Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

PENATALAKSANAAN
ASFIKSIA NEONATORUM

Oleh :
I Dewa Gede Agung Karisma Yuldha
157008057

Pembimbing Klinik :
dr. Putu Triyasa, Sp.A

KEPANITRAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR
2016

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Tanggal lahir
Jenis Kelamin
Alamat
Berat Badan Lahir
No. RM

: Bayi NKSD
: 1 hari
: 18 Maret 2016
: Laki-Laki
: Br. Tengah, Pejeng, Gianyar
: 2800 gram
: 534768

KASUS
Pasien lahir pada usia kehamilan 37 minggu 4 hari (aterm) di VK RSUD Sanjiwani,
Gianyar pada pukul 17.15 wita dilahirkan secara spontan bracht karena indikasi
kelainan letak (Letak sungsang) + KPD (Ketuban Pecah Dini). Pada saat lahir bayi
tidak segera menangis dan tonus otot tidak baik, kemudian pasien diberikan
kehangatan dibawah infant warmer, di posisikan dan dibersihkan jalan nafasnya
dimulai dari mulut lalu bagian hidung, kemudian dikeringkan dan diberikan
rangsangan taktil. Setelah di evaluasi, didapatkan denyut nadi 70 kali/menit dengan
respirasi rate apneu kemudian dilakukan VTP + O2 + RJP. Setelah itu kembali di
evaluasi didapatkan denyut nadinya meningkat menjadi 130 kali/menit dengan
respirasi rate 20 kali/menit dilakukan intubasi. Setelah itu dilakukan evaluasi
kembali dan keadaan pasien sudah mulai membaik dengan denyut nadi 158 kali/menit
dan respirasi rate 54 kali/menit lalu diletakkan pada ventilator support dan
dilakukan perawatan post resusitasi. Apgar Score 1-2-3-5, Tax 36,30 C, saturasi O2
85%.
Berdasarkan status general didapatkan bentuk kepala normal, ubun-ubun besar
dan kecil terbuka datar, tidak ditemukan sefal hematom dan Caput Succadaneum (-).
Pada bagian mata tidak ditemukan ikterus, dengan pupil isokor (+/+), edema palpebra
(-) dan reflek pupil (+). Pada pemeriksaan tidak ditemukan nafas cuping hidung dan
sianosis. Bentuk dada masih simetris dengan areola mama 5mm di bagian kiri dan
kanan. Pada pemeriksaan auskultasi bagian paru-paru terdengar suara nafas
bronkovesikuler (+/+), rhonkii (-/-), wheezing (-/-) sedangkan pada bagian jantung
masih dalam batas normal. Pada bagian abdomen, genetalia eksterna, serta bagian
ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Dari hasil pemeriksaan penunjang pemeriksaan
darah lengkap didapatkan sebagai berikut :

Tabel Hasil Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap


Parameter
WBC
HGB
HCT
PLT

Result
16,8
11,3
31,6
128

Unit
103/uL
g/dL
%
103/uL

Remark
H
N
L
L

Ref. range
4,0-10,0
11,0-16,0
37,0-54,0
150-450

Pasien merupakan anak kedua. Hasil anamnesis terhadap ibunya didapatkan


bahwa hari pertama haid terakhir adalah 23 Juli 2015 dan tapsiran persalinannya 26
Maret 2016. Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) selama
kehamilannya dan melakukan USG 2 kali. Berdasarkan riwayat penyakit kronis, ibu
tidak pernah menderita penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus, TBC,
Hepatitis B, Imunodefisiensi, jantung, maupun Asma. Ada beberapa faktor risiko
yang menyebabkan infeksi pada pasien yaitu faktor risiko minor yaitu asfiksia
neonatorum dan ketuban keruh.
Pasien di diagnosis dengan NCB + SMK + Asfiksia Berat + Respiratori
distress e.c Susp SNAD
Pasien harus dirawat di ruang nicu dengan ventilator support, diberikan IVFD
D10% dengan kebutuhan cairan 280 ml/hari ~ 11,6 ml/jam, injeksi cefotaxime
50mg/g/x ~ 70mg @ 12 jam, dan injeksi Vit K 1 mg (im). Dilakukan pemantauan /
monitoring tanda vitalnya.

