Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KRISTALOGRAFI

REVIEW HIDROTROPI: SEBUAH KONSEP UNTUK


PENINGKATAN KELARUTAN
REVIEW ON HYDROTROPY: A NOVEL CONCEPT FOR
SOLUBILITY ENHANCEMENT

Kelompok 3
Disusun oleh :
Fitriani
Alfa Octavia
Nur Fajrina
Rini Yuliani
Silvi Purnamasari
Yopi Septiadi
Hartia Wahyuningsih
Siti NurohmahHidayati
Nurul Aini
Ratna Ifena Beitirevi
Ronalisa
Luthfi Annisa
Dyahrini Kartika

3311131028
3311131029
3311131030
3311131032
3311131033
3311131034
3311131035
3311131036
3311131037
3311131039
3311131044
3311131045
3311131046

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Kelarutan merupakan salah satu parameter penting untuk mencapai


konsentrasi yang diinginkan dari obat dalam sirkulasi sistemik untuk respon
farmakologis yang akan ditampilkan. khasiat obat dapat sangat dibatasi oleh
kelarutan dalam air yang buruk dan beberapa obat juga menunjukkan efek
samping karena kelarutannya yang buruk. Ada banyak teknik yang digunakan
untuk meningkatkan kelarutan dalam air. Kemampuan untuk meningkatkan
kelarutan dalam air dapat menjadi bantuan berharga untuk meningkatkan efisiensi
dan atau mengurangi efek samping dari obat tertentu. Hal ini berlaku untuk
sediaan parenteral, topikal dan larutan oral.
Penggunaan karakteristik kelarutan dalam bioavailabilitas, aksi farmakologi
dan peningkatan kelarutan berbagai senyawa dengan kelarutan yang buruk adalah
tugas yang menantang bagi para peneliti dan ilmuwan farmasi. Hidrotropik adalah
salah satu teknik peningkatan kelarutan dengan cara meningkatkan kelarutan
menjadi berkali lipat dengan penggunaan hidrotrop seperti natrium benzoat,
natrium sitrat, urea, niacinamid dan lainnya. Teknik tersebut memiliki banyak
keuntungan seperti, tidak lagi memerlukan modifikasi kimia obat hidrofobik,
penggunaan pelarut organik atau penyusunan sistem emulsi dan sebagainya.
Istilah hidrotropik sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Neuberg (1916),
untuk membentuk garam organik anionik pada konsentrasi tinggi untuk
meningkatkan kelarutan di dalam air dari suatu zat dengan kelarutan yang buruk.
Hidrotopik adalah fenomena kelarutan dimana dilakukan penambahan sejumlah
besar bahan terlarut yang dapat meningkatkan kelarutan bahan terlarut lainnya.
Struktur kimia dari garam hidrotropik Neuberg (tipe proto, sodium benzoat) terdiri
dari 2 komponen penting yaitu grup anionik dan cincin hidropobik. Grup anionik
adalah bagian yang akan membawa kelarutan tinggi dalam air yang merupakan
syarat dari zat hidrotropik. Jenis anion atau ion logam di tambahkan untuk
mendapatkan efek minimal dalam fenomena ini. Istilah kelarutan adalah jumlah

mililiter pelarut yang dapat melarutkan 1 gram zat. Daftar kelarutan zat dijelaskan
dalam Farmakope Indonesia Edisi III sebagai berikut.
Tabel 1.1 Istilah Kelarutan
Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut diperlukan

Sangat mudah larut


Mudah larut
Larut
Agak sukar larut
Sukar larut
Sangat sukar larut
Praktis tidak laarut

untuk melarutkan 1 bagian zat


Kurang dari 1
1 sampai 10
10 sampai 30
30 sampai 100
100 sampai 1000
1000 sampai 10.000
Lebih dari 10.000

BAB II
PEMBAHASAN

1. Kebutuhan akan kelarutan


Efek terapeutik dari obat tergantung dari biovailabilitas dan produk
akhir dari kelarutan molekul obat. Kelarutan merupakan parameter penting
untuk mencapai konsentrasi obat dalam proses respon farmakologi yang
terlihat. Hanya 8% dari obat baru yang punya kelarutan dan permeabiltas
yang baik. Tapi lebih dari 40% obat yang bersifat lipofilik yang dapat
mencapai pasar memiliki bioavailabilitas yang buruk, walaupun obat itu
berpotensi memperlihatkan aktivitas farmakodinamik. Obat lipofilik yang
berada di pasaran membutuhkan dosis tinggi untuk mencapai aktivitas
farmakologinya. Tujuan dasar formulasi selanjutnya adalah untuk membuat
obat memiliki aksi yang tepat pada dosis optimum. Banyak obat yang tercatat
di farmakope U.S dengan kelarutan buruk di dalam air ataupun tidak larut
dalam air. Dilaporkan semenjak satu dekade lalu, lebih dari 41% kegagalan
obat

baru

adalah

profil

biofarmasetikal

yang

buruk,

termasuk

ketidaklarutannya dalam air.


2. Mekanisme dari hidrotop
Hidrotop adalah kompleks dari zat hidropobik terlarut dalam larutan air.
Hidrotop terdiri dari dari bagian hidrofilik dan hidrofobik (seperti surfaktan)
tapi bagian hidrofobik sangat kecil karena self-agregasi terjadi secara
spontan. Hidrotop tidak mempunyai konsentrasi kritis terjadinya agregasi,
agregasi terjadi secara tiba-tiba. Tetapi, banyak hidrotop tidak terlihat
melakukan agregasi saat ditambahkan pelarutnya. Meningkatkan kelarutan
parasetamol dalam air dilakukan dengan menggunakan larutan consentrat
urea sebagai agen hidrotropik. Pemeriksaan IR tidak terjadi kompleks atau
interaksi antara paracetamol dan urea. Sirup parasetamol yang di preparasi
dengan urean dapat menunjukan stabilitas kimia yang baik.

3. Penggunaan hidrotop
Hidrotop diketahui berformasi diri di dalam suatu larutan. Sulit
mengklasifikasikan hidrotop dalam basis struktur molekular, karena banyak

jenis dari komposisi hidrotop. Contoh spesifik menggunakan etanol, alkohol


aromatik seperti resorsinol, pirogalol, katekol, alfa dan beta naptol dan
salisilat, alkaloid seperti kafein dan nikotin, sufraktan ionik seperti diacids,
SDS dan dodecilated oksibenzen. Grup hidrotop aromatik adalah yang paling
banyak dikombinasikan.
Tabel 1.2 Studi kelarutan Hidrotopik dari berbagai jenis obat dengan
kelarutan buruk di dalam air

Setiap agen hidrotropik efektif meningkatkan kelarutan dari obat


hidrofobik. Tidak secara umum agen hidrotropik yang ditemukan efektif
melarutkan seluruh obat yang bersifat hidrofobik. Penemuan agen hidrotopik
yang tepat untuk obat dengan kelarutan buruk dalam air memerlukan skrining
kandidat hidrotop dalam jumlah besar. Namun, agen hidrotropik efektif telah
diidentifikasi dalam serangkaian obat dengan struktur yang berbeda,
hubungan antar aktivitas struktur dapat dibentuk. Penelitian terhadap
efektivitas hidrotop tertentu seperti sodium benzoat, sodium salisilat, dan
piperazine pada kelarutan nimesulida telah dilakukan. Kemampuan
penurunan daya kelarutan dari nimesulida oleh suatu hidrotop dapat diamati
sebagai berikut: piperazine>natrium askorbat>natrium salisilat>natrium
benzoat>nicotinamid. Formulasi parenteral menggunakan pepirazine sebagai
hidrotop juga telah dikembangkan dan dipelajari stabilitas kimia dan fisiknya.
Penelitian efektifitas dari berbagai hidrotop seperti urea, nikotinamid,
resorsinol, natrium benzoat, natrium p-hidroksi benzoat pada kelarutan
indometasin juga dilakukan. Penurunan daya kelarutan indometasin oleh

hidrotop dapat diamati sebagai berikut: natrium p-hidroksil benzoat>natrium


benzoat>nikotinamid>resorsinol> urea. Formulasi injeksi air menggunakan
sodium p-hidroksi benzoat, natrium benzoat, dan nikotinamid sebagai
hidrotop juga telah dikembangkan dan dipelajari stabilitas kimia dan fisiknya.
Hidrotop juga digunakan dalam formulasi deterjen untuk membantu
surfaktan lebih terkonsentrasi. Contoh hidrotop tersebut termasuk natrium ptoluena sulfonat dan natrium xilen sulfonat. Penelitian efektivitas hidrotop
lainnya juga telah banyak dilakukan terhadap kelarutan obat seperti obat
ketoprofen, chartreusin, rofecoxib, celecoxib, meloxicam, dan riboflavin.
4. Identifikasi gangguan agen hidrotopik dalam estimasi spektrofotometri
dari suatu obat
Sebuah rekaman spektrofotometer UV-Visible dengan 1 cm sel silika
cocok digunakan dalam penentuan spektrofotometri. Untuk menentukan
gangguan agen hidrotropik dalam estimasi spektrofotometri dari larutan
standar obat ditentukan dalam air suling sendiri dan di dalam konsentrasi
maksimum

dari

zat

hidrotropik

yang

digunakan

untuk

analisis

spektrofotometri. Absorbansi dicatat terhadap pereaksi blanko pada panjang


gelombang yang tepat. Metode analisis titrimetri digunakan untuk
menentukan kelarutan kesetimbangan pada suhu kamar. Rasio peningkatan
kelarutan ditentukan dengan rumus berikut:
Rasio peningkatan = kelarutan dalam larutan hydrotropik kelarutan dalam air suling

Smita Sharm a, Mukesh C. Sharma dalam penyelidikannya terhadap


larutan hidrotropik dari 8M urea telah digunakan sebagai agen pelarut untuk
kelarutan obat yang buruk dalam air: serbuk halus pseudoefedrin sulfat,
desloratidin dari bentuk tablet digunakan untuk penentuan spektrofotometrik
di daerah ultraviolet (sinar tak tampak).
Pseudoefedrin sulfat, desloratidine menunjukkan serapan maksimum
pada larutan yang dihasilkan diukur pada 274,4 nm dan 289.1 nm. RK
Maheshwari, s. R. Bishnoi, d. Kumar, murali krishna, dalam penyelidikannya,
larutan hidrotropik natrium ibuprofen (0,5 M) digunakan sebagai agen pelarut
untuk melarutkan obat yang memiliki kelarutan buruk dalam air, serbuk halus

ornidazol dari tablet digunakan untuk penentuan spektrofotometrik. Ornidazol


menunjukkan absorbansi maksimum pada 320 nm dan hukum Beer dipatuhi
dalam rentang konsentrasi 5-25 mcg / ml.
5. Teknik kelarutan hidrotopik
a. Hidrotopi merupakan metode kelarutan yang digunakan untuk peningkatan
kelarutan lain, seperti misibel, micellar, ko-solvent, dan pembentukan
garam, karena pelarut bergantung pada pH, mempunyai selektivitas yang
tinggi dan tidak termasuk emulsifikasi.
b. Hanya terjadi pencampuran obat dengan hidrotop di dalam air.
c. Tidak termasuk modifikasi kimia menggunakan pelarut organik atau
sistem emulsi.
6. Pencampuran hidrotopi
Teknik pencampuran hidrotopi adalah fenomena untuk meningkatkan
kelarutan dari obat dengan kelarutan buruk di dalam air dalam campuran agen
hidrotop. Penggunaan formula ini untuk obat tidak larut air untuk
meminimalkan efek samping dari konsentrasi besar. Efek sinergis dalam
meningkatkan kelarutan dari suatu obat dengan kelarutan buruk dilakukan
dengan mencampur dua agen hidrotopik (urea dan asam sitrat) dan
mencampurnya dengan obat.
7. Keuntungan dari campuran hidrotopik
a. Mengurangi konsentrasi besar dari agen hidrotopik, kombinasi dari agen
hidrotropik dalam konsentrasi rendah.
b. Lebih sederhana, murah, akurat dan ramah lingkungan.
c. Mencegah penggunaan pelarut organik dan menghindari masalah
toksisitas, penguapan, polusi, biaya dan lain sebagainya.
8. Aplikasi hidrotropik dalam farmasi
a. Analisis kuantitatif obat yang memiliki kelarutan buruk dalam air dengan
Spektrofotometri UV-Vis tidak menggunakan pelarut organik.
b. Analisis titrimetri untuk obat yang memiliki kelarutan buruk dalam air
seperti ibuprofen, flurbiprofen dan naproxen menggunakan natrium
benzoat.
c. Preparasi hidrotopik dispersi padat untuk obat dengan kelarutan buruk
dalam air tanpa menggunakan pelarut organik seperti felodipine
d.
e.
f.
g.

menggunakan polietilenglikol dan polivinil alkohol.


Preparasi sirup kering untuk obat dengan kelarutan buruk dalam air.
Preparasi utuk sediaan topikal.
Preparasi sediaan injeksi.
Menggunakan hidrotopik untuk meningkatkan permeabilitas.

h. Menggunakan hidrotopik untuk pelepasan cepat dari obat dengan


kelarutan buruk dalam air untuk suppositoria.
i. Aplikasi campuran hidrotopik untuk mengembangkan dosis injeksi dari
obat dengan kelarutan buruk dalam air.
j. Aplikasi hidrotopik untuk nano-teknologi.
k. Aplikasi hidrotropik dalam ekstraksi zat aktif dari suatu obat.
l. Lauran hidrotropik dapat juga digunakan untuk pengembangan studi
disolusi dari formula dosis obat yang memiliki kelarutan buruk dalam air.

BAB III
KESIMPULAN

Obat dan kelarutan merupakan dasar dari formulasi dan pengembangan dari
formula dosis yang berbeda dari obat yang berbeda. Kelarutan dapat ditingkatkan
dengan berbagai teknik. Karena masalah kelarutan dari kebanyakan obat
bioavailabilitas juga terpengaruh sehingga kelarutan menjadi suatu kebutuhan.
Kelarutan adalah parameter paling penting untuk bioavailabilitas obat oral

dengan kelarutan yang buruk. Disolusi obat merupakan faktor untuk melihat
absorbsi obat oral dari suatu obat dengan kelarutan yang rendah menggunakan
variasi teknik yang telah disebutkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Neuberg, C. Hydrotropy. Biochemistry Z. 1916; 76: 107- 109.


2. Jain P, Goel A, Sharma S, Parmar M. Solubility Enhancement Techniques with
Special Emphasis On Hydrotrophy. International Journal of Pharma
Professionals Research ,1(1); July 2010; 34-45.
3. Indian Pharmacopoeia, Goverment of India ministry of health and family
Welfare, 4th ed., The Controller of Publication, Delhi, 1996, 332.

4. Shinde A.J. et al, Solubilization of poorly soluble drugs: A Review,


Pharmainfo.net, 2007, 5, 6.
5. Shiv M. Solubility Enhancement: Need. Pharmainfo.net.2009
6. Liu, R., Introduction, In: Liu, R., (Ed.), Water-Insoluble Drug Formulation, 2nd
ed., CRS press, New York, 2008, 1.
7. Maheshwari RK. Solid dispersion and syrup formulation of poorly watersoluble drug by hydrotropy. Indian Pharmacist 2006; 5: 87-90.
8. Balasubramanian D. and Friberg, S. E., in Surface and Colloid Science (ed.
Matijevic, E.), volume 15 , Plenum Press, New York, 1993.
9. Friberg S.E. et al, Colloids Surf. A: Physicochemistry, Engineering Aspects,
1999, 156, 145156.
10. R. C. daSilva. et al, Thermochimica Acta, 1999, 328, 161167.
11. Robinson P.L. , Journal of the American oil chemistssociety , 1992, 69, 52
59. 12. Guo R. et al., Journal of Dispersion science and technology, 1996, 17,
493507.
13. Lomax, E. G. (ed.), Amphoteric Surfactants, Marcel Dekker, 2 nd edition,
Inc.New York, 1996.
14. Roy, B. K. and Moulik, S. P., Colloids Surf. A: Physicochemical and
Engineering .Aspects, 2002, 203, 155166.
15. Poochikian G.K. et al, Enhanced chartreusin solubility by hydroxybenzoate
hydrotropy, Journal of pharmaceutical science , 1979, 68, 728-729.
16. Badwan A.A. et al, The solubility of benzodiazepines in sodium salicylate
solution and a proposed mechanism for hydrotropic solubilization,
Internantional journal of pharmaceutics, 1983, 13, 67-73.
17. Saleh A.M. et al, Hydrotropic agents: a new definition, International journal
of pharmaceutics, 1985, 24, 231-238.
18. Winsor P.A. et al, Hydrotropic solubilization and related emulsification
process, Trans Faraday Society , 1950, 54, 762-772.
19. Kennth, C. J., Aqueous solubilities, In: Kennth, C. J., (Ed.), Solubility &
Related Properties, Published by Informa health care, Inc., New York, 1986,
355.
20. Higuchi T. et al, Complexation of organic substances in aqueous solution by

hydroxyaromatic acids and their salts, Journal of pharmaceutical science,


1961, 50, 905-909.
21. Rasool A.A. et al, Solubility enhacement of some water-insoluble drugs in
presence of nicotinamide and related compounds, Journal of pharmaceutical
science, 1991, 80, 387-394.
22. Hamza Y.E. et al, Enhanced solubility of paracetamol by various hydrotropic
agents, Drug Development and Industrial Pharmacy, 1985, 11, 1577-1580.
23. Nahar M. et al, Formulation and evaluation of saquinavir injection, 2006,
68, 608-614.
24. Feldman S. et al, Effect of urea on solubility, Journal of pharmaceutical
science. 1967, 56, 370-375.
25. Rawat S. et al, Hydrotropic solubilization of some cox-2 inhibitors, Indian
Drugs., 2006, 43, 565-573.
26. Coffman R.E. et al, Effect of urea on the solubility of riboflavin in various
solvents, Journal of pharmaceutical science., 1996, 85, 951-954.
27. Woolfson A.D. et al, Stabilization of hydrotropic temazepam parenteral
formulation by lyophilization, International journal of pharmaceutics, 1986,
34, 17-22.
28. Gaikar V.G. et al, Hydrotropic properties of sodium salts of ibuprofen, Drug
Development and Industrial Pharmacy, 1997, 23, 309-312.
29. Suzki H., Mechanistic studies on hydrotropic solubilization of nifedipine in
nicotinamide solution, Chemical and Pharmaceutical Bulletin, 1998, 46,
125- 130.
30. Jain N.K. et al, Hydrotropic solubilization of ketoprofen, Pharmazie., 1996,
51, 236-239.
31. Singhai A.K. et al, Evaluation of an aqueous injection of ketoprofen,
Pharmazie., 1997, 52, 149-152.
32. Jain N.K.et al, Enhanced solubilization and formulation of an aqueous
injection of piroxicam, Pharmazie., 1997, 52, 942-151.
33. Jain N.K. et al, Evaluation of piroxicam injection, Indian Journal of
pharmaceutical science, 1997, 59, 306-309.

34. Jain N.K. et al, Stability studies on aqueous injection of piroxicam, Indian
Drugs, 1998, 35, 440-443.
35. Agrawal R.K. et al, Formulation of aqueous injection of carbamazepine,
Pharmazie., 1990, 45, 221-222.
36. Agrawal S. et al, Hydrotropic solubilization of nimesulide for parenteral
administration, International journal of pharmaceutics, 2007, 274, 149-155.
37. Jain A. K. et al, Solubilization of indomethacin using hydrotropes for
aqueous

injection,

European

Journal

of

Pharmaceutics

and

Biopharmaceutics, 2007, 30, 1-13.


38. Maheshwari RK. Analytical techniques using hydrotropic solubilization
[Thesis]. Department of Pharmacy, Shri G.S. Institute of Technology and
Science, Indore , 2008, 61-62.
39. Sharma S, Sharma MC. Simultaneous Estimation and Validation of
Pseudoephedrine Sulphate andDesloratidine from Bulk and Tablets as
hydrotropic solubilizing agent. Journal of Current Pharmaceutical Research
2010; 01: 26-30.
40. Maheshwari RK, Bishnoi SR, Kumar D, Murali Krishna. Quantitative
spectrophotometric determination of ornidazole tablet formulations using
ibuprofen sodium as hydrotropic solubilising agent. Digest Journal of
Nanomaterials and Biostructures 2010; 5(1): 97-100.
41. Maheshwari R.K. Mixed hydrotropy in spectrophotometric analysis of
poorly water-soluble drug, Indian Pharmacist., 2007, 6, 66-67.
42. Maheshwari RK, Chaturvedi SC, Jain NK. Novel application of hydrotropic
solubilization in the analysis of some NSAIDs and their solid dosage forms.
Indian journal of pharmaceutical sciences 2007; 69(1): 101-106.
43. Bhole PG, Patil VR. Enhancement of water solubility of felodipine by
preparing solid dispersion using poly-ethylene glycol 6000 and poly-vinyl
alcohol. Asian journal of pharmaceutics 2009; 3(3): 240-244.
44. Thummar Jayesh M. 2012. A review on hydrotropy: a novel concept for
solubility enhancement. IJPRD, 2012; Vol 4(05): July-2012 (103 - 110).

Anda mungkin juga menyukai