Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TENTSNG MATERI SIFILIS PADA IBU

HAMIL

DISUSUN OLEH

DIANA PUTRI INDAH SARI/191503

UNIVERSITAS STEKOM
PRODI KEBIDANAN DIII
2021
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ....................................................................................................................................

1.2
Tujuan .................................................................................................................................................

1.3
Sasaran ................................................................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS, DAN
2.1
Pengertian ...........................................................................................................................................

2.2 Penularan
Sifilis ..................................................................................................................................

2.3 Faktor
Resiko ......................................................................................................................................

2.4 Perjalanan Alamiah


Sifilis ..................................................................................................................

BAB III
ISI
TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS
3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu
Hamil ........................................................................................................

3.2 Terapi Sifilis pada Ibu


Hamil .............................................................................................................

3.3 Diagnosis Sifilis


Kongenital ...............................................................................................................

3.4 Terapi pada Bayi dengan Sifilis


Kongenital .......................................................................................
3.5 Perawatan
Antenatal ...........................................................................................................................

BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN ..................................................................................................................................
4.2
SARAN ..............................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifilis, sebagaimana infeksi menular seksual (IMS) lainnya, meningkatkanrisiko tertular HIV.
Pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA), sifilis meningkatkandaya infeksi HIV. Berbagai penelitian
di banyak negara melaporkan bahwa infeksi sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV sebesar
3-5 kali. Bila ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat, maka 67% kehamilan
akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital. Pencegahan penularan sifilis dari ibu
ke bayi dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining pada ibu hamil dan mengobati ibu yang
terinfeksi sifilis dan pasangannya. Secara umum upaya tersebut sangat efektif, bahkan di daerah
dengan prevalensi HIV yang sangat rendah. Kondisi diatas merupakan infeksi yang sering terjadi dan
dapat ditransmisikan dari ibu kepada bayi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengkonfirmasi
penyakit tersebut pada ibu hamil dan pemberian penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya
kesalahan diagnosis dan terapi yang tidak adekuat.

1.2 Tujuan umum

Menurunkan angka morbiditas sesuai penyebab sifilis pada ibu hamil.

1.2 Tujuan Khusus

1. Menurunkan angka mortalitas sebagai akibat infeksi sifilis terhadap kondisi ibu dan bayi

2. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah untuk membantu para tenaga kesehatan dalam
melakukan diagnosis, tata laksana serta evaluasi sehubungan dengan keluhan sifilis

3. Memberi rekomendasi bagi fasilitas kesehatan untuk menyusun kebijakan tatalaksana setempat.
1.3 Sasaran

1. Seluruh tenaga medis yang terlibat dalam penanganan kasus ibu hamil dengan sifilis yaitu bidan,
dokter umum, dan dokter spesialis obstetri ginekologi, dan diharapkan dapat diterapkan pada layanan
kesehatan primer maupun rumah sakit.

2. Penentu kebijakan di lingkungan fasilitas kesehatan baik primer maupun rujukan, institusi
pendidikan, serta kelompok profesi terkait.

BAB II
PEMBAHASAN

INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS

2.1 Pengertian

Sifilis adalah suatu infeksi menular seksual, yang disebabkan oleh bakteri spirochaeta, yaitu
Treponema pallidum. Abrasi kecil pada mukosa vagina merupakan portal masuk, sedangkan eversi
serviks, hiperemia meningkatkan risiko penularan. Bakteri ini bereplikasi dan berdiseminasi melalui
saluran limfatik dalam hitungan jam atau hari. Waktu inkubasi yang diperlukan sekitar 3 sampai 4
minggu bergantung pada faktor inang dan ukuran inokulum.