Follow Up Pasien
Tanggal 19 Maret 2016 pk 06.00 wita
S : Tangis (+) lemah, Gerak (+) lemah, Demam (-), ASI (+), PASI (-)
O: Status Present
HR : 154x/menit
RR : 60x/menit
Tax : 37o C
Status General
Mata : Pucat -/- , Ikterus -/THT : Kesan normal
Thorax : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pul : B Ves +/+, Wh -/-, Rh -/Abd : Distensi (-)
Ext : Hangat tanpa edema

A: NCB + SMK + Asfiksia Berat + RDS e.c susp SNAD


P: - Rawat NICU
- Kebutuhan cairan 80ml/g/hari ~ 224 ml/hari
IVFD D 10% 9,3 ml/jam
- Ventilator support
- Cefotaxime 50 mg/g/x ~ 70mg @ 12 jam
- Ranitidine 2x3mg iv
- Foto terapi 2x24 jam
Tanggal 20 Maret 2016 pk 06.00 wita
S : Tangis (+) lemah, Gerak (+) lemah, Demam (-), ASI (+), PASI (-)
O: Status Present
HR : 152x/menit
RR : 42x/menit
Tax : 36,6o C
Status General
Mata : Pucat -/- , Ikterus -/THT : Kesan normal
Thorax : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pul : B Ves +/+, Wh -/-, Rh -/Abd : Distensi (-)
Ext : Hangat tanpa edema
A: NCB + SMK + Asfiksia Berat + RDS e.c susp SNAD
P: - Rawat NICU
- Kebutuhan cairan 90ml/g/hari ~ 252 ml/hari
IVFD Tridex 100 28 ml
3 ml/jam
Bnutrion
8 ml
- Ventilator support
- Cefotaxime 50 mg/g/x ~ 46mg @ 8 jam
- Ranitidine 2x3mg iv
- Foto terapi 2x24 jam
MASALAH
Bagaimana penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum ?
III.

ANALISIS MASALAH
A. Asfiksia
Menurjut IDAI, Asfiksia neonatorum merupakan keadaan bayi yang tidak
bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir.
Menurut PPM Pediatri RSUP Sanglah 2010, Asfiksia neonatorum dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor neonatus: lanjutan asfiksia intra partum; aspirasi cairan amnion,
darah, mekonium, dan muntahan; imaturitas paru; kelainan jantung

bawaan dan paru; anemia pada fetus; retardasi pertumbuhan intra


uterin; kehamilan lewat waktu; infeksi fetus.
2. Faktor ibu: hipoksia ibu karena anemia berat, penyakit paru kronis;
menurunnya aliran darah dari ibu ke fetus pada hipotensi karena
perdarahan, preeklamsia, eklamsia, diabetis melitus; obat anastesi yang
berlebihan pada ibu.
3. Faktor plasenta: infark dan perdarahan plasenta
Derajat asfiksia biasanya ditentukan berdasarkan nilai Apgar. Nilai
Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, selanjutnya
dilakukan pada 5 menit berikutnya karena hal tersebut mempunyai kolerasi
yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Nilai Apgar menit
pertama menunjukkan toleransi terhadap proses kelahiranya, dan menit kelima
menunjukkkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya. Jika skor Apgar
kurang dari 7 pada 5 menit pertama, maka penilaian harus diulang setiap 5
menit sampai 20 menit. Namun, skor Apgar yang diberikan selama resusitasi
tidak sama dengan skor yang diberikan ke pernapasan spontan bayi. Tidak ada
standar yang pas untuk menentukan nilai Apgar skor pada bayi yang
menjalani resusitasi setelah lahir, karena banyak elemen yang berkontribusi
terhadap skor yang diubah setelah resusitasi. 2
Tabel Apgar Skor
SKOR
Appearance

0
Seluruh tubuh

1
Tubuh kemerahan,

(warna kulit)
Pulse

biru
Tidak ada

ekstremitas biru
< 100 kali/menit

(denyut jantung)
Grimace

Tidak bereaksi

Gerakan sedikit

Reaksi melawan

(Refleks)
Activity

Tidak ada

Ektremitas fleksi

Gerakan aktif

Tidak ada

sedikit
Lambat

Menangis kuat

(Tonus otot)
Respiration

(pernapasan)
Skor :
7
: vigorous baby

2
Seluruh tubuh
kemerahan
100 kali/menit

4-6
3

: Asfiksia sedang
: Asfiksia berat

B. Patofisiologi
Asfiksia dapat terjadi karena adanya gangguan suplai darah yang
teroksigenasi melalui vena umbilikal. Hal tersebut bisa terjadi pada masa
antepartum, intrapartum, maupun post partum.
Diawali dengan adanya sedikit nafas untuk mengembangkan paru,
tetapi bila paru mengembang pada saat kepala berada dijalan lahir atau bila
paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti
oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer. Jika dalam waktu singkat
asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan tindakan
resusitasi ,kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap akan terjadi
penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan.
Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika
dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak
akan terjadi. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya
turun di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat
saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan
hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang.
Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal,
jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama.
Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan
ketokolamin dan zat kimia stress lainnya.
Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi
jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal. Terjadi
penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan
apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya
bradikardi berat dan kondisi syok memburuk merupakan apnea terminal. 4
C. Gejala Klinis
Asfiksia biasanya terjadi akibat hipoksia janin sehingga akan menimbulkan
tanda-tanda klinis bayi berikut ini
a. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain

b. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen


c. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak
d. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
e. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
f. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah

D. Penatalaksanaan
Penilaian bayi baru lahir dilakukan berdasarkan tiga aspek yang sangat
penting bagi kelanjutan hidup bayi yaitu apakah bayi lahir cukup bulan,
bernafas atau menangis dan bagaimana tonusnya.
Apabila ketiga aspek tersebut terpenuhi maka bayi diberikan perawatan
rutin seperti memberikan kehangatan, keringkan bayi, bersihkan jalan nafas
apabila diperlukan, dan tetap lakukan evaluasi secara berkelanjutan, setelah
itu bayi dapat dirawat gabung bersama ibunya.
Namun apabila salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak terpenuhi, maka
bayi tetap diberikan kehangatan, keringkan bayi, membersihkan jalan nafas
bila diperlukan serta diberikan stimulasi atau rangsangan taktil dengan
menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok
punggung bayi (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, 2010). Setelah itu dilakukan evaluasi kembali apakah bayi
merespon rangsangan atau tidak. Apabila bayi merespon, tetap lakukan
evaluasi denyut jantung dan pernafasan serta pastikan adakah sianosis
menetap pada bayi, lalu setelah itu bayi dapat kembali dirawat bersama
ibunya. Namun apabila bayi tidak merespon dan denyut jantung bayi < 100
kali/menit disertai nafas yang megap-megap/gasping atau apnea, maka
monitoring dengan pemasangan O2.
Setelah di monitoring dengan O2 namun denyut jantung masih < 100
kali/menit,

maka

persiapan

ventilasi

tekanan

positif

(VTP)

dapat

dilakukan.VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi.Kecepatan


ventilasi 40-60 kali/menit.Tekanan ventilasi untuk napas pertama 30-40 cm

H2O, setelah napas pertama membutuhkan tekanan 15-20 cm H2O.Suara napas


didengar dengan menggunakan stetoskop.Adanya suara napas di kedua paruparu

merupakan

indikasi

bahwa

bayi

mendapat

ventilasi

yang

benar.Frekwensi denyut jantung bayi dapat dinilai setelah melakukan ventilasi


15-20 detik pertama.Evaluasi denyut jantung tetap dilakukan setelah tindakan
VTP.(Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2010).
Apabila ternyata denyut jantung < 60 kali/menit setelah dilakukan VTP,
maka perlu dipertimbangkan dilakukannya intubasi, kompresi dada disertai
VTP. Kompresi dada dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada, di bawah
garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu bayi, tetapi hati-hati
jangan sampai menekan prosesus xifoideus. Rasio kompresi dada dan ventilasi
dalam 1 menit ialah 90 kali kompresi dada dan 30 kali ventilasi (rasio
3:1).Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1 detik dan
detik untuk ventilasi 1 kali (Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2010).
Setelah dilakukan tindakan kompresi dada disertai VTP namun denyut
jantung masih < 60 kali/menit, kompresi dada disertai VTP dapat dilakukan
kembali dan tetap dilakukan evaluasi.Namun apabila denyut jantung masih <
60 kali/menit maka harus dipertimbangkan penggunaan efineprin melalui vena
umbilikus. Dosis yang diberikan antara 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan berkadar 1
: 10.000
Resusitasi dapat dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi
dilakukan tidak ada respon dari bayi. 1
Gambar alur Resusitasi neonatus

IV.

PEMBAHASAN
Pada kasus ini, bayi NKSD merupakan bayi yang lahir secara spontan bracht dengan
umur kehamilan 37 minggu 4 hari karena kelainan letak (Letak sungsang) + KPD
(Ketuban Pecah Dini). Pada saat lahir bayi tidak segera menangis dengan Apgar

Score 1-2-3-5. Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, Apgar score dinilai pada menit 1
dan menit 5 namun jika pada menit ke 5 hasil Apgar score masih kurang dari 7, maka
penilaian harus diulang setiap 5 menit sampai 20 menit. Pada menit pertama
didapatkan nilai AS: 1 yaitu dari Pulse, kemudian pada menit ke 5 didapatkan AS: 2
yaitu dari Pulse, kemudian pada menit ke 10 didapatkan AS: 3 yaitu dari Pulse dan
Respiration, kemudian pada menit ke 15 didapatkan AS: 5 yaitu dari Pulse,
Respiration, dan Appearance. Berdasarkan dari nilai Apgar score keadaan bayi saat
baru lahir tergolong Asfiksia berat, namun setelah dilakukan penanganan keadaan
bayi membaik menjadi Asfiksia sedang. Faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum
pada kasus ini disebabkan oleh faktor bayi itu sendiri. Penyebab terjadinya asfiksia
oleh faktor ibu dimana terjadi faktor resiko infeksi minor yaitu ketuban keruh.
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dapat dinilai dari tiga aspek penting yaitu
apakah usia kehamilan cukup bulan, menangis atau bernafas, dan apakah tonus
ototnya baik. Pada kasus ini, bayi lahir dengan usia kehamilan yang cukup bulan
yaitu usia 37 minggu 4 hari, dengan tidak segera menangis dan tonus otot lemah.
Sehingga diberikan stimulasi berupa rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau
menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi dan secara
bersamaan bayi diberikan kehangatan, dibersihkan jalan napasnya, serta dikeringkan.
Namun setelah upaya tersebut dilakukan dan dilakukan evaluasi ternyata denyut
jantung bayi < 60 kali/menit disertai tidak terasanya nafas bayi (apnea) sehingga
dilakukan VTP + pemberian O2 dan langsung dilakukan RJP. Setelah dievaluasi
kembali, denyut jantung bayi sudah > 100 kali/menit dan nafas bayi sudah mulai ada
namun masih megap-megap (gasping) dengan 20 kali/menit sehingga dilakukan
intubasi dan didapatkan frekuensi nafas membaik menjadi 48 kali/menit. Setelah itu
bayi dimonitoring dengan bantuan ventilator support untuk memantau tanda vital,
distress pernapasan hingga kondisinya stabil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. 2010
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

2. American Academy of Pediatrics, Committee on Fetus and Newborn. 2006


The Apgar Score. Official Journal of the American Academy of Pediatric
3. Prawirohardjo, S. 2009
Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009
Asfiksia Neonatorum. Jakarta
5. Panduan Pelayanan Medis. 2010
RSUP Sanglah Denpasar

Anda mungkin juga menyukai