LP Kolaborasi
LP Kolaborasi
Disusun oleh:
RAUDAH
NIM.PO.62.24.2.20.181
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan ,
Pembimbing Institusi
Mengetahui,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
penyusun dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul "Praktik
Askeb Kolaborasi Pada Kasus Patologi dan Komplikasi”. Laporan pendahuluan
ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas pada program studi
pendidikan profesi bidan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya. Penyusun
menyadari terwujudnya laporan pendahuluan ini tidak akan terlaksana tanpa
bantuan dan pengarahan dari semua pihak yang telah membimbing. Oleh karena
itu penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang terlibat. Dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi mengevaluasi peningkatan
laporan pendahuluan ini, agar selanjutnya menjadi lebih baik.Harapan penyusun
semoga laporan pendahuluan ini dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.
Palangka Raya,
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses yang normal.
Gangguan kesehatan dalam masa kehamilan dan persalinan mengakibatkan
ancaman, baik bagi jiwa ibu maupun bayi yang dilahirkan (Vivia dan
Sunarsih 2021). Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir atau
neonatus merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan
berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Setiap prosesnya tidak dapat
dipisahkan satu sama laindan kondisi setiap proses akan mempengaruhi
proses selanjutnya.
Patologi adalah suatu keadaan atau oenyulit atau gangguan maupun
komplikasi yang menyertai ibu baik saat kehamilan, persalinan, masa nifas
maupun neonatus. Beberapa penyulit persalinan dan kehamilan antara lain
pre eklampia, perdarahan, nyeri hebat didaerah abdiminopelvikum, ketuban
pecah dini, menggigil atau demam (Saifuddin, 2017). Mengingat kehamilan,
persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupkan keadaan fisiologis yang
berubah keadaan patofisiologis dan diperlukan asuhan berkesinambungan
dan berkualitas pada saat kunjungan antenatal ke petugas kesehatan minimal
6 kali yaitu 2 kali pada TM I, 1 Kali pada TM II dan 3 Kali pada TM III.
Di Indonesia masalah kematian ibu juga masih merupakan masalah
utama dalam bidang kesehatan. Kesehatan ibu dan anak di Indonesia dewasa
ini masih belum seperti yang diharapkan. Sampai saat ini angka kematian
ibu di Indonesia menempati urutan pertama dibandingkan dengan negara –
negara ASEAN. Kematian ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan
kesehatan, semakin rendah angka kematian ibu berarti pelayanan kesehatan
pada ibu hamil dan ibu bersalin semakin baik. Tahun 2012 hasil Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) kembali mencatat kenaikan
AKI yang signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Tahun 2016 AKI di Indonesia mengalami penurunan
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015).
5
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan (25%), partus kala II lama
(17%), infeksi (13%), aborsi tidak aman (13%), eklamsia (12%), penyebab
langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung (12%). Penyebab tidak
langsung seperti malaria, anemia, HIV/ AIDS, dan penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa perdarahan merupakan
penyebab utama yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu di dunia
dengan menyumbang sebesar 25%, dan anemia termasuk penyebab tidak
langsung dengan menyumbang angka kematian ibu sebesar 12% (Supartini,
2011). Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang
mempererat keadaaan ibu hamil seperti empat terlalu (terlalu muda, terlalu
tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kehamilan) maupun
yang mempersulit proses penanganan kegawatdaruratan kehamilan,
persalinan dan nifas seperti tiga terlambat (terlambat mengenali tanda –
tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas
kesehatan dan terlambat dalam penanganan gawatdaruratan). Faktor lain
yang mempengaruhi adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular
seperti malaria, HIV/AIDS, Sifilis, penyakit tidak menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, jantung, gangguan jiwamaupun yang
mengalami kekurangan gizi. Selain itu masih terdapat masalah dalam
penggunaan kontrasepsi. Menurut data SDKI Tahun 2007 unment-need