2.2 Penularan

Sifilis dini biasanya berhubungan dengan masuknya bakteri dengan jumlah yaang banyak dan
tingkat transmisi dengan pasangan. Sedangkan pada sifilis laten tingkat transmisi menurun
dikarenakan ukuran inokulum yang mengecil. Sedangkan maternal sifilis bisa menyebabkan infeksi
fetal melalui beberapa rute. Penularan dapat terjadi pada masa kehamilan, kontak saat persalinan dan
kontak dengan lesi sifilis setelah persalinan. Penularan sifilis dari ibu ke bayi biasanya berlangsung
melalui transmisi transplasenta. Walaupun penularan dari ibu ke bayi dapat terjadi pada minggu ke-9
kehamilan, namun biasanya penularan terjadi pada minggu ke-16 dan ke-28 kehamilan. Sifilis pada
ibu hamil yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi berat lahir rendah,
lahir mati dan sifilis kongenital.1

2.3 Klasifikasi

Siflis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu siflis kongenital (ditularkan dari ibu
ke janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat/ akuisita yang ditularkan melalui
hubungan seks dan produk darah yang tercemar.
10. Sifilis yang didapat :

1. Sifilis dini, mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik

2. Sifilis stadium primer,

3. Sifilis stadium sekunder,

4. Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun)

5. Sifilis Lanjut

6. Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun)

7. Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular.

8. Sifilis kongenital, Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim.

9. Sifilis kongenital dini

10. Sifilis kongenital lanjut.

2.4 Perjalanan Alamiah Infeksi Sifilis

Saat terinfeksi sifilis pertama kali, tubuh mengaktivasi sistem kekebalan sehingga terbentuk
antibodi anti-sifilis dalam waktu 10-45 hari. Gejala fisik pertama infeksi sifilis dapat diketahui 10-90
hari setelah terinfeksi, dengan rerata 21 hari. Munculnya lesi tunggal (chancre) pertama kali
menunjukkan mulainya stadium primer infeksi sifilis. Lesi/ luka tersebut biasanya bertekstur kenyal
keras, bulat, dengan dasar bersih dan tidak terasa nyeri. Lesi bertahan selama 3-6 minggu dan
sembuh sendiri dengan atau tanpa diobati. Jika penderita tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat maka infeksi akan berlanjut ke stadium sekunder. Stadium sekunder ditandai dengan ruam
kulit, yang dapat ditemukan pada satu atau lebih bagian tubuh. Ruam tersebut memiliki ciri tidak
menimbulkan rasa gatal, tampak sebagai bercak merah kotor atau coklat kemerahan dan biasanya
ditemukan di telapak tangan/kaki. Pada bagian tubuh yang lain, ruam mungkin memiliki bentuk yang
berbeda, sehingga kadang dianggap penyakit lain. Gejala lainnya adalah demam, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang tenggorokan, kerontokan rambut berkelompok, nyeri kepala,
penurunan berat badan, nyeri otot dan mudah lelah. Gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya,
walaupun tanpa 11 pengobatan. Namun tanpa pengobatan yang tepat, infeksi akan berlanjut menjadi
stadium laten/akhir. Stadium laten dimulai ketika gejala primer dan sekunder menghilang. Tanpa
pengobatan, penderita tetap mengidap sifilis sekalipun tanpa gejala dan tanda klinis apapun. Stadium
laten ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Sekitar 15% pengidap sifilis yang tidak diobati berlanjut
ke stadium lanjut, sekitar 10-30 tahun sejak infeksi pertama. Gejala stadium lanjut sifilis meliputi
kesulitan koordinasi gerakan otot, kelumpuhan, mati rasa dan rasa tebal, kebutaan bertahap dan
demensia. Akhirnya bakteri akan merusak organ-organ dalam seperti otak, jaringan saraf, mata,
jantung, pembuluh darah, hati, tulang dan persendian sehingga dapat mengakibatkan kematian.
Sifilis Kongenital

Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi
berat lahir rendah, lahir mati dan sifilis kongenital. Sifilis kongenital sendiri dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu, sifilis kongenital dini, dari bayi lahir sampat kurang dari 2 tahun dan sifilis
kongenital lanjut, dimana penyakit ini persisten hingga lebih dari 2 tahun setelah kelahiran. Sifilis
kongenital kemungkinan asimtomatis pada lebih dari 50 % kasus, terutama pada minggu pertama
kehidupan. Biasanya gejala muncul pada bulan pertama tetapi manifestasi klinis baru terlihat sampai
tahun kedua kehidupan. Manifestasi biasanya berupa Keratitis interstisial, limfadenopati,
hepatosplenomegali, kerusakan tulang, anemia, gigi Hutchinson, neurosifilis.
BAB III
ISI
TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS

3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu Hamil

Treponema pallidum tidak dapat dikultur dari specimen klinis. Namun diagnosis bias dilakukan
dengan penggunaan dark-fieldmicroscope, PCR, atau dengan uji antibodi fluoresen langsung.
Metode-metode tersebut tidak banyak tersedia dan biasanya kurang sensitive terutama pada specimen
darah. Pada praktiknya, diagnosis biasanya ditegakkan dari penemuan klinis dan hasiln tes serologi.

