Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENERAPAN KONSEP KONSUMSI DALAM EKONOMI ISLAM

Disusun Oleh :

Hening Cahya Shara

201410160311145

Eni Puji Astuti

201310160311006

Bella Ufi Pratiwi

201310160311396

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
1.1

Latar Belakang..........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 4
2.1 Prinsip Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam Islam.................4
1.

Prinsip Keadilan.........................................................................4

2.

Prinsip Kebersihan.....................................................................6

3.

Prinsip Kesederhanaan..............................................................7

4.

Prinsip Kemurahan Hati....................................................................8

5.

Prinsip Moralitas............................................................................ 9

2.2

Standart kehidupan dalam Islam...............................................9

2.3

Prinsip Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam Islam............10

a.

Pengukuran Mashlahah konsumen.....................................................12

b.

Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi...............................13

BAB III PENUTUP................................................................................... 16


3.1 Kesimpulan................................................................................. 16
3.2 Saran.............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Konsumsi merupakan keniscayaan dalam kehidupan umat manusia.


Untuk mempertahankan kehidupannya manusia membutuhkan konsumsi.
Kebutuhan akan konsumsi ini semakin lama semakin berkembang sejalan dengan
pola dan gaya hidup manusia. Semakin maju peradaban manusia, semakin tinggi
pula kebutuhannya pada barang-barang yang dikonsumsi dengan beragam
jenisnya.
Tiap-tiap manusia tidak terlepas dari konsumsi akan kebutuhan sehari-hari
berkenaan dengan barang primer, sekunder, maupun tersier. Pada zaman serba
canggih seperti ini, peningkatan pada konsumsi manusia akan tergantung pada hal
yang tidak dibutuhkan lagi, lebih banyak masyarakat memilih barang tersier
dibandingkan primer dan sekunder. Misalkan, pembelian yang terus menerus pada
handphone, motor, dan mobil yang dirasa tidak terlalu dibutuhkan tapi
memberikan kepuasaan dan kepercayaan diri yang sangat maksimal bila individu
memiliki barang tersier tersebut.
Sifat yang konsumtif pada masyarakat kebanyakan tidak lepas dari tata
aturan Al-quran dan Hadis. Teori perilaku konsumen mempelajari bagaimana
manusia memilih diantara berbagai pilihan yang dihadapinya. Sesungguhnya
pembagian Allah atas rezeki hamba-Nya telah ditentukan batasan, kadar dan
jenisnya. Allah mengetahui kemampuan seorang hamba dalam membelanjakan
dan menasarufkan rezeki yang telah dibeikan tanpa adanya sikap melampaui batas
dan tindak keborosan.
Aktivitas konsumsi merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang
bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah dalam rangka
mendapatkan kebahagiaan,kedamaian dan kesejahteraan akhirat (falah), baik
dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya
maupun untuk amal saleh bagi sesamanya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam Islam
Menurut M.Abdul Mannan , perintah Islam mengenai
konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip,yaitu (a) prinsip
keadilan ,(b) prinsip kebersihan,(c) prinsip kesederhanaan,(d)
prinsip kemurahan hati, dan (e) prinsip moralitas. Kelima prinsip
ini menjadi pegangan dalam aktivitas konsumsi sejalan dengan
ajaran Islam. Adapun menurut Yusuf al-Qardhawi,prinsip-prinsip
konsumsi dalam ekonomi Islam adalah : (a) menjauhi sifat kikir
dan mendayagunakan harta dalam kebaikan,(b) memerangi
kemubaziran dalam berkonsumsi, dan (c) bersikap sederhana
dalam konsumsi(Idris,2015).
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rezeki
yang halal dan tidak dilarang oleh syariat Islam. Yang boleh
dikonsumsi adalah yang halal dan baik, sedangkan yang tidak
boleh dikonsumsi adalah yang haram dan tidak baik. Allah
berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 168:






Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.
Keadilan yang dimaksud dalam aktivitas konsumsi adalah
mengonsumsi sesuatu yang halal,tidak haram, dan baik, tidak
membahayakan tubuh.Barang yang haram dan membahayakan
tubuh dilarang oleh Islam ,misalnya makan babi dan bangkai
serta minum khamar yang dinilai najis dan membahayakan.Tidak
hanya itu keadilan dalam konsumsi juga diartikan sebagai tidak
menzalimi dan tidak pula dizalimi. Contoh kegiatan ekonomi yang
mengandung riba.Salah satu pihak atau bahkan keduanya dari

yang bertranksaksi pasti ada yang dizalimi , karena transaksi riba


memang dilakukan secara tidak adil,Allah SWT berfirman:









Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orangorang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(QS.Al-Baqarah:278-279)
Menurut Tafsir Ibnu Katsir (2005) , redaksi ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Bani Amr bin Umair dari suku
Tsaqif , dan Bani Mughirah dari Bani Makhzum. Diantara mereka
telah terjadi praktek riba pada masa jahiliyah. Setelah Islam
datang dan mereka memeluknya, suku Tsaqif meminta untuk
mengambil harta riba itu dari mereka.Kemudian mereka pun
bermusyawarah , dan Bani Mughirah pun berkata : Kami tidak
akan melakukan riba dalam Islam dan menggantikannya dengan
usaha yang disyariatkan. Kemudian Utab bin Usaid, pimpinan
Makkah , menulis surat membahas mengenai hal itu dan
mengirimkannya kepada Rasulullah SAW.
Bahwasanya Abu Qatadah pernah mempunyai piutang
kepada seseorang,lalu ia mendatanginya untuk menagihnya,
namun orang it bersembunyi darinya .Pada suatu hari ia datang
kembali , kemudian keluarlah seorang anak,lalu Abu Qatadah
bertanya kepada anak tersebut mengenai keberadaan orang itu,
dan si anak menjawab Ya, ia berada di rumah. Maka Abu
Qatadah
pun
memanggilnya
seraya
berucap
:Hai
Fulan,keluarlah,aku tahu engkau berada di dalam.Maka orang
itupun keluar menemuinya. Dari Abu Qatadah bertanya:Apa
yang menyebabkan engkau bersembunyi dariku? Orang itu
menjawab :Sesungguhnya aku benar-benar dalam kesulitan
,dan aku tiak mempunyai sesuatu apapun. Ya Allah,a[pakah
engkau benar-benar dalam kesulitan? tanya Abu Qatadah .Ya,
jawabnya.Maka
Abu
Qatadah
pun
menangis,lalu
menceritakan,aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa memberi kelonggaran kepada peminjam atau


menghapuskannya, maka ia berada dalam naungan Arsy pada
hari kiamat kelak.(HR.Muslim)
Contoh kegiatan ekonomi yang mengandung kezaliman
adalah aktivitas ekonomi yang mengandung riba. Salah satu
pihak atau bahkan keduanya dari yang bertranksasi pasti ada
yang dizalimi ,karena transaksi riba memang dilakukan secara
tidak adil. Pada zaman Nabi Syuaib a.s terdapat timbangan yang
digunakan penduduk Hijaz sebagai alat untuk menimbang
barang dagangan. Pedagang dari negeri lain membeli timbangan
dari penduduk Hijaz dan membawa timbangan tersebut ke negeri
Madyan yang rata-rata penduduk Madyan adalah penyembah
sebuah pohon besar Al-aykah. Penggunaan timbangan yang
digunakan penduduk Madyan disalah gunakan dengan
mengurangi takaran dan timbangan dengan memperdaya
sesama penduduk dalam berjual beli untuk mendapatkan
keuntungan. Cara berdagang penduduk Madyan yang curang
yaitu dengan meletakkan besi pemberat di salah satu wadah dan
menjadikan barang yang ditimbang menjadi lebih ringan dari
ukuran yang sebenarnya (Khairina,2010).
Tidak hanya itu, mengonsumsi harta orang lain secara bathil
misalnya dengan cara menipu,mencuri, menggelapkan dan
sebagainya termasuk kategori zalim. Pada zaman Rasulullah
Saw, sahabat pernah hidup di kekuasaan penguasa zalim tetapi
tak seorang pun dari mereka melarang jual-beli di pasar karena
adanya perampokan di Madinah. Di kota itu, para pendukung
Yazid melakukan perampokan selama tiga hari. Kebanyakan
penduduk Madinah tidak menghindari perdagangan, padahal
harta disana bercampur-baur antara yang halal dan yang haram
hasil perampokan selama masa kekuasaan para pemimpin yang
zalim itu. Dan, orang yang menghindari jual-beli harta tersebut
menunjukkan sikap kewarakannya(Imam Ghazali,2007).
2. Prinsip Kebersihan
Prinsip yang kedua ini tercantum dalam Al-Quran dan
Sunnah Nabi bahwa dalam mengonsumsi sesuatu,seseorang
haruslah memilih barang yang baik dan cocok untuk dimakan,
tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena
itu, tidak semua barang konsumsi diperkenankan ,boleh dimakan

