Anda di halaman 1dari 20

STEREOKIMIA

Oleh:

NAMA

: AYU MAULIRA

NIM

: 1506103040013

KELOMPOK

:A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FKIP UNSYIAH
DARUSSALAM
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Stereokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur 3 dimensi dari
molekul, yakni bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul ditata dalam ruangan
satu relatif terhadap yang lain. (Fessenden dan Fessenden, 1982:112).
Sejarah stereokimia dimulai pada tahun 1813 ketika ahli fisika JeanBaptise Biot melakukan percobaan menggunakan cahaya terpolarisasi. Pada tahun
1948, Louis Pasteur menyadari bahwa aktivitas optik disebabkan oleh
pengelompokan asimetris dari atom dalam molekul aktif optik dan bahwa molekul
dari substansi yang sama memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan dan ke
kiri terkait satu sama lain seperti objek untuk nya bayangan cermin. Selanjutnya,
Jacobus vant Hoff pada tahun 1874 mengusulkan karbon tetrahedron. Pada tahun
1894, Emil Fischer merancang rumus dua dimensi untuk suatu molekul yang
digunakan untuk menyatakan konfigurasi tiga dimensi pada pusat kiral dan pada
tahun 1975, Vladmir Prelog bersama Cahn dan Ingold yang merancang sistem
tata nama (E) dan (Z) untuk isomer geometri yang dikenal dengan sistem CahnIngold-Prelog. (Eliel, 1975:2-5).
Sampai beberapa tahun yang lalu, stereokimia diperhatikan secara
eksklusif dengan subjek stereisomer. Stereoisomer adalah senyawa berlainan yang
mempunyai struktur sama (identik), tetapi berbeda dalam hal penataan atom-atom
dalam ruangan. (Eliel, 1975:1).
Perlu diketahui bahwa stereokimia ini sangat penting. Bahkan, karena
stereokimia ini sebuah struktur yang memiliki rumus molekul sama hanya karena
susunannya berbeda akan mengakibatkan fungsi yang berbeda pula, hal ini sering
terjadi di dunia kesehatan. Stereoisomersisme mengakibatkan perbedaan nyata
dalam sifat molekul. Kemanjuran suatu obat sering bergantung pada stereoisomer
apa yang digunakan, seperti halnya dengan keberadaan atau ketiadaan efek
samping. Kimia kehidupan itu sendiri dipengaruhi oleh dominasi alami
stereoisomer tertentu dalam molekul biologis seperti karbohidrat, asam amino,
dan asam nukleat. (Hart, 2003: 156)

BAB II
STEREOKIMIA
2.1 Isomer Geometri
Isomer geometri adalah isomer yang diakibatkan oleh ketegaran dalam
molekul dan hanya dijumpai dalam dua kelas senyawa yaitu alkena dan senyawa
siklik. (Fessenden dan Fessenden, 1982:112).
2.1.1 Isomer Geometri dalam Alkena
Di dalam senyawa seperti etana, C2H6, rotasi dari dua gugus metil terhadap
ikatan tunggal karbon-karbon (yang berupa ikatan sigma) adalah cukup bebas.
Situasinya berbeda untuk molekul yang mengandung ikatan rangkap dua karbonkarbon, seperti etilena, C2H4. Selain ikatan sigma, ada satu ikatan pi antara kedua
atom karbon. Rotasi di sekitar ikatan karbon-karbon tidak mempengaruhi ikatan
sigma itu, akan tetapi hal itu menyebabkan dua orbital 2pz pindah ke luar bidang
tumpang tindih, dan karena itu merusak sebagian atau seluruh ikatan pi. Proses
ini memerlukan input energi sebesar 270 kJ/mol. Dengan alasan ini, rotasi ikatan
rangkap dua karbon-karbon menjadi terbatas, tetapi tidak mustahil. Sebagai
akibatnya, molekul yang mengandung ikatan rangkap dua karbon-karbon (yaitu,
alkena) mungkin mempunyai isomer geometri, yang mempunyai jenis dan jumlah
atom dan ikatan kimia yang sama akan tetapi susunan ruangnya berbeda. Isomer
tersebut tidak bisa dipertukarkan tanpa memutus ikatan kimianya. (Chang, 2004:
340).
Contohnya, 1,2-dikloroetena dapat berupa salah satu dari kedua isomer
geometrinya yang disebut cis-1,2-dikloroetena dan trans-1,2-dikloroetena:
H

