu proses perlu diprogram sehingga dapat
diperoleh harga maksimum dari fungsi keuntungan berikut :

penda tn biay harg



p enjual B steam pemblianA
13

Bila jumlah umpan zat A ditetapkan = Ao, dan


PA = harga A persatuan A
PB = harga B persatuan B
V = volume reaktan
Dan A yang tersisa selalu sedikit atau dianggap terbuang, maka untuk selang waktu
operasi [0, tR] :
(i)
Pendapatan dari penjualan B :
tR

( r1 r2 )V .dt

(ii)

Biaya untuk steam :


tR

Ps Q (t ).dt
0

(iii)

Biaya pembelian A= Ao.PA


tR

[ PB .(r1 r2 )V Q (t ).Ps ].dt Ao PA


0

Untuk memaksimumkan , pemrograman suhu dapat dilakukan dengan mengendalikan


laju alir steam Q(t)....
Harga maksimum dari diperoleh dengan mengubah harga Q :
max = Max.
{Q(0)}.
Karena reaksi A
B dan B
C keduanya endotermik, maka pola umum dari Q(t)
yang dapat menghasilkan max adalah :
mula-mula Q(t) dipertahankan pada harga tinggi
setelah beberapa saat Q(t) diturunkan

Q(t)

14
0

tR

waktu

Melalui model atai percobaan, dicari bentuk fungsi Q(t) untuk selang [0, tR] yang
menghasilkan max.
Pelaksanaan pengendalian untuk menghasilkan Q(t) yang menghasilkan max bukan
untuk menekan gangguan lingkungan, maupun menjaga kestabilan, tetapi
mengoptimumkan proses.

BAB II:
SEGI-SEGI PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN PROSES
Di dalam pokok bahasan ini secara berturut-turut akan disampaikan :
uraian untuk mengenalkan istilah-istilah yan glazim digunakan untuk
mengklasifikasikan variabel-variabel proses dalam kaitan dengan persoalan
pengendalian proses.
Langkah-langkah utama didalam melakukan perancangan sistem pengendalian.
Suatu contoh yang menunjukkan dimensi persoalan dalam merancang sistem
pengendalian suatu rangkaian proses yang membentuk suatu pabrik.
2.1 Klasifikasi variabel-variabel proses dalam persoalan pengendalian
proses.
Gangguan external
Terukur ()
Tak terukur ()

Variabel yang
dimanipulasi
(untuk tujuan
pengendalian);
m

Sistem pemroses

Variabel output
Tak Terukur
(z)
15

Variabel
output
Terukur
(y)

Input

: m, ,

Output

: y, z.

measured
Disturbance
unmeasured

INPUT

Manipulated variables

measured
OUTPUT
unmeasured
Baca : Examples 2.1, 2.1, 2.3, 2.4, 2.5 untuk memperjelas arti istilah-istilah di atas.
2.2 Unsur-unsur perancangan suatu sistem pengendalian
Merancang suatu sistem pengendalian berarti menyusun dan merumuskan struktur
dari sistem pengendalian tersebut.
Serangkaian tindakan analisis perlu dilakukan terlebih dahulu, setiap langkah
menghasilkan suatu kesimpulan, sebelum penyusunan struktur sistem dapat
mulai dilakukan.
Rangkaian tindakan analisis ini, dan langkah penyusunan rancangan yang
merupakan kegiatan akhir (tetapi yang utama) dalam merancang sistem
pengendalian, dimulai dengan perumusan tujuan dari sistem pengendali yang
hendak dirancang.
Secara berturutan akan diberikan unsur-unsur yang membentuk rangkaian
langkah kegiatan dalam merancang sistem pengendalian.
i.

Merumuskan tujuan pengendalian.


Perumusan ini pada dasarnya menjawab pertanyaan :
(1)
Apakah tujuan operasional yang hendak dicapai dengan
memfungsikan suatu sistem pengendalian ?
Sebagaimana telah dikemukakan di pokok bahasan 1, dalam bentuk rumusan umum
tujuan-tujuannya adalah :
Menjamin kestabilan suatu proses, dan
Menekan pengaruh gangguan-gangguan external terhadap proses, atau
Mengoptimumkan kinerja ekonomik suatu pabrik, atau
Kombinasi dari yang telah disebutkan di atas.
Penentuan dan perumusan tujuan ini dimulai dengan perumusan kualitatif yang
kemudian dinyatakan secara kuantitatif. Perumusan kuantitatif ini biasanya dinyatakan
dengan menentukan bagaimana bentuk fungsi output yang dikehendaki.
Baca cotoh-contoh 2.6, 2.7, dan 2.8 untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut
16

ii.

Memilih variabel yang hendak diukur


(untuk tujuan pengendalian) :
Pengukuran terhadap variabel-variabel tertentu suatu proses mutlak diperlukan
untuk memungkinkan termonitornya sesuatu proses.
Pokok pertanyaan disini adalah :
(2) variabel mana saja yang perlu diukur agar dapat dimonitor kinerja
operasional dari tiap-tiap bagian proses di suatu pabrik?
Pada dasarnya, bila mana dapat dilaksanakan, variabel yang dipilih untuk diukur
adalah variabel yang batasan kelakuan dan harganya ditetapkan sebagai tujuan
perancangan pengendalian. Pengukuran semacam ini disebut primary
measurement (= pengukuran primair).

Bila variabel yang dijadikan sebagai


variabel yang dikendalikan (yaitu yang batasan kelakuan dan harganya
ditetapkan sebagai tujuan perancangan pengendalian) merupakan besaran
yang tak dapat atau sukar pengukurannya
pengukuran dilakukan
terhadap variabel lain yang lebih mudah diukur. Pengukuran semacam ini
disebut secondary measurement.
Bila pendekatan tersebut perlu ditempuh harus dipunyai pengetahuan tentang
hubungan antara variabel yang dikehendaki untuk dikendalikan dan variabel
yang dipilih untuk diukur :
unmesasured output = (secondary measurement)
Dengan demikian harga dan pola perubahan dari unmesasured output yaitu
variabel yang dikehendaki untuk dikendalikan, dapat diketahui dari hasil
secondary measurement tsb.
Hubungan tersebut diperoleh atas dasar pendekatan empirik, experimental
ataupun teoritik.

Selain
melakukan
primary
measurement, pengukuran untuk memonitor atau untuk tujuan
mengendalikan proses dapat juga dilakukan terhadap external disturbance
(gangguan luar yang dapat mempengaruhi jalannya proses). Pengukuran
semacam ini digunakan dalam feed forward control

Contoh 2.10
Suatu sistem pengendali kolom destilasi pemisahan campuran binair pentane dan
hexane, mempunyai tujuan untuk mempertahankan produksi destilat dengan komposisi
95 mol % pentane, walaupun gangguan berupa perubahan komposisi umpan terjadi.
3 pola pengukuran dapat ditempuh, masing-masing pendekatan mengarah kepada pola
pengendalian berbeda :
1. feed back
2. feed forward
3. inferential (to infer = menduga)

Pendekatan pertama :
Pengukuran dilakukan terhadap aliran destilat; konsentrasi atau komposisi
aliran destilat, ini yang diukur.
Pendekatan ini melakukan pengukuran primair.
17

Dari hasil pengukuran ini, pengendali mengubah bukaan katup yang


mengatur laju alir reflux.
Pengendalian menggunakan sistem kendali dengan umpan balik (feedback
control system).

Air pendingin
D

Compositron
analyzer

Feedback
primary
measurement

kolom
Pengendali

steam

B
Pendekatan kedua :
Pengukuran dilakukan terhadap komposisi aliran umpan F
Informasi ini disampaikan ke pengendali.
Pengendali kemudian mengatur aliran refluxsedemikian sehingga menurut
hubungan teori empirik yang ada, komposisi destilat akan sesuai dengan
yang dikehendaki
Pengendali menggunakan sistem kendali feed forward
Pengendali
R
Compositron
analyzer

Feed forward
secondary
measurement

F
kolom

steam
18
A

Pendekatan ketiga
Dengan dua pendekatan terdahulu, pengukuran dilakukan menggunakan
composition analyzer.
Saat ini alat ukur komposisi pada umumnya sangat mahal, kurang andal, dan
agak lamban
Dapat ditempuh pengukuran tak langsung lain : yang diukur suhu dari
beberapa pelat dibagian atas kolom.
Dengan model, diduga komposisi destilat
Output model diumpankan ke pengendali, yang kemudian menentukan
bukaan katup pengendali aliran reflux.

Pengendali
R
Computer
[T1,T2,T3]

T1
T2
T3

komposisi

kolom

Feed forward, inferential control


secondary measurement

steam
B

19

iii.

Memilih variabel yang dimanipulasi.


Pemilihan ini bertolak dari pertanyaan :
(3) dari berbagai variabel yang dapat digunakan sebagai sarana untuk
mempengaruhi jalannya proses untuk tujuan pengendalian, mana yang sebaiknya
dipilih?
Pelajari : contoh 2.11. tentang pengendalian arus cairan tangki pemanas.

iv.

Memilih konfigurasi sistem pengendalian


Setelah ditetapkan tujuan pengendalian, dan ditelaah kemungkinankemungkinan untuk melakukan pengukuran serta untuk menentukan
manipulated variables
dipilih konfigurasi sistem kendali yang sesuai.
Untuk tujuan pengendalian yang sama, perbedaan-perbedaan dalam konfigurasi
dapat terjadi dalam hal :
a.
informasi yang dipakai sebagai penentuan pengaturan terhadap
manipulated variables.
b.
Manipulated variables yang digunakan dalam mempengaruhi proses atas
dasar informasi yang sama.

Thermocouple

Feed back

+
Controller

steam

Thermocouple
Feed forward

Controller
20
steam

Manipulated variabel sama


Informasi yang dimonitor berbeda.

Pengukur
Arus cairan

+
Controller
steam
Controller

+
Pengukur
Arus cairan

21
steam

Manipulated variabel berbeda


Informasi yang dimonitor sama.
Keduanya menggunakan feedback control

Konfigurasi pengendalian atau struktur pengendalian pada dasarnya adalah


Struktur informasi yang mempolakan hubungan antara pengukuran dan
manipulated variables
Pertanyaan umum yang harus dijawab dalam persoalan memilih struktur
pengendalian adalah
(4) untuk suatu persoalan pengendalian sesuatu proses, konfigurasi apa yang
terbaik?
Konfigurasi pengendalian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut banyaknya variabel yang harus
ditangani
SISO (+)
MIMO (+)

Menurut
struktur Feed back
aliran informasinya Inferential
Feed forward

{*}

SISO single input, single output


MIMO multi input, multi output

Dalam pabrik kimia konfigurasi yang dijumpai sebagian besar adalah


konfigurasi sistem kendali MIMO (Multiple Input, Multiple Output)
Karena konfigurasi SISO (Single Input, Single Output) dapat dipandang sebagai
kasus khusus dari konfigurasi MIMO, dapat disimpulkan bahwa konfigurasi
sistem kendali yang lazim dijumpai di industri proses mempunyai bentuk umum
sebagai :
a.
MIMO feedback control
b.
MIMO inferential control
c.
MIMO feed forward control
Diagram dan penjelasan untuk masing-masing konfigurasi diberikan dihalaman berikut.
22

2. Konfigurasi umum sistem pengendalian dengan umpan balik (feed back control
system)
Gangguan (disturbance)

Manipulated
variables

Measured
Output
(controlled
variables)

PROSES

Unmeasured outputs

PENGENDALI

Menggunakan informasi yang diperoleh dari pengukuran langsung terhadap


variabel yang dikendalikan
untuk menetapkan harga manipulated variabels.
Gangguan
Tujuan pengendalian adalah menjaga agar controlled variables ada pada tingkat
harga yang dikehendaki, yaitu pada atau dekat disekitar harga set-point

b. konfigurasi umum sistem pengendalian inferensial (inferential control)


Measured
Outputs

PROSES

Unmeasured
Output

Set
Points

Pengendali

Estimator melakukan komputasi


untuk memperkirakan variabel yang
dikehendaki untuk dikendalikan,
tetapi tak diukur
Harga-harga hasil perkiraan dari
variabel yang dikehendaki
untuk
23
dikendalikan tetapi tak diukur

Dilakukan secondary measurement


controlled variables tidak termasuk
dalam measured outputs, tetapi unmeasured outputs
pengaturan dan penetapan harga manipulated variables dilakukan atas dasar
harga hasil perkiraan tentang controlled variables yang diperoleh dengan
perhitungan melalui model, menggunakan hasil secondary measurement

c. konfigurasi umum sistem pengendalian dengan feed forward


Disturbances
Controller

Manipulated
Variables

PROSES

Measured
outputs

Unmeasured
outputs

tujuan : menjaga agar harga-harga variables proses yang ingin dikendalikan ada
pada arus tertentu yang diinginkan
cara : pengukuran dilaksanakan terhadap input disturbances; hasil pengukuran
ini disampaikan ke controller dan atas dasar model yang ada di controller
ditetapkan diatur harga-harga manipulated variables.
24

v.

Merancang Pengendali

Sebagai unsur langkah terakhir dalam rangkaian kegiatan merancang sistem kendali
adalah merancang pengendaliannya.
Pengendali ini adalah komponen yang paling efektif dalam sistem pengendalian;
menerima informasi hasil pengukuran-mengolah informasi itu-memutuskan
tindakan apa yang harus dilakukan terhadap manipulated variables-mengeluarkan
isyarat perintah ke alat kendali akhir (misalnya ; katup pengendali control
valve)
Pertanyaan pokok dalam merancang pengendali ini adalah :
(s) Bagaimana cara menetapkan tindakan mengubah manipulated variables atas
dasar informasi yang diterima alat ukur ?
Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu aturan pengendalian (control law) yang
perlu dapat diimplementasikan secara otomatik oleh alat pengendali.
Contoh 2.12
Ditinjau persoalan pengendalian tangki pemanas yang ditunjukkan di gambar, dengan
konfigurasi pengendalian feed back yang juga ditunjukkan :

Fi
Ti
Thermocouple

Set +
Points, Ts

Volume cairan di
tangki V

E = T - Ts

Controller

F
T

kondensat
steam

Bila h, (atau V), dan F tetap, bagaimana Q harus diubah agar T (suhu aliran keluar)
dapat dijaga tetap pada harga set point (Ts), walaupun Ti (suhu aliran masuk)
mengalami perubahan ?
Andaikan pada mulanya sistem ada pada keadaan tunak (steady state), dimana
Ti Ti = Tis
T = Ts
Q = Qs
Pada suhu awal t = 0, Ti tiba-tiba berubah harganya seperti ditunjukkan di gambar
berikut :
Tis
25
t=0

waktu

Bagaimana T akan berubah dengan waktu ? Perlu disusun model atas neraca energi :

Keadaan stasioner (tunak, steady)


0 = FCp(Ti,s-Ts) + Qs

(2.1)

= density ; Cp = panas jenis

Keadaan tak stasioner (tak tunak, unsteady)


VCp

dT
= FCp(Ti-T) + Q
dt

Kurangkan (2.1) dari (2.2) :

(2.2)

= error

d (T Ts )
VCp
= FCp[(Ti-Ti,s)-(T-Ts)] + (Q-Qs)
dt

Catatan :

(2.3)

d (T Ts )
dT
=
, karena Ts konstan.
dt
dt

Penyelesaian persamaan (2.3) dengan syarat awal :


@t = 0

Ti = Tis
T = Ts

Q = Qs

akan memberikan pola perubahan T dengan waktu (T(t)).


Perhatikan bhwa, pada persamaan (2.3), diketahui Ti,s , Ts, dan Qs, serta bentuk fungsi
Ti (t) (Gambar. 26)
Penyelesaian persamaan (2.3) dapat dilakukan bila bentuk fungsi Q(t) diketahui.
Persoalan penetapan control law atau aturan pengendalian dalam persoalan ini adalah
menetapkan bentuk Q(t) tersebut, dimana = T-Ts harus tercakup di dalamnya. Artinya
Q(t) harus dapat berubah bila berubah, dan perubahan Q(t) harus sedemikian rupa
hingga T akan terbawa kembali Ke Ts bila Ti menyimpang dari harga tunaknya (Tis).

Dicoba menetapkan aturan pengendalian proporsional (proportional control).


Q = - (T-Ts) + Qs

(2.4)

= - (t) + Qs
disebut proportional gain

Substitusikan pers. (2.4) ke pers. (2.3) :

26

VCp
i.c :

d (T Ts )
= FCp[(Ti-Ti,s)
dt

@t = 0

T = Ts

Persamaan (2.5) dapat dipecahkan untuk mendapatkan T(), dengan sebagai


parameter.
Gambar 2.7 menunjukkan grafik (t) hasil penyelesaian pers.(2.5) untuk berbagai harga
[ = 0 berarti sistem tak dikendalikan, karena Q selalu tetap sama dengan Qs, lihat
pers. (2.4)]
=0

E(t).T(t) - Ts

=1

=2

waktu
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa untuk sistem yang ditinjau ini, aturan
pengendalian proporsional tak dapat meniadakan , hanya mengurangi saja. Makin
besar , makin kecil atau penyimpangannya
Pola perubahan T terhadap waktu yang digambarkan itu disebut response sistem,
bila ada gangguan terhadap Ti.
Sekarang dicoba control law lain :
t

Q = -

(T Ts ) dt

+ Qs

= -

( t ) dt

+ Qs

(2.6)

Aturan pengendalian ini disebut Integral control.

Persamaan yang menggambarkan dinamika sistem dengan Integral control


diperoleh dengan mensubstitusikan (2.6) ke (2.3) :
t
d (T Ts )
VCp
= FCp[(Ti-Tis) - (T-Ts)] (T Ts ) dt
(2.7)
dt
0

Dengan syarat awal :


Pada t = 0

T = Ts

27

Gambar 2.8 berikut menunjukkan response sistem bila diterapkan aturan


pengendalian Integral control
E = T - Ts
= 0

= 1
= 2
t

Dapat dilihat bahwa dengan integral control dapat ditiadakan, walaupun alur
kearah harga = 0 berosilasi
Makin besar makin cepat dan makin kecil osilasi dalam menuju keadaan = 0.
Catatan akhir :
Penggunaan aturan lain dapat ditempuh misalnya mengkombinasi proportional
control dan integral control
t

Q = - (T-Ts) (T Ts ) dt + Qs
0

Inti persoalan meranang pengendali adalah menetapkan aturan pengendalian


yang secara ekonomis dapat menjawab tujuan pengendalian.

28

BAGIAN II
MENYUSUN MODEL TENTANG KELAKUAN DINAMIK DAN STATIK DARI
PROSES-PROSES KIMIAWI
BAB IV
MENYUSUN MODEL MATEMATIKA
Gangguan external
Terukur
Tak terukur
(d)

(d)
Variabel output
Terukur (y)

Variabel yang
dimanipulasi (m)

Variabel output
Tak Terukur (z)
Input : m, d, d

29

Output : y, z

measured

disturbance
Input

unmeasured

manipulated variables
measured

Output

unmeasured

RQ :
Bagaimana kelakuan proses kimia berubah dengan waktu karena :
- Pengaruh perubahan gangguan external (d atau d)
- Pengaruh perubah m
- Pengaruh desain pengendali yang digunakan
Pendekatan yang dapat ditempuh :
Pendekatan experimen
- dalam kasus ini perangkat keras. Proses kimiawi yang akan dikaji harus
tersedia.
- kajian melalui cara ini dilakukan dengan sengaja memvariasikan berbagai
input, dan melalui pengukuran output dengan alat ukur yang sesuai, diamati
bagaimana perubahan output tersebut dengan waktu.
- dengan cara ini diperlukan waktu dan usaha yang banyak, dan biasanya mahal.
Pendekatan teoritis
- sering sekali diperlukan merencanakan sistem pengendali untuk suatu proses
kimia sebelum perangkat sistem pemrosesnya di konstruksi :
- tidak mungkin dikaji dengan eksperimen
- diperlukan sesuatu yang mewakili proses kimia untuk dimungkinkan
kajian sifat dinamiknya dilakukan.
- biasanya diwakili oleh himpunan persamaan mathematik, dimana
penyelesaiannya menghasilkan kelakuan dinamik proses yang dikaji.
Dalam bab ini, pertama kali akan digunakan pendekatan teoritis untuk mengembangkan
suatu model dari proses kimia.
4.1. Mengapa diperlukan Mathematical Modelling untuk Pengendalian Proses :
-

lihat tujuan pengembangan / penggunaan sistem pengendali (bab I)


pengembangan sistem pengendali untuk proses kimia memberi jaminan
tujuan pengoperasian proses dapat dicapai walau ada gangguan pada proses.
Lalu, mengapa perlu mengembangkan suatu diskripsi (model) matematik dari
proses yang ingin dikendalikan ?
Karena ,
- proses yang akan dikaji belum tentu ada wujud phisiknya.
- tidak ada alatnya, tidak semua variabel dapat dicoba secara experimen
- prosedur experiment mahal.

30

diperlukan suatu yang dapat memberi penjelasan bagaimana proses bereaksi


terhadap perubahan berbagai input
melalui model matematik, reaksi dari proses terhadap perubahan input
dapat dilakukan
[ lihat contoh : 4.1., 4.2., 4.3. ]
4.2. Variabel keadaan dan Persamaan Keadaan untuk Proses Kimia
Untuk mencirikan suatu sistem proses dan kelakuannya diperlukan :
1. Himpunan fundamental dependent quantities yang harganya dapat
menjelaskan keadaan sistem
2. Himpunan persamaan yang mengandung variabel yang disebut di(1), yang dapat
menjelaskan bagaimana keadaan sistem berubah dengan waktu
Dalam bidang TK, yang penting :
fundamental dependent quantities (fdg) atau disebut :
fundamental dependent variables (fdv), ada 3 : massa, energi, momentum.
state = existing condition or position of thing or person
sering sekali f.d.v. tidak dapat diukur secara langsung atau kalau mungkin tidak mudah
melakukannya.
Dipilih variabel lain yang mudah diukur, yang kalau dihimpun daapat memberikan
harga f.d.v.
Variabel yang mewakili f.d.v :
kerapatan, konsentrasi, temperatur, tekanan, laju alir
Variabel ini disebut characterizing variables, yang disebut state variables,
dimana harganya menentukan keadaan sistem pemroses.
Persamaan yang menghubungkan state variables dengan berbagai independent
variables diturunkan dari applikasi Hukum Kekekalan (massa, energi) pada
besaran dasar (f.d.v.) disebut : state equations
Hukum Kekekalan dari besaran S. :
[akumulasi S di dalam sistem ]
perioda waktu

[aliran S masuk ke sistem ]


periodawaktu

[aliran S keluar dari sistem ]


+
perioda waktu
[ Jumlah S dibangkitkan di dalam sistem
perioda waktu
[ jumlah S dikonsumsi di dalam sistem ]
perioda waktu

Besaran S yang dikaji dapat berupa :


-

massa total
massa masing-masing komponen
energi total
momentum
31

Catatan :
Dalam proses fisik dan kimiawi yang akan dikaji, massa total dan energi total
tidak dapat dibangkitkan dari suatu yang tiada dan tidak dapat disirnakan.
Tinjauan suatu sistem secara umum dan interaksi dengan lingkungan.
Q

Batasan yang menetapkan


Sistem kajian

1
2

system
2
outlets (o)

3
Inlets (i)

Ws

Neraca massa total


d (V )

dt

j.Fj :

i.Fi

i inlet

j output

(4.1.a)

Neraca massa komponen A


d(n A )
d (C A .V )

dt
dt

i inlet

C Ai.Fi

j output

j.Fj rA .V

(4.1.b)

Neraca energi total


d (E) d ( U K P)

dt
dt

i inlet

j output

i.Fi.hi j.Fj.hj Q Ws

(4.1.c)
dimana :

= kerapatan massa bahan yang ada dlm sistem


i
= kerapatan massa bahan dalam aliran masuk i
j
= kerapatan massa bahan dalam aliran masuk j
V
= volume total sistem
32

Fi
Fj
nA
CA
CAi
CAj
rA
hi
hj
U,K,P
Q
waktu
Ws
waktu.