9,1%. Kondisi ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
kehamilan yang tidak dinginkan dan terjadi aborsi yang tidak aman,yang
pada akhirnya dapat menyebabkan menyebabkan kesakitan dan kematian
ibu. Kekurangan Gizi pada ibu hamil juga masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus. Kurang
asupan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan anmia yang akan menambah
resiko perdarahan pada ibu hamil, melahirkan bayi dengan berat badan
rendah, dan sebagainya. Salah satu upaya untuk percepatan penurunan AKI
dan AKB tersebut adalah dengan menyediakan bidan yang terampil dan
profesional.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan utama sebagai ujung
tombak pembangunan kesehatan dalam upaya percepatan penurunan AKI
6
dan AKB. Bidan harus mampu memberikan asuhan yang dibutuhkan wanita
selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, asuhan pada bayi
baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian
kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis
serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak
hadirnya tenaga medik lainnya. Bidan mempunyai tugas penting dalam
konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut,
tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya termasuk pendidikan
antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah
tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Keterlibatan
bidan dalam asuhan normal dan fisiologis sangat menentukan demi
penyelamatan jiwa ibu dan bayi oleh karena wewenang dan tanggung jawab
profesionalnya sangat berbeda dengan tenaga kesehatan lain (Kepmenkes
RI, 2020).
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Rahmawati, 2018). Asuhan kebidanan
komprehensif adalah asuhan kebidanan yang dilakukan mulai Antenatal
Care (ANC), Intranatal Care (INC), Postnatal Care (PNC), dan Bayi Baru
Lahir (BBL) pada pasien secara keseluruhan. Tujuan asuhan kebidanan
untuk mengurangi angka kejadian kematian ibu dan bayi. Upaya
peningkatan kesehatan ibu dan bayi masih menghadapi berbagai tantangan
(Saifudin, 2019).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsepp dasar asuhan kebidanan Kolaborasi Pada
Kasus Patologi dan Komplikasi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Konsep Dasat Patofisiologi Dan Komplikasi
Kebidanan Maternal
7
b. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Patologi Dan Komplikasi
Neonatal
C. Manfaat
1. Klien
Manfaat laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dari ilmu kebidanan mengenai Kolaborasi Pada Kasus
Patologi dan Komplikasi
2. Mahasiswa
Manfaat laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
membuka wawasan berpikir mahasiswa mengenai Asuhan
Kolaborasi Pada Kasus Patologi dan Komplikasi
3. Lahan Praktik
Hasil laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lahan praktik
sebagai masukan dan pertimbangan dalam menyikapi masalah yang
berhubungan dengan Asuhan Kebidanan Kalaborasi Pada Kasus
Patologi dan Komplikasi
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
9
hubungan seksual.
c. Perdarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal
seperti biasa.
d. Lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi.
e. Perdarahan terus berlangsung : nilai kondisi janin
(uji kehamilan/USG).
f. Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab
lain. Perdarahan berlanjut, khususnya jika ditemui
uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola
g. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau
progestin) atau tokolitik (seperti salbutamol atau
indometasis) karena obatobat ini tidak dapat
mencegah abortus
2 Abortus Insipiens a. Lakukan konseling terhadap kehamilan yang tidak
(Keguguran tidak dapat dipertahankan
dapat di cegah) b. Lakukan rujukan ibu ketempat layanan sekunder
c. Informasi mengenai kontrasepsi pasca keguguran
d. Jelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak nyaman
selama tindakan evakuasi.
e. Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang rawat.
f. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik
dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke
laboratorium.
g. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin
setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam.
h. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl,
ibu dapat diperbolehkan pulang.
10
3 Abortus Inkomplit a. Lakukan konseling kemungkinan adanya sisa
(Keguguran tidak kehamilan
lengkap) b. Jika perdarahan ringan atau sedang dan usia
kehamilan < 16 mg, gunakan jari atau forsep cincin
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat
dari serviks.
c. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 mg,
dilakukan evakuasi isi uterus.
d. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu).
e. Jika usia kehamilan > 16 mg, berikan infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk
membantu pengeluaran hasil konsepsi.
f. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam
setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
(maksimal 800 mcg)
g. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin
setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam.
h. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl,
ibu dapat diperbolehkan pulang
4 Abortus Komplit a. Tidak diperlukan evakuasi lagi
(Keguguran lengkap) b. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca
keguguran
c. Observasi keadaan ibu apabila terdapat anemia
sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi
darah
11
d. Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu
2) Anemia Pada Kehamilan
Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan
kadar nilai haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan
III atau kadar nilai Haemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada
trimester dua, perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan
kejadian hemodilusi, terutama pada trimester II. (Modul
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya, 2019).
12
b. Umur 6 – 14 tahun : Hb < 12 gr%
c. Umur > 14 th (laki-laki) : Hb < 13 gr% 23
d. Umur > 14 th (wanita) : Hb < 12 gr%
e. Wanita hamil : Hb < 11 gr%
Untuk wanita hamil, anemia diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Anemia : Hb < 11gr%
b. Anemia Berat : Hb < 8 gr%
Penatalaksanaan Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan
pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah
merah. Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia,
berikan suplementasi besi dan asam folat. UNICEF
merekomendasikan suplemen zat besi yang sudah diformulasikan
dengan asam folat (60 mg iron + 400μ folic acid).
Asam folat diperlukan dalam pembentukan sel darah merah.
Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250μg asam
folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet tersebut dapat
diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan,
lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin.
Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat
kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat
pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia
3) Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang
hebat dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan
kekurangan cairan, penurunan berat badan atau gangguan
elektrolit sehingga menggangu aktivitas sehari- hari dan
membahayakan janin didalam kandungan. Pada umumnya
terjadi pada minggu ke 6-12 masa kehamilan, yang dapat
berlanjut hingga minggu ke 16-20 masa kehamilan (Modul
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya, 2019).
13
mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Hal tersebut dikaitkan
dengan meningkatnya produksi hormone korionik gonadotropin.
Perubahan metabolik dalam kehamilan, alergi dan faktor
psikososial, wanita dengan riwayat mual pada kehamilan
sebelumnya dan wanita yang mengalami obesitas juga
mengalami peningkatan risiko hiperemesis gravidarum (HEG).
Tanda dan Gejala a. Derajat Tingkat I
Muntah terus menerus (lebih dari 3-4 x sehari yang mencegah
masuknya makanan atau minuman selama 24 jam) yang
menyebabkan ibu menjadi lemah, tidak ada nafsu makan,
berat badan turun (2-3 Kg dalam 1 minggu), nyeri ulu hati,
nadi meningkat sampai 100 x / menit, 26 tekanan darah
sistolik menurun, turgor kulit menurun dan mata cekung.
b. Derajat Tingkat II
Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli/apatis pada
sekitarnya, nadi kecil dan cepat, lidah kering dan tampak
kotor, suhu kadang naik, mata cekung dan sclera sedikit
kuning, berat badan turun, tekanan darah turun, terjadi
pengentalan darah, urin berkurang, sulit BAB/konstipasi, dan
pada nafas dapat tercium bau aseton.
c. Derajat Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran
menurun sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat
dan tekanan darah menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi
pada susunan saraf yang dikenal dengan ensefalopati
Wernicke dengan gejala: nistagmus, penglihatan ganda, dan
perubahan mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat
makanan termasuk vitamin B kompleks. Jika sampai
ditemukan kuning berarti sudah ada gangguan hati.
Diagnosis Dari anamnesis, didapatkan amenorhoe, terdapat tanda
kehamilan muda dengan keluhan muntah terus menerus. Pada
pemeriksan fisik didapatkan keadaan pasien lemah apatis sampai
14
koma, nadi meningkat sampai 100x/menit, suhu meningkat, TD
turun, atau ada tanda dehidrasi lain. Pada institusi pelayanan
yang lebih tinggi dapat dilakukan pemeriksaan penunjang,
diantaranya: Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar
natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan urin kadar klorida
dan dapat ditemukan keton. Diagnosis Banding: muntah karena
gastritis, ulkus peptikum, hepatitis, kolesistitis, pielonefritis.
Pengelolaan Pencegahan agar emesis gravidarum tidak mengarah pada
hiperemesis gravidarum, perlu diberikan penjelasan bahwa
kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis.
Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah yang terjadi
(morning sickness) adalah gejala yang fisiologis pada kehamilan
muda 27 dan akan hilang setelah bulan ke 4.
Menganjurkan untuk mengubah pola makan sedikitsedikit,
tetapi sering. Berikan makanan selingan seperti biskuit, roti
kering dengan teh hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur.
Hindari makanan berminyak dan berbau, makan dalam keadaan
hangat/panas atau sangat dingin serta defekasi teratur. Apabila
terjadi hiperemesis gravidarum, bidan perlu merujuk ke Rumah
Sakit untuk mendapatkan pengelolaan lebih lanjut, diantaranya
adalah:
a. Pemberian obat-obatan Kolaborasi dengan dokter diperlukan
untuk memberikan obat-obatan pada ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum.
b. Isolasi Ibu hamil disendirikan dalam kamar yang tenang,
tetapi cerah, dan peredaran udara yang baik. Hanya dokter
dan bidan/perawat yang boleh masuk sampai ibu mau makan.
c. Terapi Psikologis Perlu diyakinkan bahwa kondisi ini dapat
disembuhkan, hilangkan rasa takut karena kehamilan dan
persalinan karenan hal tersebut merupakan hal yang
fisiologis. Kurangi pekerjaan serta hilangkan masalah dan
konflik yang menjadi latar belakang permasalahan kondisi
15
ibu.
d. Cairan Parenteral Berikan cairan parenteral yang cukup
elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam
cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter per hari. Catat input
dan output cairan. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam
sekali, TD sehari 3 kali. Pemeriksaan hematocrit dilakukan
pada awal dan selanjutnya apabila diperlukan. Air kencing
perlu diperiksa untuk melihat adanyan protein, aseton, klorida
dan bilirubin. Apabila selama 24 jam tidak muntah dan
kondisi bertambah baik, dapat dicoba untuk memberikan
minuman, dan lambat laun ditambah makanan yang tidak cair.
Pada umumnya, dengan penanganan tersebut, gejala akan
berkurang dan keadaan akan bertambah baik
b. Neonatal
1) Ikterus
Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih (IDAI, 2017).
Ikterus patologis adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh.
Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau
kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit dalan darah.
Icterus terjadi karena peningkatan kadar bilirubin indirect
(unconjugated) dana tau kadar bilirubin direct (conjugated)
(IDAI, 2017).
16
a. Peningkatan pemecahan sel darah merah
b. Penurunan kemampuan mengikat albumin
c. Defisiensi enzim
d. Peningkatan reabsorbsi enterohepatic
e. Icterus ASI
Ikterus Patologis
Penyebab icterus patologis pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri atau dari beberapa faktor diantaranya :
a. Produksi yang berlebihan
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
c. Gangguan transportasi
d. Gangguan enkresi
Patofisiologi Metabolism bilirubin yang dihadilkan oleh neonates 75-85 %
berasal dari heme yang merupakan hasil pemecahan hemoglobin.
Metabolisme bilirubin berawal dari system retikuleondotial hati
dan limfa pada saat sel darah merah yang sudah tua atau
abnormal hendakdimusnahkan dari sirkulasi.
Faktor a. Icterus Prahepatik : icterus terjadi akibat produksi bilirubin
Predisposisi yang meningkat, terjadi pada hemolysis sel darah merah.
b. Icterus pascahepatik : bendungan dalam saluran empedu akan
menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang laut dalam
air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin akan mengalami
regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki
oeredaran darah.
c. Icterus hepatoseluler : kerusalan hati akan menyebabkan
konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk akan
meningkat.
Tanda dan Gejala a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir
b. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg%
/ hari
c. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 12,5mg% pada
neonates cukup bulan dan 10mg% pada neonatus kurang
17
bulan.
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis
f. Icterus menghilang pada 10 hari pertama
g. Bayi premature biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak
dicapai sebelum hari ke-5 dampai hari ke-7.
Penatalaksanaan a. Lakukan observasi dengan derajat icterus, keadaan umum dan
TTV
b. Lakukan pemcegahan hipotermi
c. Lakukan rujukan bila terjadi icterus patologi
d. Pemberian nutrisi ASI adekuat
2) Hiperbilirubinemia
Bilirubin adalah pigmen Kristal tetrapiol berwarna jingga
kuning yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan
katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang
terkjadi di system retikulo endothelial.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar serum bilirubin
dalam darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru
lahir biasanya dapat mengalami hiperbilirubin pada minggu
pertama saat kelahiran.
18
belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin
tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut
masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi
(Atika dan Jaya, 2016).
Penatalaksanaan a. Pemberian antibiotic
b. Fototerapi
c. Fenobarbital
d. Transfusi tukar
Komplikasi Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera
diatasi dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy
(komplikasi serius). Pada keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia
pada neonatus dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan
neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi
mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat
mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang
melengking (Suriadi dan Yuliani, 2018).
19
Patway Hiperbilirubin:
20
3. Mekanisme Pengelolaan Kasus, Kolaborasi Dan Rujukan
System rujukan merupakan system jaringan pelayanan kesehatan
uang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab. System
rujukan bertujuan untuk mengingkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara terpadu.
Singkatan BAKSOKUDA dapat digunakan untuk mengingatkan
hal-hal penting dalam mempersiapkan rujukan, yang dijabarkan sebagai
berikut :
(B) Bidan : Patikan klien didampingi tenaga kesehatang yang
berkopenten memilik kemampuan untuk
melaksanakan kegawatdaruratan selama perjalanan
merujuk
(A) Alat : Bawa bahan dan peralatan yang diperlukan
(K) Kendaraan : Siapkan kendaraan yang mengantar ketempat
rujukan, kendaraan yang cukup baikm yang
memungkinkan kondisi yang nyaman
(S) Surat : Surat rujukan yang berisi identitas pasien. Tindakan
dan obat
(O) Obat : Bawa obat yang diperlukan saat perjalanan rujukan
(K) Keluarga : konfirmasi keluarga mengapa alasan pasien dirujuk
dan meminta keluarga untuk mendampingi selama
rujukan
(U) Uang : mengingatkan keluarga untuk membawa uang yang
cukup
(DA) Darah : persiapkan kantung darah sesuai dengan golongan
pasien
21
B. Standar Kewenangan bidan pada kasus patologi dan komplikasi kebidanan
Berdasarkan PMK No.28 tahun 2017 tentang kewenangan bidan
dalam penyelenggaraan Praktik kebidanan, Bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan :
1. Pelayanan kesehatan ibu
2. Pelayanan kesehatan anak
3. Pelayanan kesehatab reproduksi perempuan dan keluarga
berencana
Dalam memberikan pelayanan kesehatan perempuan ibu
sebagaimana maksud pada ayat (2) bidan berwenang melakukan :
1. Episiotomy
2. Pertolongan persalinan normal
3. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
4. Penanganan kegawar-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
5. Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
6. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
7. Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi aur susu
eksklusif
8. Pemberian oterotinika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
9. Penyuluhan dan konseling
10. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
11. Pemberian surat keterangan hamil dan kehamilan
22
DAFTAR PUSTAKA
23