dan
diminum.Hanya
makanan
dan
minuman
halal,baik,bersih,dan bermanfaat yang boleh dikonsumsi.

yang

Dalam arti sempit,yang dimaksud dengan bersih adalah


bebas dari kotoran,najis, atau penyakit yang dapat merusak fisik
dan mental manusia,tidak menjijikkan sehingga merusak
selera.Allah SWT berfirman:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada
hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS.Al-Maidah:3)
Menurut Idri (2015) Bangkai haram dimakan seperti bangkai
binatang yang mati karena sakit,berlaga,jatuh,tercekik,sisa
makanan binatang buas, atau semua bangkai binatang yang
matinya tidak disembelih dengan menyebut nama Allah. Dalam
tubuh binatang itu masih tersimpan darah yang haram dimakan
dan terdapat banyak virus penyakit dalam bangkai binatang itu.
Darah juga haram dimakan,karena darah itu mengandung
berbagai jenis virus penyakit dan menimbulkan kelemahan otak
untuk berpikir.Darah juga menimbulkan sifat kejam dan ganas
bagi orang yang selalu memakannya.Dalam penelitian yang
ditemukan para ahli diketahui bahwa lebih dari seratus macam
7

virus
yang
terdapat
dalam
darah.Biasanya
pemakan
darah,otaknya tumpul dan bodoh serta berperangai kejam. Allah
mengharamkan daging babi karena babi mempunyai perangai
buruk,yaitu tidak pernah cemburu antar sesamanya,membiarkan
jantan lain menggauli betinanya. Jika orang sering makan
babi,akan timbul sifat dalam dirinya membiarkan pergaulan
bebas.Di samping itu, dalam daging babi terdapat virus penyakit
yang sering membekas pada kulit orang yang memakannya dan
mengandung cacing pita yang walaupun dimasak dalam suhu
yang sangat panas tidak mati.
3. Prinsip Kesederhanaan
Menurut Monzer Kahf,konsumsi berlebih-lebihan yang merupakan ciri khas
masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan
istilah israf (pemborosan) atau tabdzir (menghambur-hamburkan harta tanpa
guna). Tabdzir berarti menggunakan harta dengan cara yang salah , yakni untuk
menuju tujuan-tujuan yang terlarang,seperti penyuapan atau hal-hal yang
melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Setiap kategori ini
mencakup beberapa jenis penggunaan harta yang hampir-hampir sudah
menggejala pada masyarakat yang berorientasi konsumer.Pemborosan berarti
penggunaan secara berlebih-lebihan untuk hal-hal yang melanggar hukum dalam
hal seperti makanan,pakaian,tempat tinggal atau bahkan sedekah.Perilaku
berlebihan sangat dilarang dalam Islam sebagaimana firman Allah:



Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(Q.S Al-Araf:31)
Pada zaman Rasulullah Saw ada seorang Muslim yang miskin dan rajin
beribadah bernama Tsalabah bin Hathib al-Anshari yang menjadi kaya raya
karena didoakan oleh Rasulullah Saw.Namun sejak menjadi orang kaya ,Tsalabah
hanya pergi ke masjid saat shalat Zuhur dan Ashar. Ia sangat sibuk dengan hewan
ternaknya.Setelah menerima ayat berkaitan dengan zakat, Rasulullah mengutus
dua orang untuk mengambil zakat dari Tsalabah . Namun, ia menolak
memberikan zakat. Utusan tersebut kembali menemui Rasulullah Saw bersabda
Celakalah Tsalabah(Ariany,2010).
4. Prinsip Kemurahan Hati

Prinsip keempat ini mempunyai dua makna, yaitu kemurahan kepada Allah
kepada manusia yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya melalui sifat
Rahman dan Rahim-Nya dan sikap murah hati manusia dengan menafkahkan
sebagian hartanya orang lain. Menurut M.Abdul Mannan , makan makanan dan
minum minuman yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya
diperbolehkan,selama itu halal dan dimaksudkan untuk kelangsungan hidup dan
menjaga kesehatan demi menunaikan perintah Allah sesuai dengan tuntunanNya ,disertai dengan perbuatan adil yang menjamin persesuaian bagi semua
perintah-Nya.
Perintah Allah untuk menyisihkan sebagian harta orang-orang kaya guna
diberikan kepada orang-orang yang kurang mampu dalam hal kekayaan, misalnya
bentuk zakat ,infak,sedekah,wakaf,memberikan pinjaman utang, maupun bentuk
solidaritas sosial lainnya. Allah SWT berfirman:






Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.At-Taubah:103)
Fathimah Az-Zahra ,istri Ali bin Abi Thalib didatangi oleh seorang pengemis
yang meminta sedekah. Ketika itu,dia hanya mempunyai 50 dirham.Fathimah
hanya memberikan setengahnya saja yaitu 25 dirham kepada si pengemis.
Pengemis lalu bertemu Ali bin Abi Thalib dan memberitahu Ali bin Abi Thalib
bahwa Fathimah memberikan hanya 25 dirham, lalu Ali menyruh Fathimah
memberikan semua uang yang mereka punya untuk disedekahkan kepada si
pengemis. Tidak hanya itu, saat ada orang yang mengadu dalam kesusahan dan
ingin menjual untanya, Ali pun sanggup untuk membelinya walaupun Ali tidak
mempunyai uang sama sekali (Salman,2009).
5. Prinsip Moralitas
Konsep moralitas dalam mengonsumsi barang atau jasa dalam Islam
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara seseorang yang
memburu kepuasan,kenikmatan,dan kebahagiaan semata tanpa mengindahkan
aturan-aturan Islam dengan seseorang yang menerapkan nilai-nilai moral Islam
dalam kaitannya dengan konsumsi barang atau jasa.Karena itu, etika merupakan
hal penting dalam aktivitas konsumsi. Sebagaimana dijelaskan di atas,Rasulullah
juga mengajarkan kepada umat Islam agar memperhatikan etika dalam
berkonsumsi.Misalnya, ia menganjurkan agar seseorang makan menggunakan
tangan kanannya.
. .

jika seseorang dari kalian makan maka makanlah dengan tangan kanannya dan
jika minum maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan
minum dengan tangan kirinya (HR. Muslim no. 2020).
2.2 Standart kehidupan dalam Islam
Menurut Misanam (2007) Untuk menemukan doktrin ekonomi Islam
konsumsi, kita harus melacak melalui nilai fundamental islam di mana setiap
muslim seharusnya juga merujuk ketika merencanakan untuk melakukan sesuatu.
Ajaran yang sangat mendasar adalah bahwa tujuan akhir untuk setiap muslim
untuk mencapai adalah falah. Falah adalah kebaikan baik dalam perspektif
kehidupan duniawi ini dan di akhirat. Selain itu, kehidupan akhirat adalah hadiah
dan juga hukuman kepada individu yang melakukan sesuatu yang baik atau buruk
dalam falah di dunia.Selain itu, ada juga ibadah, ibadah juga tujuan individu
muslim (QS 51:56) .Perbedaan antara falah dan ibadah adalah bahwa falah adalah
tujuan ideal saat ibadah adalah one.Maslahah operasional adalah konsep yang luas
berbagai manfaat yang jauh berbeda dari manfaat (utility)
Menurut Hossain (2014) Menurut ekonomi Islam, keinginan yang
terdiri dari Empat Jenis keperluan dalam kehidupan. ini adalah
Kebutuhan hidup, keperluan efisiensi, kenyamanan dan
Kemewahan.Mereka ingin yang benar-benar diperlukan bagi
kehidupan manusia dan manusia tidak dapat bertahan hidup
tanpa itu, misalnya makanan, pakaian dan tempat tinggal dll
disebut kebutuhan-kebutuhan kehidupan.
Keperluan yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kerja
disebut kebutuhan-kebutuhan efisiensi, misalnya baik makanan,
daging, susu,mentega, baik tidur, sepatu, dan buah-buahan dll
termasuk orang-orang hal yang utilitas pada umumnya lebih
besar dari biaya mereka pakaian yang baik dan makanan lezat,
baik dan mahal dan bangunan dilengkapi dengan baik rumah
yang kenyamanan. Berlebihan dalam kepuasan pribadi atau
berlebihan pengeluaran untuk keinginan yang tidak perlu dan
berlebihan adalah disebut mewah. Biaya kemewahan biasanya
lebih besar dari manfaat, misalnya mahal dress, anggur,
perkakas emas dan perak dll.
Menurut Huda (2006) Teori perilaku konsumen yang dibangun berdasarkan
syariah Islam, memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional.
Perbedaan ini menyagkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan

10

konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Ada
tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim :
1. Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini
mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat
daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi
duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena terdapat
balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present
consumption.
2. Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral
agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi
moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan
ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan
kebenaran dapat dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan
dan menjauhkan diri dari kejahatan.
3. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang
dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan
dengan benar
2.3 Prinsip Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam Islam
Menurut P3EI(2013, konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa
untuk memberikan mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rsionalitas islami
bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang
diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di
akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
Mengkonsumsi yang halal saja merupakan kepatuhan kepada Allah,
kerenanya memperoleh pahala. Pahala inilah yang kemudian dirasakan sebagai
berkah dari barang/jasa yang telah di konsumsi. Sebaliknya, konsumen tidak akan
mengkonsumsi barang- barang/jasa yang haram karena tidak mendatangkan
berkah. Mengkonsumsi yang haram akan menimbulakan dosa pada akhirnya akan
berujung pada siksa Allah. Jadi mengkonsumsi yang haram justru memberikan
berkah negative.
Misalnya, ketika seorang menonton televise di pagi hari, maka ia bisa
memilih channel mengenai berita politik dan hokum. Berita kriminal, silm cartun,
hiburan music atau siaran lainnya. Setiap jenis siaran tersebut dirancang untuk
mampu memberikan manfaat bagi penontonya, baik berupa layanan informasi
maupun kepuasan psikis.

a. Kebutuhan dan Keinginan


Kebutuhan terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu
barang berfungsi secara sempurna.Keinginan adalah terkait dengan hasrat atau

11

harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan


kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang.
Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan
tambahan manfaat fisik, aspiritual, intelektual ataupun material, sedangkan
pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis di samping
manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka
pemenuhan kebutuhan tersebut akan malahirkan mashlahah sekaligus kepuasan,
namun jika pemenuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan
memberikan manfaatan semata. Dalam kasus, jika yang diinginkan bukan
merupakan suatu kebutuhan, maka pemenuhan keinginan trsebut hanya nakan
memberikn kepuasan saja.
Sebagai misal, Islam menjelaskan mengenai motivasi atau keinginan
seseorang dalam menikahi seseorang ada empat sebab utama, yaitu karena
kecantikannya, karena kekayaannya, karena kedudukannya, dan karena agamaakhlaknya. Namun, islam menjelaskan bahwa kebutuhan utama dalam mencari
pasangan adalah kemuliaan agama/ akhlak. Oleh karena itu , seorang muslim
diperbolehkan menikahi wanita karena kecantikan ataupun kekayaannya selama
agama-akhlaknya tetap menajdi pertimbangan utamanya.
Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan
sebagaimana dalam tabel berikut.
Karakteristik
Sumber
Hasil
Ukuran
Sifat
Tuntunan Islam

Keinginan
Hasrat (nafsu) manusia
Kepuasan
Preferensi atau selera
Subjektif
Dibatasi/dikendalikan