 Tes serologi sifilis banyak digunakan untuk tujuan diagnostik dan skrining. Terdiri atas dua
jenis, yaitu tes non-treponema dan treponema. Biasanya pemeriksaan tes sifilis dilakukan
dalam dua langkah:

Pertama, tes non- treponema, yaitu RPR (rapid plasma reagin/rapid test) atau VDLR
(venereal diseases research labotory). Jika hasil tes reaktif (positif), selanjutnya dilakukan
konfirmasi dengan tes treponema, yaitu TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay),
TP- PA (Treponema pallidum particle agglutination assay), FTA-ABS (fluorescent treponemal
antibody absorption) dan TP rapid (Treponema palidum). Kombinasi ini dapat mengindentifikasi
adanya infeksi dan menjelaskan tahapan dari penyakit. Tes non-treponema mendeteksi
imunoglobulin yang merupakan antibody terhadap bahan-bahan lipid dari sel-sel T. pallidum
yang hancur. Antibodi ini dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi treponema, namun dapat
juga timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut) dan
penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis). Karena itu, tes ini bersifat non -spesifik,
dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes seperti ini dipakai untuk mendeteksi infeksi dan
reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non-spesifik ini jauh
lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining.
Tes treponema lebih bersifat spesifik terhadap Treponema. Tes ini mendeteksi antibodi yang
bersifat spesifik terhadap Treponema, Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup,
walaupun terapi sifilis telah 13berhasil. Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan
antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah
seseorang sedang mengalami infeksi aktif. Saat ini telah tersedia rapid test syphilis atau TP rapid;
merupakan tes treponema yang lebih sederhana, cepat, menggunakan darah lengkap, hanya
memerlukan sedikit pelatihan petugas dan tidak memerlukan peralatan dan penyimpanan khusus.
Penggunaannya sangat mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat (10-15 menit).
Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85-98%, dan
spesifisitasnya berkisar antara 93-98%. TP rapid tidak hanya digunakan sebagai tes konfirmasi tetapi
dapat digunakan untuk skrining sifilis di tempat layanan, walaupun seperti tes treponema lainnya, tes
ini tidak dapat digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan atau membedakan antara infeksi
aktif dan infeksi yang telah diterapi adekuat. Karena ada risiko penularan pada bayinya yang dapat
bermanifestasi sebagai sifilis kongenital, semua ibu hamil dengan hasil tes non treponema positif
atau treponema positif harus segera diobati. Di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, jika RPR atau
TPHA tidak tersedia, TP rapid dapat digunakan untuk skrining sifilis ibu hamil. Jika mengunakan TP
Rapid dan hasilnya positif, bila memungkinkan rujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan dengan
laboratorium yang lebih lengkap untuk diperiksa titer RPR, bila tidak memungkinkan maka terapi
sifilis pada ibu hamil dapat langsung diberikan. Satu dosis benzatin penisilin 2,4 juta unit saja sudah
dapat mencegah penularan infeksi pada janin. Pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
TP rapid dapat dikombinasi dengan tes lain, misalnya RPR dan TPHA. Tes sifilis mempunyai awal
masa jendela, sehingga hasil negatif pada tes sifilis belum tentu menyatakan seseorang bebas dari
sifilis. Karena itu, tes pada ibu hamil perlu diulang kembali pada saat sebelum melahirkan terutama
ibu hamil didaerah prevalensi tinggi sifilis atau ibu hamil berisiko tinggi IMS. Tes pada saat sebelum
melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khususnya pada ibu hamil 14yang pasangannya tidak
diobati atau belum pernah dilakukan tes sebelumnya. Bagan alur tes serologis sifilis dengan
mengunakan tes non treponema dan tes treponema dan tes yang hanya mengunakan TP rapid dapat
dilihat di bawah ini:

Bagan 1. Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan Non Treponema

2. Hasil tes non-treponemal (RPR atau VDRL) masih bisa negatif (non-reaktif)

sampai empat minggu sejak pertama kali muncul lesi primer. Tes ini dapat diulang 1-3 bulan
kemudian pada pasien yang dicurigai sifilis dengan hasil RPR atau VDRL negatif.

Hasil positif tes RPR/VDRL perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP rapid.

• Jika hasil tes konfirmasi: non-reaktif, maka dianggap positif palsu dan tidak perlu diterapi
namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.
• Jika hasil tes konfirmasi: reaktif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RPR kuantitatif untuk
menentukan titer, sehingga dapat diketahui apakah si lis aktif atau laten, serta untuk memantau
respons pengobatan.

• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam tiga bulan terakhir dan
berapapun titernya, anamnesis tidak ada ulkus baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi
dan di tes ulang tiga bulan kemudian.

 Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes ulang tiga bulan kemudian

 Jika RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan sembuh

 Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif

• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan tidak ada riwayat terapi dalam tiga bulan terakhir bila:

-Titer RPR < 1:4 (1:2 dan 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis laten lanjut dan
dievaluasi tiga bulan kemudian.

- Titer > 1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan dievaluasi tiga bulan
kemudian. Evaluasi terhadap titer RPR dilakukan tiga bulan setelah terapi:

- Jika titer RPR turun dua tahap (misalnya dari 1:64 menjadi 1:16) atau lebih, terapi dianggap
berhasil. Ulangi evaluasi setiap tiga bulan di tahun pertama dan setiap enam bulan di tahun kedua
untuk mendeteksi infeksi baru.

- Jika titer tidak turun dua tahap, maka dilakukan evaluasi kemungkinan reinfeksi atau sifilis
laten.2 Setelah diagnosis sifilis pada ibu hamil, evaluasi sonografi dilakukan untuk janin dengan
umur gestasi >20minggu untuk mencari tanda tanda dari sifilis kongenital. Hepatomegali, penebalan
plasenta, hidramnion, asites, hydrop fetalis dan peningkatan arteri selebral tengah pada pemeriksaan
doppler velosimetri merupakan indikasi dari infeksi pada janin, 16Untuk janin usia yang layak
dengan temuan sonografi, pemantauan jantung janin antepartum sebelum pengobatan dianjurkan.
Deselerasi lambat spontan atau non reaktif kemungkinan merefleksikan janin yang sangat sakit yang
mungkin tidak dapat menoleransi dengan baik reaksi Jarisch-Herxheimer. Di kasus ekstrim ini,
konsultasi dengan neonatologi mengenai rencana penundaan pengobatan, persalinan dan perawatan
harus dipertimbangkan.

Konseling setelah tes

Pemberian konseling setelah tes diberikan pada ibu hamil, berdasarkan hasil tes, sebagai berikut:

1. Hasil tes sifilis “non-reaktif” atau negatif:

• penjelasan tentang masa jendela/window period


• pencegahan untuk tidak terinfeksi di kemudian hari

2. Hasil tes sifilis “reaktif” atau positif

• Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan

• Penjelasan tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl penisilin

• Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya dukungan gizi yang memadai untuk
ibu hamil, termasuk pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat

• Konseling hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling setia atau menggunakan
kondom secara benar dan konsisten)

• Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati

• kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan2

3.2 Terapi Sifilis pada Ibu Hamil

Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu dan mencegah atau
mengobati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G parenteral merupakan pengobatan
yang disarankan pada semua tahapan sifilis pada kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian
dosis kedua seminggu setelah 17 benzatin penisilin G dosis awal diberikan.

Terapi sifilis pada ibu hamil

Sifilis Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi


IM dosis
primer dan
tunggal ; dosis kedua dianjurkan
sekunder

Sifilis laten Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi


IM, satu

kali/minggu selama 3 minggu berturut-turut.


