Pengolahan Bijih Emas
Pengolahan Bijih Emas
Gina Lovasari*
*Program Studi S1 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru
ABSTRACT
The gold ore minning of small scale minning still use amalgamation method
as the primary method in gold ore processing. The used amalgamation on a direct
result happened pollution of mercury and low gold obtainment
The learn data did in this direction for know result pollution of mercury and
how to execute the next treatment on Ciliunggunung river, Waluran, Kabupaten
Sukabumi that data of 2005 years have pregnant reasonable high mercury degree on
the water.
For minimalizing the pollution, the suggestion for change method became
indirect amalgamation. This method can preasure the mercury looseness and can
advance gold obtainment. For tailing must did some manner process before flowed to
end exile (river, sea).
Keywords : amalgamation, gold ore processing, pollution of mercury, tailing
ABSTRAK
Penambangan bijih emas pada penambangan rakyat masih menggunakan
metode amalgamasi sebagai metode utamanya dalam pengolahan bijih emas.
Penggunaan amalgamasi secara langsung mengakibatkan terjadinya pencemaran
merkuri dan perolehan emas yang rendah.
Pengakajian data yang dilakukan disini bertujuan untuk mengetahui dampak
pencemaran merkuri dan bagaimana sistem pengelolaan selanjutnya pada Sungai
Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi yang datanya pada tahun 2005
memiliki kandungan kadar merkuri yang lumayan tinggi pada airnya.
Untuk meminimalisasi pencemaran tersebut maka disarankan untuk
mengubah metodenya menjadi amalgamasi tidak langsung. Metode ini dapat
menekan hilangnya merkuri dan dapat meningkatkan perolehan emas. Untuk tailing
seharusnya dilakukan beberapa proses pengolahan dulu sebelum dialirkan ke
pembuangan akhir (sungai, laut).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penambangan emas merupakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat, namun demikian penambangan emas juga dapat merugikan
apabila dalam pelaksanaannya tanpa diikuti dengan proses pengolahan limbah hasil
pengolahan biji emas secara baik. Akibat yang ditiimbulkan dari terbuangnya merkuri
pada air tanah maupun aliran sungai, akan masuk kedalam rantai makanan baik
melalui tumbuhan maupun hewan, yang pada gilirannya akan sampai pada tubuh
manusia.
Keberadaan merkuri di lingkungan berdampak secara langsung kepada
manusia khususnya bagi pekerja pada proses pemisahan biji emas dengan melalui
proses inhalasi, maupun berdampak tidak langsung yaitu baik pada tumbuhan
maupun hewan akibat dari pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah
padat.
Batasan Masalah
Efektifkah penggunaan metode amalgamasi secara tidak langung untuk
meminimalisasi dampak pencemaran merkuri hasil pengolahan bijih emas ?
Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak
pengolahan bijih emas dan bagaimana pengelolaan merkuri (tailing) hasil pengolahan
bijih emas.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah kajian pustaka, dimana penulis
mengambil materi-materi yang dibahas dari referensi yang didapatkan dari internet
dengan sumber yang relevan.
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Kajian ini ditulis terutama dengan menggunakan data sekunder hasil
pemantauan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi, serta satu buah
data primer yang diambil dari lokasi CLG.07 pada tahun 2006. Kajian difokuskan
pada penggunaan dan pencemaran air raksa. Kegiatan pemantauan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi dilaksanakan tahun 2004 dan tahun
2005 masing-masing selama delapan bulan (bulan Maret sampai dengan bulan
Desember) meliputi pengamatan dan pengambilan percontoh air untuk mengetahui
pencemaran merkuri (Hg). Pada Agustus 2006 dilakukan analisis percontoh air
Sungai Ciliunggunung pada titik CLG.07 untuk merkuri (Hg); besi (Fe), tembaga
(Cu), seng (Zn), timbal (Pb), kromium (Cr), dan arsenik (As). Titik CLG.07 pada
Agustus tahun 2005 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180
mg/l (Widodo, 2008)
30-40 %, serta kecepatan tabung amalgamasi dari 55 rpm dikurangi menjadi sekitar
40 rpm. Pengurangan media giling sebesar 40-50 % dari berat media giling semula
dan kecepatan putar dari 55 rpm menjadi sekitar 40 rpm dimaksudkan supaya terjadi
proses pengadukan (agitasi) luluhan (adonan), bukan proses penggerusan batuan lagi.
Proses pengadukan akan meningkatkan pengikatan emas oleh air raksa membentuk
amalgam. Di samping itu pengurangan berat media giling dan kecepatan putar
tabung amalgamasi juga akan memberi keuntungan karena air raksa tidak cepat rusak.