H
C
Cl

Cl
C

C
Cl

C
Cl

cis-1,2-dikloroetena

trans-1,2-dikloroetena

td 60oC, tl -80oC

td 47oC, tl -50oC

cis dan trans pada 1,2-dikloroetena


(Hart, 2003:85)

Dua atom tertentu (gugus atom) yang terletak pada sisi yang sama atau
saling berdekatan disebut cis. Gugus-gugus atom yang terletak berseberangan satu
terhadap lainnya disebut trans. Sifat-sifat fisik (seperti titik didih) cis-1,2dikloroetena dan trans-1,2-dikloroetena berbeda. Tetapi kedua senyawa ini
bukanlah isomer-isomer struktur. Pasangan isomer ini masuk dalam kategori
umum yaitu stereoisomer. Lebih lanjut pasangan isomer ini masuk dalam kategori
yang lebih spesifik yaitu isomer geometri (juga disebut isomer cis-trans).
(Fessenden dan Fessenden, 1982:113).
Persyaratan isomeri geometri dalam alkena yaitu tiap atom karbon yang
terlibat dalam ikatan pi mengikat dua gugus yang berlainan, misalnya H dan Cl,
atau CH3 dan Cl. Jika salah satu atom karbon berikatan rangkap itu mempunyai
dua gugus identik, misalnya dua atom H atau dua gugus CH3, maka tak mungkin
terjadi isomeri geometri. (Fessenden dan Fessenden, 1982:113).
Contoh isomer geometri:
C

C
CH2CH3

H3 C

CH2CH3

H3C

dan

cis-2-pentena

trans-2-pentena

Contoh bukan isomer geometri:


CH2CH3

H3C
C
H

CH3

H3 C

C
CH3

CH2CH3

adalah sama dengan


(Fessenden dan Fessenden, 1982:113-114)
2.1.1.1 Sistem Tata Nama (E) dan (Z)
Aturan penandaan E dan Z untuk membedakan isomer alkena dengan dua
substituen dapat digunakan istilah cis-trans, tetapi jika alkena memiliki tiga substituen
atau empat substituent digunakan penamaan dengan sistem (E) dan (Z). Sistem (E)
dan (Z) didasarkan pada suatu pemberian prioritas kepada atom atau gugus yang
terikat pada masing-masing atom karbon ikatan rangkap. Jika atom atau gugus yang
berprioritas tinggi berada pada sisi yang berlawanan dari ikatan pi, maka isomer itu

adalah (E). Jika gugus prioritas tinggi berada dalam satu sisi, maka isomer itu (Z).
Huruf E berasal dari kata entgegen, kata Jerman untuk berseberangan dan huruf
Z berasal dari kata zusammen, kata Jerman untuk bersama-sama. (Fessenden dan
Fessenden, 1982:115).
Jika kedua atom masing-masing karbon ikatan rangkap berbeda, prioritas
didasarkan pada bobot atom dari atom-atom yang berikatan langsung terikat pada
karbon ikatan rangkap itu. Atom dengan bobot atom lebih tinggi memperoleh
prioritas yang lebih tinggi. (Fessenden dan Fessenden, 1982:115).
Urutan prioritas berdasar bobot atom:
F
Nomor atom:

I berprioritas
lebih tinggi
daripada Br

Br

9
17
35
Naiknya prioritas

Br
C
I

Cl

I
53

Cl berprioritas lebih
tinggi daripada F

C
Cl

(Z)-1-bromo-2-kloro2-fluoro-1-iodoetena

Cl

Br
C

(E)-1-bromo-2-kloro2-fluoro-1-iodoetena

(Fessenden dan Fessenden, 1982:115).


