ISSN 0216-7492
1. PENDAHULUAN
Perubahan cuaca di Indonesia saat
ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan
adanya perubahan cuaca yang tidak
menentu ini dapat mengganggu aktivitas
para petani di Indonesia khususnya
petani kakao dalam hal proses
pengeringan.
Biji cokelat yang masuk ke dalam
pengeringan adalah biji cokelat yang
sudah terfermentasi. Kadar air biji
cokelat setelah dipanen masih tinggi
yaitu sekitar 51% - 60% [1] sehingga
memberikan peluang yang besar untuk
cepat
membusuk
akibat
adanya
Udara
Pengeringan
bertujuan
untuk
memperpanjang umur simpan dengan
cara mengurangi kadar air untuk
mencegah
tidak
ditumbuhi
oleh
mikroorganisme
pembusuk.
Dalam
proses
pengeringan
dilakukan
pengaturan terhadap suhu, kelembaban
(humidity) dan aliran udara. Perubahan
kadar air dalam bahan pangan
disebabkan oleh perubahan energi
dalam sistem [2]. Untuk itu, dilakukan
ISSN 0216-7492
perhitungan terhadap neraca energi
untuk mencapai keseimbangan.
Menurut
[2],
alasan
yang
mendukung proses pengeringan dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
adalah
untuk
mempertahankan mutu produk terhadap
perubahan fisik dan kimiawi yang
ditentukan oleh perubahan kadar air,
mengurangi
biaya
penyimpanan,
pengemasan dan transportasi, untuk
mempersiapkan produk kering yang
akan dilakukan pada tahap berikutnya,
menghilangkan
kadar
air
yang
ditambahkan akibat selama proses
sebelumnya, memperpanjang umur
simpan dan memperbaiki kegagalan
produk. Produk kering dapat digunakan
sebagai
bahan
tambahan
dalam
pembuatan produk baru.
Menurut [1] tujuan pengeringan biji
kakao adalah menurunkan kadar air dari
60% menjadi 6%-7%. Ada beberapa
cara pengeringan yaitu dengan sinar
matahari, dengan alat pengering dan
kombinasi
keduanya.
Pengeringan
kombinasi yaitu pengeringan dengan
panas sinar matahari dan panas buatan.
Cara ini lebih baik karena tidak
tergantung cuaca dan bahan bakar lebih
sedikit. Pengeringan dengan sinar
matahari menjadikan mutu biji lebih baik
yaitu menjadi mengkilap. Caranya
adalah
biji ditebarkan di lantai
penjemuran
di
bawah
terik
matahari.Tetapi
pengeringan
ini
membutuhkan tenaga kerja yang lebih
banyak, waktu yang dibutuhkan juga
sangat lama dan sangat bergantung
dengan cuaca karena jika cuaca buruk
misalnya cuaca sedang hujan atau tidak
ada matahari maka pengeringan ini
tidak
dapat
dilakukan.
Untuk
mengantisipasi cuaca yang tidak
menentu tersebut maka pengeringan
yang baik adalah pengeringan yang
dilakukan dengan alat pengering yang
dalam hal ini dipakai cabinet dryer.
Prinsip pengeringan cabinet dryer
menggunakan udara pengering sebagai
medium panas dalam menurunkan
kadar air biji hingga 6% [2].
ISSN 0216-7492
udara panas. Jadi penurunan konsumsi
energi merupakan keuntungan yang
jelas dari alat pengering dengan
menggunakan
uap
air
panas.
Keuntungan lain adalah:
a) Tidak ada reaksi oksidasi atau
pembakaran dalam alat pengering
uap air panas. Hal ini berarti tidak
ada bahaya kebakaran atau ledakan
dan juga menghasilkan mutu yang
lebih baik.
b) Massa jenis uap pada temperatur
tinggi lebih rendah daripada massa
jenis udara pada temperatur yang
sama, sehingga secara alami uap
akan lebih mudah naik jika
dipanaskan hingga pada temperatur
tinggi.
c) Memungkinkan laju pengeringan
yang lebih tinggi, baik dalam periode
laju konstan maupun laju menurun,
tergantung pada suhu uap.
d) Pengeringan dengan uap dapat
mencegah bahaya kebakaran atau
ledakan pada saat pengeringan
produk yang mengandung racun
atau cairan organik mahal yang
harus
dipulihkan,
sambil
memungkinkan pengembunan aliran
buang dalam kondenser kecil.
e) Alat pengering uap air panas
memungkinkan proses pasteurisasi,
sterilisasi dan deodorisasi produk
pangan.
Uap yang terbentuk dari produk
dapat ditarik dari ruang pengering,
diembunkan dan panas latennya
digunakan kembali.
Secara umum, pengeringan uap air
dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
yang baik hanya jika satu atau lebih dari
kondisi berikut ini dipenuhi:
a) Biaya energi sangat tinggi, nilai
produk rendah atau dapat diabaikan
b) Mutu produk lebih unggul jika
dikeringkan dalam uap dibandingkan
dengan udara.
c) Biaya kebakaran, ledakan atau
kerusakan oksidatif sangat tinggi.
Premi asuransi yang lebih rendah
dapat menutupi sebagian tambahan
biaya investasi pengering dengan
uap.
d) Jumlah air yang harus dibuang
maupun kapasitas produksi yang
10
ISSN 0216-7492
karena membutuhkan daya yang tidak
terlalu tinggi.
Komponen cabinet dryer adalah tray,
heater dan fan. Tray disesuaikan
dengan kapasitas jumlah, berat dan
ukuran produk pangan. Tray berfungsi
sebagai wadah biji dalam proses
pengeringan, yang disusun bertingkat.
Sedangkan heater berfungsi sebagai
pemanas udara yang nantinya udara
panas dari heater tersebut yang akan
digunakan dalam pengeringan.
2.3.
6
7
Cabinet Dryer
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
**
7,5
**
7,5
Sub
Standar
**
> 7,5
>4
>8
>6
>3
62,5
62,5
62,5
(Sumber : www.kadin-indonesia.or.id)
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji
per 100 gr.
AA Jumlah biji per 100 gram
maksimum 85
A Jumlah biji per 100 gram maksimum
100
B Jumlah biji per 100 gram maksimum
110
C Jumlah biji per 100 gram maksimum
120
Substandar jumlah biji per 100 gram
maksimum > 120
Untuk jenis kakao mulia notasinya
dengan F (Fine Cocoa)
2.4. Analisa Kadar Air
Kadar air kakao yang telah
dikeringkan dapat dihitung melalui
beberapa tahapan berikut ini.
11
wf
(1)
(2)
wi
(3)
Wf 7,4% xWkk
ISSN 0216-7492
(4)
a) Kebutuhan
energi
pengeringan kakao (Qd), kkal
Qd = Qt + Qw + Ql
untuk
(5)
dimana;
Qd = energi pengeringan kakao, kkal
Qt = energi pemanasan kakao, kkal
Qw = energi pemanasan air kakao,
kkal
Ql = energi penguapan air kakao,
kkal
- Energi untuk pemanasan kakao (Qt ),
kkal
Qt = Wkb . cpkakao (Td-Ta)
(6)
cpkakao = Panas jenis kakao (kkal/kg oC)
Ta
= Temperatur awal kakao (oC)
Td
= Temperatur rata - rata udara
pengering (oC)
(8)
(9)
2.5. Analisa
Kebutuhan
Energi
Selama Proses Pengeringan
(7)
k1
x 2
k2
(12)
Qlw U A Tmenyeluruh
Dimana :
Qlw = energi yang hilang melalui
dinding
box
pengering
(kkal/jam)
U = Koefisien perpindahan kalor
menyeluruh (kkal/m2.h.oC)
A
= Luas penampang (m2)
T = Td = Temperatur rata rata
udara pengering (oC)
k1
= koefisien perpindahan kalor
konduksi plat (kkal/mhoC)
k2
= koefisien perpindahan kalor
konduksi isolasi (kkal/mhoC)
x1 = tebal plat (m)
x2 = tebal lapisan isolasi (m)
- Kehilangan energi melalui ventilasi
(Qlv)
V cpw(Td - Ta)
Qlv
N
(13)
12
dimana;
Wr
V 1000
ar
ISSN 0216-7492
(14)
QT
NKB k
(17)
dimana;
QT = Total energi yang dibutuhkan
untuk mengeringkan kakao per
siklus
NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar
- Kebutuhan kerosin tiap jam (liter/jam)
Kebutuhan bahan bakar/jam
=
(18)
Gambar
13
Gambar
4.
Laju
aliran
panas
pengeringan dengan uap air
ISSN 0216-7492
3.2.3. Bahan
Dalam pengujian ini, bahan atau
produk pertanian yang akan dikeringkan
adalah biji cokelat. Biji cokelat ini
didapat dari perkebunan cokelat di
daerah medan tuntungan yang baru
dipanen oleh para petani cokelat. Biji
cokelat yang akan dikeringkan adalah
seberat 7,5 kg.
3.2.4. Setting awal
Sebelum
dilakukan
pengujian,
terlebih dahulu dicari berat kakao
dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah
untuk mengetahui berapa berat kakao
dengan kadar air yang diinginkan
(sesuai Standar Nasional Indonesia).
Setelah berat kakao dengan kadar air
yang
diinginkan
diketahui,
maka
pengujian dapat dilakukan. Untuk
mencari berat kakao yang diinginkan
adalah dengan cara sebagai berikut :
Asumsikan kadar air awal kakao = 60 %.
Berat kakao basah (Wkb) = 2,5 kg
Berat kakao kering dengan kadar air 0
% = 2,5 (2,5 x60%) = 1 kg
Maka berat kakao dengan kadar air
7,5 % adalah 1,09 kg.
Jika pada saat pengujian berat
kakao telah mencapai 1,09 kg, maka
kadar air kakao telah sesuai Standar
Nasional Indonesia dan pengeringan
dapat dihentikan.
ISSN 0216-7492
Data hasil pengujian ini akan
dikembangkan atau dihitung untuk
mendapatkan berapa besar kebutuhan
energi selama proses pengeringan
berlangsung. Selain itu dari data
tersebut akan diperoleh berapa kadar air
kakao setelah dikeringkan sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia.
3.2.5. Variabel yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah:
1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak
selama pengeringan berlangsung.
2. Temperatur awal kakao (ta).
3. Waktu atau lama pengeringan
sampai bahan benar benar kering.
4. Berat kakao setelah dikeringkan
(Wkk).
5. Kadar air awal kakao (wi).
6. Kebutuhan bahan bakar tiap jam.
7. Kebutuhan air tiap jam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
perhitungan
ditampilkan
dalam grafik seperti terlihat pada
gambar 5 sampai dengan gambar 10
berikut ini.
ISSN 0216-7492
Keterangan gambar :
TR = Total Revenue/ total penerimaan
TC = Total Cost
Dari gambar grafik di atas, nilai BEP
untuk pengeringan kakao dengan
menggunakan bahan bakar kayu bakar
adalah 108 kali. Dalam bentuk biaya
nilai BEP nya adalah Rp. 8.372.160,-.
Dan dalam jumlah kakao tongkol nilai
BEP nya adalah 810 kg.
Gambar
9.
Grafik Analisa Alat
Pengering Kerosin vs Kayu
Bakar
16
ISSN 0216-7492
7. Walaupun massa bahan bakar kayu
lebih banyak dari massa bahan
bakar kerosin, tetapi dari segi biaya
masih
lebih
menguntungkan
pemakaian bahan bakar kayu. Oleh
karena itu, pemakaian bahan bakar
kayu dengan massa yang lebih
banyak daripada massa kerosin
tetap dianjurkan untuk proses
pengeringan karena dari segi waktu
maupun dari segi biaya masih lebih
menguntungkan apabila memakai
bahan bakar kayu dengan massa
yang lebih banyak.
5. KESIMPULAN
1.
-
2.
ISSN 0216-7492
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
DAFTAR PUSTAKA
[16]
18