Penambahan air hingga persen padatan mencapai 30 - 40 % menyebabkan adonan
menjadi lebih encer, sehingga mempermudah pengikatan emas oleh air raksa. Efek
total metode amalgamasi secara tidak langsung ini akan memperbesar pengikatan
emas oleh merkuri, sehingga kehilangan merkuri dapat diperkecil dan perolehan emas
dapat meningkat.
Perolehan emas metode amalgamasi secara langsung yang rendah (< 60%) ini
juga menimbulkan masalah pencemaran air sungai oleh merkuri dan logam-logam
berat, selain itu juga terjadi pemborosan sumber daya mineral karena bijih emas kadar
rendah tidak diolah dan ampas (tailing) sebagai sisa pengolahan umumnya masih
mengandung emas. Agar dampak pengolahan yang terjadi dapat diminimumkan
maka perlu dilakukan usaha untuk memperkecil kandungan merkuri yang tidak dapat
diambil kembali dengan cara menaikkan tingkat efisiensi amalgamasi, membuat
kolam/bak pengendap yang kedap air secara berjenjang untuk tailing, dan untuk
mencegah infiltrasi ke dalam tanah.
Besar kecilnya kandungan merkuri disebabkan oleh adanya fuktualisasi
kegiatan penambangan, pengolahan, dan iklim/cuaca. Fluktuasi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas penambangan, jumlah penambang semakin banyak apabila ditemukan
bijih dengan kandungan emas yang cukup tinggi. Kadar emas yang baik dengan
jumlah bijih hasil penambangan besar, maka jumlah pengolah bijih emas juga
akan meningkat.
2. Iklim/cuaca, pada musim kemarau konsentrasi air raksa akan lebih besar
dibandingkan dengan musim hujan. Tingkat mobilitas air raksa pada musim
kemarau tidak akan jauh dari tempat pengolahan (sumbernya) karena arus air
sungai menurun, sedangkan mobilitas air raksa akan terbawa arus air sungai
lebih jauh dari tempat pengolahan karena debit air lebih besar dibandingkan
musim kemarau. Besar kecilnya arus air sungai ini sangat bergantung pada
iklim maupun cuaca.
3. Pengolahan bijih emas, semakin jauh dari pengolahan bijih emas umumnya
penyebaran air raksa juga semakin kecil (menurun).Pengolahan bijih emas
dengan gelundung dilakukan di sepanjang sungai, mulai dari hulu Sungai
Ciliunggunung sampai sebelum hilir Sungai Ciliunggunung. Untuk sedimen
sungai, air raksa terkonsentrasi pada bagian pinggir sungai karena air raksa
mempunyai berat jenis yang besar, sehingga banyak terendapkan pada kelokan
sungai. Hasil pengukuran kualitas/mutu air terhadap pencemaran air raksa,
dievaluasi sesuai dengan pemanfaatannya berdasarkan kelas. Perairan yang
mengandung air raksa untuk bahan baku air minum (Kelas I) maksimum 0,001
mg/l, untuk budi daya ikan air tawar, peternakan, sarana rekreasi air (Kelas II dan
III) air raksa maksimum 0,002 mg/l, dan untuk pengairan (kelas IV) air raksa
maksimum 0,005 mg/l (Tabel 10).
Pada Agustus 2006 dilakukan analisis percontoh air Sungai Ciliunggunung
pada titik CLG.07 untuk merkuri dan logam berat lainnya. Agustus tahun 2005 titik
CLG.07 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180 mg/l.
Tabel 1.Kriteria Mutu Air Berdasarka Kelas (PP No. 82 Tahun 2001)
Berdasarkan kriteria air raksa (Tabel 1), percontoh air sungai tidak layak
digunakan sebagai bahan baku air minum, tetapi masih sesuai untuk pengairan
(Kelas IV). Apabila penambangan dan pengolahan bijih emas masih tetap
dilakukan secara berkelanjutan, maka pencemaran air raksa dan logam-logam
lainnya juga akan meningkat dan dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Air
raksa (Hg) dalam perairan yang berikatan dengan klor akan membentuk HgCl
(senyawa merkuri anorganik), dan selanjutnya merkuri anorganik ini akan
tertransformasi menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran organisme yang
terjadi di sedimen dasar perairan. Metil merkuri sangat beracun dan bersifat sangat
bioakumulatif (terserap secara biologis).
Air raksa biasanya masuk ke dalam tubuh manusia lewat pencernaan, baik
melalui ikan maupun air itu sendiri. Air raksa (Hg) dalam bentuk logam sebagian
besar dapat disekresikan, sisanya akan menumpuk pada ginjal dan sistem saraf yang
suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Apabila Hg ini
terhisap dari udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke
organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkhitis sampai rusaknya paru-paru.
Pada keracunan Hg tingkat awal penderita akan merasa mulutnya kebal, sehingga
tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering
sakit kepala. Apabila terjadi akumulasi yang lebih, dapat berakibat pada degenerasi
sel-sel saraf diotak kecil yang menguasai kondisi saraf, gangguan pada luas pandang,
degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian otak kecil. Keracunan oleh merkuri
anorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati, terganggunya
sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok
sulfur di dalam protein dan enzim. Merkuri (Hg) organik jenis metil merkuri
dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran
darah ke otak, serta menyebabkan kerusakan otak (Herman, 2006).
KESIMPULAN
Pertambangan emas rakyat di Waluran merupakan salah satu penyebab
terjadinya pencemaran merkuri di Sungai Ciliunggunung. Pertambangan emas ini
menggunakan metode amalgamasi secara langsung yang mana pada proses
amalgamasi emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan dalam tahap pencucian dan
penggarangan. Pada proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung
merkuri dibuang langsung ke badan air. Hal ini disebabkan merkuri tersebut
tercampur tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus yang sifatnya sukar
dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan proses
amalgamasi, sehingga pada proses pencucian merkuri dalam ampas terbawa masuk ke
sungai dan terjadilah pencemaran.
Pencemaran merkuri ini dapat diminimalisasi dengan penggunaan metode
amalgamasi tidak langsung. Metode ini melewati 3 tahap, yaitu desliming
(menghilangkan slime), grindling (penggerusan bijih emas), dan amalgamasi. Metode
ini memberikan kecenderungan dapat meningkatkan perolehan logam emas dan pola
kecenderungan dapat menekan tingkat kehilangan merkuri.
Dari hasil pengamatan, sungai tersebut memang sudah tercemar merkuri
akibat adanya usaha pertambangan emas rakyat tersebut. Tetapi kadar merkuri yang
terdapat dalam air tersebut masih dapat dimanfaatkan karena masih berada dalam
ambang batas kelas 4 pada klasifikasi air bersih.
Walaupun begitu, penambangan emas seharusnya dilakukan dengan
perencanaan yang baik dan disertai dengan pengolahan tailing yang baik pula agar
pencemaran dapat diminimalisasi secara maksimal. Karena apabila penambangan
rakyat tersebut dibiarkan terus berjalan seperti itu tanpa adanya perbaikan pada
sistemnya, sungai tersebut akan sangat tercemara oleh merkuri dan akan berakibat
fatal bagi makhluk hidup. Keracunan merkuri dapat menyebabkan kerusakan saraf di
otak, terganggunya fungsi ginl dan hati, serta merusak janin pada wanita hamil.
Oleh karenanya, penanganan tailing ini seharusnya lebih diperhatikan.
Penanganan tailing dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Sebelum dibuang ke sungai air limbah diolah terlebih dahulu melalui proses
koagulasi, sedimentasi, filtrasi.
2. Saat pemanasan yang akan menguapkan merkuri, harus dilakukan di daerah yang
jauh dari pemukiman.
3. Menggunakan bioabsorber, dengan cara membuat embung yang menjadi tempat
berkumpulnya tailing sebelum dialirkan ke pembuangan akhir (badan air).
Kemudian disana disana ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengabsorbsi
logam berat yang terlarut didalamnya. Kemudian tailing disaring dengan karbon
aktif untuk mengabsorbsi kandungan sisa yang belum dapat diabsorbsi oleh eceng
gondok.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Tjahjono Setiabudi, 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha
Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta.
http://www.dim.esdm.go.id/.../61.%20konservasi%20%20Sangon,%20
Yogyakarta.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010
Denni Widhiatna, 2005. Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha
Pertambangan Emas di Daerah Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat.
http://www.dim.esdm.go.id/.../51.%20konservasi%20%20cineam,%20
tasikmllaya.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010
M Roil Bilad, 2009. Antisipasi Mendesak Penanganan Limbah Penambangan Emas
Sekotong.
http://www.sasak.org/.../622-antisipasi-mendesak-penanganan-limbahpenambangan-emas-sekotong.pdf
diakses tanggal 20 Maret 2010
Taviv Supriadi, 2010. Penguranagn Resiko Bahaya Merkuri Pada Penambangan
Emas Tradisional.
http://tavivsupriadi.wordpress.com/2010/01/21/pengurangan-resiko-bahayamerkuri-pada-penambangan-emas-tradisional/
diakses tanggal 20 Maret 2010
Widodo, 2008. Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas
di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi.
http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20080303.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010
Widodo, 208. Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas
dan Kehilangan Merkuri.
http:// dspace.ipk.lipi.go.id/dspace/bitstream/.../241/1/05_widodo_1.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010