= laju alir volum masuk dari aliran i


= laju alir volum keluar dari aliran j
= jumlah mol komponen A di dalam sistem
= konsentrasi molar (mol/vol) komponen A di dalam sistem
= konsentrasi molar komponen A dalam aliran masuk i
= konsentrasi molar komponen A dalam aliran keluar j
= laju reaksi persatuan voluime komponen A dalam sistem
= enthalpi spesifik bahan dalam aliran masuk i
= enthalpi spesifik bahan dalam aliran keluar j
= masing-masing : energi dalam, kinetik, dan potensial dari sistem
= jumlah energi yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan persatuan
= jumlah kerja poros yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan persatuan

Kelaziman :

Besaran yang memasuki sistem


: + (positif)

Besaran yang meninggalkan sistem : - (negatif)


Persamaan keadaaan dengan variabel keadaan yang terkandung membentuk model
matematika dari proses, moidel tersebut dapat menggambarkan kelakuan dinamik dan
tunak proses.
Aplikasi hukum kekekalan pada besaran yang dikaji, menghasilkan persamaan
differensial dengan :
Besaran fundamental = sbg dependent variable
Waktu
= sbg independent variable
Jika variable keadaan tidak berubah dengan waktu : disebut steady state (keadaan
tunak).
Contoh 4.4
Variabel keadaan dan persamaan keadaan untuk tangki pemanas yang diaduk.
Kelakuan dinamik dan statis.
Fi
Ti

: kerapatan cairan
dalam tangki
A :penampang
tangki
h : tinggi cairan
dalam tangki

F
T

kondensat
steam

33

Besaran fundamental yang harganya merupakan informasi tentang pemanas :


a.
massa total cairan dalam tangki
b.
energi total bahan dalam tangki
c.
momentum tangki pemanas
momentum = 0
Variabel keadaan tangki pemanas ; tinjau :
massa total = .V = .A.h
energi total cairan dalam tangki

(4.2)

E=U+K+P
Tangki tidak bergerak :
dk/dt = 0 ; dP/dt = 0
dE/dt = dU/dt
untuk cairan : dU/dt = dH/dt
entalpi total cairan dalam tangki :
H = .V.Cp.(T Tref) = .A.h.cp.(T Tref)

(4.3)

Cp

: kapasitas panas cairan

Tref

: temperatur acuan (referensi) dimana entalpi


spesifik cairan dianggap = 0

Dari persamaan (4.2) dan (4.3) disimpulkan,


- variabel keadaan
: h, T
- parameter konstanta : , A, cp, Tref
(dalam hal ini : dianggap konstant)
Persamaan keadaan :
d (Ah )
Fi F
dt

(4.4)

: konstan
A.dh
Fi F
dt

(4.4a)

Fi, F : laju alir volum


Neraca energi total :

34

d[AhCp(T Tref )
FiCp(Ti Tref ) FiCp(T Tref ) Q
dt
Ad(hT )
Q
FiTi FT
dt
Cp
Ad(hT )
dT
dh
Ah
AT.
dt
dt
dt
Ad(hT )
dT
dh
Ah
T.[ A
]
dt
dt
dt
Ad(hT )
dT
Ah
T (Fi F)
dt
dt
Ahd(T )
Q
T ( Fi F) FiTi FT
dt
Cp
Ahd(T )
Q
Fi(Ti T )
dt
Cp

(4.5)

(4.5a)

(4.5b)

Jadi persamaan keadaan


A.dh/dt = Fi F
Ah. dT/dt = Fi (Ti T) + Q/Cp

variabel keadaan
variabel output
variabel input
- gangguan
- yang dimanipulasi
Parameter

: h, T
: h, T (measured)
:
: Ti, Fi
: Q, F, Fi
: A, , Cp

Rumusan kuantitatif yang menggambarkan proses (mengandung variabel keadaan input,


parameter) dan berupa persamaan matematik (persamaan 4.4a dan 4.5b) membentuk
model matematika dari proses tangki pemanas.
Bagaimana kelakuan dinamik/statik tangki ?
Pada keadaan awal, t = 0
Tangki dalam keadaan tunak
dh/dt = 0

Fi,s Fs = 0

dT/dt = 0

Fi,s (Ti,s Ts) + Qs/Cp = 0

subscript s

steady state

keadaan steady state akan terganggu kalau ada variabel input berubah,
*KASUS (1)
Temperatur masuk, Fi turun 10% dari harganya semula pd s.3
- arah (ketinggian) h, air dalam tangki tidak dipengaruhi, h tetap.
- Temperatur cairan dalam tangki berkurang sebagai fungsi waktu

35

Bagaimana temperatur T berubah dengan waktu?


Dapat ditentukan dari penyelesaian persamaan (4.5b) dengan kondisi awal
T (t=0) = Ts
Ti

Ti,o

Ts

t=0
input

Response

KASUS (2)
Laju alir masuk cairan berkurang 10%
- arus h dan temperatur tangki T, berubah
Bagaimana h dan T berubah terhadap waktu ?
- dapat ditentukan dari penyelesaian persamaan (4.4a) dan (4.5b) dengan
kondisi awal :
T
h
h
ho

ho

t
t
t=0
Responsi
4.3 Unsur-unsur
input tambahan Model Matematika
Response
Disamping persamaan neraca, dalam pemodelan matematik diperlukan hubungan
matematik :
- kesetimbangan kimia
- laju reaksi
- laju perpindahan panas, massa, momentum, dll.

Persamaan laju perpindahan :


(lihat kuliah transport phenomena)
(baca contoh 4.5)
Persamaan laju kinetika
(lihat buku kinetika reaksi)

36

(baca contoh 4.6)


Hubungan reaksi dan kesetimbangan fasa
(lihat buku thermodinamika)
(baca contoh 4.7)
Persamaan keadaan
(lihat buku Thermodinamika dan kimia fisik)
(baca contoh 4.8)

4.4 Dead Time


Dalam contoh yang telah diberikan (ex 4.4) diangga, bilamana ada perubahan pada
variabel input, efeknya pada output secara langsung dapat diamati.
Pada kenyataannya, bila ada perubahan input sistem, diperlukan perioda waktu tertentu
sebelum efek dari perubahan tersebut dapat terasakan pada output.
Waktu interval tersebut disebut :
dead time atau transportation lag, atau pure delay atau distance & velocity lag.
Contoh 4.9
Cairan tak termampatkan dan tak bereaksi mengalir dalam suatu pipa. Pipa terisolasi
campuran dan panas akibat gesekan diabaikan.
Tin
UV

Tout
L
UV = kecepatan rata-rata cairan

Karena tidak ada panas yang hilang dan ditimbulkan


Tin = Tout
Misalnya pada t = 0, temperatur cairan masuk berubah seperti kurva A,
temperatur cairan keluar akan tetap sampai perubahan tersebut mencapai ujung
lain pipa.

T
Ti

To

Ti

t=0

t = td

37

t=0

t = td

To

volume pipa
laju alir volum
A.L

A.U aV
td

Hubungan temperatur To dgn Tin


To = Ti (t td)
4.5 Contoh-contoh pemodelan Matematik
Contoh 4.10
Pemodelan matematik reaktor : CSTR
CAi, Ti, Fi,i
Reaktan

Tco, Fc
A

Tci, Fi
Pendingin
CA, T, F,
Produk
Reaksi kimia A
B yang eksotermik terjadi dalam reaktor, reaktor didinginkan
dengan aliran pendingin di luar reaktor.
Besaran fundamental dependent untuk reaktor :
a. Massa total dalam tangki
b. Massa komponen A dalam tangki
c. Energi total bahan dalam tangki
Catatan :
1. Massa komponen B dapat dihitung dari massa total dan massa komponen A
2. Momentum CSTR tidak berubah pada pengoperasian sistem ; dan harga
perubahan dapat diabaikan.
Hukum Kekekalan :
Neraca Massa Total :
(4.8)
Neraca Massa Komponen A:

d (n A ) d (C A .V )

Cai.Fi CA.F rV
dt
dt

38

(4.9)

Neraca Energi total :


dE d ( U K P) dU

dt
dt
dt
dU dH

dt
dt

energi masuk tangki = i, hi, Fi (Ti)


energi keluar bersama
- aliran keluar = , F, h (T)
- aliran pendingin = Q
dH/dt = i.Fi.hi (Ti) .F.h (T) Q
(4.10)
Persamaan (4.8), (4.9), dan (4.10) belum merupakan bentuk persamaan yang akhir dan
sesuai untuk kajian rencana pengendalian proses. Untuk maksud pengendalian, perlu
diidentifikasi variabel keadaan (state variabel) yang tepat.
Ciri neraca total : , V
= (T, CA, CB)
bila ketergantungan terhadap T, CA, CB lemah, -konstan.
d (V )
dV
=
i =
dt
dt
Dengan asumsi = konstan, hanya V, variabel keadaan yang diperlukan untuk
mencirikan massa total.
d(V)
= Fi F
dt

Ciri neraca massa komponen A :


State variabel : CA, V
d (C A V )
dC A
dV
= CA
+V
dt
dt
dt

= CA (Fi F) V(koe-E/RT)
diambil laju reaksi : r(A
V

B)

= + koe-E/RT

dC A
= -CA (Fi F) + CAi Fi CA F koe-E/RT CAV
dt
dC A
F
= i (CAf CA) - koe-E/RT CA
dt
V

Pencirian energi total


H = H (T, nA, nB)
H
dH
H dT
=
+
n A
dt
t
dt

H dn B
dn A
+
n B dt
dt

(4.11)

H
= Cp V
t
H
= A(T)
n A

Cp = kapasitas panas spesifik campuran

39

H
= B(T)
n B

A, B = enthalpi molar parsial A & B

dn A
d (C A V )
=
= CAi Fi CA F rV
dt
dt
dn B
d (C B V )
=
= 0 CB F + rV
dt
dt

Ke persamaan (4.11)

dT
dH
= CpV
+ A [CAi Fi - CA F rV] + B [-CB F + rV]
dt
dt

Substitusi (4.10) :
CpV

dT
= - A [CAi Fi CA F rV] - B [-CB F + rV] + iFihi Fh Q
dt

(4.10a)
Tinjau :
Fi i hi(Ti)

= Fi [ihi (Ti) - i Cpi (Ti T)]


= Fi [CAi A(T) + i Cpi (Ti T)]

Fh(T)

CpV

= Fi [CA A(T) + CB HB(T)]

dT
= - ACAi Fi + ACAF + ArV + BCBV - B rV + FiCAi A
dt

+ FiiCpi(Ti-T) FCAA - FCAB Q


CpV

dT
= FiiCpi(Ti-T) + (
dt

A - B ) rV Q

A - B = (-Hr) ; panas reaksi pada temperatur T


= i
Cp = Cpi
V

( Hr ) rV
Q
dT
= Fi (Ti T) +
- Cp

Cp
dt

(4.10b)

Dari (4.10b), T adalah variabel keadaan yang mencirikan energi total sistem
Ringkasan :
Dari langkah-langkah permodelan matematik CSTR hal penting dalam model CSTR :

Variabel keadaan : V, CA, T


Persamaan keadaan :
dV
= Fi F
dt

(4.8a)

dC A
Fi
=
(CAi CA) - koe-E/RT CA
V
dt

(4.9c)

40

Q
dT
Fi
==
(Ti T) + J koe-E/RT CA - CpV
dt
V

(4.10b)

Hr
dimana : J = - Cp

Variabel output
: V, CA, T
Variabel input
: CAi, Fi, Ti, Q, F
Disturbances (gangguan) yang umum : CAi, Fi, Ti
Variabel yang dimanipulasi (yang umum) : Q, F, Fi atau Ti
Persamaan Konstanta : , Cp, (-Hr), ko, E, R.

Contoh 4.12
Permodelan matematik penukar panas tabung pipa :
Kukus
cairan

T]z

T1

T]z + z

T2
Kukus

z
Cairan mengalir dalam pipa bagian dalam, dam menglami pemanasan oleh kukus yang
mengalir berlawanan arah.
T : berubagh dengan waktu dan dengan perubahan jarak
T = T (t,z)
T T (rp)
- State variabel
:T
- Independent variabel : t, z
Neraca energi sepanjang z :
Cp A z [(T)t+t (T)t] = Cp v A (T)z t - Cp v A (T)z+t t +
Q t (D z)

(4.17)

dimana :
Q = jumlah panas yang berpindah dari kukus ke cairan per satuan waktu dan panjang
A = luas bidang perpindahan panas
v = kecepatan rata-rata cairan
D = diameter luar pipa bagian dalam
Persamaan (4.17) dibagi dengan z.t dan z 0 ; t 0
CpA

T
T
+ CpvA
= DQ
dt
z

Q = U(Tst T)

Tst = temperatur kukus

= koefisien perpindahan panas

keseluruhan

41

CpA

T
T
+ CpvA
= DU(Tst T)
dt
z

(4.19)

Pers. Differensial parsial


Permodelan sistem dalam persamaan difgferensial parsial dikenal sebagai permodelan
distributed parameter system
4.6 Kesukaran Dalam Pemodelan
Contoh 4.14 Kesukaran dalam pemodelan CSTR
Dalam pemodelan matematik CSTR (Lihat contoh 4.10) ditemui kesukaran-kesukaran
berikut :
1. Menentukan dengan ketelitian yang diinginkan harga-harga berbagai parameter,
misal : ko, E, U.
2. meski kapasitas panas spesifik Cp, Cpi, dianggap konstan, dalam kenyataannya
merupakan fungsi T dan CA.
- bagaimana memastikan bahwa ketergantungan Cp, H, pd T dan CA lemah
sehingga hrs dilibatkan dalam model yang membuat model tidak sederhana ?
3. bagaimana efek pengoperasian CSTR terhadap harga parameter yang digunakan
tidak bisa dengan mudah dimasukkan dalam model.
4. reaksi kinetik yang dipilih, apa betul orde satu. Efek kondisi pengoperasian
terhadap reaksi?
Klasifikasi kesukaran yang mungkin dihadapi dalam pemodelan matematik suatu proses
dpt dibagi dalam 3 bagian :
1. kesukaran yang timbul karena pemahaman yang miskin (rendah) terhadap gejala
fisika dan kimiwi sistem.
2. kesukaran yang disebabkan dari ketidaktelitian (tepat) harga parameter.
3. kesukaran disebabkan ukuran dan kompleksitas model.
1. Pemahaman yang lemah dari proses
memahami proses secara sempurna tidaklah mungkin. Beberapa contoh proses
yang sukar dipahami :
- sistem reaksi multikomponen :
pengetahuan yang lemah terhadap interaksi antara komponen dan
ketidaktepatan reaksi kinetik.
- sistem multikomponen
ketidakpahaman kesetimbangan uap-cair atau cair-cair
- campuran multikomponen, azeotrop
interaksi perpindahan panas dan massa pada kolom
2. Harga parameter yang tidak tepat diketahui
Tidak bisa mengetahui dengan tepat harga parameter, mis harga E dalam
persamaan kinetik.
Dalam kenyataannya harga parameter berubah dengan waktu.
Perlu mencari hubungan matematik perubahan parameter tersebut dengan
waktu.

42

Contoh

: - aktivitas katalis.
- koef. perpindahan panas peralatan
Harga parameter dead time yang tidak tepat.
Pemahaman yang lemah terhadap dead time dapat menyebabkan masalah
serius dalam stabilitas proses
Contoh : (kuliah berikutnya)
3. Ukuran dan kompleksitas model
Ukuran dan kompleksitas model tidak melebihi tingkat tertentu; diluar batas
tersebut nilai guna dan daya tarik model akan berkurang.

BAB V
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DALAM PENYUSUNAN MODEL
UNTUK TUJUAN PENGENDALIAN
Dalam bab ini pemodelan matematik difokuskan untuk tujuan dan keperluan
pengendalian.
Akan diamati permasalahan berikut :

43

1.

Dimulai dari model variabel keadaan


(state variabel), bagaimana dapat mengembangkan model input-output yang sesuai
untuk tujuan pengendalian?

2.

Dengan
menggunakan
model
matematik proses, bagaimana dapat menentukan derajat kebebasan yang terkandung
dalam proses, dan berikutnya, mengidentifikasi persoalan pengendalian yang harus
dipecahkan?

5.1 Model Input-Output


Semua proses kimiawi dan variabel yang terlibat dapat digambarkan secara umum
berikut :

disturbance

d1 d2

de

Variabel yang m1
dimanipulasi m2
mk

y1
y2 output
ym

Contoh 5.1 : Model input-output untuk tangki pemanas yang diaduk.


Fi
Ti

V : volume cairan
dalam tangki

F
T

kondensat
Persamaan keadaansteam
sistem :
A

dh
Fi F
dt

Ah

(4.4a)

dT
Q
Fi(Ti T )
dt
Cp

(4.5b)

44

Bila Fi = F , dV/dt = 0 ; A(dh/dt) = 0


Persamaan keadaan sistem hanya satu :
Ah

dT
Q
Fi(Ti T )
dt
Cp

(4.5b)

Jumlah energi panas yang dipasok


Q = U. At. (Tst T)
U
At
Tst

= koef. perpindahan panas keseluruhan


= luas perpindahan panas
= temperatur steam (kukus)

Substitusi Q :
dT
UAt
UAt
( Fi
)T Fi.Ti
Tst
dt
Cp
Cp
dT
1
aT Ti K.Tst
dt

Ah

(5.1)

dimana a = 1/ + K
= V/Fi

K = (UAt/VCp)

Persamaan (5.1) merupakan model matematik tangki pemanas yang diaduk dengan :
T
= variabel keadaan (state variable)
Ti, Tst = variabel input
Model input-output?
Pers. (5.1) pada steady state dT/dt = 0
0 + aTs = 1/.(Ti,s) + K.Tst,s
(5.2)
dimana : subskrip s menandakan harga pd steady state
Pers. (5.2) (5.1) :
d (T Ts )
1
a (T Ts ) (Ti Ti ,s ) K (Tst Tst ,s )
dt

dT '
1
aT' Ti ' KT ' st
dt

(5.3)

dimana : T = T Ts
Ti = Ti Ti,s
Tst = Tst Tst,s
Menandakan penyimpangan variabel ybs dari harga keadaan steady state.
Penyelesaian pers. (5.3).
t

at
T(t) = ci.e-at + e-at. e [ Ti ' KT ' st ]dt
0

(5.4)

Dianggap pd awal (t = 0) tangki dalam keadaan steady state


45

T = 0

Diperoleh dari pers.diatas : c1 = 0, dari persamaan (5.4) :


t

at
T(t) = e . e [ Ti ' KT ' st ]dt

-at

(5.5)

Pers. (5.5) menggambarkan hubungan antara input (Ti, Tst) dan output (T) dan
membentuk model input output, digambarkan seperti berikut :
Ti(t)

+
T1(t)
+

1
c'T (t) KT

eateat(.)dt

T(t)

Output

Input

Tst(t)

KTst

Contoh 5.2 Model input-output untuk sistem Proses Pencampuran


[baca dari text book]
catatan :
Pada contoh 5.1 & 5.2, variabel output bertepatan sama dengan variabel keadaan. Untuk
sistem seperti ini, pengembangan model input-output hanya memerlukan penyelesaian
neraca massa dan energi. Dalam banyak hal, pengembangan model input-output
langsung dari neraca massa & energi tidak selalu semudah itu sebagai contoh, dalam
model kolom destilasi dua komponen (lihat contoh 4.13), terlihat jumlah variabel
keadaan lebih besar dari output. Untuk sistem seperti pengembangan model inputoutput akan lebih sulit.
5.2 DERAJAT Kebebasan (Degree of Freedom)
Derajad kebebasan suatu sistem pemroses adalah variabel independent yang harus
ditentukan (ditetapkan) untuk memungkinkan mendefinisikan proses dengan lengkap.
Pengendalian yang diharapkan terhadap suatu proses dapat dicapai bila dan hanya bila
keseluruhan derajad kebebasan telah ditetapkan.
Pemahaman yang baik berapa jumlah derajat kebebasan terkandung dalam
proses, dan variabel yang mana, merupakan faktor kritis dalam merencanakan
sistem pengendali.
Mathematical model dari sistem merupakan dasar utama menentukan derajat
kebebasan baik pada kondisi dinamis maupun statis.
Contoh 5.3 : Derajat kebebasan dalam suatu Tangki pemanas yang diaduk (STH)
Model matematik STH (Stirred Tank Heater)
A

dh
Fi F
dt

(4.4a)

46

Ah

dT
Q
Fi (Ti T)
dt
C p

(4.5b)

Penyelesaian persamaan (4.4a) dan (4.5b) dapat memberikan bagaimana h dan T


berubah dengan waktu (t) karena perubahan input Ti, Fi, Q.
Pertanyaan yang bisa timbul :
1. Mungkinkah ada penyelesaian persamaan tersebut ?
2. Bila penyelesaiannya mungkin, berapa penyelesaian yang ada ?
Jawaban atas pertanyaan ditentukan oleh jumlah variabel dan persamaan yang ada :
Jumlah persamaan = 2
(pers : 4.4a & 4.5b)
Jumlah variabel = 6
h, T, Fi, F, Ti, Q
Dalam hal ini dianggap A, , Cp, merupakan parameter yang harganya
tetap.
Terlihat : jumlah variabel > jumlah persamaan
1. Paling tidak ada satu jawaban penyelesaian.
2. Penyelesaian yang dapat dipilih tidak terbatas (infinite) karena ada (6-2 = 4)
variabael yang dapat dipilih bebas.
Variabel yang dapat ditetapkan secara bebas merupakan derajat kebebasan ;
jumlahnya ditentukan dari :
F = (jumlah variabel jumlah persamaan)

Seandainya harga variabel : Fi, Ti, F dan Q ditetapkan masing-masing satu harga
tertentu, dari pers. (4.4a) dan (4.5b) dapat ditentukan bagaimana h dan T
berubah dengan waktu.
Bila ditetapkan harga Fi, Ti, F dan Q yang lain, perubahan h dan T dengan waktu
akan berbeda dari sebelumnya bila dengan harga Fi, Ti, T dan Q yang lain.