2.1.1.2 Aturan Deret
Aturan prioritas ini membentuk dasar sistem tata nama Chan-IngoldPrelog, untuk menghormati ahli kimia yang mengembangkan sistem tersebut.
Menurut Fessenden dan Fessenden (1982:116-117), aturan deret untuk urutan
prioritas adalah sebagai berikut:
Aturan 1.

Jika atom-atom yang dipermasalahkan berbeda-beda, maka urutan


deret ditentukan oleh nomor atom. Atom dengan nomor atom
tinggi memperoleh prioritas.
F < Cl < Br < I
Semakin tinggi nomor atom, maka prioritas semakin naik.

Aturan 2.

Jika atom-atom itu adalah isotop satu sama lain, maka isotop
dengan nomor massa tinggi memperoleh prioritas.

Aturan 3.

Jika kedua atom tersebut identik, maka nomor atom dari atomatom berikutnya digunakan untuk memberikan prioritas. Jika atomatom tersebut juga mengikat atom-atom identik, maka prioritas
ditentukan pada titik pertama kali dijumpai perbedaan dalam
menyusuri rantai. Atom yang mengikat suatu atom dengan prioritas
tinggi akan diprioritaskan (jangan menjumlakan nomor-nomor
atom, melainkan mencari atom tunggal yang berprioritas tinggi).

Aturan 4.

Atom-atom yang terikat oleh ikatan rangkap atau ikatan ganda tiga
diberi kesetaraan (equivalencies) ikatan tunggal, sehingga atomatom ini dapat diperlakukan sebagai gugus-gugus berikatan
tunggal, dalam menentukan prioritas. Tiap atom berikatan rangkap
diduakalikan (atau ditiga kalikan untuk ikatan ganda tiga).

2.1.1 Isomer Geometri dalam Senyawa Siklik


Menurut Fessenden dan Fessenden (1982:119), tiap atom karbon dalam
cincin sikloheksana terikat pada atom-atom karbon tetangganya dan juga pada dua
atom atau gugus lainnya. Ikatan pada dua gugus lainnya dinyatakan oleh garisgaris vertikal. Suatu gugus yang terikat pada ujung atas garis vertical dikatakan
berada di atas bidang cincin, dan gugus terikat pada ujung bawah garis vertikal itu
dikatakan berada dibawah bidang cincin.
H

H
CH3

H
H
H

H
H
H

H
H

OH

Gugus-gugus terikat pada cincin oleh garis-garis vertikal


(Fessenden dan Fessenden, 1982:119)

Jika dua gugus berada dalam sisi-sisi berlawanan dari cincin disebut trans.
Jika dua gugus berada dalam satu sisi disebut cis. Penandaan ini analog langsung
pada cis dan trans dalam alkena. Senyawa cis dan trans adalah isomer geometri
satu sama lain, tepat seperti cis dan trans pada alkena. (Fessenden dan Fessenden,
1982:119).

CH3

H
H

CH3

OH

trans-2-metil-1-sikloheksanol

OH

cis-2-metil-1-sikloheksanol

cis dan trans dalam senyawa siklik


(Fessenden dan Fessenden, 1982:120)
2.2 Isomer Optik
Pada isomer geometri terdapat perbedaan sifat fisik dan kimia. Pada
isomer optik, kedua sifat tersebut sama, dan perbedaannya terletak pada
kemampuan untuk mempolarisasikan cahaya, apakah akan di polarisasikan searah
putaran jarum jam (+) atau berlawanan arah putaran jarum jam (-). (Riswiyanto,
2009: 67).
Cahaya terpolarisasi bidang adalah cahaya yang getaran gelombangnya
telah tersaring semua, kecuali getaran yang berada pada suatu bidang. Jika cahaya
terpolarisasi-bidang dilewatkan suatu larutan yang mengandung suatu enantiomer
tunggal, maka bidang polarisasi cahaya itu di putar ke kanan atau ke kiri.
Perputaran cahaya terpolarisasi bidang ini disebut rotasi optis. Suatu senyawa
yang memutar bidang polarisasi suatu cahaya terpolarisasi bidang dikatakan
bersifat aktif oktis. Oleh karena itu, enantiomer-enatiomer terkadang disebut
isomer optik. (Fessenden dan Fessenden, 1982:140-141).
Suatu polarimeter adalah alat yang didesain untuk mempolarisasikan
cahaya dan kemudian mengukur sudut rotasi bidang polarisasi cahaya oleh suatu
senyawa aktif optis. Besarnya perputaran itu bergantung pada struktur molekul,

temperatur, panjang gelombang, banyaknya molekul pada jalan cahaya dan pada
beberapa hal, serta pelarut. (Fessenden dan Fessenden, 1982:141).