Catatan:

 Bila di fasilitas pelayanan kesehatan tidak di temukan obat Benzatin benzyl penicillin dan yang
ada hanya Procain benzyl penicillin, untuk terapi sifilis dosis Procain benzyl penicillin 600.000 IU
setiap hari selama minimal 30 hari berturut turut, pasien mendapatkan dosis total 18 juta IU.

 Sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin atau procain benzyl penicillin perlu dilakukan uji
penisilin terlebih dulu untuk memastikan pasien tidak alergi terhadap penisilin.

Tidak ada pengobatan alternatif dari penisilin yang terbukti dapat digunakan selama
kehamilan. Eritromisin dan azitromisin mungkin dapat menyembuhkan ibu hamil, namun
dikarenakan keterbatasan obat untuk melalu transplasenta, kedua obat ini tidak mencegah penyakit
kongenital. Tetrasiklin, doksisiklin, tergolong efektif nammun tidak direkomendasikan selama
kehamilan, karena resiko efek samping terhadap janin. Satu-satunya tatalaksan yang memuaskan
untuk pasien yang hamil dengan sifilis dengan alergi penisilin adalah desensitisasi yang diikuti oleh
terapi penisilin. Namun, rejimen non- penicillin harus dipertimbangkan ketika penisilin tidak dapat
diperoleh atau ketika desensitisasi penisilin tidak mungkin. Untuk pengobatan non-penisilin pada
sifilis awal (primer, sekunder, atau laten <2 tahun) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyarankan menggunakan salah satu dari rejimen alternatif berikut:

 Eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama 14 hari, atau Terapi sifilis pada ibu hamil

 Ceftriaxone 1 g IM satu kali sehari selama 10 sampai 14 hari, atau

 Azithromycin 2 g sekali secara oral

Untuk pengobatan non-penisilin pada sifilis lanjut, WHO merekomendasikan pengobatan dengan
eritromisin 500 mg per oral empat kali sehari selama 30 hari. WHO juga merekomendasikan bahwa
bayi yang lahir dari wanita yang dirawat selama kehamilan dengan rejimen non-penisilin menerima
pengobatan penicillin selama 10 hingga 15 hari.

Semua wanita hamil dengan sifilis ditawarkan untuk melakukan konseling dan pemeriksaan
penyakit IMS lainnya. Setelah dilakukan pengobatan sifilis, pemeriksaan serologi untuk melihat hasil
dari pengobatan dilakukan pada bulan ke 3 sampai ke 6 dan biasanya dikonfirmasi dengan penurunan
titer VDRL dan RPR sebanyak empat kali lipat. Selama kehamilan, titer serologi dapat diperiksa
setiap bulan pada wanita dengan resiko tinggi reinfeksi. Pada wanita yang tidak ada gejala namun
dalam waktu dekat melakukan kontak seksual dengan orang yang telah didiagnosis sifilis, wanita
tersebut haru dinilai secara klinis dan serologis. Jika pasangan terdiagnosis 90 hari setelah kontak
seksual terjadi, maka dilakukan pengobatan untuk sifilis dini, bahkan jika hasil serologi negatif.
Namun jika kontak terjadi kurang dari 90 hari, pengobatan dilakukan berdasarkan hasil serologi.

Reaksi Jarisch-Herxheimer
Pengobatan sifilis dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer, reaksi febril akut disertai dengan
sakit kepala, mialgia, ruam, dan hipotensi. Gejala-gejala ini dianggap merupakan hasil dari pelepasan
sejumlah besar lipopolisakarida treponemal dari spirochetes dan peningkatan kadar sitokin yang
bersirkulasi (tumor necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6, interleukin-8).

Reaksi dimulai dalam satu hingga dua jam pengobatan, memuncak pada delapan jam, dan
biasanya hilang dalam 24 hingga 48 jam. Reaksi mungkin lebih umum pada wanita HIV-positif.
Semua pasien harus diberi konseling tentang risiko dan gambaran klinis dari reaksi demam ini dan
penyedia pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan mengamati pasien selama satu hingga dua
jam sebelum dia 19meninggalkan fasilitas rawat jalan. Manajemen berupa perawatan suportif
(misalnya antipiretik, cairan intravena).

Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat memicu kontraksi uterus, persalinan prematur, pada ibu
hamil yang diobati pada paruh kedua kehamilan. Ibu hamil harus diberitahu untuk melaporkan jika
adanya gejala persalinan atau penurunan aktivitas janin; evaluasi dan perawatan sesuai dengan
standar obstetri biasa. Risiko terjadinya reaksi Jarisch-Herxheimer bukan merupakan kontraindikasi
untuk pengobatan sifilis. Pramedikasi dengan TNF-a antibodi atau kortikosteroid tampaknya
mencegah reaksi, tetapi tidak digunakan secara luas dengan data terbatas dari risiko dan manfaat
relatif dari pendekatan ini, khususnya pada wanita hamil.

3.3 Diagnosis Sifilis Kongenital

Diagnosis sifilis kongenital pada bayi di bawah 15 bulan tidaklah mudah, dikarenakan tes serologi Ig
G tidak bermanfaat, karena adanya transfer pasif antibodi ibu. Alternatif yang disarankan untuk
mendiagnosis kasus sifilis kongenital sebagai berikut.

1) Bayi yang dilahirkan dari ibu sifilis, dengan titer serologi minimal empat kali lebih tinggi dari titer
ibunya, atau tetap positif selama empat bulan setelah lahir. Bila titer negatif, dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan liquor serebrospinalis. Pada ibu yang terinfeksi sifilis perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk melihat kelainan tulang dan fungsi hati janin saat di dalam kandungan.

2) Anak dalam usia dua tahun pertama dengan bukti klinis sifilis (setidaknya dua manifestasi klinis)
dan serologi positif, lahir dari seorang ibu yang tidak diketahui status serologisnya. Manifestasi klinis
berupa pembengkakan sendi, pilek, bula/gelembung di kulit, hepatosplenomegali, ikterik, anemia dan
perubahan radiologis tulang panjang.

3) Bayi dilahirkan mati dari ibu sifilis yang tidak diobati atau tidak diobati adekuat, meliputi:

 tidak ada dokumentasi tentang pengobatan;

 diobati kurang dari empat minggu sebelum persalinan;

 tidak mengunakan penisilin untuk pengobatan;


 tidak menyesuaikan pengobatan sesuai dengan tahapan sifilis.

3.4 Terapi pada Bayi dengan Sifilis Kongenital

Tatalaksana pada bayi dengan sifilis kongenital sebagai berikut

BAYI dengan KLINIS Anjuran Terapi Ajuran evaluasi

TERBUKTI/KEMUNGKI

NAN BESAR sifilis

congenital dan:

 Pemeriksaan fisis Anjuran Evaluasi Analisis


sesuai sifilis
kongenital  Anjuran terapi:

Aqueous crystalline penicillin G cairanserebrospinal:VDRL,protein,


 Titer serologi non
100.000- 150.000 unit /Kg/hari, danhitung sel
treponema
kuantitati lebih injeksi IV 50.000 unit/kg/dosis  Complete bloodcount,
tinggi sampai 4X IV differentialcount,
lipat titer ibu plateletcount
setiap 12 jam dalam 7 hari
 Hasil positif pada pertama dilanjutkan dengan  Tes lain sesuaiindikasi
pemeriksaan klinis: Rotulang panjang,
setiap 8 jam selama total 10 hari
Rotoraks Tes fungsihati,
mikroskopis lapangan gelap atau;
USG
dari cairan tubuh
 Procain penicillin G cranial,Pemeriksaanoftalm
50,000 unit/ kg/dosis, ologi,Respons pendengara
injeksi IM sekali suntik n
perhari selama 10 hari

 Analisis cairan
serebrospinal:
VDRL,protein,dan
hitung sel

 Complete blood count,


differential count,
platelet count

 Tes lain sesuai indikasi


klinis: Ro tulang
panjang, Ro toraks Tes
fungsi hati, USG cranial,
Pemeriksaan
oftalmologi, Respons
pendengaran

Catatan : Bila ada

pengobatan yang tidak

diberikan lebih dari satu

hari, maka pengobatan

diulang dari awal.