Agar h dan T berubah dengan waktu menurut kelakuan yang ditetapkan, derajat
kebebasan harus = 0.
Dapat disimpulkan : untuk memberi ciri yang tepat suatu proses, derajat kebebasan
sistem harus = 0.
Catatan :
Generalisasi derajat kebebasan:
Untuk setiap sistem pemroses yang dideskripsikan oleh suatu himpunan E persamaan
independen (independent equation) yang mengandung V variabel independen, derajat
kebebasan sistem dinyatakan :
F=VE
Sesuai dengan harga f, dapat dibedakan 3 kasus berikut :
Kasus 1 : Jika f = 0, jumlah persamaan independed sama dengan jumlah variabel.
Penyelesaian hinpunan E persamaan menghasilkan nilai yang tunggal untuk variabel
V. Proses dalam kasus ini dengan tepat ditetapkan. (exactly specified)
Kasus 2 : Jika f > 0, jumlah variabel lebih besar dair persamaan. Penyelesaian ganda
dapat dibuat dari E persamaan karena ada f buah variabel yang dapat ditetapkan
secara bebas. Proses kurang ditetapkan oleh f buah persamaan (diperlukan f buah
persamaan agar diperoleh penyelesaian yang tunggal). Underspecified

47

Kasus 3 : Jika f < 0, jumlah persamaan lebih banyak dari variabel. Tidak ada
penyelesaian E persamaan yang ada. Diperlukan pengurangan f buah persamaan
untuk memperoleh penyelesaian. Overspecified
Ringkasan :
1.
Pemodelan proses yang tidak sistematik dan tak hati-hati dapat mengarah
pembentukan suatu model yang tidak melibatkan semua persamaan dan variabel
yang bertalian atau melibatkan persamaan dan variabel yang berlebihan
(redundent). Kejadian demikian mengakibatkan kesalahan dalam penentuan
derajat kebebasan yang dapat mengakibatkan penyelesaian yang tak terbatas atau tak
ada penyelesaian sama sekali.
2.
Kehadiran lingkar pengendalian dalam suatu proses kimiawi memberikan
tambahan persamaan antara variabel yang diukur dengan variabel yang
dimanipulasi, dan oleh karenanya mengurangi jumlah semula derajat kebebasan
proses.
Fi
Ti

State equations :
h

Dalam hal ini dianggap aliran


F ditentukan oleh pompa atau
kerangan.
Bila F ditentukan oleh
ketinggian h; (i.e. sistem
tangki bocor); disamping
kedua persamaan diatas masih
ada
persamaan
yang
menghubungkan F dengan h
(misal : F =

F
T
steam
Fi
Ti

F
T
steam

Contoh 5.6
Fi
Ti

Pengendali
Lingkar 2

h
Q

Pengendali
Lingkar1
F

Fst
48

Sistem pengendali lingkar 1, mempertahankan ketinggian air dengan mengukur


h dan mengatur laju F
memberi hubungan F dengan h.
Sistem pengendali lingkar 2, mempertahankan temperatur cairan, dengan
memanipulasi laju steam, (i.e. laju Q)
memberi hubungan Q dengan T.

Dua sistem pengendali memberi dua tambahan persamaan.


5.3 Derajat Kebebasan dan Pengendali Proses
Umumnya dalam pemodelan proses akan dihadapi kasus derajat kebebasan, f > 0.
Untuk f > 0 penyelesaian persamaan untuk proses tak terhingga, pertanyaan :
Bagaimana mengurangi jumlah derajat kebebasan menjadi nol, sehingga didapat
sistem secara lengkap cirinya ditetapkan dengan perilaku yang khas ?
Untuk f > 0, diperlukan f tambahan persamaan sehingga sistem tepat ditetapkan cirinya.
Dua sumber yang dapat memberikan tambahan persamaan :
1. Lingkungan sekitar sistem.
2. Sistem pengendali.
Contoh permasalahan : (lihat contoh 5.3)
Pada sistem STH, f= 4
Untuk menyelesaikan pemodelan proses diperlukan 4 tambahan hubungan variabel.
1. Fi, Ti, merupakan gangguan external terhadap tangki, yang relasi gangguannya
terhadap tangki ditentukan lingkungan. Fi, Ti yang ditetapkan lingkungan
mengurangi 2 buah f.
2. Penggunaan 2 lingkaran pengendali memberi 2 hubungan matematik.
STP dapat ditetapkan cirinya secara tepat.
Ringkasan :
1. Lingkungan sekitar sistem, melalui penetapan harga gangguan external
mengurangi derajat kebebasan sebanyak jumlah gangguan.
2. Sistem pengendali yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pengendalian
mengurangi derajat kebebasan sebanyak jumlah tujuan pengendalian.
Catatan :
Dalam usaha mengurangi derajat kebebasan suatu proses, perlu diperhatikan agar tidak
menetapkan tujuan pengendalian lebih banyak dari yang semestinya dimungkinkan
untuk sistem yang dikaji.
Model matematika :

Contoh 5.8. (lihat contoh 4.11)


CA1, F1, T1
CA2, F2, T2

(4.12a)
(4.13)
(4.14a)

Q
49
CA3, F3, T3

Jumlah variabel = 16

Persamaan keadaan = 3
Derajat kebebasan = 16 3 = 13

: V, F1, F2, F3, CA1, CA2, CA3, T1, T2, T3,


Hs1, Hs2, Hs3, Q, Cp,

Batasan derajat kebebasan :


Sifat fisis cairan ditentukan : , Cp
Panas pelarutan, Hs1, Hs2, Hs3, merupakan fungsi konsentrasi dan temperatur
acuan To.
Hs1 = f1 (CA1, CB1, To)
Hs2 = f2 (CA2, CB2, To)
Hs3 = f3 (CA3, CB3, To)
Derajat kebebasan menjadi : 13 5 = 8, yang ditetapkan dengan cara berikut :

Comp
Contr

C3

Level
Contr

Q
Temp.
Contr

Spesifikasi gangguan :
Aliran 1 : F1, T1
Aliran 2 : F2, T2, CA2
Spesifikasi tujuan pengendalian :
Karena f = 3, tujuan pegendalian bisa ditetapkan maximum 3.
5.4 Perumusan Lingkup Pemodelan Untuk Pengendalian Proses

Untuk perencanaan sistem pengendalian pemodelan proses yang efisien sangat


penting.

50

Faktor apa yang menentukan lingkup pemodelan untuk tujuan pengendalian;


dikandung pada jawaban atas pertanyaan berikut yang harus dihadapi dan yang
harus dipahami implikasinya.
1. Apa tujuan pengendalian yang harus dipenuhi?
2. Apa gangguan yang diduga dan akibat yang ditimbulkannya?
3. Apa gejala fisik dan kimia yang terdapat dalam proses yang ingin
dikendalikan ?

Pengertian yang jelas atas pertanyaan di atas dan jawabannya sangat membantu dalam
mendefinisikan dan menyederhanakan :
1. Sstem yang ingin dimodelkan.
2. Neraca massa, energi dan momentum yang harus dibuat.
3. Persamaan tambahan yang dibutuhkan untuk melengkapi model matematik
proses.
Juga akan membantu mengidentifikasi :
1. Variabel keadaan
2. Variabel input ( yang dimanipulasi dalam gangguan)
3. Variabel output
Yang harus terkandung dalam model matematik.
1. Tujuan pengendalian :
Menekan pengaruh gangguan-gangguan dari lingkungan
Menjamin kestabilan proses.
Mengoptimasi kinerja proses
Tujuan tersebut harus diterjemahkan :
Variabel X = harga yang diinginkan
X = laju alir, temperatur, volume, komposisi, dll.
Jika telah ditentukan varaibel x yang mendefinisikan tujuan pengendalian secara
kuantitatif; model matematik yang akan dikembangkan harus dapat menjelaskan
bagaimana variabel x tersebut berubah dengan waktu.
Lihat contoh 5.9 & 5.10.
2. Gangguan yang diduga dan akibat yang ditimbulkan :
Variabel mana yang mempengaruhi proses
Yang pengaruhnya besar (menentukan)
Yang pengaruhnya kecil dan dapat diabaikan (asumsi yang diambil)
Variabel yang dipertimbangkan berpengaruh akan menentukan kompleksitas
model : yang menentukan neraca apa dan variabel apa yang harus terkandung
dalam model.
Lihat contoh 5.11
3. Gejala fisik dan kimiawi dalam proses
Pemahaman yang baik tentang gejala fisik dan kimiawi yang terjadi dalam
proses akan sangat membantu penyederhanaan model untuk tujuan
pengendalian.

51

Contoh :
Asumsi bahwa pelarutan A dan B tidak memberi efek besar :
[Hs1- Hs3] x [Hs2 - Hs3] = 0
akan sangat menyederhanakan model.

BAB VI
SIMULASI DAN LINIERISASI SISTEM NON-LINIER
6.1. Linierisasi Sistem Suatu Variabel
Linierisasi adalah proses dimana sistem non linier didekati dengan sistem linier
Tinjau pers. diff. non linier berikut:

52

dx
f (x ) .................................................................................................................
dt

(6-1)
Ekspansi fungsi non linier f(x) kedalam DERET TAYLOR disekitar titik Xo:
df

dx

( x x0 ) d 2 f

2
1!
dx

f ( x) f ( x 0 )

x0

x0

dn f
( x x0 ) 2

n
2!
dx

x0

( x x0 ) n
.................
n!

(6-2)
Bila semua suku berorde 2 atau lebih diabaikan, maka:
df

dx

f ( x) f ( x 0 )

x0

(x x0 )
...................................................................................
1!

(6-3)
Atau
dx
df
f ( x0 )

dt
dx

( x x 0 ) .......................................................................................
x0

(6-4)
Dari pers. 6-3 dapat diketahui bahwa besar error (kesalahan) adalah:
d2 f
I
2
dx

x0

(x x0 ) 2 d 3 f


3
2!
dx

x0

(x x0 ) 3
... .............................................................
3!

(6-5)
f(x)
f(x1)

f(x)

df

dx

f(x0)

f ( x ) f ( x0 )

x0

x1

( x x0 )
x0

Neraca massa total:


Contoh:
Fi
(6-6)
Perhatikan sistem tangki dalam gambar di bawah ini:
A = Luas Penampang
A

h = tinggi level cairan


Bila laju alir keluar (F) adalah fungsi linier dari level cairan:
53 Fo = h

Fo

; = konstanta

Maka:
dh
Fi h
dt
dh
A
h Fi
dt
A

Bila pada penanganan yang lain:


F0 h

Maka persamaan (6-6) menjadi:


F0 h Fi ...........................................................................................................

(6-7)

dilinierkan menjadi deret taylor disekitar titik h0:

d h

dh

h h0
h0

h0

1
( h h0 )
( h h0 ) 2
2
3
2 h0
8 h0

Bila suku berorde 2 atau lebih diabaikan, maka:


h h0

2 h0

d2 h

dh

( h h0 ) h 0

( h h0 )

Substitusi ke pers. (6-7):


A

dh
h0
(h h0 ) Fi
dt
2 h0

dh

h
h0 Fi h0
dt 2 h0
2 h0

dh

h Fi
h 0 h0
dt 2 h0
2 h0

h0 2 h0 h0

dh

h Fi
dt 2 h0
2 h0

54

h0

( h h0 ) 2
2!

dh

h Fi
dt 2 h0
2

h0 ...................................................................................................

(6-8)

6.2. Variabel Deviasi


andaikan Xs adalah nilai keadaan tunak x menggambarkan sistem dinamis awal, maka:
dx s
0 f ( x s ) ......................................................................................................................
dt

(6-9)
Xs = harga x keadaan tunak (steady state)
Misalkan: Xo = Xs; (dari pers. 6-1):
dx s
df
f (xs )

dt
dx

( x x s ) ..................................................................................................
xs

(6-10)
Pers. (6-9) pers (6-10):
d ( x x s ) df

dt
dx

( x x s ) ....................................................................................................
xs

(6-11)
X = X Xs

Variabel Deviasi

Maka pers. (6-11) menjadi:


dx ' df

dt
dx

x ' .....................................................................................................................
xs

(6-12)

Pers (6-12) adalah perkiraan linier dari sistem dinamik non linier (6-1)
dalam bentuk variabel deviasi X
Contoh:

Perhatikan model yang dilinierkan dari sistem tangki yang diberikan pers
(6-8). Misalakan hs menjadi nilai keaadaan tunak level cairan untuk nilai
yang diberikan, laju alir inlet Fi,s. Maka model linierisasi disekitar hs
diberikan:

55

dh
Fi F0
dt
F0 h
A

Atau:
A

dh
h Fi
dt

Pada keadaan tunak, pers. (6-7) menjadi:


A

dh
hs Fi , s ................................................................................................................
dt

(6-13)
Pers. (6-8):
A

dh

h Fi
dt 2 h0
2

h0

h0 h s

dh s

h s Fi , s
dt 2 h0
2

hs ..........................................................................................

(6-14)
Pers. (6-13) (6-14):
A

d (h hs )

(h h s ) Fi , s
dt
2
2 h0

hs

h' h h s ; F;i ' Fi Fis

Sehingga:
A

dh'

h' Fi ' ...........................................................................................................


dt
2 h0

(6-15)
6.3. Linierisasi sistem bervariabel banyak

Tinjau sistem dinamik berikut:


dx1
f 1 ( x1 , x 2 ) ....................................................................................................................
dt

(6-16)
dx 2
f 2 ( x1 , x 2 ) ....................................................................................................................
dt

(6-17)

56

Ekspansi fungsi non linier f1(x1,x2) dan f2(x1,x2) kedalam deret Taylor disekitar titik
(x1,0,x2,0):
f 1

x1

f ( x1 , x 2 ) f ( x1, 0 , x 2, 0 )
2 f1

x 2

( x1, 0 , x 2 , 0 )

( x 2 x 2,0 )

2 f1

( x 2 x 2,0 )
( x1, 0 , x 2 , 0 )

( x1 x1, 0 ) 2

x1

2!

( x1, 0 , x 2 , 0 )

2!

( x1, 0 , x 2 , 0 )

f 1

x 2

( x1 x1, 0 )

Dan:

f
f ( x1 , x2 ) f ( x1, 0 , x2, 0 ) 2
x1
2 f2
2
x2

( x1, 0 , x 2 , 0

( x2 x2, 0 ) 2

2!

( x1, 0 , x 2 , 0 )

f
( x1 x1, 0 ) 2
x2
)

2 f2
( x2 x2, 0 )
2
x1
( x1, 0 , x 2 , 0 )

( x1 x1, 0 ) 2
( x1, 0 , x 2 , 0 )

Abaikan suku orde kedua atau lebih, maka:


f 1
f1
( x1 x1, 0 )
( x 2 x 2, 0 )
x1
x 2

f ( x1 , x 2 ) f ( x1, 0 , x 2, 0 )

f 2
f 2
( x1 x1, 0 )
( x 2 x 2,0 )
x1
x 2

f ( x1 , x 2 ) f ( x1, 0 , x 2, 0 )

Substitusi pers diatas ke pers (6-16) dan (6-17)


f
f
dx1
f ( x1, 0 , x 2, 0 ) 1 ( x1 x1, 0 ) 1 ( x 2 x 2, 0 ) .........................................................
dt
x1
x 2

(6-18)
f
f
dx1
f ( x1, 0 , x 2, 0 ) 2 ( x1 x1, 0 ) 2 ( x 2 x 2, 0 ) .........................................................
dt
x1
x 2

(6-19)
Pada keadaan tunak, pers (6-16) dan (6-17) menjadi:
0

dx1, s
dt

f1 ( x1, s , x2,s ) ........................................................................................................

(6-20)
0

dx 2, s
dt

f 2 ( x1, s , x2, s ) ........................................................................................................

(6-21)
Pers (6-22) dan (6-23) dalam bentuk variabel deviasi:
57

2!

d ( x1 x1, s )
dt

f 1

x1

f 2

x 2

( x1, s x 2 , s )

f 2

x 2

( x1, s x2 , s )

( x1 x1, s )
( x1, s x 2 , s )

( x 2 x 2, s ) ..........................................

(6-22)
d ( x 2 x 2,s )
dt

f 2

x1

( x1 x1, s )
( x1, s x 2 , s )

( x 2 x 2, s ) ..........................................

(6-23)
misal:

x1=x1-x1,s dan x2=x2-x2,s

Contoh (linierisasi CSTR non isotermal):


Ti
TCD
CAi Fi T

Asumsi volume (v) campuran reaksi konstan. Model dinamika reaktor tersebut:
E
dC A Fi
(C Ai C A ) k 0 e RT C A ......................................................................................
dt
V

(4-9A)
atau:
E
dC A 1
(C Ai C A ) k 0 e RT C A ........................................................................................
dt

(4-28)
dan dari persamaan (4-10b):
E
dC A Fi
Q

(Ti T ) Jk 0 e RT C A
..........................................................................
dt
V
C pV

(4-10b)
H r
C
p

Q VAt (T Tc )

Modifikasi pers (4-10b):

58

E
VAt
dC A 1
(Ti T ) Jk 0 e RT C A
(T Tc ) ...............................................................
dt

C pV

(6-29)
1 Fi

RT

CA

non linier

Linierisasi suku non linier disekitar titik (CAo;To):


e

e E RT C
e E RT C

A
A

(T T )

RT
C A e RT C A0
0

C
A

E
E
E
e RT C A0
e RT C A0 e RT (C A C A, 0 )
2
RT0

(C A C A0 )

Sehingga pers (6-28) dan (6-29) menjadi:


E
E

E E RT

dC A 1
RT0
(C Ai C A ) k 0 e RT C A0
e
C
(
T

T
)

e
(
C

C
)
A, 0
0
A
A, 0 .....
2
dt
RT

(6-30)
E
E

E E RT

dT 1
RT0
(Ti T ) Jk 0 e RT C A0
e
C
(
T

T
)

e
(
C

C
)
A, 0
0
A
A, 0
2
dt

RT0

VAt
(T Tc ) .......................................................................................................
C pV

(6-31)
Dalam bentuk variabel deviasi:
To ; CA.0 kondisi tunak

Mis:

Ti,0 ; TC,0 ; CAi,0 kondisi input


Dari pers (6-12) dan (6-29):

dC A,0
dt

E
1
(C Ai , 0 C A0 ) k 0 e RT0 C A0 .........................................................................

(6-32)

59

Dan:

E
dT0 1
VAt
(Ti , 0 T0 ) Jk 0 e RT0 C A, 0
(T0 Tc , 0 ) ................................................
dt

C pV

(6-33)
Pers (6-30) (6-32):
d (C A C A, 0 )
dt

1
(C Ai C Ai,0 ) (C A C A,0 ) k 0 E 2 C A,0 (T T0 )

RT0

e RT0 (C A C A, 0 ) ................................................................................

(6-34)

Dari pers (6-31) (6-33):


E
E E RT

d (T T0 ) 1
RT0
(Ti Ti ,0 ) (T T0 ) Jk 0
e
C
(
T

T
)

e
(
C

C
)
A, 0
0
A
A, 0
2
dt

RT0

VAt
(T T0 ) (Tc Tc ,0 ) ......................................................................
C pV

(6-35)
Misalkan:

CA = CA CA,0

CAi = CAi CAi,0

T = T To

Ti = TI Ti,0
TC = TC TC,0

Sehingga: Pers (6-34) dan (6-35) menjadi:


E

dC A ' 1
E

RT0
(C Ai 'C A ' ) k 0
C
T
'

k
e

0
A, 0
2

C A ' ............................................
dt

RT0

(6-36)
Dan:
E
E E RT

VAt
dT ' 1
RT0

(T 'Tc ' ) ................


(Ti 'T ' ) Jk 0
e
C
T
'

e
C
'
A, 0
A
2

C
V
p
dt
RT0

(6-37)

60

BAB IX
FUNGSI TRANSFER DAN MODEL INPUT-OUTPUT
9.1 Fungsi transfer proses dengan output tunggal
f(t)
input

Proses

f (s )

y(t)
output

(a)

G(s)

y (s )

(b)
Gambar 9.1

Kelakuan dinamik proses digambarkan persamaan differensial orde ke n :


dny
d n 1 y
dy
an
a n 1 n 1 ............ a1
a o y b. f (t )
n
dt
dt
dt

dimana :

(9.1)

f(t) = input proses


y(t) = output proses
ditampilkan sebagai variabel besaran penyimpangan (deviasi).

Bila sistem pada mulanya dalam keadaan tunak (steady state) :


61

dy
y ( 0)
dt

t 0

d2y
2
dt

t 0

d n 1 y
n 1
dt

.......

(9.2)

t 0

Laplace Transform (9.1) dan kondisi awal (9.2) :


y ( s)
b
G ( s)
n
n 1
a n s a n 1 s ..... a1 s a 0
f (s)

G(s) : disebut Fungsi Transfer sistem : dalam bentuk persamaan


aljabar sederhana menghubungkan variabel output proses dengan
inputnya.
Gambar 9.1.b : dikenal sebagai Block Diagram sistem.

Fungsi transfer input ganda ?


f1(t)

(9.3)

Proses

f 1 ( s)

G1(s)

y(t)

f2(t)

f 2 ( s)
Proses

G2(s)

y (s )

Block Diagram

Bila proses mempunyai dua input f1(t) dan f2(t), dan kondisi awal seperti (9.2), ;
persamaan model dinamik proses :
dny
d n 1 y
dy
an

a
............ a1
a o y b1 . f 1 (t ) b2 . f 2 (t )
(9.4)
n 1
n
n 1
dt
dt
dt

y(s)

b1
. f 1 (s)
a n s a n 1 s ..... a1 s a 0
n

n 1

b2
. f 2 (s)
a n s n a n 1 s n 1 ..... a1 s a 0
y ( s ) G1 ( s ). f 1 ( s ) G 2 ( s ). f 2 ( s )

dimana

(9.5)

: G1(s) =

b1
a n s a n 1 s ..... a1 s a0

G2(s) =

b2
a n s n a n 1 s n 1 ..... a1 s a0

n 1

G1(s) : menghubungkan output


G2(s) : menghubungkan output

dengan input f 1 ( s )

y (s )
y (s )

dengan input f 2 ( s )

Ringkasan :
Fungsi transfer antara input dan output :
62

Transformasi Laplace output

G(s) = Transformasi Laplace input

(9.7)

Ditempatkan dalam bentuk transformasi deviasi.