Cahaya yang
tak
terpolarisasi

Sumbe
r
cahaya

Sumbu
prisma

Prisma
pemolarisa
si

Cahaya
terpolarisa
si

Sumbu
prisma

Tabung
sampel

Cahaya
terpolaris
asi
diputar

Prisma
penganali
sis

Gambar 2.1 Diagram suatu polarimeter


(Hart, 2003:170)
Besarnya sudut yang harus diputar pada prisma penganalisis dalam
eksperimen ini disebut , yaitu rotasi teramati. Besarnya sama dengan sudut
berkas cahaya terpolarisasi bidang yang diputar oleh zat aktif optis. Jika
penganalisis harus di putar ke kanan (searah jarum jam), maka zat aktif optis
dikatakan dekstrorotatori (putar kanan, +). Jika di putar ke kiri (berlawanan jarum
jam), maka zat itu disebut levorotatory (putar kiri, -). (Hart, 2003:170)
Menurut Hart (2003: 171), jika ingin membandingkan aktivitas optis
berbagai zat, dapat dilakukan dengan rotasi spesifik [], yang didefinisikan
sebagai berikut:
1
Rotasi spesifik = [ ]

lXc

(pelarut)

Keterangan:
l = panjang tabung sampel dalam desimeter
c = konsentrasi larutan dalam gram per mililiter
t = suhu larutan

= panjang gelombang cahaya (589,3 nm; garis D natrium)


Peristiwa terputarnya bidang polarisasi cahaya oleh senyawa-senyawa
ditemukan oleh ahli fisika Perancis Jean-Baptise Biot pada tahun 1815. Tetapi
Louis Pasteur-lah yang melakukan penemuan penting mengenai adanya dua
macam kristal natrium ammonium tartarat dan bahwa kedua macam Kristal ini
adalah bayangan cermin satu dari yang lain. Eksperimen ini dan eksperimen
lanjutan oleh sejumlah ilmuwan lain menghasilkan kesimpulan bahwa:
Sepasang enantiomer murni memutar bidang polarisasi cahaya terpolarisasibidang; sudut putar masing-masing sama besar tetapi dengan arah yang
berlawanan (satu ke kiri yang lain ke kanan). Suatu campuran sama banyak
enatiomer-enantiomer itu tidak memutar bidang polarisasi cahaya. (Fessenden
dan Fessenden, 1982:142).
2.3 Kiralitas
Suatu molekul atau objek dapat bersifat kiral (chiral) atau akiral (achiral).
Kata kiral berasal dari bahasa Yunani cheir yang artinya tangan. Molekul atau
objek kiral ialah molekul yang menunjukkan sifat ketanganan. Molekul akiral
tidak memiliki sifat tersebut. (Hart, 2003:156).
Menurut Fessenden dan Fessenden (1982:134), objek apa saja yang dapat
diimpitkan pada bayangan cerminnya dikatakan kiral. Contoh kiral adalah tangan,
sarung tangan, dan sepatu. Tangan bersifat kiral karena bayangan cermin tangan
kiri bukanlah tangan kiri yang lain, tetapi tangan kanan. Tangan dan bayangan
cerminnya tidak dapat diimpitkan (disuperimposkan). Sebaliknya, piala, kubus,
dan bola tergolong akiral. Benda-benda ini tergolong akiral karena bayangan
cerminnya dapat diimpitkan.

