Anda di halaman 1dari 24

Judul

HUBUNGAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN


PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR IKAN
KOTA BENGKULU
1. Variabel penelitian
Variabel terikat : Kejadian Diare
Variabel bebas :
1. Kondisi Sanitasi Lingkungan
2. Personal hygiene
2. Alasan pengambilan judul
Tujuan pengambilan judul Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Dan
Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu adalah karena ada kejadian Diare yang
semakin tahun meningkat terutama di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Ikan
Kota Bengkulu.
3. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yaitu
Apakah ada hubungan kondisi sanitasi lingkungan dan personal hygiene
dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota
Bengkulu?
4. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan kondisi sanitasi lingkungan dan personal
hygiene dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan
Kota Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
b. Untuk mengetahui gambaran kondisijamban keluarga di wilayah kerja
Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
c. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat pembuangan sampah di
wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.

d. Untuk mengetahui gambaran personal hygiene di wilayah kerja


Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
e. Untuk mengetahui hubungan kondisi Jamban Keluarga dengan
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
f. Untuk mengetahui hubungan kondisi tempat pembuangan sampah
dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota
Bengkulu.
g. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian diare
di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu.
5. Landasan teori
A. Diare
1. Pengertian
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan
bentuk dan konsentrasi tinja melembek sampai dengan cair dengan
frekuensi lebih dari lima kali sehari. Diare dapat merupakan penyakit yang
sangat akut dan berbahaya karena sering mengakibatkan kematian bila
terlambat penanganannya (Pudjiastuti, 2011).
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair, bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare
bila sudah dari 4 kali buang air besar (Dewi, 2010).
Diare merupakan salah satu penyakit pencernaan yang ditandai
dengan buang air besar atau berak-berak cairan atau mencret, dengan atau
tanpa darah dan muntah-muntah. Anak dikatakan diare berak-berak cairan

yang frekuensinya lebih sering dari biasanya yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari (Siswanto, 2010).
Diare adalah kehilangan cairan secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan tinja yang encer atau cair (Syarif,
2012).

2. Etiologi Diare
Menurut Dewi (2010), diare dapat disebebkan karena beberapa faktor,
seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi.
a. Infeksi
1) Enteral yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan
merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi:
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya;
b) Infeksi virus : enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie,
poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya;
c) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan
Strongylodies),

protozoa

(Entamoeba

histolytica,

Giardia

lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida


albicans).
2) Parenteral, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
misalnya

Otitis

Media

Akut

(OMA),

tonsilofaringitis,

brokopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.


b. Malabsorbsi
1) Karbonhidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa)
serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.
2) Lemak.
3) Protein.
c. Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi.
d. Psikologi, misalnya rasa takut atau cemas.
3. Klasifikasi Diare
Menurut Sodikin (2011) secara klinis, doare dibedakan menjadi tiga
sindrom yaitu :
a. Diare Akut
Diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Peluang untuk mengalami diare akut antara anak lakilaki dan permpuan hampir sama. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi

dan bila asupan makanan berkurang, juga mengakibatkan kurang gizi.


Kematian dapat diakibatkan oleh dehidrasi.
b. Diare Disentri
Diare yang disertai darah dalam feses, menyebabkan anoreksia,
penurunan berat badan dengan cepat dan kerusakan mukosa usus akibat
bakteri invasif.
c. Diare Persisten
Diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari 14
hari. Kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Diare jenis
ini mengakibatkan kehilangan berat badan yang nyata, dengan volume
feses dalam jumlah yang banyak sehingga pasien berisiki mengalami
dehidrasi.
4. Gejala Klinis
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010), gejala klinis dari
penyakit diare : Cengeng, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun,
tinja cair, lendir, darah (terkadang ada), warna tinja lama kelamaan
berwarna hijau karena bercampur dengan empedu, anus lecet, tinja lama
kelamaan menjadi asam (karena banyaknya asam laktat yang keluar).
Akhirnya nampak dehidrasi, berat badan turun, turgor kulit menurun,
mata dan ubun-ubun cekung, selaput lendir dan mulut juga kulit kering.
Bila dehidrasi berat maka volume darah akan berkurang dengan
demikian nadi akah cepat dan kecil, denyut jantung cepat, TD menurun,
kesadaran menurut yang diakhiri dengan shock.
5. Patogenesis
Menurut Dewi (2010), mekanisme dasar yang dapat menyebabkan
terjadinya diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmitik.
Akibat adanya makanan tau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus

yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya


sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat gangguan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang
akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan
kedalam rongga usus, sehingga akan terjadi peningkatan isi dari rongga
usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan
akhirnya timbul diare.
c. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi
usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare.
Akan tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan
dari peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
yang berlebihan di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare
juga.
6. Pencegahan Diare
Menurut Pudjiastuti (2011), hal-hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah diare antara lain :
a. Minum air yang sudah direbus.
b. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan.
c. Tidak BAB/BAK disembarang tempat.
d. Tutup makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat.
e. Buang sampah pada tempatnya.
Menurut Siswanto (2010), penyakit diare dapat dicegah melalui
promosi kesehatan, antara lain :
a. Menggunakan air bersih. Tanda-tanda air bersih adalah 3 Tidak, yaitu
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan
sebagian kuman penyakit.
c. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan, dan sesudah buang air besar (BAB).

d. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun.


e. Menggunakan jamban yang sehat.
f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
7. Langkah dan Tindakan Mengatasi Diare
Memberi minum sebanyak mungkin sebagai pengganti cairan yang
dikeluarkan tubuh kepada penderita. Pemberian cairan dapat dengan cara
memberikan ASI bagi bayi yang bersia kurang 6 bulan. Memberikan
Oralit/LLG (larutan gula garam). Memberikan air minum, kuah sup, air tajin
(air kental yang diambil dari rebusan beras), yoghurt, sari buah, teh encer,
air kelapa atau bubur serakia bila anak sudah makan biasa seperti orang
dewasa.
Untuk mencegah agar tidak terserang diare adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Meningkatkan daya tahan tubuh
dapat diupayakan dengan makan makanan yang bergizi untuk bayi dengan
memberikan ASI eksklusif. Memberikan ASI pada anak sampai usia 2
tahun. Setelah anak berusia 6 bulan, memberikan makanan pendamping
ASI. Di dalam memberikan minum susu agar menghindari penggunaan
botol susu kerena botol susah dibersihkan sehingga memudahkan
pencemaran dan pertumbuhan kuman.
Meningkatkan kesehatan lingkungan dan kebersihan perseorangan.
Menyimpan makanan pada tempat bersih, pada suhu kamar dan tutuplah,
menggunakan air bersih dan sabun setelah : buang air besar, sebelum
makan, sebelum memberi makan atau menyuapi bayi. Membuang air besar
di jamban dan membuang tinja bayi di jamban sehingga tidak mencemari
lingkungan (Siswanto, 2010).
8. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol susu dan dot

susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengelolah susu dan
makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan
tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang
utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor
kependudukan menunjukkan bahwa insidens diare lebih tinggi pada
penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor
perilaku orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang
tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air
besar atau membuang tinja anak. Kesemua faktor yang tersebut di atas
terkait erat dengan faktor sosial ekonomi masing-masing keluarga
(Soegijanto, 2002).
Menurut Wijoyo (2013), faktor-faktor risiko penyakit diare adalah
sebagai berikut :
a. Faktor Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian, kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberi
cairan rehidrasi oral lebih baik pada balita dari pada kelompok ibu
status pendidikan SD ke bawah. Pendidikan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap morbiditasanak balita. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh.
b. Faktor Perkerjaan
Saat ini banyak orang tua bekerja di luar rumah sehingga anak
diasuh oleh orang lain/pembantu. Anak yang diasuh oleh orang
lain/pembantu. Mempunyai resiko lebih besar untuk terpajan penyakit
diare.
c. Faktor Umur Balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak usia di bawah dua tahun.
Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai risiko 2,23 kali lebih
besar terserang diare daripada anak umur 25-59 bulan.
d. Faktor Lingkungan
Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan diare.
e. Faktor Gizi
Diare menyebabkan kurang gizi sehingga memperberat diarenya.
Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik merupakan
komponen utama penyembuhan diare. Bayi dan balita yang gizinya
kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan oleh
dehidrasi dan malnutrisi.
f. Faktor Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap
penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal
dari keluarga besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah buruk, dan
tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
g. Faktor Makanan/Minuman yang Dikonsumsi
Kontrak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama
air minum yang tidak dimasak, sewaktu mandi, dan berkumur. Kontak
kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila
melekat pada tangan kemudian dimasukkan ke mulut, misalnya untuk

memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur juga


merpakan sumber penularan diare.
h. Faktor Terhadap Laktosa
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan dapat menyebabkan diare. ASI mengandung antibodi yang
dapat melindungi bayi dari berbagai kuman penyebab diare, seperti
shigella sp, dan V. Cholerae. Bayi yang tidak diberi ASI, risiko
menderita diare lebih besar dan kemungkinan menderita dehidrasi berat
lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh. Penggunaan botol
susu memudahkan pencemara oleh kuman sehingga menyebabkan
diare.
B. Kondisi Lingkungan
1. Tempat Pembuangan Tinja (Jamban)
Tempat pembungan tinja (jamban) merupakan bagian yang penting
dari sanitasi lingkungan. Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai
fasilitas pembuangan kotoran manusia sederhana. Pembuangan tinja yang
tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu.
Persyaratan sarana pembuangan tinja menurut Ehlers dan Steel yaitu:
a. Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan.
b. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk sumur.
c. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan.
d. Excreta tidak dapat dijangkau oleh lalat atau kuman.
e. Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap.
f. Metode yang digunakan harus sederhana serta murah dalam
pembangunan.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mendirikan
bangunan kakus yaitu:
a. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindungi dari pandangan
orang lain, terlindung dari panas atau hujan serta terjamin privasinya.

b. Bangunan kakus ditempatkan dalam lokasi yang tidak sampai


mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau serta tidak menjadi
tempat hidupnya berbagai macam binatang.
c. Bangunan kakus mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat
berpijak yang kuat, yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan
kakus model cemplung.
d. Mempunyai lubang kloset yang kemudian melalui saluran tertentu
dialirkan pada sumur penampung dan atau sumur rembesan.
e. Menyediakan alat pembersih (air ataupun kertas yang cukup).
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2011), macam-macam tempat
pembuangan tinja (jamban), antara lain:
a. Jamban cemplung (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban
ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh
terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah di bawahnya. Jarak dari
sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.
b. Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah
sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkannya sama
seperti pembusukan tinja dalam air kali.
c. Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air.
Fungsi air sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium.
Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru
masuk

ke

bagian

yang

menurun

untuk

masuk

ke

tempat

penampungannya.
d. Jamban Plengsengan (Trench latrine)
Kakus plengsengan terdiri dari tempat jongkok yang dilengkapi
lubang penampungan tinja terpisah yang dihubungkan dengan saluran

pipa dengan kemiringan tertentu. Kakus ini dapat mengurangi


baukotoran dan tidak terjangkau oleh serangga dan binatang penular
penyakit.
e. Kakus Ember (Bucket latrine)
Kakus ini terdiri dari ember tempat penampungan sementara dari
tinja yang dilengkapi dengan iempat jongkok di atasnya. Setelah selesai
digunakan atau penuh maka tinja dibuang ke tempat pembuangan.
Kakus ini biasanya digunakan pada alat transportasi seperti peasawat
terbang, bis maupun kereta api.
f. Jamban empang/ gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam,
selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air
permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat
tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.
g. Jamban kimia (Chemical toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda
sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan
dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula
digunakan dalam rumah.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi
lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada
keluarga sebesar dua kali lipat, dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya ditempat yang memenuhi
syarat sanitasi lingkungan. Sedangkan keluarga yang menggunakan
kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa.
Kejadian diare tertinggi tcrdapat pada keluarga yang mempergunakan

sungai sebagai tempat tinja, yaitu 17% di kota dan 12,75 di desa
(Budiman, 2005).
2. Kondisi Tempat Pembuangan Sampah
Menurut Adnani (2011), sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang,
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak terpakai
lagi oleh manusia.
Syarat tempat sampah yang baik adalah :
a. Tempat pembuangan sampah tidak mengotori udara seperti berbau
busuk dan menimbulkan asap dan tidak mengotori air.
b. Tempat sampah tidak menjadi sarang lalat, tikus, nyamuk yang dapat
menyebabkan bibit penyakit.
Sumber-sumber sampah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes).


Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum.
Sampah yang berasal dari perkantoran.
Sampah yang berasal dari jalan raya.
Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes).
Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan.
Sampah yang berasal dari pertambangan.
Sampah yang berasal dari peternakan/perikanan.

Sampah dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :


a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dapat
dibagi menjadi:
1) Sampah an-organik adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik dan
sebagainya.

2) Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat


membusuk, misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan, buahbuahan dan sebagainya.
b. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
1) Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu,
plastik, kain bekas dan sebagainya.
2) Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.
Pengelolaan sampah adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan,
sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa
sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup. Cara-cara pengelolaan sampah antara lain.
a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masingmasing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh
sebab itu, mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus
untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat
pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan
sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke tempat pembuangan akhir
(TPA).
b. Pemusnahan dan pengolahan sampah
Pemusnahan dan pengolahan sampah dapat dilakukan melalui berbagai
cara antara lain: ditanam, dibakar, dan dijadikan pupuk.
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari sampah yaitu:
a. Mengotori udara seperti bau busuk dan asap, pengotoran air.
b. Mengganggu pemandangan.
c. Sampah dapat menyumbat saluran air atau got sehingga dapat
menyebabkan banjir yang merusak jalan dan bangunan.

d. Sampah dapat menimbulkan kecelakaan seperti luka terkena paku,


pecahan kaca atau dapat menyebabkan kebakaran.
e. Sampah dapat menjadi sarang lalat, tikus, nyamuk, lipas, yang dapat
menyebabkan bibit penyakit.
C. Personal Hygiene
Yang dimaksud dengan hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang
mempelajari kondisi lingku ngan terhadap kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut,
serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin
pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula melindungi,
memelihara dan mempertinggi

derajat kesehatan manusia (perorangan

ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga pelbagai faktor lingkungan


yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan.
Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk
diperhatikan.

Pemeliharaan

kebersihan

peorangan

diperlukan

untuk

kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan (Potter, 2005). Kebersihan


peorangan meliputi:
1. Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling
pertama memberi kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaikbaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan
lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari.
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat
harus selalu memperhatikan seperti :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri


Mandi minimal 2x sehari
Mandi memakai sabun
Menjaga kebersihan pakaian
Makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah
Menjaga kebersihan lingkungan.

2. Kebersihan Rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat terpelihara
dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan
tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit
kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya 2x seminggu
b. Mencuci rambut memakai samphoo/bahan pencuci rambut lainnya
c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
3. Kebersihan Gigi
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan
membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah:
a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis
makan
b. Memakai sikat gigi sendiri
c. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi
d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
e. Memeriksa gigi secara teratur.
4. Kebersihan Mata
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan mata adalah :
a. Membaca di tempat yang terang
b. Makan makanan yang bergizi
c. Istirahat yang cukup dan teratur
d. Memakai peralatan sendiri dan bersih (seperti handuk dan sapu tangan)
e. Memelihara kebersihan lingkungan.
5. Kebersihan Telinga
Hal yang diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :
a. Membersihkan telinga secara teratur
b. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
6. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku

Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus dipelihara dan ini
tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup
sehari-hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang
bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan
yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan
penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu
diperhatikan sebagai berikut :
a. Membersihkan tangan sebelum makan
b. Memotong kuku secara teratur
c. Membersihkan lingkungan
d. Mencuci kaki sebelum tidur
Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah :
a. Kebersihan kulit
b. Kebersihan kuku
c. Kebersihan rambut dan kulit kepal
D. Hubungan Kondisi Lingkungan (Jamban Keluarga, Kondisi Tempat
Sampah) dan Personal Hygiene dengan Kejadian Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu
sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu
maupun kesehatan masyarakat. Menurut model segitiga epidemiologi, suatu
penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan,
agent, dan host. Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi penentu pendorong terjadinya diare (Notoatmodjo, 2011).
Kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multi
kompleks, yang dipengaruhi oleh jamban yang tidak sehat maka dapat
menyebabkan penyakit diare (Notoatmodjo, 2011). Menurut Adnani (2011),
pengaruh sampah terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi 2 yaitu
pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung terhadap kesehatan

disebabkan karena adanya kontak langsung antara manusia dengan sampah


tersebut. Misalnya : sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh dan
sebagainya. Sedangkan pengaruh tidak langsung umumnya disebabkan oleh
adanya vektor yang membawa kuman penyakit yang berkembang biak dalam
sampah. Sampah bila ditimbun sembarangan akan menjadi sarang lalat,
nyamuk atau tikus. Lalat merupakan vektor dari berbagai macam penyakit
saluran pencernaan atau diare (Notoatmodjo, 2007).
Penyakit diare adalah penyakit yang berhubungan dengan sanitasi
lingkungan dan hygiene perorangan, saat menggunakan air minum yang sudah
tercemar dan tidak mencuci tangan pada saat makan atau memasak, terutama
di daerah dengan sanitasi lingkungan yang sangat buruk (Suharyono, 2008).
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit diare, antara lain:
hygiene perorangan yang buruk, sarana air bersih dan jamban keluarga yang
buruk. Penyakit diare adalah penyakit yang berhubungan dengan hygiene
perorangan yang buruk, saat kekurangan air dan tidak adanya sarana
pembersih tubuh. Agar tinja yang juga berperan dalam penyebaran penyakit,
dan disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran,
dan sebagainya, serta air tanah dan bagian-bagian tubuh kita yang
terkontaminasi oleh tinja dapat dihindari oleh tersedianya jamban sehat
(Notoatmodjo, 2011).

6. Kerangka Konseptual

Gambar 1
Kerangka Konseptual
7. Definisi Operasional
Tabel 2.
Definisi Operasional
N
o

Cara
Alat
ukur
ukur
Sanitasi
Jamban adalah suatu Observ kuesion
lingkungan ruangan yang
asi
er
1
a. Jam mempunyai fasilitas
ban pembuangan
Kelu kotoran manusia
arga sederhana.
Jamban sehat yang
memenuhi syarat
tidak terjadi
kontaminasi pada
tanah permukaan,
pada air tanah yang
mungkin masuk
sumur, pada air
permukaan, tidak
terjangkau oleh lalat
dan kuman dan
harus bebas dari
bau.
Variabel

Definisi Operasional

Hasil ukur

Skala

1. Tidak
Nomina
Memen
l
uhi
syarat,
jika
salah
satu
syarat
tidak
dipenuh
i
2. Memen
uhi
syarat,
jika
semua
syarat
sudah
terpenu
hi

b. Kondi
si
temp
at
pem
buan
gan
samp
ah

Suatu tempat untuk Observ kuesion


membuang bahan
asi
er
atau benda padat
baik organik maupun
non organik yang
sudah tidak
digunakan lagi.
Syarat tempat
pembuangan
sampah yang baik,
yaitu tidak
mengotori sumber
air tertutup, tidak
menjadi sarang lalat,
tikus dan kecoa

c. Pers
onal
hygi
ene

Kebersihan
perorangan adalah
cara perawatan diri
manusia untuk
memelihara
kesehatan mereka.
Kebersihan
perorangan sangat
penting untuk
diperhatikan.
Pemeliharaan
kebersihan
peorangan
diperlukan untuk
kenyamanan
individu, keamanan
dan kesehatan

Variabel

Definisi Operasional

1. Tidak
Nomina
Memen
l
uhi
syarat,
jika
salah
satu
syarat
tidak
dipenuh
i
2. Memen
uhi
syarat,
jika
semua
syarat
sudah
terpenu
hi
Checkli kuesion 1. Tidak
Ordinal
st
er
baik, jika
skor
jawaban
<
median.
2. Baik, jika
ibu
menjawab
iya skor
jawaban
median

Cara

Alat

Hasil ukur

Skala

o
2 Kejadian
diare

Kejadian buang air


besar 3 kali sehari
atau lebih pada
balita dengan
konsitensi feses
encer

ukur
ukur
Checkli kuesion 1: Ya diare
Ordinal
st
er
jika balita
buang air
besar 3
kali sehari
dan
kondisi
fesesnya
encer
2: Tidak
diare jika
balita
buang air
besar < 3
kali sehari
dan
kondisi
fesesnya
tidak
encer

8. Hipotesis
1. Ho:

Tidak ada hubungan yang signifikan antara jamban

keluarga dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar


Ikan Kota Bengkulu.
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara jamban keluarga dengan
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar ikan Kota Bengkulu
2. Ho:
Tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi tempat
pembuangan sampah dengan kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Pasar ikan Kota Bengkulu.

Ha : Ada hubungan yang signifikan antara kondisi tempat pembuangan


sampah dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar
Ikan Kota Bengkulu
3. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene
dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota
Bengkulu.
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ikan Kota
Bengkulu.

9. Analisis univariat dan bivariate


1. Analisis Univariat
Analisis univariat
gambaran

distribusi

(Pengetahuan,

dilakukan
frekuensi

pendidikan

dan

untuk

memperoleh

variabel

independen

Sikap)

dan

variabel

dependen (kelengkapan imunisasi) di Puseksmas Pasar Ikan


Kota Bengkulu.
2. Analisis Bivariat
Analisis
bivariate

dilakukan

untuk

mengetahui

hubungan antara variable independen dengan variable


dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
2
digunakan uji chi-square ( ) dan untuk mengetahui

keeratan hubungan digunakan uji statistic Contingency


coefficient (C) dan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara dua variabel.

Anda mungkin juga menyukai