Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat
merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa
berlangsung.
Pada umumnya, setiap orang pernah mengalami perasaan tertekan atau
mengalami ketegangan yang dalam bahasa populernya dikenal dengan istilah stress.
Sebab stress merupakan bagian dari kehidupan manusia, artinya bahwa manusia
tidak akan pernah luput dari pengalaman merasakan ketegangan dalam hidupnya.
Cara individu dalam mensikapi kondisi stress pun berbeda-beda antara individu yang
satu dan individu yang lainnya. Hal itu tergantung dari pengalaman yang dimiliki
oleh setiap individu, kepribadiannya, dan kondisi lingkungan hidupnya.
Oleh sebab itu, konflik dan stress merupakan gejala yang selalu mengisi setiap
kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan stress adalah
adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan
sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari
unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya.
Dari setiap permasalahan ada beberapa diantaranya yang dapat diselesaikan,
akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa
aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik
sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga
peperangan.
Serta dari kekerasan yang terkecil hingga peperangan besar akan menyebabkan
terjadinya stress yang melada kehidupan masyarakat. Dan untuk lebih mengetahiu
tentang apa saja masalah sosial yang terjadi dimasyarakat maupun di sekitar kita,
mari kita bahas makalah kami yang berdujul

tentang konflik yang dapat

mempengaruhi kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa itu Pengertian konflik ?
1

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa saja Jenis-jenis konflik ?


Bagaimana Bimbingan dan penanganan konflik ?
Kenapa bisa Terjadinya stress ?
Apa itu Pengertian trauma ?
Apa saja Ciri tanggapan peristiwa traumatik ?
Bagaimana Bimbingan terhadap penderita traumatik ?

C. Tujuan Pembahasan
Dari uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan yang diinginkan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian konflik
2. Untuk mengetahui apa saja Jenis-jenis konflik
3. Untuk mengetahui bagaimana Bimbingan dan penanganan konflik
4. Untuk mengetahui dan memahami mengapa bias Terjadinya stress
5. Untuk mengetahui Pengertian trauma
6. Untuk apa saja Ciri tanggapan peristiwa traumatik
7. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Bimbingan terhadap penderita
traumatik ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik
Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti
bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Pada umumnya istilah
konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian
antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan
internasional.1
Konflik artinya percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Sedangkan konflik
sosial yaitu pertentangan antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh
dikehidupan. Konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak
lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku. Konflik adalah suatu
masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di
dalam masyarakat maupun negara. Lebih lanjut para pakar memberikan pendapatnya
mengenai pengertian konflik di bawah ini.2
Pengertian Konflik menurut Robbins, konflik adalah suatu proses yang dimulai
bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau
akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain.
Menurut Alabaness, pengertian konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada
di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan
peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih
banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan
merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik,
maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya3

B. Jenis-jenis konflik
1 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hal 345.
2 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal.99.
3 http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html
3

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
1. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins membagi konflik menjadi dua macam,
yaitu konflik fungsional ( Functional Conflict ) dan konflik disfungsional (
Dysfunctional Conflict ). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung
pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan
konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional
atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional
bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu
pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di
waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional
atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok,
bukan pada kinerja individu.
Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun
kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional.
Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja,
tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
a. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman
membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual).
Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals).
Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and
groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma
kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among
groups in the same organization).
Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan
yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations).
4

Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi


menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among
individuals in different organizations).
Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu
organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain.
Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan
atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal
Yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
2) Konflik horizontal,
Yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar
karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf
Yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran
Yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari
satu peran yang saling bertentangan. 4

C. Bimbingan dan penanganan Stress


Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu
atau sekumpul individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan
hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.
Stess adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan
setiap hari yang tidak dapat dihindari, perubahan yang memerlukan penyesuaian
4 http://carideny.blogspot.co.id/2012/11/jenis-jenis-konflik-penyebab-konlik.html
5

sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan
stess, seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai, putus cinta, perubahan
positif juga dapat menimbulkan stess, seperti naikpangkat, perkawinan, jatuh cinta.
Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan
pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan
oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting Secara lebih
khusus, stres dikaitkan dengan kendala dan tuntutan: Kendala adalah kekuatan yang
mencegah individu dari melakukan apa yang sangat diinginkan sedangkan tuntutan
ialah hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan. Jadi bimbingan dan penanganan
stress adalah suatu pertolongan atau bantuan yang dapat menangani suatu ketidak
seimbangan diri atau jiwa manusia dalam kehidupannya yang tidak dapat
dihindarinya.
1. Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan
individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif,
dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu
dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit,
penurunan, dan kematian.5

D. Terjadinya Stress
1. Penyebab Stress
Stress memang merupakan bagian dari kehidupan manusia, namun stress
tidak akan datang dengan tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab. Artinya, stress
muncul tentu ada penyebabnya, untuk itu individu harus mampu mencari
penyebab stress agar dapat mengenali, mengurangi bahkan menghilangkan
stress yang melanda dirinya. Oleh karena individu yang tidak mengalami stress
5 Greenhalgh, Leonard, 1999. Menangani Konflik. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), MemimpinManusia.
Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.

akan merasakan hidupnya nyaman dan bahagia. Dengan demikian, stress harus
dijauhkan dari kehidupan individu, agar dapat menjauhkan stress maka setiap
individu

harus

mampu

mengenali

penyebabnya.

Dengan

mengetahui

penyebabnya, selanjutnya akan mampu mengurangi dampak stress tersebut pada


diri individu sehingga dapat merasakan nikmatnya hidup di dunia ini.
Di atas telah disebutkan bahwa munculnya stress disebabkan oleh factor
yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar diri
individu. Adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan menimbulkan
konflik dalam diri individu, sehingga berdampak pada munculnya stress.
Berikut ini beberapa hal yang dapat menyebabkan muncul stress pada
individu, antara lain: perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai, aktivitas
yang tidak seimbang, tekanan dari diri sendiri, suatu kondisi ketidakpastian,
perasaan cemas, perasaan bersalah, jiwa yang dahaga secara emosional, dan
kondisi sosial ekonomi. Perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai akan
menimbulkan stress. Pusing atau pening otot leher dan rahang tegang, gngguan
pencernaan, gangguan sexual, sakit kepala, hati berdebar-debar, tremor letih lesu
nyeri sakit ketidaksiagaan mental bernafas lebih cepat keringat banyak mulut
kering tekanan darah dan denyut jantung naik kontraksi otot perut dan kantong
kemih darah diotot, tidak diusus dan kulit otot tegang penggumpalan darah
meningkat pelepasan gula dari hati paru terasa mengembang sebagai contoh, jika
seorang dosen terlalu banyak beban pekerjaan di kantor dan pekerjaan itu harus
selesai dalam waktu yang bersamaan, kondisi seperti itu jelas akan menimbulkan
stress. Oleh karena dosen juga manusia yang penuh dengan berbagai
keterbatasan, maka diperlukan seorang pemimpin yang bijak dalam pembagian
tugas kepada bawahannya agar tidak banyak menimbulkan stress.
Aktifitas yang tidak seimbang dapat sebagai pemicu munculnya stress,
terutama aktifitas yang berlebihan, sehingga individu tidak memiliki waktu yang
cukup untuk merecovery dirinya. Selain itu, kedekatan dengan keluarga atau
orang yang dicintai akan berkurang akibat dari padatnya kegiatan yang
dilakukan. Berbagi cerita (sharing) dengan orang-orang yang dicintai atau
dengan keluarga merupakan sarana untuk berkeluh kesah yang dapat
mengurangi beban kepenatan psikologis. Untuk itu, perlu jalinan hubungan
komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga agar terhindar dari potensi
terserang oleh stress.
Tekanan dari diri sendiri dapat menimbulkan stress, terutama bagi individu
yang selalu ingin tampil sempurna (perfectionist). Segala sesuatu yang tidak
7

sesuai

dengan

keinginannya

akan

mendorong

individu

itu

untuk

menyempurnakannya, sementara pekerjaan yang diembannya cukup banyak


sehingga menyita waktu yang banyakpula. Oleh karena itu, tipe orang yang
perfectionist memiliki potensi yang lebih besar untuk mudah terserang stress
dalam hidupnya.
E. Pengertian Trauma
Menurut Robinson Lawrence dan Jeanne (2014) sebenarnya untuk menentukan
suatu kejadian merupakan pengalaman traumatik adalah hal yang bersifat subjektif.
Ketika suatu kejadian dapat membuat seseorang terancam, tidak berdaya, dan
ketakutan, maka kejadian tersebut sudah dapat dikatakan sebagai pengalaman
traumatik.
Menurut Willey & Sons (2008) trauma psikologis merupakan keadaan yang
terjadi akibat peristiwa yang sangat mengejutkan dan menakutkan, bersifat
mengancam bahaya fisik atau psikis, bahkan hampir menyebabkan kematian.
Supratiknya (1995) menjelaskan bahwa trauma psikologis dapatmenghancurkan rasa
aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka yang sangat sulit
disembuhkan sepenuhnya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
trauma psikologis merupakan suatu keadaan yang dihasilkan dari pengalaman yang
tidak menyenangkan yang mengakibatkan gangguan yang serius pada mental
seseorang.
Pada dasarnya, trauma memiliki tiga ciri. Pertama, merupakan hal yang tidak
diperkirakan, maksudnya seseorang yang mengalaminya tidak melakukan hal-hal
pencegahan terhadap hal tersebut. Kedua, bukanlah hal yang sudah ditentukan
sebelumnya bahwa hal tersebut dapat mengakibatkan trauma. Ketiga, merupakan hal
yang tidak dapat diramalkan, maksudnya tidak ada yang tahu bagaimana seseorang
dapat memberikan reaksi tertentu pada kejadian tersebut (Jealinne, Segal, Dumke
2005).
Menurut APA (American Psychological Association), sebagian orang yang
pernah mengalami pengalamaan traumatik, sangat sulit untuk melupakan
pengalaman buruk tersebut sehingga rasa trauma masih terus dirasakan olehnya.
APS (Australian Psychological Society) menjelaskan bahwa reaksi setiap orang
berbeda terhadap pengalaman traumatik, namunse bagian besar orang dapat pulih
dari trauma dengan bantuan keluarga dan teman-temannya. Dalam buku Panduan
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III disebutkan bahwa kemampuan
seseorang untuk mengatasi dan menyingkapi peristiwa traumatik dipengaruhi oleh
ciri kepribadian serta riwayat gangguan neurotik sebelumnya. Jadi tidak semua orang
8

mudah untuk menyembuhkan trauma psikologis yang dimilikinya, namun trauma


psikologis dapat disembuhkan dengan bantuan keluarga dan teman.6
1. Penyebab terjadinya trauma
Penyebab terjadinya trauma kondisi trauma yang dialami individu (anak)
disebabkan oleh berbagai situasi dan kondisi, di antaranya:
c. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan, dsb.
d. Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial), seperti pola asuh yang
salah, ketidak adilan, penyiksaan (secara fisik atau psikis), teror, kekerasan,
perang, dsb.
e. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri, mengalami
sendiri (langsung) dan pengalaman orang lain (tidak langsung),
2. Beberapa jenis trauma.
Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan
penyebab dan sifat terjadinya trauma, yaitu trauma psikologis, trauma neurosis,
trauma psikosis, dan trauma diseases.
a. Trauma Psikologis
Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman yang luar biasa,
yang

terjadi

secara

spontan

(mendadak)

pada

diri

individu

tanpa

berkemampuan untuk mengontrolnya (loss control and loss helpness) dan


merusak fungsi ketahanan mental individu secara umum. Ekses dari jenis
trauma ini dapat menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).
b. Trauma Neurosis
Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf pusat (otak)
individu, akibat benturan-benturan benda keras atau pemukulan di kepala.
Implikasinya, kondisi otak individu mengalami pendarahan, iritasi, dsb.
Penderita trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri, hilang kesadaran,
dsb. yang sifatnya sementara.
c. Trauma Psychosis
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi atau
problema fisik individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu anggota tubuh,
dsb. yang menimbulkan shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu
gangguan kejiwaan ini biasanya terjadi akibat bayang-bayang pikiran terhadap
pengalaman/ peristiwa yang pernah dialaminya, yang memicu timbulnya
histeris atau fobia.
d. Trauma Diseases

6 http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id/2016/07/pengertian-dan-macam-macam-trauma.html

Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap
sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang
dialami individu secara spontan atau berulang-ulang, seperti keracunan, terjadi
pemukulan, teror, ancaman.7

F. Ciri tanggapan peristiwa Traumatik


G. Bimbingan terhadap penderita Traumatik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

http://adhar54.blogspot.co.id/2014/07/bimbingan-dan-konseling-traumatik.html

10

DAFTAR PUSTAKA
Elly M. Setiadi dan Kolip, Usman. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
J. Dwi Narwoko dan Suyanto, Bagong. 2005. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html
http://carideny.blogspot.co.id/2012/11/jenis-jenis-konflik-penyebab-konlik.html

11

Anda mungkin juga menyukai