Bayangan cermin
tangan kiri bukanlah
tangan kiri
melainkan tangan
kanan

Bayangan cermin
suatu bola identik
dengan objek itu
sendiri

Gambar 2.2 Hubungan bayangan cermin dari objek kiral dan akiral
(Hart, 2003:157)

Gambar 2.3 model 2-kloropropana

Gambar 2.4 Model 2-

dan bayangan cerminnya. Bayangan

klorobutana dan bayangan

cermin dapat diimpitkan pada

cerminnya. Bayangan cermin

molekul aslinya.

tidak dapat diimpitkan dengan


molekul aslinya. Kedua bentuk
2-kloro-butana ialah enantiomer.
(Hart, 2003:157)

Molekul 2-klorobutana memiliki dua kemungkinan struktur, yang satu


dengan lainnya merupakan bayangan cermin yang tidak dapat diimpitkan.
Sepasang molekul ini dinamakan sebagai enatiomer-enantiomer, yaitu bayangan
cerminnya tidak dapat diimpitkan atau disuperimposkan. Setiap molekul tentu saja
memiliki bayangan cermin. Tetapi, bayangan cermin yang tidak dapat diimpitkan
disebut enantiomer. (Hart, 2003:158).

2.3.1 Atom Karbon Kiral


Menurut Fessenden dan Fessenden (1982:136), ciri struktur yang sangat
lazim yang menyebabkan terjadinya kiralitas dalam molekul ialah bahwa molekul
itu mengandung sebuah atom karbon sp3 dengan 4 gugus yang berlainan. Molekul
semacam itu bersifat kiral dan dijumpai sebagai sepasang enantiomer. Karena hal
ini, maka sebuah atom karbon dengan 4 gugus yang berlainan disebut atom
karbon asimetrik atau atom karbon kiral (meskipun secara teknis, molekullah dan
bukan atom karbon, yang bersifat kiral).
Atom yang dilekati oleh empat gugus berbeda disebut atom karbon
stereogenik. Jenis karbon ini juga disebut pusat stereogenik sebab jenis ini
menghasilkan stereoisomer-stereoisomer. (Hart:2003, 158).

Gambar 2.5 Kiralitas enantiomer. Dengan melihat pada ikatan CA, harus memutar searah jarum jam untuk membaca BED pada
model di bagian kiri, tetapi harus membaca berlawanan dengan
jarum jam untuk membaca cerminnya.
(Hart, 2003:159)
Jika empat gugus yang melekat pada atom karbon pusat tidak berbeda satu
sama lain maka molekul dan bayangan cerminnya identik dan molekul itu akiral.
Contohnya pada 2-kloropropana, dimana dua di antara empat gugus yang melekat
pada karbon-2 bersifat identik (CH3, CH3, H, dan Cl). (Hart, 2003:160).

(Hart, 2003:160)
Gambar 2.6 Model tetrahedral di bagian kiri memiliki dua sudut yang
ditempati oleh gugus-gugus yang identik (A). Model pada gambar
mempunyai bidang simetri yang melewati atom B, C, dan D dan memotong
sudut ACA. Bayangan cerminnya identik dengan objek itu sendiri, dilihat
dengan memutar 120o bayangan cermin tersebut pada ikatan C-B. Jadi,
model ini adalah akiral.
Bidang simetri atau disebut bidang cermin ialah bidang yang menembus
molekul atau objek sedemikian sehingga ada di satu sisi bidang juga merupakan
pantulan dari apa yang terdapat di sisi lain. Molekul dengan bidang simetri adalah
akiral. Molekul kiral tidak memiliki bidang simetri. Singkatnya, molekul dengan
atom pusat stereogenik dapat berada dalam dua bentuk stereoisomer, yaitu sebagai
sepasang enantiomer. (Hart, 2003:160)
2.3.2 Rumus Proyeksi Fischer
Molekul yang sesungguhnya ada dalam bentuk 3 dimensi, dengan
menggunakan proyeksi Fischer dapat menggambarkan bentuk molekul 3 dimensi
ke dalam bentuk 2 dimensi untuk menunjukkan susunan gugus-gugus dalam
molekul kiral. Emil Fischer adalah seorang ahli kimia yang berasal dari Jerman,
yang mengemukakan rumus proyeksi untuk menunjukkan penataan ruang (dari)
gugus atau atom di sekitar atom karbon kiral. (Fachriyah, 2012:4).
Menurut Hart (2003:176), ada dua hal penting dalam menggambarkan
suatu proyeksi Fischer. Pertama, C untuk atom karbon stereogenik dihilangkan
dan hanya dinyatakan secara sederhana sebagai titik silang dari garis datar dan
garis tegak. Kedua, garis datar menghubungkan pusat stereogenik dengan gugus
yang menjulur ke atas bidang kertas, ke arah pengamat. Garis tegak lurus
menunjukkan bahwa gugus-gugus berada di bawah bidang kertas, menjauhi
pengamat.

Gambar 2.7 Proyeksi model disebelah kanan ke atas bidang menghasilkan rumus
proyeksi Fischer
(Hart, 2003:176)
2.3.3 Konfigurasi dan Konvensi R-S
Enantiomer dibedakan berdasarkan susunan gugus yang melekat pada
pusat stereogenik. Susunan gugus ini disebut konfigurasi pada pusat stereogenik.
Pasangan enantiomer ialah jenis isomer dengan konfigurasi lain, keduanya
dikatakan mempunyai konfigurasi berlawanan. (Hart, 2003:163).
Sistem (R) dan (S) adalah sistem tata nama yang paling penting untuk
menjelaskan enantiomer. Huruf (R) dan (S) berasal dari bahasa Latin yaitu Rectus
(kanan) dan Sinister (kiri). Pusat kiral diberi label R atau S menurut sebuah sistem
dimana substituen yang menempel pada pusat kiral diberi prioritas berdasarkan
nomor atom. Hal itu sesuai dengan aturan prioritas Chan - Ingold - Prelog.
(Fessenden dan Fessenden, 1982:143).
Menurut Hart (2003: 163-164) urutan prioritas dari empat gugus diatur
sebagai berikut:
Aturan 1.

Atom yang melekat langsung pada pusat stereogenik diberi


peringkat sesuai dengan nomor atom. Semakin tinggi nomor atom,
semakin tinggi peringkatnya. Jika salah satu dari empat gugus itu
adalah H, atom ini selalu mendapat prioritas terendah.
Cl > O > C > H
Prioritas
tinggi

Aturan 2.

Prioritas
rendah

Jika keputusan tidak dapat ditarik dengan aturan 1 (artinya, jika


dua atau lebih atom yang langsung melekat itu sama), urutkan lagi
ke luar dari pusat stereogenik sampai keputusan dapat ditarik.
Contohnya, gugus etil memiliki prioritas lebih tinggi dibandingkan
gugus metil, sebab pada titik perbedaan pertama sewaktu bergerak
menjauh dari pusat stereogenik, bertemu dengan karbon (prioritas

lebih tinggi) pada gugus etil dan hidrogen (prioritas lebih rendah)
pada gugus metil.
Untuk pusat stereogenik pada senyawa siklik, aturan yang sama untuk
menetapkan prioritas dapat diikuti. Contohnya, pada 1,1,3-trimetilsikloheksana,
empat gugus yang melekat pada karbon 3 berdasarkan urutan prioritasnya ialah
CH2C(CH3)2CH2 > CH2CH2 > CH3 > H.
CH3
CH3

* CH3
H

1,1,3-trimetilsikloheksana
Aturan 3.

Ikatan majemuk dianggap seolah-olah memiliki jumlah ikatan


tunggal yang sama. Contohnya, gugus vinil CH=CH 2 dihitung
sebagai

CH

CH2

Karbon ini
dianggap seolaholah berikatan
tunggal dengan dua
karbon

Karbon ini dianggap


seolah-olah berikatan
tunggal dengan dua
karbon

Demikian pula

CH

dianggap sebagai

2.3.4 Lebih dari satu atom karbon kiral

2.3.4.1 Molekul yang memiliki lebih dari satu Pusat Kiral


Ternyata sebuah pusat kiral dalam satu molekul memberikan 2
stereoisomer (sepasang enantiomer) dan 2 pusat kiral dalam satu molekul
memberikan maksimum 4 stereoisomer atau 2 pasang enantiomer. Secara umum,
sebuah molekul dengan n pusat kiral mempunyai maksimum 2n stereoisomer, akan
ada maksimum sejumlah 2n/2 pasang enantiomer. (Hart, 2003:179).

2.3.4.2 Diastereomer
Menurut Ouellette (1994:236), pasangan stereoisomer yang bukan
enantiomer disebut diastereomer. Diastereomer adalah stereoisomer yang bukan
bayangan cerminnya. Sepasang enantiomer memiliki sifat kimia dan sifat fisik
yang sama, tetapi diastereomer-diastereomer memiliki perbedaan pada sifat kimia
dan sifat fisiknya.
2.3.4.3 Senyawa Meso
Suatu stereoisomer yang mengandung karbon-karbon kiral, tetapi dapat
diimpitkan pada bayangan cerminnya, disebut suatu bentuk meso. Contoh
senyawa meso adalah asam meso-tartarat. (Fessenden dan Fessenden, 1982:150).
CO2H
H

OH

OH
CO2H

asam meso-tartarat
(Hart, 2003: 183)
2.4 Konformasi Alifatik dan Siklik
2.4.1 Konformasi Alifatik
Dalam senyawa alifatik gugus-gugus yang terikat oleh ikatan sigma dapat
berotasi mengelilingi ikatan itu. Oleh karena itu atom-atom dalam suatu molekul
alifatik dapat memiliki tak terhingga banyak posisi di dalam ruang relatif satu

sama lain. Contohnya seperti etana, memang etana sebuah molekul kecil, tetapi
etana dapat memiliki penataan dalam ruang secara berlain-lainan, penataan itu
disebut konformasi. Konformasi yang berbeda-beda disebut konformer.
(Fessenden dan Fessenden, 1982:121).
Menurut Fessenden dan Fessenden (1982:121), untuk mengemukakan
konformasi akan digunakan tiga jenis rumus: rumus dimensional, rumus bola dan
pasak, serta proyeksi Newman. Suatu rumus bola-dan-pasak dan rumus
dimensional adalah representasi tiga-dimensi dari model molekul suatu senyawa.
Suatu proyeksi Newman adalah pandangan ujung ke ujung dari dua atom karbon
saja dalam molekul itu. Pada etana dengan konformasi goyang (staggered) dimana
atom-atom hidrogen atau gugus-gugus terpisah sejauh mungkin satu dari yang
lain. Karena ikatan CC dapat berotasi, maka atom-atom hidrogen dapat juga
saling menutup atau dapat berdekatan satu dibelakang yang lain (konformasi
tindih/eklips).

Gambar 2.8 Konformasi goyang (staggered) dan konformasi tindih (eclipsed)


(Hart, 2003:55)

Gambar 2.9 Dua konformasi yang mungkin untuk etana: goyang dan tindih
(Hart, 2003:55)
Konformasi goyang dimana gugus-gugus metal terpisah sejauh mungkin,
disebut konformer anti (Yunani: anti, melawan). Konformasi goyang dimana
gugus-gugus lebih berdekatan, disebut konformer gauche (Perancis: gauche,
kiri atau terkelit). (Fessenden dan Fessenden, 1982: 123).
2.4.2 Konformasi Senyawa Siklik
Sikloalkana dengan lebih dari tiga atom karbon tidak berbentuk planar dan
memiliki konformasi melekuk. Pada sikloalkana dan siklopentana, lekukan tadi
menyebabkan molekul mengambil konformasi yang paling stabil. Lekukan
menyebabkan regangan dengan membuat sudut CCC sedikit lebih kecil
dibandingkan jika molekulnya berbentuk planar. (Hart, 2003:59).
Jika sikloheksana berbentuk planar, sudut internal CCC akan sama
seperti suatu herksagon beraturan yaitu 120o. sudut ini lebih besar dibandingkan
sudut tetrahedral normal (109,5o). Sudut besar ini mengakibatkan regangan dan
mecegah sikloheksana berbentuk planar. Konformasi yang paling cenderung
terjadi ialah konformasi kursi, suatu susunan dengan sudut CCC 109,5o dan
semua hidrogen pada atom karbon bersebelahan benar-benar berkonformasi
goyang. (Hart, 2003:59).

Gambar 2.10 Konformasi kursi sikloheksana, ditunjukkan dengan model


bola-dan-tongkat (ball-and-stick) dan model pengisian-ruang (space-filling).
(Hart, 2003:59)

Dalam konfromasi kursi, hidrogen pada sikloheksana terbagi dalam dua


set, yang dinamakan aksial dan ekuatorial. Ikatan pada satu hidrogen terletak
dalam bidang cincin secara kasar disebut hidrogen ekuatorial. Ikatan ke hidrogen
yang lain, sejajar dengan sumbu tersebut disebut hidrogen aksial. Tiap karbon
sikloheksana mempunyai satu atom hidrogen ekuatorial dan satu hidrogen aksial.
(Fessenden dan Fessenden, 1982:129).
Menurut Hart (2003:61), cincin beranggota enam dalam konformasi kursi
merupakan ciri struktur yang sering dijumpai pada banyak molekul organik,
termasuk molekul gula, seperti glukosa dengan satu karbon digantikan oleh satu
atom oksigen.

H
HOH2C

OH
OH

OH
H

OH

Glukosa
(-D-glukopiranosa)
(Hart, 2003: 61)
2.3.4.1 Sikloheksana Tersubstitusi
Cincin tersubstitusi cis atau trans adalah isomer-isomer geometrid an tidak
dapat saling diubah satu menjadi yang lain pada temperature kamar, meskipun
demikian masing-masing isomer dapat memiliki aneka ragam konformasi.
(Fessenden dan Fessenden, 1982:131).

H
CH3

H
CH3

CH3

CH3

Aksial, ekuatorial (atau a, e)

Ekuatorial, aksial (atau e, a)

Konformer cis-1,2-dimetilsikloheksana
(Fessenden dan Fessenden, 1982:132)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari penjelasan diatas adalah sebagai
berikut:
1. Stereokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur 3 dimensi dari
molekul, yakni bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul ditata dalam
ruangan satu relatif terhadap yang lain.
2. Stereoisomer adalah senyawa berlainan yang mempunyai struktur sama
(identik), tetapi berbeda dalam hal penataan atom-atom dalam ruangan.
3. Isomer geometri adalah isomer yang diakibatkan oleh ketegaran dalam
molekul dan hanya dijumpai dalam dua kelas senyawa yaitu alkena dan
senyawa siklik.
4. Isomer geometri alkena dapat dibedakan oleh huruf (E) pada sisi-sisi
berlawanan atau (Z) pada satu sisi.
5. Rotasi gugus mengelilingi ikatan sigma menghasilkan konformasi yang
berlainan seperti eklips, gauche, goyang, dan anti.
6. Stereoisomer dapat digolongkan dengan tiga cara, yaitu dapat berupa
konformer atau isomer konfigurasional, dapat bersifat kiral dan akiral, dan
juga dapat berupa enantiomer dan diastereomer.
7. Cincin sikloheksana disukai konformer bentuk kursi, dengan substituent
ekuatorial, bukanlah aksial.
8. Kiralitas disebabkan oleh adanya karbon yang mengikat empat atom atau
gugus yang berlainan.
9. Proyeksi Fischer digunakan untuk menggambarkan molekul kiral dalam
bentuk dua dimensi.

10. Sepasang enantiomer mempunyai sifat fisika dan kimia yang sama kecuali
dalam hal pemutaran bidang polarisasi cahaya dan interaksi dengan zat
kiral lain.
11. Diastereomer yaitu stereisomer yang bukan enatiomer.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1.
(Penerjemah: Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung). Jakarta:
Erlangga.
Eliel, E. L. 1962. Stereochemistry of Carbon Compounds. New Delhi: Mc Graw
Hill Book Company, Inc.
Fachriyah, Enny. 2012. Stereokimia Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fessenden, R. J. dan Joan, S. F. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1
(Penerjemah: Aloysius Hadyana Pudjaatmaka). Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold dkk. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas.
(Penerjemah: Suminar Setiati Achmadi). Jakarta: Erlangga.
Ouellette, R.J. 1994. Organic Chemistry A Brief Introduction. New York:
Macmillan Publishing Company.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai