Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ASFIKSIA NEONATORUM
Pembimbing: dr. H. Tatang A. Hidayat , SpA

Oleh Sindi Antika H1A 006 043

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ 2012

BAB I LAPORAN KASUS

I.1.

Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Tempat/ Tanggal Lahir Tanggal MRS Tanggal Pemeriksaan : By. Ny. D. : Perempuan. : 0 hari. : Mataram/ 03 Juli 2012. : 03 Juli 2012. : 04 Juli 2012.

I.2.

Anamnesis Keluhan Utama: Bayi tidak langsung menangis saat dilahirkan Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien dibawa ke ruang NICU RSUP NTB dengan keluhan tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan di ruang OK CITO RSUP NTB. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Saat Ini: Ini adalah kehamilan yang pertama, selama hamil ibu pasien mengaku menjalani ANC di Puskesmas dan Posyandu lebih dari 4 kali, pada trimester pertama dan trimester kedua kehamilan ibu pasien mengaku tidak ada masalah dalam kehamilannya maupun kesehatannya secara umum dan hanya diberikan obat penambah darah oleh petugas di Puskesmas/ Posyandu. Riwayat trauma selama hamil (-). Riwayat perdarahan melalui jalan lahir (-). Riwayat mengkonsumsi obat-

obatan dan jamu selama kehamilan (-). Pada tanggal 1 Juli 2012 ibu pasien mengeluh kepalanya terasa sangat nyeri, dan pada pemeriksaan oleh petugas di RS Bima diketahui bahwa ibu pasien mengalami tekanan darah tinggi, dan oleh petugas RS dikatakan tekanan darah ibu pasien 150/70mmHg dan pada saat itu ibu pasien mengeluhkan terdapat bengkak pada kedua kakinya, penglihatan kabur, dan sempat kejang sebanyak 1x selama 3 menit, pasien dirujuk ke RSUP NTB setelah diberikan obat antikejang. Pada tanggal 3 Juli 2012 Setelah di RSUP NTB ibu pasien dikeluhkan kejang sebanyak 1 kali selama 5 menit, tekanan darah 190/100 mmHg dan dikatakan juga bayi mengalami gawat janin. Kemudian diputuskan untuk dilakukan SC, bayi lahir Pasien dilahirkan di ruang OK CITO RSUP NTB pada tanggal 03 Juni 2012 pukul 12.20 WITA, berat badan lahir = 2050 gram, pasien tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan (AS = 3-5), ketuban mekoneal (+). Usia kehamilan menurut pengkuan ibu 9 bulan. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya: (-) Riwayat Keluarga: Riwayat penyakit jantung bawaan dalam keluarga (-), penyakit asma (-), penyakit DM (-), hipertensi (-).

I.3.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Lemah. Berat badan: 2050 gram. Panjang badan: 42 cm. Lingkar kepala: 31 cm. Vital sign Frekuensi nadi : 125 kali/ menit, regular, isi cukup. kali/ menit. C.

Frekuensi napas : 56 Suhu aksila : 36,4

Kepala: Normocephali; kaput suksedaneum (-); UUB terbuka, datar, ukuran 2 x 1 cm. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). Telinga: Daun telinga elastis, fistel (-), otore (-). Hidung: Rhinorea (-), sekret (-). Mulut: Mukosa bibir pucat (+), cleft (-), sianosis (-). Thoraks-Kardiovaskuler Inspeksi: Dinding dada simetris, deformitas (-), retraksi suprasternal (+), retraksi subkostal (-), retraksi intercostals (-), pulsasi iktus cordis tak tampak Palpasi: Gerakan napas simetris, pulsasi iktus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra. Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru.

Auskultasi Cor: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-). Pulmo: Bronkovesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-).

Abdomen Inspeksi: Distensi (-); tali pusat berwarna keputihan, licin, terawat. Auskultasi: BU (+) N. Perkusi : Timpani (+). Palpasi: H/ L/ R tak teraba; massa (-).

Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), gerakan sedikit/ lemah, kelainan bentuk (-). Kulit: Tampak pucat, ikterus (-), sianosis (-). Ballard Score Maturitas Fisik Kulit: Merah mudah halus, vena-vena tampak (1). Lanugo: halus (2). Permukaan Plantar Kaki: garis kaki di anterior (2). Payudara: Areola menonjol bantalan 3-4 mm (3). Daun Telinga: lengkung terbentuk baik, lunak, tapi recoil baik (3). Kelamin: testis sudah turun, terlihat guratan cukup jelas (3).

Maturitas Neuromuskular Sikap tubuh: 2. Pergelangan tangan: 3. Rekoil lengan: 2. Sudut popliteal: 2. Tanda selempang: 2. Tumit ke kuping: 2.

Skor Total = 37 (38-40 minggu).

I.4.

Assessment BBLR BCB-KMK Asfiksia sedang

I.5.

Planning Terapi Resusitasi bayi baru lahir O2 canul Infus D10% Injeksi Ampicillin 1-2 Lpm. 8.3 tetes mikro/ menit (200 ml/ 24 jam). 100 mg/ 6 jam (dosis: 50-100 mg/ Kg BB/ hari).

Observasi kondisi umum & tanda vital; jaga kehangatan (suhu: 36,5-37,5 C).

Pemeriksaan Saturasi oksigen. Darah lengkap. Analisa gas darah dan elektrolit. Gula darah sewaktu.

Tabel Follow-up Tanggal 05/07/2012 Kejang merintih (+) S O (+), KU: lemah RR: 72x/menit HR: 162x/menit T: 36.8 C Score down 7 BBLR BCB KMK Asfiksia sedang Obs. Convulsi Gawat nafas A D10% cc/24 jam) Cefotaxime 2 x 100 mg Gentamisin 1 x 10mg Fenobarbital 40 mg (jika kejang) P (200

06/07/2012

Kejang (+),menangis (-)

KU: lemah RR: 55x/menit HR:125x/menit T: 36,2C

BBLR BCB KMK Asfiksia sedang Obs. Convulsi

Tx. Lanjut Sonde dialirkan Fenobarbital 40 mg (jika kejang)

07/07/2012

Kejang ),menangis (-)

(- KU: lemah RR: 35x/menit HR:100x/menit T: 36,5C

BBLR BCB KMK Asfiksia sedang

Tx. Lanjut Sonde dialirkan

08/07/2012

Kejang menangis (-)

(-), KU: lemah RR: 36x/menit HR: 130x/menit T: 36.7C

BBLR BCB KMK Asfiksia sedang

Tx. Lanjut Sonde dialirkan

09/07/2012

Kejang menangis (-)

(-), KU: sedang RR: 34x/menit HR:110x/menit T:36.2 C

BBLR BCB KMK Asfiksia sedang

Tx. Lanjut Sonde 8 x 3 cc

10/07/2012

Kejang menangis (+)

(-), KU: sedang RR: 55x/menit HR: 130x/menit T: 37C

BBLR BCB KMK Asfiksia sedang

Tx. Lanjut Sonde 8 x 3cc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Pengertian Asfiksia Neonatorum Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir. Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir. Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut di atas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasional sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.

II.2.

Etiologi Asfiksia Neonatorum Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/ hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah: 1. Faktor Ibu Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam. Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain. 2. Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

3.

Faktor Fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4.

Faktor Neonatus Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena; pemakaian obat anastesi/ analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

II.3.

Patogenesis Asfiksia Neonatorum 1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 awalnya akan terjadi rangsangan dari nervus vagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat, akhirnya irregular dan menghilang. 2. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam hipoksia: 3. Jika DJJ normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia. Jika DJJ > 160 x/ menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia. Jika DJJ < 100 x/ menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan gawat.

Janin akan mengadakan pernafasan intra uterine dan bila kita periksa terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir aveoli tidak berkembang.

II.4.

Prinsip Dasar Asfiksia Neonatorum Bayi dapat mengalami apnea dan menunjukan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya

pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Asfiksia intra uterin. Bayi kurang bulan. Obat-obat yang diberikan/ diminum oleh ibu. Penyakit neuromuskular bawaan. Cacat bawaan. Hipoksia intra partum.

Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak/ kematian. Asfiksia juga mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal dengan nama apnea primer. Perlu diketahui bahwa pernafasan yang megap-megap dan tonus otot yang juga turun terjadi akibat obat-obat yang diberikan pada ibunya. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder, selama apnea sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernapasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.

II.5.

Tanda dan Gejala Klinis Asfiksia Neonatorum Pada asfiksia tingkat lanjut akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya: 1. 2. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan. Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsurangsur dan memasuki periode apnea primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat. Gejala lanjut pada asfiksia: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pernafasan megap-magap dalam. Denyut jantung terus menurun. Tekanan darah mulai menurun. Bayi terlihat lemas (flaccid). Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2). Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2). Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik). Dipakainya sumber glikogen tubuh anak untuk metabolisme anaerob. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.

II.6.

Klasifikasi Asfiksia Neonatorum Kondisi bayi baru lahir dapat dibagi menjadi: 1. Vigorus baby. Skor Apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor APGAR 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/ menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada. 3. Severe asphyxia (asfiksia berat) berat skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/ menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. Asfiksia berat dengan henti jantung, dimaksudkan dengan henti jantung adalah keadaan : Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

II.7.

Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum Pada kasus asfiksia ringan bayi dapat terkejut atau sangat waspada dengan peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi pernafasan normal atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama 24-48 jam sebelum sembuh secara spontan. Pada kasus asfiksia sedang bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan pemberian makan. Bayi dapat mengalami episode apnia kadang-kadang dan atau konvulsi selama beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh dalam satu minggu, tetapi masalah perkembangan saraf mungkin ada. Pada kasus asfiksia berat bayi dapat terkulai atau tidak sadar dan tidak makan. Konvulsi dapat terjadi selama beberapa hari dan episode apnia yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi dapat membaik selama beberapa minggu atau tidak dapat membaik sama sekali. Jika bayi ini dapat bertahan hidup mereka biasanya menderita kerusakan otak permanen.

Jika asfiksia ringan Jika bayi tidak mendapat oksigen maka bayi mulai menyusui. Jika bayi mendapat oksigen atau sebaliknya, tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan metode pemberian makan alternatif.

Jika asfiksia sedang atau berat Pasang selang IV dan berikan hanya cairan IV selama 12 jam pertama. Batasi volume cairan sampai 60 ml/ Kg BB selama hari pertama dan pantau urin. Jika bayi berkemih kurang dari 6 kali/ hari atau tidak menghasilkan urin jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya, ketika jumlah urin mulai meningkat tingkatkan volume cairan IV harian sesuai dengan kemajuan volume cairan. Tanpa memperhatikan usia bayi yaitu untuk bayi yang berusia 4 hari, lanjutkan dari 60 ml/ Kg sampai 80 ml/ Kg sampai 100 ml/ Kg jangan langsung 120 ml/ Kg pada hari pertama. Ketika konvulsi terkendali dan bayi menunjukan tanda-tanda peningkatan respon. Ijinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif. Berikan perawatan berkelanjutan.

II.8.

Pencegahan Asfiksia Neonatorum Pencegahan Secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin. Antisipasi Dini Perlunya Dilakukan Resusitasi pada Bayi yang Dicurigai Mengalami Depresi Pernapasan untuk Mencegah Morbiditas dan Mortilitas Lebih Lanjut Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan resusitasi yang lebih kompleks. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan, dan menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical GuideRevision. Geneva: World Health Organization; 1999. Diunduh dari: www.who.int/reproductive-health/publications/newborn_resus_citation/index.html.

IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. (level of evidence IV).

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.

Parer JT. Fetal Brain Metabolism Under Stress Oxygenation, Acid-Base and Glucose. 2008. Diunduh dari: http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/acute/acute.cfm.

Anda mungkin juga menyukai