BAYI dengan Anjuran Terapi Anjuran Evaluasi

KLINIS NORMAL

dan titer Serologi

nontreponema

kuantitatif SAMA

Atau tidak melebihi

4X lipat titer ibu


 Analisis cairanserebro
spinal:VDRL,protein,dan hitun gsel -

 Complete
bloodcount,differentialcount,
Plateletcount - Ro tulang panjang

BAYI dengan KLINIS Anjuran Terapi Anjuran Evaluasi


NORMAL dan titer Serologi
nontreponema kuantitatif
SAMA Atau tidak melebihi 4X
lipat titer ibu

 IBU sudah diobati saat  Benzathine penicillin  Tidak ada


hamil,pengobatan G 50,000 unit/kg/ dosis
adekuat sesuai IM sekali suntik
stadium,diobati lebih
dari 4 minggu sebelum  Pendapat lain: Tidak
partus mengobati bayi, tetapi
pengamatan ketat
 Tidak ada bukti ibu serologi bayi bila si ibu
mengalami relaps atau titer serologi
reinfeksi nontreponema
menurun 4X lipat
sesudah terapi adekuat
untuk sifilis dini atau
tetap stabil atau rendah
pada sifilis lanjut

 IBU pengobatan  Tidak perlu terapi Dapat  Tidak ada


adekuat sebelum hamil diberikan
 IBU titer serologi terapi benzathine
nontreponema tetap penicillin G50,000
rendah dan stabil, units/kg/ dosis IMsekali
suntik, terutama
sebelum dan selama
bilafollow-up meragukan
kehamilan atau saat
partus
(VDRL<1:2;RPR<1:4)

3.5 Perawatan Antenatal

Skrining sifilis bersamaan dengan perawatan antenatal (ANC) sangat direkomendasikan oleh
WHO dan CDC. Diperkirakan bahwa setiap tahun 2 juta wanita hamil terinfeksi sifilis, hanya 85%
wanita hamil yang memiliki alkses layanan antenatal di seluruh dunia setidaknya sekali. Lebih
sedikit, 58%, memiliki akses sebanyak empat atau lebih kunjungan ANC. Dari wanita yang
menerima ANC adekuat, hanya dua pertiga yang diuji untuk sifilis. Skrining lebih awal, dan dengan
demikian pengobatan lebih dini. , memiliki dampak terbesar pada kesehatan ibu dan janin.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan
tetrasiklin.Yang direkomnendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin
(Seftnakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal).Jika wanita hamil alergi terhadap
peisilin atau sefalosporin tidak ditolenrasi sebaiknya dibberikan Spektinomisin 2 gr IM
sebagai dosis tunggal.Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksilin 2 gr atau 3 gr
oral dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat
isolasi N gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin.Amoksilin direkomendasikan
untuk pengobatan jika infeksi C.Trakhomatis.

4.2 SARAN

 Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal,anal dan oral dengan


orang yang terinfeksi.
 Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilagkan
sama sekali resiko penularan penyakit ini.
 Hindari hubungan sekssual sampai pengobatan antibiotik selesai.
Daftar Pustaka
1. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., & Wenstrom, K. D.,
“Maternal Anatomy and Physiology” dalam Williams Obstetrics (25th Edition ed.). New York. The
McGraw-Hill Companies. 2018.

2. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV Dan sifilis dari ibu ke anak bagi tenaga kesehatan.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 2014

3. Newman L, Kamb M, Hawkes S, Gomez G, Say L, et al. (2013) Global Estimates of Syphilis in
Pregnancy and Associated Adverse Outcomes: Analysis of Multinational Antenatal Surveillance
Data. PLOS Medicine 10(2): e1001396. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1001396

4. Mani, S. B., Pegany, R., Sheng, D., Wendel, S. K., & Gaydos, C. A. (2017, March). Maternal
Syphilis : Variations in Prenatal Screening , Treatment , and Diagnosis of Congenital Syphilis.
Columbia Medical Review.

5. Hicks, C.B., Norwitz, E. R. (2017, March). Syphillis in Pregnancy. Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai