Anda di halaman 1dari 9

Teori Dasar X-Ray Diffraction (XRD)

Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satu


metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan
hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin
dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik
yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan
oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit
atom. Spektrum sinar X memilki panjang gelombang 10 -10

s/d 5-10 nm,

berfrekuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi 103-106 eV. Panjang


gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom
sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. SinarX dihasilkan
dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Olehk
arena itu, suatu tabung sinar X harus mempunyai suatu sumber elektron,
voltase tinggi, dan logam sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang
ditumbukan ini mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat dan
energinya diubah menjadi foton.
Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun
1895, di Universitas Wurtzburg, Jerman. Karena asalnya tidak diketahui
waktu itu maka disebut sinar X. Untuk penemuan ini Rontgen mendapat
hadiah nobel pada tahun 1901, yang merupakan hadiah nobel pertama di
bidang fisika. Sejak ditemukannya, sinar-X telah umum digunakan untuk
tujuan

pemeriksaan

tidak

merusak

pada

material

maupun

manusia.

Disamping itu, sinar-X dapat juga digunakan untuk menghasilkan pola


difraksi tertentu yang dapat digunakan dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif material. Pengujian dengan menggunakan sinar X disebut dengan
pengujian XRD (X-Ray Diffraction).
XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada material
dan juga karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya
yang melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat

terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang
gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom.
Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron, dan neutron. Sinar-X
merupakan foton dengan energi tinggi yang memiliki panjang gelombang
berkisar antara 0.5 sampai 2.5 Angstrom. Ketika berkas sinar-X berinteraksi
dengan

suatu

material,

maka

sebagian

berkas

akan

diabsorbsi,

ditransmisikan, dan sebagian lagi dihamburkan terdifraksi. Hamburan


terdifraksi inilah yang dideteksi oleh XRD. Berkas sinar X yang dihamburkan
tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada
juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang
saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg
merumuskan tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar X
yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Ilustrasi difraksi
sinar-X pada XRD dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 : Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD [1]

Gambar 2 : Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD [2]

Dari Gambar 2 dapat dideskripsikan sebagai berikut. Sinar datang yang


menumbuk pada titik pada bidang pertama dan dihamburkan oleh atom P.
Sinar datang yang kedua menumbuk bidang berikutnya dan dihamburkan
oleh atom Q, sinar ini menempuh jarak SQ + QT bila dua sinar tersebut
paralel dan satu fasa (saling menguatkan). Jarak tempuh ini merupakan
kelipatan (n) panjang gelombang (), sehingga persamaan menjadi :

Persamaan diatas dikenal juga sebagai Braggs law, dimana, berdasarkan


persamaan diatas, maka kita dapat mengetahui panjang gelombang sinar X
() dan sudut datang pada bidang kisi (), maka dengan ita kita akan dapat
mengestimasi jarak antara dua bidang planar kristal (d001). Skema alat uji
XRD dapat dilihat pada Gamnbar 3 dibawah ini.

Gambar 3: Skema alat uji XRD [3]


Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mengenai jarak
rata-rata antar bidang atom. Kemudian kita juga dapat menentukan orientasi
dari kristal tunggal. Secara langsung mendeteksi struktur kristal dari suatu
material yang belum diketahui komposisinya. Kemudian secara tidak
langsung mengukur ukuran, bentuk dan internal stres dari suatu kristal.
Prinsip dari difraksi terjadi sebagai akibat dari pantulan elastis yang terjadi
ketika sebuah sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak
terjadi kehilangan energi disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua
karakteristik utama dari difraksi yaitu geometri dan intensitas. Geometri dari

difraksi secara sederhana dijelaskan oleh Braggs Law (Lihat persamaan 2).
Misalkan ada dua pantulan sinar dan . Secara matematis sinar tertinggal
dari sinar sejauh SQ+QT yang sama dengan 2d sin secara geometris.
Agar dua sinar ini dalam fasa yang sama maka jarak ini harus berupa
kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang sinar . Maka didapatkanlah
Hukum Bragg: 2d sin = n. Secara matematis, difraksi hanya terjadi ketika
Hukum Bragg dipenuhi. Secara fisis jika kita mengetahui panjang gelombang
dari sinar yang membentur kemudian kita bisa mengontrol sudut dari
benturan maka kita bisa menentukan jarak antar atom (geometri dari latis).
Persamaan ini adalah persamaan utama dalam difraksi. Secara praktis
sebenarnya nilai n pada persamaan Bragg diatas nilainya 1. Sehingga cukup
dengan persamaan 2d sin = . Dengan menghitung d dari rumus Bragg
serta mengetahui nilai h, k, l dari masing-masing nilai d, dengan rumusrumus yang telah ditentukan tiap-tiap bidang kristal kita bisa menentukan
latis parameter (a, b dan c) sesuai dengan bentuk kristalnya.

Estimasi Crystallite Size dan Strain Menggunakan XRD


Elektron dan Neutron memiliki panjang gelombang yang sebanding dengan
dimensi

atomik

sehingga

radiasi

sinar

dapat

digunakan

untuk

menginvestigasi material kristalin. Teknik difraksi memanfaatkan radiasi


yang terpantul dari berbagai sumber seperti atom dan kelompok atom dalam
kristal. Ada beberapa macam difraksi yang dipakai dalam studi material
yaitu: difraksi sinar X, difraksi neutron dan difraksi elektron. Namun yang
sekarang umum dipakai adalah difraksi sinar X dan elektron. Metode yang
sering

digunakan untuk

menganalisa

struktur

kristal

adalah

metode

Scherrer. Ukuran kristallin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak


difraksi sinar X yang muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran
kristallin

dalam

material,

bukan

ukuran

partikel.

Jika

satu

partikel

mengandung sejumlah kritallites yang kecil-kecil maka informasi yang

diberikan metiode Schrerrer adalah ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran


partikel. Untuk partikel berukuran nanometer, biasanya satu partikel hanya
mengandung satu kristallites. Dengan demikian, ukuran kristallinitas yang
diprediksi

dengan

metode

Schreer

juga

merupakan

ukuran

partikel.

Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran kristallites maka makin lebar
puncak difraksi yang dihasilkan, seperti diilustrasikan pada Gambar 4. Kristal
yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi
yang mendekati sebuah garis vertikal. Kristallites yang sangat kecil
menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi
tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristallites. Hubungan antara
ukuran ksirtallites dengan lebar puncal difraksi sinar X dapat diproksimasi
dengan persamaan Schrerer [5-9].

Gambar 4 : XRD Peaks [4]


Gambar 4 mengindikasikan bahwa makin lebar puncak difraksi sinar X maka
semakin kecil ukuran kristallites. Ukuran kristallites yangmenghasilkan pola
difraksi pada gambar bawah lebih kecil dari pada ukuran kristallites yang
menghasilkan pola diffraksi atas. Puncak diffraksi dihasilkan oleh interferensi
secara
kontrukstif cahaya yang dipantulkan oleh bidang-bidang
kristal. Hubungan antara ukuran ksirtallites dengan lebar puncal difraksi
sinar X dapat diproksimasi dengan persamaan Schrerer [5-7].
Scherrer Formula

Dimana :

Crystallite size (satuan: nm) dinotasikan dengan symbol (D)

FWHM (Line broadening at half the maximum intensity), Nilai yang


dipakai adalah nilai FWHM setelah dikurangi oleh the instrumental line
broadening (satuan: radian) dinotasikan dengan symbol (B)

Braggs Angle dinotasikan dengan symbol ()

X-Ray wave length dinotasikan dengan symbol ()

K Adalah nilai konstantata Shape Factor (0.8-1) dinotasikan dengan


symbol (K)

Perlu diingan disini adalah: Untuk memperoleh hasil estimasi ukuran kristal
dengan lebih akurat maka, nilai FWHM harus dikoreksi oleh "Instrumental
Line Broadening" berdasarkan persamaan berikut [4-9].

Dimana :
FWHMsample adalah lebar puncak difraksi puncak pada setengah maksimum
dari sampel benda uji dan FWHMstandard adalah lebar puncak difraksi material
standard yang sangat besar puncaknya berada di sekitar lokasi puncak
sample yang akan kita hitung.
Contoh Estimasi Crystallite size menggunakan X-Ray Diffraction
Analysis

Gambar 5: Penulis sedang melakukan sampel analisis menggunakan XRD Bruker 8 Advance
Setelah data hasil uji sampel menggunakan XRD diperoleh, Data hasil analisa
yang diperoleh tersimpan dalam format RAW.data, yang kemudian data
tersebut dianalisa menggunakan Software EVA, data hasil uji sampel yang
diperoleh adalah berupa peak seperti gambar dibawah ini.

Gambar 6: XRD Peak untuk sampel Fe powder yang diuji penulis.

Sekilas

Tentang

Struktur

Atom

Suatu

Unsur

Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan
neutron, dan di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan proton
mempunyai muatan listrik yang besarnya 1,60 x 10 -19 C dengan tanda
negatif untuk elektron dan positif untuk proton sedangkan neutron tidak
bermuatan listrik. Massa partikel-partikel subatom ini sangat kecil: proton
dan neutron mempunyai massa kira-kira sama yaitu 1,67 x 10 -27 kg, dan
lebih besar dari elektron yang massanya 9,11 x 10 -31 kg. Setiap unsur kimia
dibedakan oleh jumlah proton di dalam inti, atau nomor atom (Z). Untuk
atom yang bermuatan listrik netral atau atom yang lengkap, nomor atom
adalah sama dengan jumlah elektron. Nomor atom merupakan bilangan
bulat dan mempunyai jangkauan dari 1 untuk hidrogen hingga 94 untuk
plutonium yang merupakan nomor atom yang paling tinggi untuk unsur yang
terbentuk secara alami. Massa atom (A) dari sebuah atom tertentu bisa
dinyatakan sebagai jumlah massa proton dan neutron di dalam inti.
Walaupun jumlah proton sama untuk semua atom pada sebuah unsur
tertentu, namun jumlah neutron (N) bisa bervariasi. Karena itu atom dari
sebuah unsur bisa mempunyai dua atau lebih massa atom yang disebut
isotop. Berat atom berkaitan dengan berat rata-rata massa atom dari isotop
yang terjadi secara alami. Satuan massa atom (sma) bisa digunakan untuk
perhitungan berat atom. Suatu skala sudah ditentukan dimana 1 sma
didefinisikan sebagai 1/12 massa atom dari isotop karbon yang paling
umum, karbon 12 (12 C) (A = 12,00000). Dengan teori tersebut, massa
proton dan neutron sedikit lebih besar dari satu, dan,
AZ+N
Berat atom dari unsur atau berat molekul dari senyawa bisa dijelaskan
berdasarkan sma per atom (molekul) atau massa per mol material. Satu mol
zat terdiri dari 6,023 x 1023 atom atau molekul (bilangan Avogadro). Kedua

teori berat atom ini dikaitkan dengan persamaan berikut: 1 sma/atom


(molekul) = 1 g/mol Sebagai contoh, berat atom besi adalah 55,85
sma/atom, atau 55,85 g/mol. Kadang-kadang penggunaan sma per atom
atau molekul lebih disukai; pada kesempatan lain g/mol (atau kg/mol) juga
digunakan.
Referensi :
1. www.terrachem.de
2. Callister,Jr, W.D., Rethwisch, D.G,. Materials Science and Engineering
An Introduction 8Th, John Wiley & Sons, Inc. 2009.
3. Saryanto, H., "High Temperature Oxidation Behavior of Fe80Cr20
Alloys Implanted with Lanthanum and Titanium Dopant" Master Thesis,
Universiti Tun Hussein Onn Malaysia, Malaysia, 2011.
4.
Abdullah, M & Khairurrijal,. "Review: Karakterisasi Nanomaterial" J.
Nano Saintek. Vol. 2 No. 1, Feb. 2009.
5.
Abdullah, M., Isakndar, F., Okuyama, K. and Shi, F.G,. J. Appl. Phys. 89,
6431, 2001.
6.

Abdullah, M. dan Khairurrijal, Nano Saintek. 1, 28. 2008.

7.

Itoh, Y. Abdullah, M and Okuyama, K,. J. Mater. Res. 19, 1077, 2004.

8.
P. Scherrer, Bestimmung der Grsse und der inneren Struktur von
Kolloidteilchen mittels Rntgenstrahlen, Nachr. Ges. Wiss. Gttingen 26
(1918) pp 98-100.
9.
J.I. Langford and A.J.C. Wilson, Scherrer after Sixty Years: A Survey and
Some New Results in the Determination of Crystallite Size, J. Appl. Cryst. 11
(1978) pp 102-113.

Anda mungkin juga menyukai