Kebutuhan
Fitrah manusia
Manfaat & berkah
Fungsi
Objektif
Dipenuhi

1. Mashlahah dan Kepuasan


Sebagai contoh , adalah dua orang, , Zaid dan Hindun yang dalam keadaan
yang sama(rasa lapar dan dan kesukaan yang sama) sama-sama sedang
mengonsumsi daging sapi. Zaid tidak mempermasalahkan kehalalan daging sapi
sehingga dia mengonsumsi daging sapi yang tidak halal. Sementara itu, Hindun
adalah orang yang sangat mematuhi perintah Allah dan oleh karena itu, hanya
makan daging sapi yang halal ( disembelih dengan cara-cara sesuai syariat).
Diasumsikan dengan bahwa sapi yang dikonsumsi kedua orang tersebut
mempunyai kualitas fisik yang sama.
Bagi Hindun , yang mengonsumsi hanya barang halal karena patuh kepda
perintah Allah , dia merasa mendapat pahala dari Allah karena tindakannya itu dan
sekaligus dia merasakan berkah dari kegiatannya itu. Bagi, Zaid yang tidak
mempermasalahkan kehalalan barang yang dikonsumsi , dia merasakan tidak ada
perbedaan kepuasan mengonsumsi barang yang halal maupun yang haram. Dalam
kasus ini, maka kepuasan yang didapat oleh Zaid tidak bisa dikatakan sebagai
mashlaha melainkan hanya sekedar utilitas atau manfaat saja.
Kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan,
sedangkan mashlahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan

12

atau fitrah. Meskipin demikian, terpenuhinya suatu kebutuhan juga akan


memberikan kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut disadaridan diinginkan.
Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, mashlahah tidak hanya
dirasakan oleh individu. Mashlahah bisa jadi dirasakan oleh sekelompok
masyarakat. Sebagai misal ketika seorang membelikan makanan untuk tetangga
miskin, maka mashlahah fisik/psikis akan dinikmati oleh tetangga yang dibelikan
makanan, sementara itu, si pembeli/konsumen akan mendapakan berkah.
a. Pengukuran Mashlahah konsumen
Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau
menggunakan harta dijalan Allah (fii sabilillah). Islam memberikan imbalan
terhadap belanja (konsumsi) ibadah dengan pahala yang sangat besar, misalnya
senilai 700 unit, dan setiap kali dilakukan amal kebaikan akan mendapatkan
imbalan pahala yang sama, yaitu tujuh ratus kali lipat.
Sebagai ilustrasi, tabel berikut menyajikan mashlahah atas ibadah
mahdhah atau amal saleh, yaitu ibadah yang tidak secara langsung terkait dengan
kemanfaatan dunia bagi pelakunya. Dalam hal ini pelaku ibadah tidak merasakan
manfaat duniawi bagi dirinya, melainkan perasaan aman dan tenteramm akan
berkah yang akan diberikan Allah.
Mashlahah dari Belanja di Jalan Allah
Frekuensi kegiatan
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8

Pahala per unit


(2)
700
700
700
700
700
700
700
700

Mashlahah = berkah
(1x2)
700
1.400
2.100
2.800
3.500
4.200
4.900
5.600

Dalam tabel 4.2 di atas ditunjukkan mashlahah dari kegiatan ibadah


mahdhah yang sifatnya ibadah murni tidak untuk mendapatkan manfaat di dunia
,seperti membelanjakan harta untuk, pendidikan,penelitian, membantu umat Islam
dan sebagainya. Pada tabel 4.2 . di atas terlihat bahwa besarnya mashlahah adalah
13

merupakan perkalian antara frekuensi dengan pahala. Karena manfaat ( duniawi)


ibadah mahdhah ini tidak dinikmati secara langsung oleh pelakunya , maka
kandungan yang ada didalam mashalahah yang diterima sepenuhnya berupa
berkah , dan nilai keberkahan ini selalu meningkat dengan semakin meningkatnya
ibadah mahdhah yang dilakukan.
Frek.
Kegiatan
(1)

Manfaat
F
(2)

1
2
3
4
5
6
7
8

10
18
24
28
30
32
32
30

Pahala per
unit
(p)
(3)
27
27
27
27
27
27
27
27

Total
pahala (P)
(4)=(1)x(3
)
27
54
81
108
135
162
189
216

Berkah
(5)=(2)x(4
)
270
972
1944
3024
4050
5216
6080
6480

Mashlahah
M=F+B
(6)=(2)+(5
)
280
990
1968
3052
4080
5216
6080
6510

Sebagai misal , ketika Zaid membeli sebuah surat kabar , maka ia akan
mendapatkan manfaat berupa sejumlah informasi yang berguna, misalnya senilai
10. Ketika ia membeli dua surat kabar, maka ia akan mendapatkan tambahan
manfaat senilai 8 . Semakin banyak surat kabar yang Zaid beli maka tambahan
manfaatnya, (misalnya informasi) akan semakin berkurang.

b. Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi


Mashlahah dalam konsumen muncul ketika kebutuhan riil terpenuhi, yang
belum tentu dapat diraskan sesaat setelah melakukan konsumsi. Misalnya, ketika
konsumen membeli barang-barang tahan lama, seperti sepeda motor, kebutuhan
riil baru di ketahui setelah sepeda motor digunakan berkali-kali. Kepuasan yang
dirasakan konsumen karena murahnyan harga atau desain yang menarik, namun
tidak awet adalah kepuasan yang lahir karena kebutuhan semu atau jangka
pendek.

Kebutuh
an
Kebutuh
an sosial

Kebutuh
an Fisik-

Kebutuh
an

Kebutuhan generasi
yang akan datang

Kehalala
n produk
Niat
ibadah/kebai
kan
14

Pemenuhan

Manfaat (duniawi)

Berkah

Mashlahah

Mudharat

Pemenuhan
keinginan

Hal yang
sia-sia
Hal yang
merugikan

Mashlahah yang diperoleh konsumen ketika membeli brang dapat


berbentuk satu diantara hal berikut :
1) Manfaat material, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta bagi konsumen
akibat pembelian suatu barang/jasa.

15

2) Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis
manusia, seperti rasa lapar, haus, kedinginan, kesehatan, keamanan, kenyamanan
dan sebagainya
3) Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhn akal manusia ketika ia
membeli suatu barang/jasa, seperti kebutuhan tentang informasi, pengetahuan,
ketrampilan dan semacamnya.
4) Manfaat terhadap lingkungan, yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari
pembelian suatu barang/jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli
pada generasi yang sama.
5) Manfaat jangka panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi janga panjang
atau terjaganya generasi masa mendatang terhadap kerugian akibat dari tidak
membeli barang/jasa.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perekonomian Islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam
diterapkan secara bersama-sama dan melahirkan manfaat dan berkah atau

16

mashlahah dunia akhirat.Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung


dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Ketika pahala suatu kegiatan
tidak ada (misalnya ketika mengonsumsi barang yang haram atau barnag yang
halal namun dalam jumlah yang berlebih-lebihan), maka mashlahah yang akan
diperoleh konsumen adalah hanya sebatas manfaat yang dirasakan di dunia (F).

3.2 Saran
Penerapan ekonomi dengan menerapkan prinsip islam di dalamnya
sehingga mengetahui kegiatan ekonomi berupa konsumsi tidak hanya sebatas
membuat senang dan puas tetapi juga ada keberkahan di dalamnya bila diniatkan
dengan ibadah dan juga pahala yang setimpal dengan niat yang dikerjakan di
dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI).2013.
Ekonomi
Islam.Penerbit:PT RajaGrafindo Persad,Jakarta
Al-Ghazali,Imam.2007.Rahasia Halal Haram: Hakikat Batin
Perintah dan
Larangan Allah.Penerbit:Mizania,Bandung.

17

Syurfah,Ariany.2010.365 Kisah Teladan Islam.Penerbit:Penebar


Swadaya,Jakarta
Timur
Iskandar,Salman.2009.100 Kisah Islami Pilihan.Penerbit: DAR!
Mizan,Bandung
Abdullah.2005.Tafsir Ibnu Katsir.Penerbit:Mu-assasah Daar alHilaal Kairo
Khairina,Nina.2010.Kisah & Mukjizat di Zaman Nabi dan
Rasul.Penerbit:Kaysa
Media
Idri.2015.HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis
Nabi.Penerbit:PRENADAMEDIA GROUP,Jakarta
Hossain,Basharat.
(2014).
Economic
Rationalism
Consumption: Islamic
Perspective.
Journal
Economics,
Finance
Management. 3. 273-281

and
and

Misanam,Munrokhim. (2009). An Empirical Investigation on the


Role Of
Barakah in the Islamic Theory of Consumer Choice.
Journal Economics.
43. 107-125
Huda,Nurul. (2006). Konsep Perilaku Konsumsi dalam Ekonomi
Islam. Journal
Economi.

18

Anda mungkin juga menyukai