Catatan :
1. Fungsi transfer memungkinkan pengembangan model input-output yang lebih
sederhana dibanding cara-cara yang disampaikan pada bagian 5.1
2. Fungsi transfer dapat digunakan untuk menjelaskna secara lengkap kelakuan
dinamik output dengan adanya perubahan input.
Misalnya untuk suatu perubahan input f(t), dapat ditentukan bentuk transformasi f(s)
dan respons sistem :
y ( s ) G ( s ). f ( s )

Dengan inverse

G ( s ). f ( s )

, dapat diperoleh respons y(t) sebagai fungsi waktu.

Contoh 9.1 : Fungsi Transfer Tangki Pemanas yang diaduk (Stirred Tank Heater), STH
Model matematik STH dalam bentuk variabel penyimpangan :
dT '
1
aT ' .Ti ' K .T ' st
dt

(5.3)

dimana :

T, Ti, Tst variabel penyimpangan dari T, Ti, Tst.

u=

1 Fi

K=

UAt
V .c p

Bentuk transformasi Laplace :


(s + a). T (s) =
T ' (s)

1
T i ' (s) K.T ' st (s)

1/
K
.T 'i (s)
.T ' st (s)
(s a)
sa

Definisikan : G1(s) =

T ' ( s)
T 'i ( s)

G2(s) =

T ' (s)
T ' st ( s )

Yang berarti :
G1(s) : menghubungkan temperatur cairan dalam tangki dengan temperatur aliran masuk
G2(s) : menghubungkan temperatur cairan dalam tangki dengan temperatur steam.
T ' (s) G1 ( s ).T ' i (s) G 2 ( s ).T ' st (s)

T i ' ( s)

G1(s)

+
+

T st ' ( s )

63
G2(s)

(9.8a)

T ' (s)

9.2 Matriks Fungsi Transfer suatu Proses dengan output ganda.


f1(t)

y1(t)

Proses

y2(t)

f2(t)

Sistem dengan dua input f1(t) dan f2(t), dan dua output y1(t) dan y2(t)

Misalkan model matematik system dinyatakan dalam dua persamaan differensial


linier :
dy1
a11 y1 a12 y 2 b11 f 1 (t ) b12 f 2 (t )
dt

(9.9a)

dy 2
a 211 y1 a 22 y 2 b21 f 1 (t ) b22 f 2 (t )
dt

(9.9b)

Kondisi awal :
y1(0) = y2(0) = 0
Transformasi pers (9.9a) dan (9.9b) [coba turunkan dengan cara contoh 8.2]
[( s a 22 )b11 a12 b21 ]
[( s a 22 )b12 a12 b22 ]
. f 1 (s)
. f 2 ( s)
P( s)
P( s)

y 1 ( s)

(9.10a)
y 2 (s)

[( s a 11 )b21 a 21b11 ]
[( s a 11 )b22 a 21b12 ]
. f 1 (s)
. f 2 (s)
P( s)
P( s)

(9.10b)
dimana P(s) s2 (a11 + a22)s (a12a21 a11a22)
y 1 ( s ) G11 ( s ) f 1 ( s ) G12 ( s ) f 2 ( s )

(9.11a)
y 2 ( s ) G 21 ( s ) f 1 ( s ) G 22 ( s ) f 2 ( s )

(9.11b)

64

dimana fungsi transfer G11(s), G12(s), G21 dan G22 didefinisikan sebagai :
G11

b11 .s (a12 b21 a 22 .b11 )


P(s)

G12

b12 .s (a12 b22 a 22 .b12 )


P( s)

G 21

b21 .s ( a 21b11 a11 .b21 )


P(s)

G22

b22 .s ( a 21b12 a11 .b22 )


P(s)

Block Diagram Sistem :

f 1 ( s)

G11(s)

y 1 ( s)

G21(s)
G12(s)

f 2 ( :s )
Catatan

G22(s)
+

1. Persamaan 9.11a) dan (9.11b) dapat ditulis dalam notasi matriks :

y1(s) 1(sG ) 12(sG ) f1(s)


.
( y2(s) 21 sG ) 2(sG ) f2(s)
Bentuk matriks suatu fungsi transfer disebut matriks fungsi transfer.

65

y 2 ( s)

2. Untuk system dengan dua input dan dua output, diperlukan 2x2 = 4 fungsi
transfer untuk memungkinkan seluruh output dikaitkan dengan seluruh input.
Untuk proses dengan M input dan N output, akan diperoleh N x M fungsi
transfer, atau suatu matriks fungsi transfer dengan :
N baris, row (# output)
M kolom, column (# input).
Contoh 9.2 Matriks Fungsi Transfer CSTR.
Model yang telah dilinierisasi suatu CSTR dinyatakan dalam deviasi variabel :
k .E

dC A ' 1
1

k o e E / RTo C A ' o 2 e E / RTo C Ao T ' C Ai '


dt

RTo

UAt
UAt
dT ' 1 Jk o E E / RTo
1
E / RTo

e
C

C A ' Ti '
Tc '
T ' Jk o e
Ao
2
dt RTo
C pV

C pV

dC A '
a11C A ' a12T ' b1C Ai '
dt

(9.14a)
dT '
A21C A ' a 22T ' b1Ti 'b2Tc '
dt

(9.14b)
kondisi awal : CA(0) = T(0) = 0
Transformasi Laplace (9.14a) dan (9..14b) :
C A ' (s)

b1 ( s a 22 )
a b
a b
C Ai ' ( s ) 12 1 T i ' ( s ) 12 2 T c ' ( s )
P( s )
P( s)
P( s)

(9.15a)

T ' (s)

a 21b1
b ( s a11 )
b ( s a11 )
C Ai ' ( s) 1
T i ' (s) 2
T c ' (s)
P( s )
P(s)
P(s)

(9.15b)

dimana : P(s) = s2 + (a11 + a12)s + (a11a22 - a12a21)


dalam notasi matriks Pers. (9.15a) dan (9.15b)
CAi(s)
G (s)

C Ai ' ( s )

CA'(s) 1 (sG ) G12(s) G13(s)


. i'(sT )
T (s) '(sT ) G21(s) G2 (s) G23(s)
T c ' ( s)

11

CA(s)

G21(s)
G12(s)
G22(s)

Tc(s)

G13(s)
66
G23 (s)

T(s)

9.3. Poles dan Zeros dari Fungsi Transfer :


Definisi fungsi transfer :
G(s) =

Q( s)
y(s)
atau G(s) =
P(s)
f (s)

Dimana Q(s) dan P(s) fungsi polynomial.


Biasanya dalam system nyata, orde Q(s) lebih kecil dari orde P(s).
Harga akar-akar persamaan polynomial Q(s)
Disebut zeros of the transfer function
Atau zeros of the system
Bilamana harga s disubstitusi dengan harga zeros, fungsi transfer G(s) menjadi
nol.
Harga akar-akar pers. P(s) disebut :
poles of the transfer function
atau poles of the system
Pada harga poles sistem, fungsi transfer menjadi tak terhingga.
Contoh 9.3 Poles dan Zeros STH [Stirred Tank Reaktor]
Model input-output STH :
T ' ( s ) G1 ( s )T i ' ( s ) G 2 ( s )T st ' ( s )

G1(s) =

1/
tidak ada zeros
sa

Pole : s = -a

G2(s) =

K
tidak ada zeros
sa

Pole : s = -a

67

(9.8a)

Fungsi transfer G1(s) dan G2(s) mempunyai pole yang sama s = -a.
Contoh 9.4 Poles dan Zeros pada model CSTR.
Model CSTR (lihat contoh 9.2)
C A ' (s)

b1 ( s a 22 )
a b
a b
C Ai ' ( s ) 12 1 T i ' ( s ) 12 2 T c ' ( s )
P( s )
P( s)
P( s)

T ' (s)

a 21b1
b ( s a11 )
b ( s a11 )
C Ai ' ( s) 1
T i ' (s) 2
T c ' (s)
P( s )
P(s)
P(s)

dimana : P(s) = s2 + (a11 + a12)s + (a11a22 - a12a21)

Semua fungsi transfer memiliki penyebut P(s) yang sama, sehingga juga
memiliki poles yang sama :
P1,2 =

(a11 a 22 ) (a11 a 22 ) 2 4a12 a 21


2

Zeros dari fungsi transfer :

G12(s), G13(s), G21(s)

: tidak memilikli zeros

G22(s), G23(s)

: memiliki zeros yang sama : s = -a11

G11(s)

: s = -a22

9.4 Analisis Qualitativ Respons Sistem


Fungsi transfer suatu system :
G(s) =

f (s)
y(s)

Respons output y,
y ( s ) G ( s ). f ( s )

Untuk input f(t) yang diberikan dapat ditentukan Transformasi Laplace f(s) ; untuk
system tertentu fungsi transfer G(s) diketahui.
Respons y(t) sebagai fungsi waktu t, dapat ditentukan dari inversi G(s).f(s).
Fungsi transfer lebih umum dituliskan :
G(s) =

Q( s)
P(s)

Dan transformasi Laplace Input dapat ditampilkan sebagai:


f (s)

r (s)
q( s )

(9.9)

68

untuk memungkinkan inversi

Q ( s ).r ( s )
, perlu diketahui akar-akar pers. P(s) (yaitu
P ( s ).q ( s )

harga poles system) dan akar-akar pers. q(s).


Bentuk persamaan fungsi t, yang dihasilkandari inversi

Q ( s ).r ( s )
ditentukan oleh
P ( s ).q ( s )

poles system dan akar q(s).


Jika lokasi poles (dalam sumbu y x bilangan kompleks) diketahui, dapat ditentukan
karakteristik qualitative respons system terhadap input tertentu.
Seandainya fungsi transfer sistem dinyatakan sebagai :
G(s)

Q( s )
Q( s )

P( s ) ( s P1 )( s P2 )( s P3 ) m ( s P4 )( s P4 *)(s P5 )
(9.10)

dimana : P1,P2,P3, P4, P4*, P5, merupakan akar P(s) (poles sistem)
G(s) =

C 31
C 32
C3m
C1
C2

.....

2
s P1 s P2 s P3 ( s P3 )
( s P3 ) m

C 4 C 4 * C5

s P4 s P4 * s P5
Sesuai dengan harga akar-akar P(s), dapat dibedakan 4 letak poles dalam sumbu y x.
Sumbu imaginer
P4

P3

(P4)

P5

P1

P4*

(P3)

P2

(P4*)

Kasus 1.
Poles : Real dan berbeda.
69

Sumbu nyata

Contoh : P1 dan P2
Inversi dari poles tersebut memberi bentuk C1eP1t dan C2eP2t
Karena P1 < 0, C1.eP1t berkurang secara eksponensial menuju 0 pada t

P2t
Karena P2 > 0, C2.e bertambah secara eksponensial menuju (tak terhingga)
dengan waktu.
C1.eP1t

C2.eP2t

Kasus 2.
Poles : real dan ganda.
Contoh : P3 yang berulang m kali. Inverse dari akar tersebut :

C 31

C 32
C
C 3m
t 33 t 2 ........
t m 1 e P3t
1!
2!
(m 1)!

(9.11)

Bentuk dalam [] akan bertambah dengan waktu. Sehingga kelakuan respons ditentukan
oleh bentuk exponensial eP3t, dimana akan tergantung pada harga P3.
P3 > 0 : e P3t

untuk t

P3 < 0 : e P3t 0

untuk t

P3 = 0 : e P3t 1

untuk semua t

Kasus 3.
Poles : Complex dan berpasangan
Contoh : P4 dan P4*
[catatan : poles kompleks selalu dalam pasangan]

70

Misal :
P4 = + j
P4* = - j

Bentuk inversi :
etsin(t + ).

Bentuk sin (t + ) : merupakan fungsi periodic yang berosilasi ; sedang et membentuk


fungsi yang tergantung pada harga .
> 0, maka et
untuk t
, dan etsin(t + ) bertambah menuju tak
terhingga dengan berosilasi.
> 0, maka et
0 untuk t
, dan etsin(t + ) menurun menuju 0 dengan
berosilasi dan dengan amplitudo yang berkurang.
= 0, maka et = 1 untuk semua t dan etsin(t + ) = etsin(t + ) berosilasi secara
kontinyu dengan amplitudo tetap.
output

a>0

a<0

Kasus 4.
Poles : terletak pada 0.
Contoh : P5.
Setelah inversi memberi harga konstant.

71

a=0

Bab X
Kelakuan Dinamik Sistem Orde Satu.
Dalam bab ini akan dibahas :
1. Apa sistem orde pertama, dan gejala phisik apa yang menunjukkan sistem orde
pertama?
2. Apa ciri parameter sistem orde 1?
3. Bagaimana respons sistem orde 1 terhadap berbagai perubahan variabel input?
10.1 Apa sistem orde 1?
Sistem orde pertama : bilamana output y(t) dapat dimodelkan dengan persamaan
differensial orde pertama :
a1

dy (t )
a o y bf (t )
dt

(10.1)

dimana f(t) adalah input.


Jika ao 0, persamaan (10.1) menjadi :
a1 dy (t )
b
y
f (t )
a o dt
ao

definisikan :

a1
b
Kp
p dan
ao
ao

maka :
p.

dy (t )
y K p . f (t )
dt

(10.2)

: konstanta waktu (time constant)

Kp

: gain (atau steady state gain atau static gain) proses.

Neraca massa total :


A

dh
h
Fi Fo Fi
dt
R

AR

dh
h RFi
dt

(10.6a)

Pers. (10.6) (10.6a)


AR

dh'
h' RFi '
dt

dimana

(10.7)

: h = h - hs
Fi = Fi Fi,s

Definisikan :

72

p
: AR = konstanta waktu (time constant)
Kp
: R = steady state gain
Fungsi transfer sistem tangki :
G(s) =

Kp
h' ( s )

F i ' (s) p s 1

(10.8)

Catatan :
1. Luas penampang tangki A merupakan ukuran kemampuan penyimpanan massa.
Makin besar harga A, makin besar kemampuan penyimpanan tangki.
2. p = AR ; untuk tangki dapat dikatakan :
Konstanta waktu = kemampuan penyimpanan x tahanan terhadap aliran
Contoh 10.2 : Sistem orde 1 dengan kemampuan menyimpan energi
Neraca energi sistem :
VC p

dT
Q UAt (Tst T )
dt

(10.10)
V
,Cp
U

T
Q

At
Tst

: volume cairan dalam tangki


: kerapatan cairan & kapasitas panas cairan
: koef. perpindahan panas keseluruhan antara
kukus dan cairan.
: luas total perpindahan panas.
: temperatur kukus jenuh.

Cairan dalam tangki dipanasi


Tst dengan kukus yang mengalir dalam
koil

Keadaan steady state :


0 = UAt (Tst Ts)

(10.11)

Bila pers. (10.10) (10.11) akan didapat :


VC p

dT '
Q UAt (Tst 'T ' )
dt

(10.12)

dimana :
T = T - Ts
Tst = Tst Tst,s

73

G ( s)

Kp
T ' ( s)
1

ps 1
T st ( s ) VC p
s 1
UAt

: konstanta waktu proses =

Kp

: steady state gain = 1

(10.13)

VC p
UAt

Catatan :
1. Pers. (10.13) menunjukkan : sistem merupakan orde 1.
2. Sistem mempunyai kapasitas menyimpan energi panas, dan tahanan pada aliran
panas ditandai oleh U.
3. Kapasitas sistem untuk menyimpan panas diukur dengan harga VCp.
Tahanan terhadap aliran panas dari kukus ke cairan ditampilkan oleh bentuk
1
UAt

Konstanta waktu : p =
=

VC p
UAt

kapasitas penyimpanan x tahanan

Contoh 10.3 : Sistem Pure Capacitive


Fi
Laju alir Fo ditentukan daya
pompa, bukan ketinggian
cairan dalam tangki h.
Fo f(h)

Neraca massa dalam tangki :


A

Fo

dh
Fi Fo
dt

(10.14)

Pada steady state :


0 = Fi,s - Fo

(10.15)

Dalam besaran penyimpangan :


A

dh'
Fi '
dt

Fungsi transfer : G(s) =

h' ( s )
1/ A

s
F 1 ( s)

10.3 Respons Dinamik Proses Pure Capacitive

74

Fungsi transfer sistem Pure Capacitive


G(s) =

Kp'
y( s)

s
f ( s)

Bagaimana y(t) berubah dengan waktu, bila f(t) berubah dengan fungsi step
f(t) = 1 f ( s)
y( s)

1
s

1 Kp ' Kp '
.
2
s s
s

y (t ) K p '.t

Output berubah dengan waktu secara linier dalam bentuk tak terbatas. (Unbounded)
y(t)

untuk t

y(t)

Kp
t
Respons seperti di atas merupakan ciri proses pure capacitive yang dinamai pure
integrator, karena berkelakuan seolah pada sistem terdapat integrator diantara input
dan output.
Proses pure capacitive dapat menyebabkan persoalan serius dalam pengendalian
karena sistem tidak dapat menyeimbangkan prosesnya sendiri.
Dalam sistem tangki dengan pompa yang telah ditetapkan laju alirnya; perubahan laju
alir aliran masuk dapat menyebabkan tangki meluap atau kosong. Gejala seperti ini
dikenal sebagai non-self-regulation.
10.4 Respons Dinamik Sistem Orde pertama.
Fungsi transfer : G(s) =

Kp
y(s)

f (s) p s 1

(10.3)

Bagaimana respons sistem terhadap perubahan f(t) yang berupa unit step (f(t) = 1) ?
f(t) = 1
f (s)

1
s

75

Kp

y( s)

s ( p s 1)

Kp

K p p

(10.17)

ps 1

y(t) = Kp.(1 e t/p)

(10.18)

Bila besar perubahan fungsi step adalah A, respons menjadi :


y(t) = A.Kp.(1 e t/p)

(10.19)

y (t )
AK p 1
0.8
0.6
0.4
0.2

t
0.2

0.4

0.6

0.8
y (t )

Bentuk plot koordinat tak berdimensi A.K vs dapat digunakan untuk menentukan
p
p
respons sistem orde pertama, tak tergantung pada harga A, Kp dan p.
Segi-segi penting yang merupakan ciri orde pertama yang dapat ditarik dari kurva
y (t )
t
vs
A.K p
p :

1. Proses orde pertama dengan log merupakan sistem self regulating, yaitu
sistem yang akan mencapai keadaan steady state baru bila ada perubahan input
atau gangguan.
2. Slope response pada t 0 sama dengan 1.

d ( y (t )) / A.K p
dt

t / p

t 0

t 0

Ini berarti jika laju perubahan awal y(t) akan dipertahankan, respons akan mencapai
harga akhirnya dalam periode yang sama dengan konstanta waktu p.
Kesimpulan :
Jika harga konstanta waktu p semakin kecil, slope respons awal sistem akan
makin tegak/curam.
Konstanta waktu p sistem merupakan ukuran waktu yang diperlukan proses
untuk penyesuaian pada steady state baru karena adanya perubahan pada
input.

76

3. Harga respons y(t) sebesar 63,2% harga akhirnya akan dicapai sepadan dengan
harga waktu konstanta Kp.
p
63.2

Waktu
y(t)

2p
86.5

3p
95

4p
98

(dalam presentasi harga akhir)


Setelah t = 4p, respons dapat dikatakan telah mencapai harga akhirnya.
4. Harga akhir dari respons (yaitu harga respons pada steady state yang baru)
sepadan dengan Kp atau AKp untuk masing-masing perubahan input unit step
atau step sebesar A.
y
Akp untuk t

(output) = Kp. (input)


(10.20)
Kp disebut steady state gain atau static gain karena setiap perubahan step
(input) pada input, hasil perubahan pada output steady state dinyatakan oleh
(output) = Kp. (input)
Harga Kp akan menentukan berapa besar perubahan input untuk memperoleh
perubahan yang diharapkan pada output.
Perubahan input kecil bila Kp besar.
Perubahan input besar bila Kp kecil.
Contoh 10.4 : Efek parameter pada respons dari sistem orde pertama.
Dua tangki dengan luas penampang A1 dan A2.
1. Kasus I

A1 > A2

Tahanan R sama

p1 > p2

h
Respons dari tangki dengan
diameter lebih kecil pada
awalnya
berubah lebih
cepat,
tetapi
kemudian
kedua tangki mencapai
ketinggian steady state yang
sama.

Tangki 1, A1

Tangki 2, A2
2. Kasus II

A1 > A2 dan R1 R2.

77

Harga R1 dan R2 sedemikian sehingga :

A1 R2

A2
R1

p1 = A1.R1=A2.R2 = p2
karena A1 > A2, R2 > R1 sehingga Kp2 > Kp1
h
Untuk perubahan input
yang sama, static gain
proses yang lebih besar,
akan memberikan output
yang lebih besar.

Kp2 = R2

Kp1 = R1
t
10.5 Sistem orde 1 dengan konstanta waktu dan gain yang bervariasi.
Pers. differensial orde 1.
a1

dy
a o y b. f (t )
dt

Dalam bagian yang dibahas sebelumnya, koef. pers. a1, ao, b dianggap konstan ;
sehingga :
a1
b
K p berharga tetap
p dan
ao
a2

Dalam banyak proses nyata, ditemui konstanta waktu dan gain yang tidak konstan.
Contoh 10.5 Sistem tangki dengan p dan Kp yang bervariasi.
Jika laju alir keluar tangki dianggap sebagai :
Fo = h
A

: konstanta

dh
h Fi
dt

Linierisasi pers diatas dan mengambil variable penyimpangan dihasilkan :


A

dh'

h' Fi
dt
2 hs

dh'
h' K p .Fi
dt

78

dimana p
Kp

= 2A.(hs/)
= 2 (hs/)

Terlihat harga p dan Kp tergantung pada harga hs, karena harga hs akan bervariasi
dengan input Fi, maka p dan Kp sistem bervariasi dengan waktu

BAB XI
Kelakuan Dinamik Sistem Orde Dua

79

Dalam proses kimiawi banyak ditemui sistem dengan orde reaksi yang lebih tinggi dari
satu (1). Perubahan output karena perubahan input, berlangsung dengan cara yang lebih
drastis mengikuti orde perubahan yang lebih besar dari 1.
Dalam bab ini akan dibahas :
i.
kondisi phisik sistem orde dua
ii.
karakteristik dinamik sistem orde dua
11.1 Apa sistem orde dua tersebut ?
Sistem disebut orde dua bila output dari sistem y(t) tersebut merupakan penyelesaian
persamaan differensial orde dua :
a2

d2y
d1y

a
a o . y b. f (t )
1
dt 2
dt 1

(11.1)

d2y
d1y

2
.

y Kp. f (t )
dt 2
dt 1

(11.2)

jika ao 0

2
dimana :

Kp

a2
a
b
;2. . 1 ; Kp
ao
ao
ao

= natural period osilasi sistem


= damping factor (faktor peredam)
= steady state gain, atau static gain atau gain sistem.

Dalam bentuk penyimpangan variabel dan kondisi awal = 0 ; Transformasi Laplace


Pers. (11.2) :
G(s) =

y(s)
Kp
2 2
f (s) s 2. . .s 1

(11.3)

Contoh sistem pembentuk orde dua.


1. Multicapacity Processes : proses yang terdiri dari dua atau lebih sistem orde
satu (1) yang tersusun dalam rangkaian seri.
2. Inherently second order system, yaitu sistem dengan komponen fluida atau
padatan yang memiliki inertia dan/atau memiliki percepatan.
3. Sistem pemroses dengan perangkat kendali.
Dalam instalasi industri kimia, orde dua atau lebih yang sering ditemui tergolong pada 1
dan 3.
11.2 Response Dinamik Sistem Orde Dua.
Untuk melihat ciri sistem berorde dua, ditinjau respons dinamik sistem orde dua karena
perubahan input yang berupa step.

80

Perubahan input f(t) yang berupa fungsi step pada persamaan (11.2) memberi :
y(s)

Kp
s ( s 2. . .s 1)
2

(11.4)

Dua buah poles dari fungsi transfer pada pers. (11.3) ditentukan oleh persamaan
karakteristik :
2 s 2 2. . .s 1 = 1
yaitu :
P1 =

2 1
dan P2 =

2 1

Dengan menggunakan akar persamaan : P1 dan P2 ; persamaan (11.4) dapat ditulis


menjadi :
Kp / 2
y( s)
(11.5)
s ( s P1 )( s P2 )

Bentuk response y(t) akan tergantung pada letak (lokasi) poles P 1 dan P2 dalam
koordinat bilangan kompleks.
Dari harga P1 dan P2 dapat terjadi 3 kemungkinan yang berupa kasus berikut :
Kasus A : > 1
Kasus B : = 1
Kasus C : < 1
I.

didapat dua poles bilangan riil yang berbeda.


didapat dua poles bilangan riil yang sama.
didapat dua poles dengan pasangan dua bilangan kompleks.

Kasus A
: >1 dikenal sebagai Overdamped response
Untuk kasus ini inversi pers :
Kp / 2
y( s)

s ( s P1 )( s P2 )

(11.6)

dengan ekspansi fraksi parsial menghasilkan :

t
t/
2
sinh 2 1.
y(t) = Kp. 1 e cosh 1. 2

catatan : sinh =

y (t ) cosh =
Kp

(11.7)

e e
2
e e
2 Y=1

Response sistem untuk berbagai harga ditunjukkan pada gambar berikut :


1.0
Y2
Y1
Y2>Y1>1 overdamped
response
81
t

Dibandingkan dengan sistem orde 1, response overdamped pada awalnya mengalami


perlambatan dan kemudian response berlangsung lamban. Response akan lebih lamban
dengan kenaikan .
Harga akhir response didekati dengan asimtotis.
Seperti halnya untuk sistem orde 1, Kp pada sistem orde 2 dinyatakan :
Kp =

(output pd steady state)


(input pd steady state)

Overdamped merupakan response proses dengan multicapacity yang dihasilkan dari


kombinasi sistem orde satu dalam rangkaian seri.
II.

Kasus B

: = 1 : Critically damped response

Untuk kasus ini, inversi pers.


y( s)

Kp / 2
s ( s P1 )( s P2 )

menghasilkan :

t t/

y(t) = Kp. 1 1 e

Response orde kedua dengan critical-damping mendekati harga akhirnya lebih


cepat dari yang dihasilkan sistem dengan overdamped.
III.

Kasus C

: < 1 : Underdamped response

Untuk kasus ini, inversi persamaan :


y( s)

Kp / 2
s ( s P1 )( s P2 )

menghasilkan :

y(t) = Kp.

dimana :

w=

1
1

.e t/ .sin(wt )

82

= tan-1

Kurva y(t)/Kp vs- t untuk berbagai harga .

y(t)
Kp

Y=0.1

1.5
0.2
0.4

1.0

0.5

1.0

10
0

10

12

14

Dari kurva dapat ditarik kesimpulan :


1. Response Underdamped pada awalnya lebih cepat dari response Critically
damped maupun overdamped yang berubah dengan lamban (sluggish).
2. Meski response underdamped pada mulanya cepat dan mencapai harga
akhirnya lebih awal, tidak berhenti langsung tapi berosilasi terus dengan
amplitudo yang berkurang dengan cepat. Kelakuan response yang berosilasi
merupakan ciri khas underdamped response yang membedakannya dari yang
lain.
3. Osilasi output semakin besar dengan harga yang makin kecil.
Respons underdamped pada pabrik kimia disebabkan interaksi sistem pengendali
dengan 0unit pemroses yang dikendalikan. Tipe response seperti ini akan sering ditemui,
sehingga diperlukan pemahaman yang baik terhadap karakteristiknya .
A
Ciri-ciri respons underdamped.
+ 5%

Tj

83
t = rise time

t = response time

1. Overshoot : yaitu rasio A/B

A
exp
B

1 2

2. Decay ratio : yaitu rasio C/A


2..
C
exp
A
1 2

= (overshoot)2

3. Period of oscillation : T
= radian frequency =

1 2

= 2..f
f=
T=

1
T

2..
1 2

4. Natural period of Oscillation : Tn


Sistem orde dua tanpa damping , = 0 mempunyai fungsi transfer :
Kp/ 2
1
1
s j s j

Kp

2 2
G(s) = ( s 1)

Sistem yang berosilasi secara kontinyu dengan amplitudo yang tetap dan
frekwensi natural n =

Serta periode osilasi natural Tn = 2..


5. Response time :
waktu yang diperlukan respons untuk pertama kalinya mencapai + 5 % harga
akhir respons.
6. Rise time :
waktu yang diperlukan untuk pertama kalinya respons mencapai batas hrag
akhirnya.
Untuk yang lebih kecil, rise time lebih pendek atau dengan kata lain respons
sistem lebih cepat tetapi harga overshoot akan lebih besar.
Catatan:
Tujuan perancangan sistem pengendali merupakan pemilihan yang tepat harga dan
sehingga dihasilkan overshoot yang rendah, decay ratio kecil dan response time
yang pendek.
84

Akan sering ditemui bahwa tidak mungkin memenuhi kriteria di atas dengan harga
dan yang sama sehingga perlu ditetapkan harga dan sebagai harga kompromi yang
dapat diterima.
Bila massa atau energi mengalir melalui kapasitas tunggal akan diperoleh sistem orde
satu. Jika aliran massa atau energi melewati dua kapasitas yang dipasang seri, sistem
akan bnerkelakuan sebagai sistem orde dua.
Untuk sistem yang dipasang seri, dapat dibedakan dalam 2 kategori :
1. non-interacting capacities atau non-interacting first order systems in series.
2. interacting capacities atau interacting first order systems in series.
Fi

Fi
h1

h1

R1

Tangki 1

h2

R1

Tangki 1

F1

Tangki 2

F1
h2

R2

Tangki 2

F2

Pada non-interacting tanks


Tangki 1 memberi umpan ke tangki 2, sehingga tangki mempengaruhi
tangki 2 sebaliknya tangki 2 tidak memberi pengaruh terhadap kelakuan
tangki 1.
Pada interacting tanks
Tangki 1 mempengaruhi tangki 2, juga sebaliknya tangki 2
mempengaruhi tangki 1.

Non-interacting capacities,
Sistem yang tersusun dari dua non-interacting capacities dapat dijelaskan
dengan pers. differential dalam bentuk umum :
dy
p1 1 y1 Kp1 .f 1 (t)
(11.17a)
dt
dy
p 2 2 y 2 Kp 2 .f 2 (t)
(11.17b)
dt
Sistem 1 mempengaruhi sistem 2 melalui output.
Sistem 1 yang merupakan input pada sistem 2.

(s)

G1(s)

(s)

85

G2(s)

(s)

R2
F2

Fungsi transfer tiap sistem :


G1(s) =
G2(s) =

y 1 (s)
f 1 (s)
y 2 (s)
y1 (s)

K p1
p1s 1
K p2
p2 s 1

Fungsi transfer keseluruhan antara f1(t) dan y2(t)


y 2 (s)

Go(s) =
=
Go(s) =

f 1 (s)
K p1

p1s 1

y 2 (s) y1 (s)
.
G 1 (s).G 2 (s)
y1 (s) f 1 (s)
K p2

p2s 1

Kp'
( ' ) s 2. '. '.s 1)
2

(11.18)
(11.19)

Dimana : ()2 = p1.p2


2 = p1 + p2
Kp = Kp1. Kp2

Dari persamaan (11.19) terlihat respons keseluruhan sistem merupakan


sistem orde dua.
Dari persamaan (11.18) hraga poles sistem merupakan bilangan riil
dan berbeda, y1 :
1

p1 = - dan p2 = -
p1
p2
Jika p1 = p2 akan diperoleh poles yang sama.
Kesimpulan :
Sistem yang tersusun dari dua non-interacting capacities selalu menghasilkan sistem
orde dua yang overdamped atau critical damped dan tidak pernah menghasilkan
sistem underdamped.
Lihat response sistem non-interacting karena adannya perubahan input sebagai unit
step pada pers. (11.7) untuk kasus overdamped dan pada pers. (11.8) untuk kasus
critically damped.
Bentuk persamaan yang sepadan dngan pers.(11.7) dapat diturunkan dari pers. (11.18) :
y 2 (s) f 1 ( s) .

K p1
p1s 1

diperoleh :

86

K p2
p2s 1

y(t) = Kp. 1

p2

1
t / p 1
t / p 2
p1 .e
p 2 .e
p1

dimana : Kp = Kp1.Kp2
Dari fungsi transfer keseluruhan untuk 2 capacities, fungsi transfer sistem noninteracting dengan n capacities :
Go(s) = G1(s). G2(s)............................. Gn(s)
=

K p1 .K p2 ...........................K pn
( p1s 1).( p2 s 1)..............( pn s 1)

Contoh 11.1
Dua tangki disusun dalam seri membentuk sistem non-interacting
Fungsi transfer untuk masing-masing tangki [lihat contoh 10.1]
K p1
h'1 (s)

F'1 (s) p1s 1


K p2
h' 2 (s)

G2(s) =
h'1 (s) p2 s 1

G1(s) =

Dimana :

h2 ' s

F1 ' s

K p1
p1s 1

K p2
p2s 1

Kp1 = R1
p1 = p1.R1
Kp2 = R2
p2 = p2.R2
h1, h2, F2, F1 dalam bentuk deviasi

karena :
F1 =

h1 '
R1

Go(s) =

h2 ' ( s )
F1 ' ( s )

K p1 .K p2

(11.22)

( p1s 1).( p2 s 1)

Dari pers. (11.22) terlihat hubungan antara input Fi(s) dengan output akhir (h2(t)
menghasilkan sistem orde dua overdamped.
Response sistem terhadap perubahan input yang berupa unit step [identik dengan
penurunan pers. 11.20]

h2(t) = Kp. 1

p2

1
t / p 1
t / p 2
p1 .e
p 2 .e

p1

h2 (t )
K p2
Sistem orde 1 (satu tangki)
Sistem dua tangki
Sistem empat tangki

87
t

Catatan :
1. Respons sistem kapasitas ganda yangoverdamped terhadap perubahan input
berupa step berbentuk s; yaitu pada awal respons berlangsung lambat, kemudian
cepat dan lambat kembali.
Ciri sistem kapasitas ganda memberi kelambatan pada awalnya yang lazim
disebut delay atau transfer lag.
2. Penambahan jumlah kapasitas yang dipasang seri menyebabkan delay pada
awal respons semakin terasa.
Interacting Capacities
Fi

h1

h2
R1

R2

F1

Neraca massa :
Tangki 1
Tangki 2
Anggap :

dh1
Fi F1
dt
dh
: A2 2 F1 F2
dt
h1 h2
F1 =
R1
h2
F2 =
R2
dh
A1.R1. 1 (h1 h2 ) R1 Fi
dt
R
dh2
R
(1 1 )h2 ! h1 0
A2.R2.
dt
R2
R2

: A1

(11.23a)
(11.23b)

(11.24a)
(11.24b)

Pers.(11.24a) dan (11.24b) harus diselesaikan secara simultan.


Penyelesaian persamaan model-matematika sistem interacting yang simultan
merupakan ciri yang membedakan sistem interacting dengan sistem noninteracting, dan memberi indikasi saling pengaruh dari masing-masing unit.

88

F2

Pada keadaan steady state :


h1,s h2,s = R1.Fi,s

R
R
1 2 h2 , s 2 h1, s 0
R1
R1

(11.25a)
(11.25b)

Dalam bentuk penyimpangan dari keadaan steady state, pers. (11.24a) dan (11.24b)
menjadi :
dh'1
( h'1 h' 2 ) R1 F ' i
A1.R1.
(11.26a)
dt
R
dh' 2
R
(1 1 ) h' 2 ! h'1 0
A2.R2.
(11.26b)
dt
R2
R2
Dimana :
h1 = h1 h1,s
h2 = h2 h2,s
Fi = Fi Fi,s
Transformasi Laplace pers. (11.26a-b)
(A1.R1.S + 1) h1 (s)- h2 ' (s) = R1. Fi ' (s)

R
R
2 h1 ' ( s) A2 R2 s 1 2 h2 ' ( s ) 0
R1
R1

dimana :
p1 = A1.R1
p2 = A2.R2
dengan cramers-rule : h1 (s) dan h2 ' (s) dapat ditentukan :

h 1 ' (s)

h 2 ' (s)

( p2 .R 1 )s (R 1 R 2 )

Fi ' ( s )

(11.27a)

R2
Fi ' ( s )
p1 p2 s ( p1 p 2 A 1R 2 )s 1

(11.27b)

p1 p2 s 2 ( p1 p 2 A 1 R 2 )s 1

dimana :

p1 = Ai.Ri
p2 = A2.R2

Respons kedua tangki terhadap perubahan input merupakan orde dua.


Perbedaan dalam penyebut pada respons h 1(s) terhadap input Fi(s) dari sistem
interacting dengan non-interacting terletak pada faktor A1.R2. Faktor ini
dikenal sebagai interaction factor.

Catatan :
1. Dari pers. (11.27b) poles :
2.
p1,2 =

( p1 p2 A 1 R 2 ) ( p1 p2 A 1 R 2 ) 2 4 p1 p2
2 p1 p2

(11.28)

( p1 p2 A1R 2 ) 2 4 p1 p2 > 0, sehingga poles p1 dan p2 : merupakan bilangan

riil dan berbeda.


89

Respons interacting capacities selalu overamped.


3. Karena respons overdamped dengan poles p1 dan p2 yang berbeda, pers.(11.27b)
dapat ditulis
4.
h 2 ' (s)
F1 ' (s)

R 2 / p1 p2
(s p1 )(s p 2 )

(1 2 )R 2 / p1 p2

(11.29)

(1s 1)( 2 s 1)

dimana : 1 = - 1/p1 dan 2 = - 1/p2

Dua interacting capacities dapat dipandang sebagai non-interacting


capacities dengan modifikasi konstanta waktu.
Dua tangki yang saling berinteraksi mempunyai konstanta waktu p1 dan p2. Bila
dipandang sebagai dua tangki yang tak saling berinteraksi, konstanta waktunya 1
dan 2.
5. Bila dianggap p1 = p2 = , perbandingan 1 dan 2

1 p1 (2 A1 R 2 ) A 1 R 2 4 1 R

1
2 p 2 (2 A R ) A 2 R 2 4 R
1 2
1
2
1

Efek interaksi menyebabkan perubahan rasio konstanta waktu antara kedua


tangki
respons satu tangki menjadi lebih cepat dan yang lainnya menjadi
lebih lambat.
Tangki dengan response yang lebih lambat menjadi pengendali response
keseluruhan, dan response keseluruhan akan lebih lamban.
Sistem saling berinteraksi memberi response yang lebih lamban dibanding
sistem yang tak saling berinteraksi.

Contoh : Dinamika dua tangki yang saling berinteraksi dengan :


Kaji 2 tangki yang saling berinteraksi dengan :
A1 = A2
R1 = R2/2
p1 = p2/2 =

p1 = ; p2 = 2

Dari pers.(11.27b)
h 2 ' (s)

R2
R2
Fi ' (s)
(0.44. .s 1)(4.56) 1)
2 s 5. .s 1
2 2

(11.30)

Bla ada perubahan input berupa fungsi step Fi ' ( s ) , dan inversi :
s

t/4.56
t/0.44
h 2 ' (t) R 2 1 1.11e
0.11e
t/4.56
0.11e t/0.44
F2(t) = 1 1.11e

90

Seandainya kedua tangki tak saling berinteraksi, fungsi transfer :


h 2 ' (s)
R2
R2

F2 ' (s)
( p1s 1)( p2 s 1) (s 1)(2s 1)

setelah inversi diperoleh :

h 2 ' (t) R 2 1 e t/ - 2e t/2


F2(t) = 1 e t/ - 2e t/2

Analisis terhadap perbandingan kedua sistem :


1. Kedua sistem sama-sama overdamped
2.

konstanta waktu
rasio konst. waktu

Non-interacting
dan 2
= 0.5

Interacting
0.44 dan 4.56
0.44/4.56= 0.1

11.4 Inherentluy Second-order Processes


Kelakuan sistem yang bertalian dengan orde dua dalam bentuk ini jarang ditemui dalam
instalasi gerak massa fluida atau transaksi mekanik, dan memiliki sifat :
1. inersia untuk bergerak.
2. tahanan untuk bergerak.
3. kapasitas untuk menyimpan energi.
4.
(1), (2), (3) merupakan ciri orde 1,
inherently energi proses orde dua dicirikan
inersia untuk bergerak.
Hk. Newton :
Gaya system = massa system x percepatan
= (massa sistem) x
=m.

dV
dt

d dl

dt dt

d 2l
=m.
dt 2
dimana :
V = kecepatan linier perpindahan sistem
l = jarak perpindahan sistem.
d 2l
Bentuk kuadrat
memberi kelakuan orde dua sistem.
dt 2

11.5 Sistem Orde Dua Karena Kehadiran Pengendali


kehadiran pengendali dalam suatu proses kimiawi dapat merubah orde proses dan
menghasilkan bentuk lain kelakuan dinamik proses.

91

Contoh 11.4 : proses orde pertama yang berkelakuan dinamik orde dua karena ada
sistem pengendali.
P.I.C ; Proportional Integral
Controller

Fi
h

P.I.C

Neraca massa pada tangki :


A

dh
Fi Fo
dt

(11.33)

Pada keadaan steady state :


0 = Fi,s Fo,s
Pers.(11.34) (11.33) dan diambil variabel penyimpangan :
A

dh'
F 'i F 'o
dt

Dimana

Fo

(11.34)
(11.35)

: h = h - hs
Fi = Fi Fi,s
Fo = Fo Fo,s

Deviasi h digunakan oleh pengendali menambah atau mengurangi laju alir keluar
sesuai dengan hubungan :
Kc
Fo = Fo,s + Kch +
I

h' dt F '

(11.36)

Kejadian yang mungkin terjadi :


1. Bila : h = 0, maka Fo = Fo,s karena tidak bergerak
2. Bila : h < 0(arus turun); F o < Fo,s (pengendali mengurangi laju keluar dan arus
akan naik).
3. Bila : h > 0 (arus naik); F o > Fo,s (pengendali menambah laju keluar dan arus
akan turun).
Kelakuan sistem pengendali yang dirumuskan dengan pers. (11.36) dikenal
Proportional-Integral Control, karena harga variabel yang dimanipulasi sebanding
(proportional) dengan penyimpangan h dan integral penyimpangan h.
Bila harga Fo dari pengendalian dilibatkan pada neraca massa :
Kc
dh
A.
+ Kch +
I
dt

h' dt F '

(11.37)

Bentuk transformasi Laplace :


92

Kc 1 t
.
h ' dt Fi ' (s)
I s 0

As. h (s) + Kc h (s) +

A. I 2

.s
s I .s 1 h' (s) I F i ' (s)

Kc
Kc

(11.38)
K p .s
h ' (s)
2 2
F i ' (s) .s 2. . .s 1

dimana : 2 =

A. I
Kc

2. = I
Kp = I/Kc
=
=

A. I
Kc

1 Kc. I
.
2
A

Tergantung pada harga Kc dan I dapat terjadi kasus :


K c . I
1.
<2
<1
Respons sistem terhadap perubahan input
A
berupa step menghasilkan sistem underdamped.
K c . I
2.
=0
=1
Critically damped
A
K c . I
3.
>2
>1
Overdamped
A
h(t)
Tanpa pengendali

y<1
y>1

y =1

93

Dari contoh di atas terlihat kelakuan dinamik tangki orde pertama dapat
berubah menjadi orde dua, bila pengendali PI dilibatkan.
Parameter pengendali Kc dan I memberi harga terhadap kelakuan
dinamik sistem, respons dapat berubah dari underdamped
over
damped.

BAB 12
Kelakuan Dinamik Sistem Dengan Orde Lebih Tinggi.
Sistem dengan orde lebih tinggi yang sering ditemui :
1. N buah proses orde pertama dalam seri.
2. Proses dengan dead time
3. Proses dengan respons terbalik
N kapasitas dalam seri.

Non-interacting :

94

Go(s)=

G1(s).G2(s)....GN(s)=

K 1 .K 2 .............K N
( 1s 1)( 2 s 1)................( N s 1)

(11.31)
Interacting :
Fungsi transfer sistem orde tinggi dengan interaksi menghasilkan hubungan
yang kompleks.

Beberapa ciri orde N kapasitas dalam seri :


1. Non-interacting :
a. Respons mempunyai ciri overdamped, dengan bentuk s dan lamban.
b. Pertambahan jumlah N yang dipasang menambah kelambanan respons.
2. Interacting :
Interaksi antara kapasitas menambah kelambanan respons keseluruhan.
Sistem dinamik dengan dead time
Dalam kenyataannya semua proses phisik akan melibatkan
keterlambatan antara input dan output.
Sistem orde 1 dengan dead time antara input f(t) dan output y(t).
Proses orde
Pertama

f(t)

L[f(t)]

Kp
ps 1

y(t)

L[y(t)]

Dead Time

e td .s

suatu

periode

y(t-td)

L[y(t-td)]

L[y(t)]
y(s)
Kp

L[f(t)]
ps 1
f (s)

L[y(t - t d )]
e t d .s
L[y(t)]
t .s
L[y(t - t d )] K p .e d

L[y(t)]
ps 1

Untuk sistem orde dua dengan dead time


K p .e t d .s
L[y(t - t d )]
2 2
L[y(t)]
s 2. ..s 1

Sistem dinamik dengan respons berlawanan


Respons suatu sistem dinamik dapat menyimpang secara drastis berlawanan arah dari
awal semestinya dituju.

95

Kelakuan sistem demikian dikenal : inverse response, atau non minimum phase
response.
Contoh :12.3 Respons berbalik ketinggian cairan dalam reboiler.
Steam
F2, P

P : Pengendali

P
T

Blok diagramh dan respons


sistem
Q
F1, T1

K2
s

input

f (s )
y(t)

Umpan

K1
1s 1

output

- y (s )

(2)

(1)
Dari repons sistem terlihat, bila umpan air dingin bertambah dengan fungsi step, volume
total cairan (dan juga ketinggian cairan) dalam gejala seperti iut disebabkan oleh
peristiwa :
1. Umpan air dingin menyebabkan temperatur turun sehingga mengurangi volume
uap, yang akan menurunkan arus cairan mengikuti orde 1, -K1/(1.s+1)
2. Dengan pemasukan panas yang konstan, arus cairan akan bertambah secara
integral (pure capacity) menurut K2/s.
3. Hasil total :
K2
K1
(K 2 1 K 1 )s K 2

s
1s 1
s(1s 1)
K1
bila K21 < K1, bentuk s 1 akan mendominasi respons pada awalnya.
1

96

BAGIAN IV.
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN
DENGAN UMPAN BALIK

BAB 13
Mengenal Pengendalian dengan Umpan balik
13.1 Konsep Pengendalian dengan Umpan Balik

97

Bentuk umum proses dan lingkar umpan balik :


d
m

Proses

y
d

ysp

Pengendali

Proses

Alat ukur

ym
y
d
m
ym
ysp
E

Elemen
Pengendali
Akhir

: output
: gangguan (disturbance, load, process load)
: variable yang dimanipulasi
: harga pengukuran
: harga yang ditetapkan (sp = set point)
= ysp ym ; penyimpangan

Gangguan d berubah secara bebas dengan kelakuan yang tak bisa diduga.
Pengendali bertujuan mempertahankan harga output y pada batas yang diinginkan.
Tahapan pengendalian dengan umpan balik.
1. Mengukur harga output
ym.
2. Membandingkan harga yang diukur ym, dengan harga yang diinginkan (set point)
ysp,
E = ysp - ym
3. Harga penyimpangan E diumpankan ke pengendali utama. Pengendali kemudian
merubah harga m sedemikian rupa sehingga penyimpangan E dikurangi, yang
dilaksanakan dengan elemen pengendali akhir.
Gambar tahapan pengendalian.
Lingkar terbuka
Lingkar tertutup

respon lingkar terbuka


respon lingkar tertutup

Contoh 13.1 : Sistem Pengendalian dengan Umpan Balik.


1. Pengendali Aliran (Flow)
: FC
2. Pengendali Tekanan (Pressure)
: PC
3. Pengendali Arus (Liquid level)
: LC
4. Pengendali Temperatur (Temperature)
: TC
5. Pengendali Komposisi (composition)
: CC

Komponen perangkat keras utama sistem pengendalian dengan umpan


balik terdiri dari:
1. Proses

98

Peralatan dimana operasi phisik atau kimiawi berlangsung (tangki, reactor,


penukar panas)
2. Alat ukur atau sensor
Termokopel, diaphragma, gas chromatograph.
3. Sambungan transmisi
Berfungsi mentransmisikan signal dari sensor ke pengendali dan dari pengendali
ke pengendali akhir.
4. Pengendali
Perangkat yang memutuskan berapa besar harga variable yang dimanipulasikan
harus berubah.

5. Elemen pengendali akhir


Perangkat yang berfungsi menerima signal/sinyal dari pengendali dan
mengimplementasikan signal tersebut melalui tindakan nyata merubah harga
variable yang dimanipulasikan.
Sinyal untuk pengendalian tergantung pada konstruksi pengendali, dapat berupa :
Sinyal pneumatic (udara tekan) untuk pneumatic controllers.
Sinyal listrik untuk electronic controllers.
13.2 Tipe Pengendali dengan Umpan Balik
E(t)

Controller

C(t)

G(t) = ysp ym (t)


Pengendali dengan umpan balik dapat dikelompokkan dalam tiga tipe utama :
1. Proportional, P
2. Proportional-Integral, PI
3. Proportional-Integral-Derivative, PID.

P Controller
Output berbanding langsung dengan penyimpangan E(t)
C(t) = Kc.E(t) + Cs
(13.1)
Kc
: Proportional gain pengendali
Cs
: sinyal bila E = 0
PB memberi ciri perubahan penyimpangan E(t) untuk menggerakkan sinyal
penggerak pengendali.
Biasanya : 1 PB 500
Harga Kc yang lebih besar, atau PB yang lebih kecil; sensitivitas sinyal penggerak
pengendali karena penyimpangan E akan lebih besar.
Definisikan : C(t) = C(t) Cs
C(t) = Kc. E(t) + Cs
C(t) = C(t) Cs = Kc. E(t)
C ' (t )
Kc
E (t )

(13.2)

99

Fungsi transfer pengendali proportional :


Gc(s) = Kc

(13.3)

PI Controller
Kc
C(t) = Kc.E(t) +
I

E (t ).dt C

(13.4)

I
: Integral time constan = reset time
Harga I yang umum : 0.1 I 50 menit.
I merupakan parameter yang dapat diatur dan dikenal juga sebagai
minutes per repeat.
1/I : reset rate.
Jika ada perubahan E menurut step; pada awalnya output pengendali = K c.E; (dimana
kontribusi bentuk integral sama dengan nol).
Setelah perioda I menit, kontribusi bentuk integral :

Kc I
Kc
E (t ).dt .E. I K c .E

I 0
I
Dengan kata lain, setelah perioda waktu I, respons pengendali integral akan
mengulangi (repeated) tindakan sebesar respons pengendali proportional.
Pengulangan besar respons akan berlangsung setiap I menit.
Selama terdapat harga E tindakan pengendali integral akan terus berlangsung
mengalami perubahan. Dengan demikian PI controllers dapat menghilangkan hingga E
yang paling kecil.
Fungsi transfer PI-C.
C (t ) C K c .E (t )
C ' (t ) K c .E (t )

Kc
I

E (t )dt
0

Kc
.E ( s )
Is

E c ( s ) K c 1
I s

PID Controller
[dikenal sebagai: Proportional-plus-reset-plus-rate]
C(t) = Kc.E(t) +

Kc
I

E (t )dt K

. D .

dt
Cs
dt

(13.6)

D : derivative time constan [a] menit


Dengan bentuk turunan, dE/dt, pengendali PID mengantisipasi penyimpangan yang
terjadi berikutnya, dan tindakan pengendalian yang diambil sebanding dengan laju
perubahan penyimpangan yang sedang.
Karena kemampuan antisipasi, PID-C dikenal juga sebagai anticipatory control
Kelemahan tindakan pengendali derivative :
1. Untuk respons dengan penyimpangan bukan nol yang konstan, tidak ada
tindakan pengendalian karena dE/dt = 0.
100

2. Respons terhadap penyimpangan yang kecil, derivative akan besar dan


melakukan tindakan pengendalian yang besar, meski hal tersebut tidak perlu.
Fungsi transfer :
C(s) = Kc.E(s) +

Kc
.E ( s ) K c . D .s.E ( s )
Is

K
C ' ( s)
Kc c K c . D .s
E (s)
Is

1
Gc ( s ) K c . 1
D .s
Is

(13.7)

Keberhasilan pengoperasian sistem pengendali dengan umpan balik tergantung pada :


1. Pengukuran yang tepat dan benar output.
2. Pengukuran yang baik (uncorrupted) hasil pengukuran ke pengendali.
Untuk (1) perlu alat ukur yang teliti.
Untuk (2) perlu transmisi yang baik dan efektif.
[lihat contoh : table 13.1]
13.4 Transmisi
Sinyal dari hasil pengukuran ke pengendali, dan sinyal tindakan pengendalian ke
elemen pengendali akhir dapat ditransmisikan melalui dua mode :
Pneumatic, udara tekan, cairan.
Electrical
Kecuali
Perubahan proses sangat cepat
Penghubung transmisi sangat panjang
Kelakuan dinamik transmisi tipe udara tekan dapat dinyatakan :
Po ( s )
e s

d/p = 0.25
Pi ( s) p s 1
Po
: tekanan fluida pada outlet
Pi
: tekanan fluida pada inlet
d

13.5 Elemen Pengendali Ahir


Perangkat yang menerima sinyal dari pengendali (controller) dan melaksanakan
tindakan nyata mengatur harga manipulated variable yang sesuai disebut : elemen
pengendali ahir.
Elemen pengendali ahir yang umum dikenal :
Pneumatic valve
Air-to-closeudara
fail open
Air-to-open
fail closed

cairan

101
cairan

udara

Untuk cairan nonflashing, laju cairan yang mengalir melalui valve :


F K . f ( x).

p
K

f(x)

: hilang tekan pada valve


: konstanta yang tergantung ukuran valve
: kerapatan cairan yang mengalir
: kurva karakteristik

BAB XIV
KELAKUAN DINAMIK PROSES-PROSES DENGAN PENGENDALIAN
UMPAN BALIK
(Dynamic Behaviour of Feedback-Controlled Processes)
Di bab ini akan dibahas kelakuan dinamis proses yang dikendalikan oleh sistem kendali
umpan balik, bila terjadi perubahan harga dari
a. gangguan [ load, disturbance]; d
b. set-point [titik acuan], ysp.
14.1 Block-diagram dan respons rangkaian tertutup
Tinjau sistem pengendalian dengan umpan balik yang bentuk umum dari blockdiagramnya secara kualitatif ditunjukkan di gambar.

102

d
+

ysp

Pengendali

Elemen
Pengendali
Akhir

Proses

Alat ukur

ym

Gambar 1
Sistem tersebut punya 4 komponen utama : proses, alat ukur, pengendali, dan elemen
pengendali akhir

Bila dinamika dari saluran transmisi diabaikan, maka fungsi transfer dari
sistem tersebut hanya mencakup keempat komponen utama tersebut.
Berikut ini diberikan hubungan input-output dari masing-masing komponen :
Proses :
y ( s ) G p ( s )m( s ) G d ( s ) ( s )

(1)

Alat ukur :
y m ( s ) E m ( s ). y ( s )

(2)

Mekanisme pengendalian :
a. comparator :
E ( s ) y sp ( s ) y m ( s )

(3)

b. tindakan pengendalian :
C ( s ) Gc ( s ).E ( s )

(4)

Elemen pengendali akhir :


m( s ) G f ( s ).C ( s )

(5)
Gp, Gd, Gm, Gc, dan Gf adalah fungsi transfer antara input dan output yang terkait dengan
tiap komponen dalam rangkaian sistem.
Pers. (1) sampai (5) satu sama lain saling terkait, dan secara keseluruhan merupakan
rumusan model dinamik sistem yang diekspresikan dalam variable s.
Hubungan keterkaitan antara kelima persamaan tersebut secara visual dapat ditunjukkan
dalam bentuk block-diagram kuantitatif sistem.
Gambar (2) memberikan bentuk umumblock-diagram sistem pengendalian dengan
feedback yang secara explicit menunjukkan bagaimana informasi yang mengalir
diantara komponen-komponen saling mempengaruhi.
(s)
Gd(s)
E(s)

ysp(s)
+

Gc(s)

C(s)

Gf(s)

m(s)

Gp(s)

+
Z

103
ym(s)

Gm(s)

y(s)

Gambar 2

Block-diagram yang ditunjukkan gambar 1 dan gambar 2 adalah sepadan, tetapi Gb. 2
secara lebih explicit mendefinisikan hubungan antara besaran-besaran sistem.
Lintasan informasi dari komparator ke variable yang dikendalikan ( y (s ) ) disebut
lintasan umpan maju (feed forward path); mengalir dari komparator melalui G c, Gf dan
Gp.
Lintasan dari y s ke komparator melalui Gm disebut lintasan umpan balik (feed back
path)
Hubungan antara variable-variabel yang mengalir dari E (s ) ke Z, sebagaimana dapat
diamati dari block diagram Gb. 2 adalah :
Z G p ( s ).m( s )
m( s ) G f ( s ).C ( s )
C ( s ) Gc ( s ).E ( s )

Bila persamaan ketiga disubstitusikan ke persamaan kedua, dan hasilnya disubstitusikan


ke persamaan yang pertama, didapat :
Z = Gp(s).Gf(s).Gc(s). E (s )
Sebut Gp(s).Gf(s).Gc(s) = G(s), maka block-diagram yang ditunjukkan di Gb. 2 dapat
disederhanakan menjadi bentuk yang ditunjukkan di Gb. 3 dibawah.
Block diagram yang diberikan di Gb. 2 dan Gb. 3 adalah sepadan, walaupun Gb. 3
mempunyai bentuk lebih sederhana.
Respons lingkar tertutup dan fungsi-fungsi transfer lingkar tertutup (closed-loop
response dan closed-loop transfer function).
(s)
Gd(s)
E(s)

ysp(s)
+

G(s)

ym(s)

Gm(s)
Gambar 3

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, persamaan model dinamik sistem dalam


variable s adalah :
104

y(s)

y ( s ) G p ( s )m( s ) G d ( s ) ( s )

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

y m ( s ) E m ( s ). y ( s )
E ( s ) y sp ( s ) y m ( s )

C ( s ) Gc ( s ).E ( s )

m( s ) G f ( s ).C ( s )

lakukan rangkaian substitusi sebagai berikut :


m( s ) G f ( s ).C ( s ) = G f (s ). Gc ( s ).E ( s )
m( s ) G f ( s ).Gc ( s ) [ y sp ( s ) y m ( s ) ]
m( s ) G f ( s ).Gc ( s ) [ y sp ( s ) G m ( s ). y ( s )

(6)

Substitusikan pers. (6) ke pers. (1) maka didapat.

y ( s ) G p ( s ) G f ( s ).Gc ( s ) y sp ( s ) G m ( s ). y ( s ) G d ( s ) ( s )

atau :
y(s)

G p ( s ).G f ( s ).Gc ( s )
1 G p ( s ).G f ( s ).Gc ( s ).G m ( s )

y sp ( s )

Gd ( s)
(s)
1 G p ( s ).G f ( s ).Gc ( s ).G m ( s )

(7)
Persamaan (7) menunjukkan bagaimana y sp (s ) dan (s ) mempengaruhi y (s ) ,
dirumuskan dalam variable s.
Suku pertama menyatakan bentuk dan kontribusi y sp (s ) terhadap y (s ) , sedangkan
suku kedua menyatakan bentuk dan kontribusi pengaruh (s ) .

a.

y (s ) dan

juga pers. (7) disebut closed-loop response dari proses.


Fungsi transfer yang terdapat di suku pertama dan suku kedua ruas kanan
disebut close-loop transfer functions.
G p .G f .Gc
1 G p .G f .Gc Gm

G
G sp
1 G.Gm

(8)

merupakan closed-loop transfer function untuk perubahan dari set point.


b.

Gd
Gd

Gload
1 G p .G f .Gc Gm 1 G.G m

(9)

merupakan closed-loop transfer function untuk perubahan dari beban ( load)


Bila rumusan Gsp dan Gload yang diberikan dipersamaan (8) dan (9) disubstitusikan ke
pers. (7), maka pers. (7) dapat dituliskan sebagai berikut :
y ( s ) G sp ( s ). y sp ( s ) Gload ( s ). ( s )
(10)
Persamaan (10) merupakan bentuk agregatif yang menggantikan
pers. (1) samapai (5).
(s)
Dengan menggunakan pers. (10), block-diagram sistem pengendalian menjadi lebih
sederhana, sebagaimana ditunjukkan di Gb. 4.
Gload(s)

ysp

105
Gsp(s)

+
+

y(s)

Gambar 4.

Perlu dicatat bahwa block diagram yang ditunjukkan di gambar 2, gambar 3, gambar 4
adalah sepadan!
Informasi yang paling rinci diberikan digambar 2, sedangkan gambar 4 paling
teragregasi.
Memperhatikan pers. (8) dan (9) dapat dilihat bahwa Gsp dan Gload tak hanya tergantung
pada dinamika proses yang dikendalikan saja, tetapi juga tergantung pada kelakuan
dinamik sensor (alat ukur), pengendali, dan elemen kendali akhir.
Persoalan servo dan persoalan regulator,
(servo problem dan regulator problem)
a. servo problem
Gangguan tak berubah [i.e. ( s ) 0 ] sedangkan harga set-point mengalami
perubahan.
Pengendali umpan balik akan bertindak sedemikian rupa hingga y dijaga sedekat
mungkin dengan ysp.
Dalam servo problem, berlaku.
y s G sp ( s ). y sp ( s )
(11)
yang diperoleh dari pers. (7) atau (10), bila ( s ) 0
b. regulator problem
y sp (s ) = 0 sedangkan (s) berubah dengan waktu.
Hubungan yang berlaku dalam regulator problem :
y s Glaod ( s ). ( s )
(12)
Pengendali umpan balik berusaha melawan gangguan [ (s ) ], sehingga y
terjaga disekitar y sp .
Contoh 14.1
Respons lingkar tertutup sistem pengendalian dengan umpan balik pada pengendalian
arus cairan ditangki :
Fi
hsp

Luas
pendampang
=A

DPC

hm

+
-

106
Gambar 5

Gc(s)

Fo

DPC = differential pressure cell


Bagaimana h berubah bila Fi mengalami perubahan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu disusun fungsi transfer komponen-komponen
sistem pengendalian.
a. Proses
Neraca material :
dh
Fi Fo
dt
1
1
h( s )
Fi ( s )
FQ ( s )
As
As
A

(13)

b. Sensor
Andaikan sensor arus pengukuran yang digunakan adalah suatu differential
pressure transducer.
Sebagaimana telah dikemukakan di bab 13, persamaan dinamik sensor tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut :
d 2z
dz
2 2 2. .
z Kp.
dt
dt
Untuk cairan dengan arus h
= .h
( suatu konstanta).
d 2z
dz
2 2 2. .
z Kp. .h
(14)
dt
dt
z hm, harga arus sebagaimana terbaca dan ditunjukka oleh sensor.
Dengan mengganti z oleh hm, dan kemudian melakukan transformasi Laplace
terhadap per. (14) didapat fungsi transfer dari sensor :
h m ( s)

Kp.
h( s )
s 2. . .s 1
2

(15)

c. Controller
Bila set-point = hsp, maka dalam domain s dipunyai hubungan :
E ( s ) h sp ( s ) h m ( s )

(16)
Kalau pengendalian menggunakan PI Controller maka fungsi transfer controller
adalah :

1
C ( s ) Kc 1
E (s)
I s

(17)

d. Elemen kendali akhir : Control valve


Diasumsikan dinamika control valve, dinyatakan dalam domain s, mengikuti
kelakuan sistem orde satu :
Kv
F Q ( s)
C ( s)
(18)
vs 1
Dengan didapatkannya 6 persamaan yang secara lengkap menggambarkan
kelakuan dinamis sistem, dapat disusun block diagram berikut (Gb. (6)) :

107

Fi(s)

hcp(s)

G(s)

1 C(s) G K v FQ(s) G 1

Gc K c . 1
p
f
As

s
V
I

1
As
+

h(s)
Gambar 6
hm(s)

Gm

K p .

2 s 2 2. . .s 1

Response sistem untuk perubahan Fi, bila h sp 0 , dapat diperoleh dengan


menggunakan informasi yang dipaparkan block-diagram di gambar 6.
Mengikuti langkah-langkah pendekatan sesuai dengan yang telah diuraikan terdahulu,
akan menghasilkan bentuk persamaan tentang respons sistem dalam variable s :

Gd
.F i ( s )
1 Gc .G f .G p .G m

h( s )

(19)

respons sistem untuk regulator problem


Soal :
1. Rumuskan persamaan fungsi transfer (dalam variable s) yang menunjukkan
response FQ terhadap perubahan Fi, bila h sp 0 .
2. Sederhanakan Gb. 6, dengan terlebih dahulu mendefinisikan G sp dan Gload,
sehingga didapat bentuk sederhana yang diberikan di gambar 4!
3. Rumuskan fungsi transfer sistem yang menunjukkan bagaimana h terpengaruh
oleh perubahan dari Fi dan hsp.
Contoh 14.2
Response lingkar tertutup sistem pengendalian dengan umpan balik untuk proses
pemanasan dalam tangki pemanas :
Ti

Thermocouple

Controller
Steam Tst

108

Set-point

Anggap suhu cairan di dalam tangki serba sama.


Bagaimana response sistem terhadap perubahan gangguan T i (s ) dan set-point
T sp (s ) ?
Seperti dalam contoh terdahulu, perlu pertama-tama menyusun fungsi transfer dari tiap
komponen yang ada.
a. Proses
Untuk mempermudah penggunaan notasi, dianggap T, Ti, dan Tst telah
menyatakan variable-variabel penyimpangan (deviation variables).
Dari hasil analisis yang dibahas di Bab 9, fungsi transfer proses dapat dituliskan
sebagai berikut :

1/
K
T i ( s)
T st ( s )

s a
s a

T (s)

(20)

b. Sensor temperature (thermocouple)


Anggap response sensor sangat cepat, sehingga dinamikanya dapat diabaikan.
Maka fungsi transfer menjadi :
T m ( s ) K m .T ( s )
(21)
c. Controller
Bila set-pointnya = T sp (s ) , maka

E (s) T s p ( s) T m (s)
kalau digunakan P Control
C ( s ) K c .E ( s )

(22)

d. Control valve
Seperti contoh terdahulu, dianggap control valve mempunyai kelakuan dinamik
sebagai sistem orde satu. Maka fungsi transfernya dapat diuliskan sebagai
Kv
T st ( s)
berikut :
(23)
C ( s)
v s 1
Dengan diperolehnya fungsi transfer dari semua komponen sistem, maka dapat
disusun block diagramnya, dan dirumuskan fungsi transfer dari rangkaian
lingkar tertutup sistem pengendalian terhadap tangki pemanas.
Gambar 8 menunjukkan block-diagram sistem, dan fungsi transfer sistem
T c (s )
secara keseluruhan diberikan sebagai persamaan (24)

1/
sa

T sp (s ) +
-

E (s ) K
c

K p T st (s )
ps 1

K
sa

109m
K
Gambar 8

T (s )

T ( s ) G sp ( s ).T sp ( s ) Gload ( s ).Ti ( s )

(24)

dimana :

Kv
K
.
K
c

s 2
v s 1

G sp ( s)
Kv
K
1
.K c
Km

s 2
v s 1
1/
s 2 .
G sp ( s )
Kv
K
1
.
K
c

Km

s 2
v s 1
Catatan :

Bila diperhatikan dengan seksama, penyusunan fungsi transfer rangkaian sistem kendali
umpan balik dalam lingkar tertutup mempunyai pola umum yang sama, sehingga dapat
dirumuskan aturan berikut :
1. Denominator dari fungsi transfer rangkaian sistem secara keseluruhan, baik
untuk perubahan beban maupun perubahan set point, adalah sama yaitu :

1 .G i (s)

(*)

dimana Gi(s) fungsi transfer komponen i dari rangkaian sistem ; N-jumlah


semua komponen dalam rangkaian lingkar sistem.
N

Catatan :

i 1

a 1 x a 2 x ....... x a N .

Untuk sistem kendali umpan balik sederhana, komponen-komponen utama dan


fungsi transfer adalah
Proses
: Gp
Sensor
: Gm
Controller
: Gc
Final control element : Gf
Expresi untuk * menjadi :

1 G p .G m .G c .G f

110

2. Numerator (penyebut) dari fungsi transfer keseluruhan sistem kendali umpan


balik adalah : hasil kali fungsi transfer yang ada di lintasan umpan maju antara
set point atau load dengan output pengendalian.
Dengan merujuk ke gambar 9, maka
a. Untuk lintasan dari ysp ke y
Numeratornya GcGfGp
b. Untuk lintasan dari ke y
Numeratornya Gd
3. Aturan (1) dan (2) juga berlaku untuk merumuskan fungsi transfer lingkar
kendali umpan balik yang menunjukkan hubungan antara sesuatu input dimana
saja pada lingkar tersebut dengan output yang dipilih.

y sp
+

Gd
+

Gc

Gf

Gp

Gm

ym

Gambar 9
Contoh :
Untuk rangkaian sistem kendali berikut, tentukan fungsi transfer yang menunjukkan
hubungan antara y dengan y sp , y dengan 1 , dan y m dengan d 2
+ 1

y sp +

Gc

G1

H2

H1

ym

G2

Jawab :

111

+2

Gp

a.

dengan

b.

dengan 1 :

c.

ym

y sp

G c .G1 .G 2 .G p
y

1 G c .G1 .G 2 .G p H 1 .H 2
y sp

G 2 .G p
y

1 1 Gc .G1 .G 2 .G p H 1 .H 2
H 1 .H 2 .G p
ym

:
1 Gc .G1 .G 2 .G p H 1 .H 2
2

dengan 2

Perhatikan : Berkaitan dengan pokok (c), rangkaian dapat digambarkan sebagai


berikut :

14.2 Efek Proportional Control terhadap respons Proses yang dikendalikan.

Di bagian ini dan empat bagian selanjutnya ( 14.3 sampai 14.5) akan dibahas
efek dari penerapan berbagai moda pengendalian terhadap kelakuan proses.
Akan dibahas dibandingkan kelakuan proses yang dikendalikan dan tak
dikendalikan.
Di bagian ini akan ditelaah efek penerapan proportional control terhadap
sistem-sistem linier order sat dan order dua, sebagai contoh kasus.
Block diagram sistem yang ditelaah :

Gambar 1

y sp + e

Kc

Gf = 1

Gd
+
Gp

ym

Gm = 1

+
Proses

Proses merupakan sistem order satu


dy
y K p .m K .
dt
Ct 0

Persamaan model dalam domain t untuk


proses.

y(0) = m(0) = 0
Kp

Kd
(s)
ps 1

Persamaan model dalam domain s untuk


proses.
ps 1
Jadi untuk sistem tanpa pengendalian dipunyai
y (s)

m( s )

G p (s)

Kp

ps 1

112

Gd ( s)

Kd
ps 1

dengan parameter :
time constant : p
static gain
: a. untuk manipulasi : Kp
b. untuk gangguan : Kd
Bila sistem dikendalikan dengan pengendalian umpan balik menggunakan proportional
control, maka dipunyai closed loop response
y(s)

K p .K c

p s 1 K p .K c

y sp ( s )

Kd
(s)
p s 1 K p .K c

atau dengan penyusunan kembali :


y(s)

dimana :

Kp'

p 's 1

y sp ( s )

Kd '
( s)
p 's 1

p
1 K p .K c
K p .K c
K p '
1 K p .K c

p '

Kd '

(1)

Kp dan Kd disebut closed


loop static gain

Kd
1 K p .K c

Dengan membandingkan persamaan tentang response sistem tanpa kendali dan sistem
dengan kendali, dapat disimpulkan :
1. Dengan pemasangan sistem pengendalian, tetap diperoleh respons order satu
terhadap perubahan set point maupun gangguan.
2. Bila sistem dikendalikan dengan proportional control, tetapan waktu harganya
menjadi lebih kecil disbanding bila sistem tak dikendalikan.
p
p '
< p
1 K p .K c

Berarti : close-loop response (dengan pengendalian) lebih cepat dari openloop rsponse (tanpa pengendalian).
3. Static gain sistem yang dikendalikan lebih kecil dari sistem yang tak
dikendalikan.
K p '

Kd '

K p .K c
1 K p .K c

< Kp

Kd
< Kd
1 K p .K c

Untuk memahami dengan lebih baik efek pengendalian proporsional tersebut akan
ditelaah dua kasus, masing-masing menggunakan step-input :
a. set point diubah mengikuti suatu step function (servo problem).
b. Disturbance (gangguan) terjadi dengan pola perubahan yang mengikuti bentuk
step function (regulator problem).

113

Dengan input tersebut dilhat bagaimana response sistem.


Servo problem
(s) 0
1
s

y sp ( s )

Persamaan model dalam variable s menjadi :


y ( s)
y(s)

Kp'

Kd '
1
.
.0
p 's 1 s p 's 1
Kp'

1
p ' s 1 s
.

(2)

Pers. (2) merupakan bentuk response sistem terhadap perubahan set point yang berupa
step function, dalam variable s.
Bentuk response dalam domain waktu diperoleh dengan menginversi persamaan (2) :
y(t) = Kp.(1-e-t/p)
(3)
Gambar 2 menunjukkan grafik fungsi yang diberikan di persamaan (3)
ysp(t)

offset
1.0

K p '

1
1 K p .K c

K p .K c
1 K p .K c
y(t).[pers.3]

Gambar 2
Dari persamaan (3) maupun gambar 2 dapat dilihat bahwa response sistem tidak menuju
ke harga set point, tetapi secara asimtotis menuju ke harga Kp.
Jadi y (t ) t tak dapat mencapai harga set point yang baru, tetapi,

y (t ) t lim K p '. 1 e

t / p '

y (t ) t Kp

Selisih antara harga yang diinginkan (set point) dan harga yang dapat dicapai disebut
offset.
Untuk kasus pengendalian yang dikaji ini :
Offset = (set point baru) harga akhir dari response)

114

Offset = 1 Kp = 1

K p .K c
1 K p .K c

1
1 K p .K c

Salah satu cirri laku proportional control adalah adanya gejala offset.
Offset ini merupakan fungsi parameter sistem kendali K c. Makin besar Kc makin kecil
offset.
K c offset 0

Catatan :
Definisi umum dari offset :
Offset = (set point) (ultimate value dari controlled variable)
Regulator problem
( s)

1
s

y sp 0

Persamaan model sistem dalam variable s :


y ( s)

y(s)

Kp'

p 's 1

.0

Kd ' 1
.
p 's 1 s

Kd ' 1
.
p 's 1 s

Bentuk response sistem terhadap perubahan disturbance yang berupa step function
dalam variable s.
Dalam domain waktu :
y(t) = Kd.(1-e-t/p)

(4)

response sistem yang dikendalikan terhadap perubahan disturbance.


Seperti halnya dengan servo problem, disini dijumpai juga offset.
Offset = [set point] [ ultimate value of controlled variable]
Set point = 0
Ultimate value dari y (s ) atau y(t) :

y (t ) t lim K d ' 1 e t / p '


t

offset = 0 Kd = - Kd = -

Kd
1 K p .K c

(5)

Gambar 3 menunjukkan grafik dari pers. (4) dan dapat dilihat juga besarnya offset.
y

(t)

Tanpa pengendalian
Kc = 0

Dengan pengendalian

offset
ysp

Gambar 3

115

Memperhatikan pers. (5) tentang offset, besarnya offset juga dipengaruhi oleh Kc.
K c offset 0

Beberapa catatan :
1. Walaupun offset dapat dibuat sekecil-kecilnya bila Kc dibuat sebesar mungkin,
akan tetapi untuk pengendalina secara proportional hal itu tak boleh
dilakukan. Harga Kc yang membesar akan mengarahkan sistem ke keadaan tak
stabil. Uraian tentang kestabilan sistem ini akan diberikan kemudian.
2. Dalam contoh yang dibahas harga Gm dan Gf ditetapkan = 1.
Bila Gm = Km dab Gf = Kf, maka offset menjadi :
a. Untuk servo problem
Offset = 1

K p .K c .K f
1 K p .K c .K f .K m

b. Untuk regulator problem


Offset =

.K d
1 K p .K c .K f .K m

3. Proses-proses yang mengandung (1/s) dalam fungsi transfernya, bila


dikendalikan oleh proportional controller tak memberikan offset bila
dilakukan perubahan set point, tetapi offset timbul terhadap gangguan yang
berkepanjangan menyimpang dari tingkat gangguan nominal, misalnya step
input
Untuk memahami hal yang dikemukakan di pokok (3), suatu contoh akan dibahas.
Akan ditinjau sistem pengendalian arus cairan untuk proses yang ditunjukkan di gambar
berikut.
Fi

Fd
Luas permukaan
penampang
horizontal tangki =
A
h

Gc

Fo = konstan

Laju alir volumetric Fo konstan.

116

Fd dapat berubah-ubah, dan untuk proses ini merupakan input disturbance.


Fi dikendalikan harganya sehingga arus air ditangki ada disekitar suatu harga
konstan tertentu, walaupun ada gangguan Fd.

Neraca massa tak tunak


dh(t )
A
Fi Fd Fo
(1)
dt
Neraca massa keadaan tunak
0 = Fis + Fds - Fos
(2)
Pers (1) dikurangi pers. (2) :
d h(t ) hs
A
Fi Fis Fd Fds Fo Fos
dt
Definisikan vari penyimpangan :
h(t) = h(t) - hs
Fi(t) = Fi(t) - Fis
Fd(t) = Fd(t) Fds
Fo = Fo Fos = 0
(karena Fo konstan, selalu sama dengan Fos)
Persamaan differensial dalam variable penyimpangan :
dh' (t )
A
Fi ' Fd '
(3)
dt
Transformasi Laplace terhadap persamaan (2) menghasilkan :

As h' ( s ) F i ' ( s ) F d ' ( s )

h' ( s )

1
1
F i ' (s)
F d ' (s)
As
As

(4)

Fungsi transfer proses adalah :


G p (s)

1
As

(5)

Bila untuk pengendalian digunakan proportional control, katup kendali, dan


sensor, yang mempunyai fungsi transfer :
Kendali
Gc = Kc
Katup kendali Gf = 1
Sensor
Gm = 1
Maka block diagram sistem pengendalian adalah sebagai berikut :

Fd'
Gd

h sp

E G K
c
c

1
G f 1F i G p

As

Gm 1
117

1
As
+

h'

Mengikuti cara yang telah dibahas terdahulu, model dinamik sistem dengan blockdiagram terdahulu, dalam variable s adalah sebagai berikut :
1/ Kc
1
h' ( s )
h sp ' ( s)
F d ' (s)
A
A
(6)

s 1

s 1
Kc
Kc
Bila h sp ' ( s ) berubah mendadak mengikuti bentuk unit step function; h sp '

1
dan
s

F d ' 0 , maka pers. (6) menjadi :


1
1
h' ( s )
.
s
A

s 1
Kc

Dengan menggunakan final value theorem :


1
s
Kc
1
1
sehingga offset = 0 =0
Kc
Kc
h' t lim s.h' ( s )

Pada umumnya, pengendalian arus cairan tidak dimaksudkan untuk menjaga agar arus
cairan harganya selalu tepat sama dengan hsp, tetapi hanya diinginkan agar arus tersebut
berfluktuasi dengan batas-batas tertentu disekitar hsp.
Dengan memilih harga Kc yang sesuai, selang harga arus cairan yang dikehendaki dapat
dicapai.
Oleh karena itu pada umumnya dapat disimpulkan :
Pengendalian arus permukaan dapat dilaksanakan
secara efektif menggunakan proportional control
Sistem order dua (persoalan servo)
Fungsi transfer proses order dua mempunyai bentuk :
G p (s)

y (s)
KP
2 2

2. . .s 1
m( s )

(7)

Bila proses tersebut dikendalikan dan sistem pengendalian mempunyai susunan


sebagaimana ditunjukkan dalam block diagram berikut :

( s) 0
y sp (s ) E (s )K
+

y m (s )

Gf 1

G p (s )

Gm 1

Untuk servo problem ( s ) 0 fugnsi transfer sistem mempunyai bentuk :

118

y (s )

y(s)

'

( ' ) 2 s 2 2. '. '.s 1

y sp ( s )

(8)

dimana: ' 1 K .K
p
c

(9a)

'

(9b)

1 K p .K c

Kp '

K p .K c

(9c)

1 K p .K c

Hasil yang dipeoleh di atas menunjukkan bahwa response lingkar tertutup (closed loop
response) suatu sistem order dua mempunyai cirri laku sebagai berikut :
a. Tetap berbentuk/berkelakuan sebagai sistem order dua.
b. static gain sistem lebih kecil dari static gain proses bila tak dikendalikan.
[ ( y (t )) t dengan kendali < ( y (t )) t tanpa kendali]
c. natural period dan damping factor sistem yang dikendalikan lebih kecil
disbanding dengan harga kedua parameter itu untuk proses tanpa sistem
pengendalian.
Bila terhadap sistem pengendalian tersebut dilakukan perubahan set point berupa unit
step function, dan ( s ) 0 , maka response sistem dinyatakan oleh :
y(s)

'

1
.
2
2
( ' ) s 2. '. '.s 1 s

(10)

Bentuk response dalam variable t akan tergantung harga :


a. bila > 1 didapat response yang kelewat teredam (overdamped).
(lihat pers. 11.7 Stephanopaulus)
b. bila = 1 didapat response yang critically damped ; lihat pers. 11.8
c. bila < 1 didapat response yang underdamped ; lihat pers. 11.9
Akan tetapi, tak tergantung dari harga bila , static gain sistem semuanya sama.

( y (t )) t lim s. y ( s ) K p '
t

K p .K c
1 K p .K c

Juga offset tak tergantung dari :


Offset = y (t ) y (t )
sp

= 1
offset

K p .K c
1 K p .K c

0 bila Kc !

1
1 K p .K c

Beberapa catatan :
1. Tergantung dari besarnya harga , maka damping coefficient sistem yang

' 1

dikendalikan dapat lebih besar, sama, atau lebih kecil dari satu

119

Bila > 1 response sistem sangat lamban dan tak berosilasi


Bila < 1 response sistem cepat, tetapi berosilasi.
Pengubahan harga Kc dapat mempengaruhi harga dan offset. Bila Kc
dibesarkan, offset mengecil.
2. Offset yang kecil dan response yang cepat merupakan hal yang dikehendaki,
tetapi harus dibayar dengan timbulnya overshoot yang lebih besar dan osilasi
yang lebih lama.
Jadi bila Kc membesar, yang mempunyai efek menurunkan harga , maka :
Overshoot membesar (pers. 11.11 Stephanopoulus)
Decay ratio membesar (pers. 11.12)
Period of oscillation menurun (pers. 11.13)
Gambar berikut menunjukkan efek pengubahan harga Kc.
y(t)
Kc3
Kc2
Kc1 < Kc2 < Kc3

Kc1
t
Ingat kembali :
T
A

C
B

tr
/

a. Overshoot

: A/B =

b. Decay ratio

: C/A = e 2 / 1
= (overshoot)2

120

c. Period of oscillation : T
d. Rise time

2..
1 2

: tr = waktu dari saat terjadinya perubahan sampai mencapai


(pertama kali) harga akhir.

e. Hubungan overshoot & decay ratio terhadap

overshoot

Decay ratio

1.0

14.3 Efek Pengendalian Integral


Akan dilakukan telaahan yang sama dengan dibagian terdahulu, tetapi kasus yang
ditinjau adalah :
pengendalian dengan integral control
proses yang dikendalikan merupakan proses order satu.
Servo problem.
Block diagram umum sistem pengendalian dengan umpan balik :

( s) 0 Gd
y sp (s )

E (s )G
-

y m (s )

G p m(s )

Gf

y (s )

Gm

Untuk servo problem : ( s ) 0 , maka fungsi transfer hubungan


dapat dituliskan sebagai berikut :

121

y (s ) dengan y sp (s )

y( s)

G p .G f .Gc
1 G p .G f .Gc .G m

. y sp ( s )

Agar persoalannya menjadi lebih sederhana, ditetapkan


Gm = Gf = 1
Bila prosesnya order satu
G p (s)

Kp

(1)
(2)
(3)

ps 1

Karena pengendaliannya menggunakan integral control, maka :


Gc K c .

1
Is

(4)

Substitusikan pers. (2), (3), dan (4) ke persamaan (1); maka didapat :

Kp

p s !
y(s)
Kp
1

p s !

Kc.

1
I s

1
Kc.
I s

y sp ( s )

atau :
y(s)

dimana

(5)

Ip

1
y sp ( s )
s 2. . .s 1
2

(6)

K p .K c

1
2

I
p K p .K c

(7)

Bila dilakukan perubahan set point dengan bentuk perubahan unit step function,
maka respons sistem :
y(s)

1
1
.
s 2. . .s 1 s
2

dengan static gain :

(8)

( y (t )) t lim s. y ( s ) 1
t

dan offset = 1 1 = 0.
Memperhatikan hasil-hasil yang diperoleh terdahulu, dan mengingat hasil analisis
terhadap sistem order dua tanpa pengendalian, serta sistem order dua yang dikendalikan
dengan proportional control, dapat dikemukakan hal-hal berikut :
(a) integral control membuat order sistem menjadi lebih tinggi
[pers. (5) vs pers. (3)]
(b) karena dengan intergral control order sistem menjadi lebih tinggi, dan karena
sistem dengan order lebih tinggi memberi response yang lebih lamban
(sluggish), maka pengendalian integral saja terhadap sesuatu proses akan
menghasilkan sistem yang lebih lamban responsenya disbanding bila
prosesnya tak dikendalikan.

122

(c) Suatu ciri penting dari integral control adalah terjadinya peniadaaan offset.
Soal : Lakukan pengujian untuk menunjukkan bahwa untuk regulator problem, suatu
sistem pengendalian dengan umpan balik yang menggunakan integral control
akan menghasilkan pola laku yang sama dengan yang diperoleh untuk servo
problem.
Beberapa catatan :
1. Persamaan (7) menunjukkan bahwa bentuk dari response lingkar tertutup akan
tergantung dari harga I dan Kc ; kombinasi harga I dan Kc tersebut akan
menentukan apakah response sistem overdamped, critically damped, atau
underdamped. Penyetelan (tuning) harga I dan Kc merupakan hal penting
untuk integral controller. [akan dibahas di bab 16 dan bab 18].
2. Persamaan (7) juga menunjukkan bahwa, pada harga I konstan, bila harga Kc
dibesarkan, maka mengecil dengan akibat :
Response akan berubah dari bentuk lamban dan kelewat teredam
(overdamped) menjadi lebih lebih cepat, tetapi underdamped dan
berosilasi.
Selain itu, overshoot dan decay ratio juga menjadi lebih besar.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kecepatan response diperbaiki
dengan memperbesar Kc, tetapi diimbangi dengan deviasi yang lebih tinggi dan
osilasi yang lebih lama.
Gambar berikut dapat memperjelas uraian di atas.
y(t)

Kc1
Kc2

Kc3

Kc1 < Kc2 < Kc3

t
y(t)
I1
3. Dengan menurunkan harga I, seperti terlihat dari persamaan (7), akan diperoleh
I2
efek yang sama dengan yang didapat
dengan memperbesar Kc.
Gambar berikut memperjelas hal ini.

I3

I1 < I2 < I3
123
t

4. Kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di (2) dan (3) dapat dirangkum


sebagai berikut :
Dengan memperbesar tindakan integrasi dalam pengendalian integral (Kc
dibesarkan dan I diturunkan) membuat response lingkar kendali lebih sensitive.
Kelak akan ditunjukkan dan dibahas bahwa tindakan membesarkan Kc dan
menurunkan I tersebut cenderung untuk mengarahkan sistem ke keadaan tak
stabil.
14.5 Efek Tindakan Pengendalian Komposit.
Dalam menggunakan sistem pengendalian, pada umumnya pengendalian proporsional
dapat dilaksanakan secara berdiri sendiri. Tetapi untuk tindakan integral dan derivative
tak pernah dilakukan secara berdiri sendiri.
Tindakan integral dan derivative pad lazimnya dilaksanakan dalam bentuk pengendalian
PI (proportional-integral) atau PID (proportional-integral-derivative).
Efek PI control

1
Gc Kc 1
I s

Kombinasi moda pengendalian proportional dan integral memberikan efek berikut


terhadap respons sistem :
(1) order respons akan meningkat lebih tinggi (efek moda pengendalian integral)
(2) offset ditiadakan (efek moda pengendalian integral)
(3) bila Kc dibesarkan, response menjadi lebih cepat (efek moda pengendalian
proportional dan integral) dan terhadap perubahan set point akan menimbulkan
osilasi lebih besar, atau overshoot dan decay ratio yang membesar (efek moda
pengendalian integral). Harga Kc yang besar menghasilkan response yang lebih
sensitive.
(4) Bila I dibesarkan pada Kc tetap, response akan lebih cepat tetapi lebih berosilasi
dengan overshoot dan decay ratio membesar (efek integral mode).

124

Bab XVI
Perancangan Pengendali Dengan Umpan Balik
Dalam bab ini akan dibahas permasalahan perancangan pengendali yang berkaitan
dengan pertanyaan :
(1) Bagaimana memilih tipe pengendali dengan umpan balik (P, PI, PID)
(2) Bagaimana mengatur parameter pengendali yang dipilih (Kc, I, D) untuk
memperoleh respons optimum dalam proses yang dikendalikan.
16.1 Garis besar persoalan perancangan
Pertanyaan 1.
Tipe pengendali dengan umpan balik yang mana yang akan digunakan untuk
mengendalikan suatu proses tertentu?
Misal dipilih PI.
y(t)

Kc1
Kc2

Kc3

Kc1 < Kc2 < Kc3

t
Terlihat respons sistem tergantung pada Kc, I; diperlukan penetapan parameter Kc, I.
Pertanyaan 2.
Bagaimana memilih harga yang tepat untuk parameter yang dapat diatur suatu
pengendali dengan umpan balik?
Dikenal sebagai persoalan controller tuning. Diperlukan pengukuran kuantitatif
untuk :

125

membandingkan alternative yang ada.


Memilih pengendali yang tepat.
Memilih harga parameter yang tepat.

Pertanyaan 3.
Kriterian kinerja apa yang harus diterapkan untuk pemilihan dan penyetelan (tuning)
pengendali?
Kriteria kinerja yang dapat digunakan :
- mempertahankan penyimpangan maximum sekecil mungkin.
- Mencapai waktu yang diperlukan sampai respons tenang kembali yang pendek.
- Meminimumkan integral kesalahan sampai proses kembali pada keadaannya
yang diinginkan.
Kriteria kinerja yang berbeda akan mengarah pada perancangan pengendali yang
berbeda.
16.2 Kriteria kinerja sederhana.
Misal y(t)

A
level yang diinginkan
B

Bila kriteria : kembali ke tingkat pengoperasian yang diinginkan secepat


mungkin dipilih respons A.
Bila kriteria : jaga agar maximum penyimpangan sekecil mungkin, atau :
kembali ketingkat pengoperasian dan berada dekat tingkat tersebut. Dalam
waktu sependek mungkin dipilih respons B.

Untuk tiap aplikasi kriteria pada pengendali dibedakan dua kriteria :


(1) Steady state performance kriteria
Kriteria yang mengarah pada penciptaan penyimpangan = 0, pada keadaan
steady state. Misal untuk pengendali proportional dengan menaikkan Kc.
(2) Dynamic response performance kriteria
Kriteria penilaian kinerja pengendali selama mencapai keadaan akhirnya yang
dapat didasarkan pada respons di beberapa titik atau keseluruhan.
Kriteria kinerja sederhana didasarkan pada bentuk karakteristik respons lingkar tertutup
suatu sistem. Yang umum digunakan :
Overshoot
Rise time
126

Setting time
Decay ratio
Frequency of oscillation of the transient.

Kriteria kinerja sederhana yang paling sering digunakan :


Decay ratio =

2. .
C
1
exp

2
A
4
1

y (t )
Kp

t
Contoh 16.1
Penyetelan pengendali dengan kriteria decay ratio =
servo problem dengan PI-C.
Gm = Gf = 1
s 1
y(s) 2 2 I
y sp ( s )
s 2. . .s 1
I p
I
1

.
(1 K p .K c )
K p .K c
2 p .K p .K c
2. .

Decay ratio =
2
4
1

Tentukan terlebih dahulu Kc untuk memungkinkan respons mampu kembali ke level


yang diinginkan.
Tentukan I untuk memenuhi syarat decay ratio.
16.3 Kriteria Kinerja time integral
Kriteria yang digunakan untuk kelompok ini didasarkan pada respons keseluruhan
proses.
Kriteria yang sering digunakan :
1. Integral of the square error (ISE),

ISE =

(t ) dt

2. Integral of the absolute value of the error (IAE)

IAE =

E (t ) dt

127

3. Integral of the time-weighted absolute error (ITAE)

ITAE =

t. E (t ) dt
0

Dimana :

G(t) = ysp(t) y(t)


= penyimpangan respons dari harga set point yang diinginkan

Pemilihan pengendali dan penentuan parameter ditujukan untuk meminimumkan ISE,


IAE, dan ITAE melalui pengaturan parameter pengendali.
Mis :

ISE ISE

0
I

Untuk error yang besar ISE lebih baik dari IAE


Untuk error yang kecil IAE lebih baik dari ISE
Untuk error yang terjadi pada waktu yang lama, ITAE lebih baik.

Bila penyetelan parameter dilakukan dengan kriteria ISE, IAE, atau ITAE perlu
diperhatikan :
1. Kriteria yang berbeda akan mengarah keperancangan pengendali yang berbeda.
2. Untuk kriteria yang sama, perubahan input yang berbeda mengarah pada
perancangan yang berbeda.
Output
ITAE

IAE

ISE

Time
16.4 Pemilihan tipe pengendali dengan umpan balik
Tahapan untuk memilih yang dapat ditempuh :
1. Definisikan kriteria kinerja yang sesuai (ISE, IAE, ITAE).
2. Hitung harga kriteria kinerja menggunakan pengendali P, PI, atau PID yang tepat
untuk parameter Kc, I, D.
3. Pilih pengendali (controller) yang dapat memberi harga yang tepat untuk kriteria
kinerja yang dipilih.
Kelemahan prosedur di atas :
1. membosankan
2. mengandalkan model yang mungkin tidak dikenal dengan benar.
3. melibatkan kemenduaan (ambiguitas) tertentu; kriteria yang mana yang paling
tepat dan perubahan input mana yang harus diperhatikan.

128

Untuk menghindari persoalan di atas, pemilihan pengendali yang tepat dimulai dengan
dasar pertimbangan kualitatif kelakuan perangkat pengendali.
1. Proportional Control
o mempercepat respons pengendali
o menghasilkan offset untuk semua proses, kecuali proses yang memiliki
bentuk 1/s pada fungsi transfernya.
2. Integral Control
o menghilangkan setiap offset
o penghilangan offset biasanya disertai penyimpangan maximum yang
lebih tinggi.
o menghasilkan kelambanan dan respons oasilasi yang panjang.
o iika gain Kc ditambah untuk menghasilkan respons yang lebih cepat,
sistem lebih berosilasi dan mungkin mengarah ke tak stabil.
3. Derivative Control
o mengantisipasi penyimpangan berikutnya dan memperkenalkan tindakan
yang tepat.
o menambah efek penstabilan pada respons lingkar tertutup proses.
Dari pilihan di atas, PID yang paling baik, karena dimungkinkan flexibilitas yang paling
tinggi untuk mencapai respons terkendali yang diinginkan, karena ada (3) tiga parameter
yang dapat diatur.
Dipihak lain timbul permasalahan penyetelan yang lebih kompleks karena harus
mengatur 3 parameter.
Untuk keseimbangan antara kalitas yang diinginkan dan kesukaran penyetelan dalam
tahapan pemilihan pengendali yang sesuai dapat digunakan aturan berikut :
1. Jika memungkinkan, gunakan pengendali sederhana proportional, P.
Pengendali P dapat dengan baik digunakan untuk :
a. Offset yang memadai dicapai dengan harga Kc yang sedang.
b. Proses memiliki bentuk 1/s pada fungsi transfernya bila ada bentuk
ini, dengan pengendali saja offset tidak timbul.
Misal :
Untuk pengendalian tekanan gas dan arus air dengan pengendali P saja sudah
cukup.
2. Jika pengendali P belum mencukupi, gunakan pengendali PI.
o Sering (selalu) digunakan untuk mengendalikan aliran (flow control).
o Respons sistem aliran cukup cepat, sehingga kecepatan respons sistem
pengendali dengan umpan balik masih tetap cepat walau ada perlambatan
karena pengendali integral.
3. Gunakan pengendali PID untuk menambah kecepatan dan mempertahankan
ketegapan (kekokohan) respons pengendali lingkar tertutup. PI dapat
mengurangi offset tetapi juga mengurangi kecepatan respons lingkar tertutup.
Untuk proses kapasitas-ganda dimana responsnya cukup lamban, penambahan
pengendali PI membuat respons semakin lamban. Dalam kasus seperti ini,
penambah aksi pengendali derivative dengan efek penstabilan memungkinkan
penggunaan gain Kc yang lebih besar untuk menghasilkan respons yang lebih
cepat tanpa mengakibatkan osilasi yang berlebihan.

129

Untuk pengendalian temperature dan komposisi (dimana responsnya lamban) biasanya


digunakan aksi dari derivative.
16.5 Penyetelan Pengendali
Setelah pilihan pengendali dengan umpan balik ditetapkan, masih dihadapi masalah
penentuan berapa harga parameter yang dapat diatur harus ditetapkan.
Tiga pendekatan yang dapat ditempuh
1. gunakan kriteria sederhana yang dipilih (lihat 16.2)
2. gunakan kriteria kinerja time integral seperti ISE, IAE, atau ITAE.
3. gunakan aturan semi-empiris yang telah dibuktikandalam praktek nyata.
Metoda penyetelan secara empiric yang popular dikenal sebagai: process reaction
curve method dikembangkan oleh Cohen dan Coon.

c( s )

d (s )

A
s

Gd
Gt

y sp (s )

y m (s )

Gp

y (s )

Gm

Antara ym dan c diperoleh fungsi transfer :


GPRC(s) =

y m (s)
c( s )

= Gf(s). Gp(s). Gm(s)

PRC = merupakan fungsi proses, sensor dan elemen pengatur akhir.


Dari pengamatan Cohen & Coon, respons dari kebanyakan unit proses terhadap
perubahan input dari fungsi transfer GPRC(s), menunjukkan bentuk sigmoidal
(berbentuk s) yang dapat mempunyai fungsi transfer orde satu dengan dead time.
GPRC(s) =

y m (s)
c( s )

K.e tds
.s 1

Dimana :
= static gain
yK
m
td
= dead time

= time constant
Respons yang sebenarnya
B
Respons yang diperkirakan

Input : A
s = kemiringan respons
pada titik infleksi
s
td

130
t

output pd steady state

K = input pd steady state A

B
s

td = ketinggian waktu sampai sistem memberi respons.


Dari analisis perubahan beban dan kriteria kinerja seperti :
- harga decay ratio
- minimum offset
- minimum ISE
Cohen & Coon menyampaikan formulasi hubungan matematik harga parameter
pengendali sebagai berikut :
1. Pengendali Proportional (P)
t
1
Kc . 1 d
K td
3
2. Pengendali PI
t
1
K c . 0 .9 d
K td
12

td
30

3
.

I td
9 20. t d

3. Pengendali PID
1 4 t
Kc . d
K t d 3 4

td
32 6.

I td

13 81. t d

D td

11 2. t d

Catatan :
1. Cara penentuan parameter di atas didasarkan pada asumsi : bentuk respons
lingkar terbuka sigmoidal kebanyakan unit, dapat diexpresikan oleh sistem
orde satu dengan dead time. Mungkin untuk hal tertentu, anggapan ini tidak
benar, untuk ini metoda di atas dapat digunakan sebagai langkah awal perkiraan.
2. Bentuk respons lingkar terbuka kebanyakan unit berupa sigmoidal, karena
hamper semua proses phisik yang ditemui dalam industri kimia berupa orde 1
atau proses kapasitas ganda dengan respons berbentuk :
131

output

t
Kelakuan respons berisolasi disebabkan oleh pengendali dengan umpan balik.
Contoh 16.4 Penyetelan pengendali dengan umpan balik melalui Process Reaction
Curves
1. Proses dengan waktu kelambatan (delay) yang pendek :
1

Kc = f .
td
td 0 Kc akan sangat besar.
Dalam praktek dipilih harga Kc yang paling maksimum yang
memungkinkan.
2. Proses kapasitas ganda

Gp

Gm
Gf

Kp
( 1 s !)( 2 s !)

Km
( m s !)
Kf
( f s !)

Untuk harga-harga parameter yang ditetapkan sebagai berikut :


Kp = 1.0
1 = 5

; Km = 1.0
; 2 = 2

; Kf = 1.0
; f = 0.0

; m = 10.0

dapat diperoleh dari kueva PRC

132

1.0
Dari kurva ini diperoleh harga :
s = 0.05 ; B = 1.0 ; = =20
td = 2.5 ; K = = 1.0
PRC dapat diperkirakan dengan
GPRC =

Perkiraan

0 t
d

25

50

Dengan menggunakan formulasi Cohen :


Untuk P
: Kc = 8.3
PI
: Kc = 7.3 ; I = 6.6
PID : Kc = 10.9 ; I = 5.85 ; D = 0.89

133

BAB XVII
ANALISIS FREQUENCY RESPONSE PROSES LINIER
Dalam bab ini akan dibahas perancangan perancangan pengendali dengan umpan balik
cara frequency response analysis.
Bila sistem linier dikenal input sinusoidal, setelah perioda waktu yang lama, output
sistem juga akan berbentuk sinusoidal.
Melalui analisis frequency response akan ditinjau bagaimana perubahan bentuk
gelombang sinusoidal output (amplitude, sudut phase) dengan frequency input.
17.1 Respons sistem orde 1 terhadap input sinusoidal.
Fungsi transfer orde 1.
Kp
y(s)

f (s) p s 1

G(s) =

(17.1)

Bila input berupa sinus dengan amplitude A, frekuensi .


f(t) = A. sin t
A
f(s) = 2
s 2

(17.2)

(17.1) dan (17.2)


Kp

A.
ps 1 s 2
Kp
A.
.
=
p s 1 (s j)(s - j)

y(s)

y(s)

C3
C1
C2

s 1/ p s j s j

Inversi :
y(t) =
t , e

t/ p

K p .A.A.p
2

p 1
2

t/ p

K p .A.A.p
2

p 1
2

coso

K p .A
2

p 2 1

sini

Setelah waktu yang lama, respons sistem order satu terhadap input sinusoidal.
yss(t) =

K p .A.A.p
2

p 2 1

coso

K p .A
2

p 2 1

sini

Goneometri : a1.cos b + a2. sin b = a3. sin (b + )


a3 =

a1 a 2

134

(17.3)

= tan

a1

-1 a 2

Dari persamaan (17.3)


K p .A
sin t
yss(t) =
2 2
p 1

(17.4)

= tan-1 (-p)
Dari persamaan (17.4) dan (17.6) dapat diamati :
1. Bentuk akhir respons (respons pada steady state) sistem ore pertama terhadap
input sinusoidal juga merupakan gelombang sinus dengan frekwensi yang
sama.
2. Rasio amplitude output terhadap amplitude input (amplitude ratio) merupakan
fungsi frekuensi :
Kp
AR =
2 2
p 1
3. Gelombang output tertinggal dibelakang (phase log) gelombang input dengan
sudut , yang juga merupakan fungsi .
Ketiga pengamatan di atas tidak hanya berlaku untuk sistem orde pertama, tapi
berlaku untuk semua sistem orde linier.
input

output

B A

SS

t
AR = A/B

Catatan :
1. Tinjau bilangan kompleks w,
w = a + jb
a = Rc (w) : bag. Bil. Riil dari w
b = Im (w) : bag. Bil. Imaginer dari w
w = modulus atau magnitude atau harga absolute dari w
w = arg (w) = phase angle atau argument w

135

w =

R c (w) 2 I m (w) 2

(17.7)

I m ( w)

w = tan-1
Rc ( w)

(17.8)

Sumbu Imaginer
w = a + jb

w
a = w cos
b = w sin
cos + jw sin
w = w

Sumbu Riil

e j e j
e j e j
; sin =
2j
2
j
j
j
j
e

e
e e
w = w
+ jw
2j
2

cos =

w = w.ej

(17.9)

2. Bila, z = a jb
w = z dan arg z = -arg w
3. Bila ke dalam pers. (17.1)

(17.10)

Kp
y(s)

f (s) p s 1

G(s) =

Disubstitusikan s = jw
G(jw) =
=

Kp
y (s)

f ( s ) p jw 1
Kp

p jw 1

p jw 1 p jw 1

Kp

p w2 1
2

- j.

K p w p

p w2 1
2

136

G(jw) =

G(jw) =

G(jw) =

Kp

2 w2 1
p

K p w p

2 w2 1
p

K p 2 ( p 2 w 2 1)

( w 1)
p

Kp
( p w 2 1)
2

= AR

arg (G(jw)) = tan-1 (-wp)

Amplitudo Ratio (AR) dan Phase lag () respons steady state sistem orde saru
masing-masing sama dengan modulus dan argument dari fungsi transfer sistem
tersebut dengan substitusi s = jw.
17.2 Karakteristik Frequency Response sistem linier secara umum.
Fungsi transfer :
G (s) =

y(s)
Q( s )

P( s)
f ( s)

(17.11)

Q(s) : fungsi polinominal orde m


P(s) : fungsi polinominal orde n
m<n
Untuk input sinusoidal : f(t) = A sin t
A
y(s) G(s). 2
s 2
y(s) G(s).

A
(s j)(s j)

C1
C
C
C
a
b
2 3 ........... n

s - p n (s j) (s j)
s - p1 s - p 2 s - p 3

y(s)

(17.12)

dimana p1, p2, ..pn harga poles G(s)


C1
C
C
C
, 2 , 3 ,.........., n memberi hasil ep1t, ep2t, epnt
s - p1 s - p 2 s - p 3
s - pn

Bentuk

Untuk p1, p2, ..pn negative, ep1t, ep2t, epnt akan


y ss (t) a.e jt b.e jt

Menentukan a dan b
y(s) G(s).

A
a
b

=
(s j)(s j) (s j) (s j)

137

0 pada t

G(s).

A
b
(s j)
= a
(s j)
(s j)

s = - j

a=

yss(t) = -

AG ( j )
2 j

a=

AG( j )
2j

b=

AG(j )
2j

AG( j ) -jt AG(j ) jt


e +
e
2j
2j

(17.13)

bentuk polar G(-j) & G(j)


G(-j) = G(-j)e-j = G(j)e-j
G(j) = G(j)ej
yss(t) = -

A G(j )
2j

= A G(j )
yss(t) =

A G(j )

e j(t+) +

2j

e j(t+)

e j(t ) e -j(t )
2j

A G(j )

sin (t + )

Kesimpulan :
(i) Respons pada t berbentuk sinusoidal dengan frekwensi .
(ii) Amplitudo Ratio, AR = A G(j ) /A = G(j )
(iii) Phase lag, = arg G(j )
Contoh 17.1 Freq. Response of a Pure Capacitive Process
Fungsi transfer : G(s) =
s = j

Kp
s

G(j) =
AR =

Kp
j

G ( j )

K p - j
Kp
.
=0- j
j - j

Kp

(17.15)
= tan-1 - = - 90o
Contoh 17.2 Freq. Response of N Noninteracting Capacities in series.
FT :

G(s) = G1(s).G2(s)..GN(s)
KN
K1
K2
.
.............
=
1s 1 2 s 1
N s 1

138

(17.16)

s = j
G(j) = G1(j) G2(j).. GN(j)
j
j
j
= G 1 (j ) e 1 . G 1 (j ) e 1 ........... G N (j ) e N

AR =

= G 1 (j ) . G 1 (j ) ........... G N (j )

G(j )

K1

AR =

1 1 2
2

K2
1 2 2
2

...........

KN
1 N 2
2

= AR1. AR2.ARN

= 1 + 2 + 3
= tan-1(-1) + tan-1(-2) + + tan-1(-N)

Contoh 17.3 Freq. Resp. Sistem Order Dua


G(s) =

Kp

s 2. . .s 1
2

s = j G(j) =

Kp
( 1) j.2. . .

=
=
AR =

G ( j )

( 2 2 1) j.2. . .
( 2 2 1) j.2. . . ( 2 2 1) j.2. . .

Kp

K p (1 2 2 )
(1 ) 1) (2. . . )
2

j.

K p ( 2. . . )
(1 2 ) 2 1) (2. . . ) 2
2

Kp
(1 2 2 ) 2 ( 2. . . ) 2

(17.20)

= tan-1

2. . .

1 2 2

(17.21)

Contoh 17.4 Freq. Resp. of Pure Dead-Time Process


G(s) = e d s
s = j G(j) = e

d j

AR = G(j) = 1

(17.22)

= arg G(j) = -d

(17.23)

139

Contoh 17.5 Freq. Resp of Feedback Controllers


1. Proportional Controller
Gc(s) = Kc
AR = Kc
=0
2. Proportional-Integral Controller (PI)

Gc(s) = Kc 1

= Kc 1

s = j

Is

1 I j
.
.
I j I j

= Kc 1 j

AR

1
I 2

= G ( j ) K c 1

= tan-1
<0
3. Proportional-derivative controller

(17.24)

(17.25)

Gc(s) = Kc (1 + Ds)
= Kc (1 + D j)

s = j
AR

= G ( j ) Kc (1 D 2 2 )

= arg Gc(j) = tan-1(D) > 0

(17.26)
(17.27)

Proportional-integral-derivative controller

Gc(s) = Kc 1

1
D s
Is

1
D

AR

= Kc

= tan-1 D
I

17.3 Diagram Bode


Suatu cara untuk menunjukkan karakteristik frequency response sistem.
AR = f()
= f()
Diagram Bode terdiri dari sepasang kurva yangmenunjukkan :
Bagaimana logaritma AR berubah dengan .

140

(17.28)
(17.29)

Bagaimana berubah dengan .

Sistem orde pertama


Kp
AR =
2
1 p 2

(17.6)

= tan-1 (-p)

(17.5)

misalkan Kp = 1
log AR = - log (1 + p22)

(17.20)

Untuk memudahkan, kurva dibuat antara


log AR vs
( konstan)
1. Untuk 0, 0
log AR = - log 1 log 1- log 1
2. Untuk ,
log AR -log (p22)1/2
- log p
Dalam grafik logaritma :
log AR = log 1 garis horizontal yang melalui AR = 1
log AR = - log p garis yang melalui AR = 1 untuk = 1, dan turun
dengan slope -1 dengan fungsi p.
Kurva terhadap
Untuk 0,
,
1/p,

0
tan-1 (-) = -90o
tan-1(-1) = -45o
Corner
Freq.

1.0

AR
K p 0.1
0.01

-1

0.001
0

-45
-900.01

1.0
141

100

Pure Capacitive Process

G ( s)

10

AR 1.0
K p .1

AR

Kp
s

Kp

90 o

.01
.001
Second order system
-90

=1
=1

.01

100

10

AR
Kp

1.0
.1

1 2. . .
2

1.0

0
Pure
time system
dead
-90
-180
1.0
AR .01

100
G(s) = e

1.0
p

AR = 1

= - d

-180

PI. Controller
1

10

2 2

2. . .

1 2 2

tan

2.0

.001

-360
.01

2 s 2 2. . .s 1
Kp

AR

.01

Kp

G(s)

100

142

143

Anda mungkin juga menyukai